Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

Ca NASOFARING

A. Pengertian
Kanker nasofaring merupakan karsinoma sel skamosa yang mula-mula
terlihat sebagai masa yang berulserasi dan emgerosi kanker nasofaring, menginvasi ke
daerah tengkorak dan bermetastase ke nodus limfatikus dalam satadium dini. Sehingga
sering terlihat sebagai benjolan metastasis di leher atau sebagai paralisis saraf otak
tersendiri.
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma
Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar klien
datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan
di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

B. Etiologi
Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun
banyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan
eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :
1. Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
2. Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3. Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap
rokok dll).
4. Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5. Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia,
asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
C. Pa tofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain
:

1. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa
Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan

pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa
nyeri di telinga (otalgia)

3. Gangguan mata dan syaraf


Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen
laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,
juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.

Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.

4. Metastasis ke kelenjar leher


Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang
akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Nasofaringoskopi
2. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal
dengan Xylocain 10 %.
3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan
tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi
virus E-B.
5. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).
F. Penatalaksanaan Medis
1. Radioterapi merupakan pengobatan utama ditekankan pada penggunaan
megavolte dan pengaturan dengan komputer (4000-6000 R)
2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran
dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik
dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil.
Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi
kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan
radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

G. Konsep Asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
• Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
• Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
• Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan
menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan dan terdapat
kekakuan dalam menelan.

• Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan
penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan
meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang
dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk
PQRST.

• Riwayat kesehatan dahulu


Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup,
misalnya pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan merokok, minum
alkohol, terpapar zat-zat kimia, riwayat stomatitis yang lama, oral hygiene
yang jelek, dan yang lainnya.

• Riwayat kesehatan keluarga


Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau adanya penyakit keturunan yang berhubungan dengan
Ca Nasofaring

2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda dan Gejala
1) Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-
faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
2) Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan
darah, epistaksis/perdarahan hidung.
3) Integritas Ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal
diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik
diri, marah.
4) Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen.
5) Makanan/ Cairan
Kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat
badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
6) Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
7) Nyeri/ Kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku
di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8) Pernafasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok),
pemajanan
9) Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama /
berlebihan, demam, ruam kulit
10) Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan.
11) Interaksi Sosial
Ketidakadekuatan/ kelemahan sistem pendukung
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kaji tentang keadaan klien, kesadaran dan tanda-tanda vital.

2) Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka klien akan
mengalami kesukaran bernafas, apalagi klien dilakukan Trakheostomi,
produksi sekret akan menumpuk dan mengakibatkan jalan nafas tidak
efektif dengan adanya perubahan frekuensi nafas dan stridor.

3) Sistem cardiovaskuler
Ca nasofaring dengan pemasangan Trakheostomi dan produksi sekret
meningkat, bila dilakukan suction yang berlebihan dalam satu waktu
dapat merangsang reflek nerves sehingga mengakibatkan bradikardi dan
biasanya terjadi peningkatan JVP.

4) Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan. Jika Ca sudah menyumbat saluran
pencernaan dapat dilakukan tindakan Gastrostomy.
5) Sistem muskuloskeletal
Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan dalam
mobilisasi leher karena adanya pembengkakan bila Ca sudah terlalu
parah.

6) Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila ada
metastase pada kelenjar tiroid.

7) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan VI yaitu
syaraf yang mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX, X, XI dan XII yang
mempersyarafi glosofaringeal, vagus, asesorius dan hipoglosus.
Biasanya bila ada nyeri yang dirasakan klien dapat merangsang pada
sistem RAS di formatio retikularis sehingga menyebabkan klien terjaga.

8) Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase ginjal,
akan terjadi penurunan fungsi ginjal.

9) Sistem wicara dan pendengaran


Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya sumbatan
pada tuba eustacius sehingga menggangu saluran pendengaran. Bila Ca
sudah bermetastase pada pita suara, maka klien tidak dapat
berkomunikasi secara verbal.

10) Sistem integumen


Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan terjadi
perubahan warna hiperpigmentasi pada area penyianaran.

11) Sistem reproduksi


Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat menyebabkan
gangguan pada sexualitas.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan persepsi sensori
3. Defisit nutrisi
4. Ansietas

I. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Nyeri akut
2. Gangguan sensori persepsi

3. Defisit Nutrisi
4. Ansietas
Daftar Pustaka

1. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


EGC. Jakarta.
2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
3. Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman Diagnosis Dan
Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT. Rumah Sakit Umum Daerah Dr
Soetom Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
4. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta :
EGC ; 1997
5. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
7. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai