Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

DIABETES MELLITUS

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :
KHAIRUS SOLEH
20010178

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2022/2023
Laporan Pendahuluan
Diabetes Militus

1.1 Pengertian

Diabetes Melitus (DM) berasal dari bahasa yunani yaitu


diabaiveiv, diabainein yang berarti “tembus” atau “pancuran
air”, dan kata latin melitus, yang berarti “rasa manis”. Yang
umum dikenal sebagai kencing manis. Diabetes merupakan
penyakit dimana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis
mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada
tubuh yang sehat , pankreas melepas horon insulin yang
bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan
jaringan lain yang memasok energi. (Sustrani, 2004)
Diabetes mellitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan
denan defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan
ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. (Paramita, 2011). Diabetes mellitus merupakan
sekelompok kelainan metabolik yang diakibatkan oleh adanya
kenaikan kadar glukosa darah dalam tubuh atau hiperglikemia.
(Smeltzer, 2010). Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu
penyakit kronis progresif dimana tubuh tidak mampu untuk
melakukan metabolisme lemak, protein dan karbohidrat yang
mengarah pada keadaan hiperglikemia (kadar glukosa darah
yang tinggi). (Black, 2014)
1.2 Etiologi
Faktor resiko penyebab diabetes mellitus yaitu di pengaruhi
oleh faktor lingkungan dan gaya hidup seperti mengkonsumsi
karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik yang kurang,
obesitas, diet tidak sehat, riwayat keluarga DM, riwayat DM
gestastional (Anggreani, 2019). DM juga disebabkan karena
kegagalan relatif sel dan retensi insulin. Retensi insulin adalah
menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati.

1.3 Klasifikasi

Menurut Brunner & Suddarth (2001) yang menyebabkan


penyakit diabetes mellitus, yaitu :
a. Diabetes Tipe I (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus/IDDM)
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh
penghancuran sel-sel beta pancreas disebabkan oleh :
1.3.1 Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri
tapi mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetic
ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada
individu yang mempunyai tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggungjawab atas antigen transplatasi dan
proses imun lainnya.
1.3.2 Faktor imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.
1.3.3 Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II (Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II
belum diketahui .
Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu :
1.3.4 Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis
yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia
setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pancreas untuk memproduksi
insulin. (Sukarmin, 2008)
1.3.5 Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas
mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap
penurunan produksi insulin. Hiipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme
glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energi sel yang terlalu banyak. (Sukarmin, 2008)
1.3.6 Riwayat keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2
(dan pada kembar non identic), risiko menderita
penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada
subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak
memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes
tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif,
masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan
masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.
(Robbins, 2007)
1.3.7 Kelompok etnik

1.4 Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2001) patofisiologi
diabetes mellitus yaitu:
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel ẞ pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Sel ẞ pankreas
berfungsi untuk menghasilkan hormon insulin.
Hiperglikemia kuasa yang terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post pradial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan diekskresikan di urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih pula.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan.

Dalam keadaan normal, insulin mengendalikan


glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam
amino serta substansi lain), namun pada penderita
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut untuk turut menimbulkan hiperglikemia.
Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan hasil samping dari proses pemecahan glukosa.
Badan keton menimbulkan gangguan asam basa apabila
dalam jumlah yang berlebih. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut. Terjadi
sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat penignkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu. Keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita


diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe
II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria, polidipsi,
luka pada kulit yang lama tidak sembuh- sembuh,
infeksi vagina dan pandangan yang kabur
1.5 Pathway
1.6 Manifestasi Klinis

Menurut (Paramita, 2011) manifestasi klinis pada penyakit


diabetes melitus adalah sebagai berikut :
a. Ketoasidosis atau serangan diam-diam pada tipe 1
b. Yang paling sering terjadi adalah keletihan akibat
defisiensi energi dan keadaan katabolis
c. Kadang kadang tidak ada gejala (pada diabetes tipe 2)
d. Dieuretik ostomotik yan disertai poliuria, dehidrasi,
polidipsia, selaput lendir, dan kekencangan kulit
buruk
e. Pada Ketoasidosi dan keadaan non-ketotik
hipermosmolar hiperglikemik, dehidrasi berpotensi
menyebabkan hipovolemia dan syok
f. Jika diabetes tipe 1 tidak dikontrol, pasien mengalami
penurunan berat badan dan selalu lapar, padahal ia
sudah makan sangat banyak. (Paramita, 2011)
g. Gejala klasik :
1. Poliuri
2. Polidipsi
3. Polifagi
h. Penurunan Berat Badan
i. Lemah
j. Kesemutan, rasa baal
k. Bisul atau luka yang lama tidak sembuh
l. Keluhan impotensi pada laki-laki
m. Keputihan
n. Infeksi saluran kemih
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Test toleransi glukosa

Kadar gula darah sewaktu dan puasa sebagai patokan


penyaring diagnosis DM (mg/dl) (PERKENI, 2015)
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
- Plasma < 100 100-200 > 200
vena
- Darah < 80 80-200 > 200
kapiler
Kadar glukosa
darah puasa
- Plasma < 110 110-120 > 126
vena
- Darah < 90 90-110 > 110
kapiler

1.8 Diagnosa Pembanding


Kriteria diagnostik WHO dalam (Mansjoer, A dkk.
2008) untuk Diabetes Melitus pada, Pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1
mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8
mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam
kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gram
karbohidrat (2 jam post prandial (pp)) > 200 mg/dl
(11,1mmol/L)
1.9 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Suyono dkk, 2011 penatalaksanaan
farmakologi penyakit diabetes melitus adalah
sebagai berikut :
1) Insulin
Berikut cara penentuan dosis insulin: (Cheng
et al., 2005) Insulin Harian Total (IHT) : 0,5
X BB/Kg
2) Obat oral anti diabetic
i. Sulfonaria
a) Asetoheksamid (250 mg, 500 mg)
b) Clorpopamid (100 mg, 250 mg)
c) Glipizid (5 mg, 10 mg)
d) Glyburid (1,25 mg; 2,5 mg; 5 mg)
e) Totazamid (100 mg, 250 mg, 500
mg)
f) Tolbutamid (250 mg, 500 mg)
ii. Biguanid
a) Metformin 500 mg
b. Non Farmakologi
Menurut Suyono (2007) penatalaksaan diabetes tergantung pada
ketepatan interaksi dari beberapa faktor, yaitu :
1) Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
mengurangi faktor risiko kardiovaskular.
Kebanyakan pada pasien diabetes tidak aktif sehingga
olahraga harus dimulai secara perlahan dan ringan (misalnya
jalan kaki atau bersepeda) dan secara perlahan dinaikkan
untuk menghindari efek-efek yang tidak diinginkan seperti
cedera, hipoglikemia dan gangguan jantung.
Pemilihan olahraga dimulai dari yang ringan sampai
sedang dilakukan 3-5 kali seminggu secara teratur dalam
waktu 30-60 menit tiap melakukan olahraga (Notoatmodjo,
2010).
2) Diet
Tujuan pengaturan makanan pada pasien diabetes :
i. Menurunkan berat badan
ii. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic
iii. Menurunkan kadar glukosa darah
iv. Memperbaiki profil lipid
v. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin
vi. Memperbaiki sistem koagulasi darah
Penderita diabetes mellitus di dalam melaksanakan diet harus
memperhatikan 3J, yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan,
jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang
harus diperhatikan.

1.10 Komplikasi

Menurut dr. Safitri Ramainah (2003) apabila glukosa darah


tidak terkontrol dengan baik maka akan timbul berbagai
komplikasi di dalam tubuh di antaranya:
a. Komplikasi akut
Karena kekurangan insulin menyebabkan
naiknya kadar gula ke tingkat yang sangat tinggi.
Komplikasi akut mencakup hipoglikemi, ketoasidosis
diabetik, sindrom HHNK (juga disebut Hiperglikemik
Hiperosmoler Non Ketotik atau HONK Non Ketotik)
dan Keto Asidosis Asam Laktat (KAAL).
b. Komplikasi kronis
Disebabkan adanya perubahan pembuluh darah
di berbagai bagian tubuh. Gejalanya penyakit arteri
coroner, nefropati yang mengakibatkan fungsi ginjal
terpengaruh. Neuropati saraf-saraf pada bagian tubuh
terpengaruh, retinopati yaitu retina mata yang
terpengaruh dan kaki diabetik yaitu perubahan
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi
infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya
fungsi saraf sensorik dapat menunjang terjadinya
trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
mengakibatkan gangren
.
1.12. Proses Keperawatan
1.1.1.Pengkajian
a. Identitas

1) Umur
Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki
usia rawan (setelah usia 40 tahun), terutama mereka
yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya
tidak peka lagi terhadap insulin yang tergolong dalam
diabetes tipe 2. (Manganti, 2012)
2) Jenis kelamin
Wanita pada umumnya cenderung mudah terserang
diabetes mellitus bila dibandingkan dengan pria, hal
ini dikarenakan wanita lebih banyak mempunyai
faktor yang mendorong terjadinya diabetes mellitus
seperti obesitas saat kehamilan, stress, kelelahan, serta
makanan yang tidak terkontrol. (Garnadi, 2012)

2) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada penderita diabetes akan mengalami tanda khas
diabetes seperti banyak buang air kecil, sering haus
sehingga banyak minum, sering lapar sehingga
banyak makan. (Garnadi, 2012)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada mulanya penderita diabetes tampak sehat semua
gejala di keluhan utama dianggap sebagai kebiasaan
normal sehingga tidak sedikit kaus diabetes baru
terdeteksi setelah timbul keluhan lain akibat
komplikasi diabetes. (Garnadi, 2012)
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan
penyakit pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai
dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Jika ada riwayat diabetes mellitus pada anggota
keluarga, resiko mendapatkan diabetes akan tinggi.
Faktor keturunan saja tidak pas

4) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi


sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai
pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
5) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum
sehari – hari, jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi, jenis makanan dan minuman, waktu
berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis
makanan yang disukai, penurunan berat badan.
6) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK
sebelum dan selama sakit, mencatat konsistensi,
warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
7) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas
(muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan),
perubahanpola nafas setelah aktifitas, kemampuan
pasien dalam aktivitas secara mandiri.
8) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa
tidur siang, gangguan selama tidur (sering terbangun),
nyenyak, nyaman.

9) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien,


gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam
berdo’a dan beribadah.
3) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Keadaan umum klien secara sekilas. Biasanya klien


dengan diabetes mellitus tipe 2 badannya gemuk
(obesitas), umur >40 tahun dan berkaitan dengan
beberapa faktor seperti obesitas, keturunan dan faktor
usia. (Suddarth, 2001)
2) Sistem pernapasan
Klien diabetes mellitus biasanya akan mengalami
pernafasan kussmaul serta nafas yang berbau aseton.
Selain itu penderita diabetes juga rentan terhadap
penyakit infeksi termasuk infeksi saluran pernafasan
disebabkan penurunan kekebalan tubuh sampai
terserang TBC paru. Merasakan kekurangan oksigen,
batuk dengan atau tanpa sputum purulent tergantung
adanya infeksi atau tidak. (Dongoes, 2000)
3) Sistem kardiovaskuler
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menimbulkan
gangguan kesehatan yang serius seperti
atherosclerosis, yang akan menyebabkan deprivasi O2
di jaringan yang akan berlanjut menjadi hipertensi,
infark miokard, dan stroke. Takikardi juga dapat
terjadi karena kelainan saraf otonom. (Suddarth,
2001)
4) Sistem pencernaan
Adanya rasa lapar yang sering disebabkan karena
glukosa yang diperoleh dari karbohidrat yang tidak
dapat dimetabolisme seluruhnya menjadi energi,
sehingga menimbulkan kelemahan. (Dongoes, 2000)
5) Sistem muskuloskeletal
Timbul kesemutan dan kejang pada otot kaki
disebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit, tulang
terjadi osteomyelitis. Gangren sering progresif dan
memerlukan amputasi karena adanya gangguan saraf
yang menyebabkan efek anastesi. (Garnadi, 2012)

Sistem perkemihan dan reproduksi Kencing yang


sering dan jumlah yang banyak terutama malam hari
sangat mengganggu penderita sehingga mendorong
periksa. Kerusakan saraf-saraf pada ginjal tidak
mampu melakukan absorbs zat-zat yang terlarut
dalam air seni sehingga terjadi proteinuria. Kondisi
seperti ini akan mudah terjadi infeksi saluran kemih.
Didapatkan adanya keluhan sulit ereksi, impoten yang
disebabkan neuropati. (Garnadi, 2012)
1) Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
- Kadar glukosa plasma puasa lebih besar atau sama
dengan 126 mg/dl (normal: 70-110 mg/dl) pada
sedikitnya dua kali pemeriksaan
- Kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (normal: <140 mg/dL)
- Gula darah postprandial ≥200 mg/dL
- Hemoglobin glikosilasi (HbA1c) meningkat
- Urinalisis dapat menunjukkan aseton atau glukosa
2) Prosedur diagnostic
- Pemeriksaan ofralmik menunjukkan aseton atau glukosa
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Reisko Ketidakstabilan kadar glukosa dalam
2. Nyeri Akut
3. Gangguan integritas kulit/jaringan
4. Resiko jatuh
1.1.3 Perencanan Keperawatan
1. Risiko Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah
2. Nyeri akut

3. Gangguan integritas kulit/jaringan


DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M..&.H.J.H., 2014. Keperawatan Medikal Bedah:
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan.
Jakarta: Salemba Medika.
Cheng, A., Zinman, B. & Khan, C., 2005. Joslin's Diabetes Mellitus. 4th ed.
Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins.
Dongoes, M.E., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. 3rd ed. Jakarta: EGC.
Garnadi, Y., 2012. Hidup Nyaman Dengan Diabetes Melitus.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Hasdianah, H.R., 2012. Mengenal Diabetes Melitus pada
Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan Solusi Herbal.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Manganti, A., 2012. Panduan Hidup Sehat Dengan
Diabetes. Yogyakarta: Araska.
Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Paramita, 2011. Nursing: Memahami
Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT
Indeks.
PERKENI, 2015. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe
2. Jakarta: PB PERKENI.
Robbins, d., 2007. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C..B.B.G..H.J.L..&.C.K.H., 2010. Brunner And
Suddarth’s Text Book Of Medical Surgical Nursing. 11th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
Suddarth, B.&., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. 8th ed. Jakarta: EGC.
Sukarmin, S.R.&., 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas.
Jakarta: Graha Ilmu.
Sustrani, L., 2004. Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai