Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA NASOFARING (KNF)

DI RUANG 27 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Departemen Medikal

Kamelia
135070200131008
Kelompok 1

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
KARSINONA NASOFARING (KNF)
DI RUANG 27 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Oleh :
KAMELIA
NIM. 135070200131008

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
1. Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006; Nasional Cancer Institute, 2009).
Karsinoma nasofaring adalah sebuah kanker yang bermula tumbuh pada
sel epitelial batas permukaan badan internal dan eksternal sel didaerah nasofaring
(American cancer asosiety, 2011).
Karsinoma nasofaring adalah keganasan yang muncul pada daerah
nasofaring (area diatas tengorokan dibelakang hidung). Kanker nasofaring atau
dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas
(kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau
tenggorokan.
KNF sering berawal dari fossa Rosenmuller dan dapat meluas kedalam
atau keluar dari dinding lateral dan/atau posterosuperior ke dasar otak atau ke
palatum, kavum nasi atau orofaring (Brennan, 2006). KNF mudah meluas ke fosa
serebri media melalui 2 titik lemah yaitu foramen laserum dan ovale (Cotrril &
Nutting, 2003).

2. Klasifikasi Karsinoma Nasofaring


KNF diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi 3 tipe
histologi, yaitu:
Tipe 1 Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinizing squamous cell carcinoma)
Tipe 2 Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratinisasi (non keratinizing squamous cell
carcinoma)
Tipe 3 Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated carcinoma)

Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:


Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan / kavum nasi tanpa
perluasan ke parafaring.
T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita
atau dengan perluasan ke fossa infratemporal / ruang mastikator.
KGB Regional (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau
kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah
bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.
N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang,
di atas fossa supraklavikular
N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavikular
N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm
N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)


M0 Tanpa metastasis jauh
M1 Metastasis jauh

3. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas, belakang
dan lateral yang termasuk bagian dari faring. Ke anterior berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi. Pada dinding lateral
nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius yang merupakan bagian dari
pendengaran. Pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya
tidak rata karena adanya jaringan adenoid.
Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk
oleh jaringan lunak sub mukosa. Nasofaring terdapat banyak saluran getah
bening.Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga
hidung.
Berbeda dengan selaput lendir saluran nafas lainnya, selaput lendir
nasofaring mengandung banyak sekali jaringan limfoid yang terletak didalam dan
dibawah epitel yang merupakan kumpulan sel limfosit tipe B dan sedikit tipe T
yang membentuk folikel-folikel dan pusat germinal tanpa kapsul. Struktur limfoid ini
banyak terdapat di dinding lateral terutama di sekitar muara tuba Eustachius,
dinding posterior dan bagian nasofaring di palatum molle. Struktur limfoid ini
merupakan lengkung bagian atas dari cincin Waldeyer (Gustafson & Neel, 1989;
Chew, 1997). Pada dinding lateral, terutama di daerah tuba Eustachius paling
kaya akan pembuluh limfe. Aliran limfenya juga berjalan ke arah anteroposterior
dan bermuara ke kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal
dari masing-masing sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, dimana rantai
kelenjar ini terletak di bawah otot sternokleidomastoideus pada tiap prosesus
mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya sangat dekat dengan
sarafsaraf kranial terakhir, yaitu saraf IX,X,XI,XII (Cottrill & Nutting, 2003).
4. Etiologi Karsinoma Nasofaring
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF
adalah:
a. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim
sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma
nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009).

b. Infeksi Virus Eipstein-Barr


Virus Epstein-Barr (EBV), juga disebut Human herpes virus 4 (HHV-4),
adalah suatu virus dari keluarga herpes (yang termasuk Virus herpes simpleks
dan Cytomegalovirus),yang merupakan salah satu virus-virus paling umum di
dalam manusia. Banyak orang yang terkena infeksi EBV, yang sering
asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang yang cepat menyebar.
EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama-sama
dengan Bert Achong, memukan virus tahun 1964.
EBV adalah suatu virus herpes yang replikatreplikat utamanya ada di
beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium kerongkongan dan
saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur, dan masa
inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk infeksi akut, antibodi
heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba yang dihasilkan. Proses
ini merupakan dasar pembentukan perpaduan getah Monospot cepat Antibodi
kepada antigen kapsid viral (yaitu, VCA-IGG dan VCA-IgM) dihasilkan sedikit
lebih cepat dari antobodi heterophile dan lebih spesifik untuk infeksi EBV. Viral
VCA-IgG sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan imunitas.
Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan
melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. Kegagalan
imunitas spesifik EBV dapat memberikan peran pada patogenesis tumor yang
berkaitan dengan EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa
manifestasi klinik.
c. Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi
di dalam rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF (Gangguly,
2003). Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan
timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik,
diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

5. Manifestasi Klinis Karsinoma Nasofaring


Gejala Dini
KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin,Anida,
2007). Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang
telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan
kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga
telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin
banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akiba
gangguan pendengaran (Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute,
2009).
Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh
sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau
mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain
itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadan
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-
lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang
(Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).
Gejala Lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5
sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor melua ke
bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat
pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien
datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke
arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati
rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat
berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak
dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya
kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pad
beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan
Nurlita, 2009).
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir
bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari
nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang,
hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis
sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

6. Patofisiologi Karsinoma Nasofaring


Terlampir.

7. Pemeriksaan Diagnostik Karsinoma Nasofaring


a. Pemeriksaan radiologik konvensional
Pada pemeriksaan radiologik konvensional foto tengkorak potongan
antero-posterior, lateral dan posisi Waters tampak massa jaringan lunak di
daerah nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi
tulang di daerah fosa serebri media.
b. Pemeriksaan tomografi komputer
Pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor
dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat adanya asimetri dari resesus
lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring.

c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dll.


Dapat mendeteksi kemungkinan adanya metastase jauh. Pemeriksaan
serum darah untuk mengukur kadar Ig A anti VCA, anti EA dan lain-lain
terhadap virus Epstein-Barr dapat dilakukan untuk memastikan adanya tumor,
mendeteksi kekambuhan atau mendeteksi secara dini (Roezin, 2003).

d. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.


Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara (Roezin, 2004):
1) Mengambil biopsi dari hidung yaitu mengambil jaringan tumor tanpa
melihat dengan jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga
hidung menyelusuri konka inferior terus ke belakang dan diarahkan ke
lateral.
2) Mengambil biopsi dari rongga mulut. Cara ini dilakukan dengan bantuan 2
buah kateter nelaton yang masing-masing dimasukkan melalui hidung, lalu
dikeluarkan melalui mulut sehingga dapat menarik palatum mole ke depan.
Kemudian dengan kaca tenggorok dilihat daerah nasofaring. Setelah
terlihat massa tumor dengan jelas dilakukan biopsi yang terarah.

8. Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring


a. Radioterapi
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan
kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan) ( Roezin,
Anida, 2007 National Cancer Institute, 2009).
b. Pemberian adjuvant kemoterapi
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang
cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian
kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek
samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang
lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral
setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer
memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien
karsinoma nasofaring (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Arisandi,
2008).

c. Pembedahan
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul
kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya
sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
Operasi sisa tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi
sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Roezin, Anida, 2007).

d. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan
radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor
maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain
menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman
kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa
asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah
mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena
fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan
kadang-kadang muntah atau rasa mual ( Roezin, Anida, 2007).
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap
dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul
metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua
keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain
pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien
akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung
dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital
akibat metastasis tumor (Fuda Cancer Hospital Guangzhou, 2002 dan Roezin,
Anida, 2007).
9. Komplikasi Karsinoma Nasofaring
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme,
fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus
kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi
pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis.
Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.
Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang
menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari
mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari denga
perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).

10. Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah
dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta
mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari
bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak
sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan
dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan te
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).

11. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
a. Identitas pasien
- Nama; Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor
nasofaring.
- Jenis Kelamin; Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-
laki daripada perempuan.
- Usia; Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak
antara 45-54 tahun.
- Alamat; Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan
ventilasi rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor
nasofaring serta lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap
industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.
- Agama; Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor
nasofaring.
- Suku Bangsa; Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua
Eropa, Amerika, ataupun Oseania.Namun relatif sering ditemukan di
berbagai Asia Tenggara dan China.
- Pekerjaan; Seseorang yang bekerja di pabrik industri akan beresiko terkena
tumor nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan
asap kayu.

b. Status Kesehatan
- Keluhan Utama
Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan
menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan
rasa terbakar dalam tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa
berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi
pendarahan dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di
RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan
penyakit samapi timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan
meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang
dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk
PQRST. Penderita tumor nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala
telinga kiri terasa buntu hingga peradangan dan nyeri, timbul benjolan di
daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan pendengaran,
perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi
dalam tahap yang lebih lanjut
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor
nasofaring maka akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor
nasofaring pula.
c. Pemeriksaan Fisik
- Sistem Penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien
simetris, kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal
namun konjungtiva klien anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata
klien isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan
kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal
ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang
mengalami beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang
anemis disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan
kabur.
- Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan
pasien normal dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri
tekan pada telinga.Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan
oleh pasien dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara berdengung
pada telinga.
- Sistem pernafasan
Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak
menggunakan otot bantu nafas dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit,
irama nafas klien teratur, jenis pernafasan spontan, nafas dalam, klien
mengalami batuk produktif dengan sputum kental berwarna kuning, tidak
terdapat darah, palpasi dada klien simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara
nafas klien ronkhi, namun tidak mengalami nyeri dada dan menggunakan
alat bantu nafas. Pada sistem ini akan sangat terganggu karena akan
mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat sputum maka
pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien
mengalami sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara
nafas ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
- Sistem kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan
irama teratur, tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit
hangat suhu tubuh klien 360C, warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2
detik, dan tidak ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan
denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi
jantung dan tidak ada nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang
peredaran darah pasien sehingga tidak akan mengganggu peredaran darah
tersebut.
- Sistem saraf pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran
pasien kompos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5.
Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem
persyarafan dan pada pemeriksaan refleks fisiologis klien normal. Tumor
nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung
di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa gangguan pada
beberapa saraf otak. Jika terdapat gangguan pada otak tersebut maka
pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
- Sistem pencernaan
Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien
tidak kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada
diare, konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi
konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang di
saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan
pasien.
- Sistem endoktrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak
berbau keton, dan tidak ada luka ganggren.Hal ini terjadi karena tumor
nasofaring tidak menyerang kalenjar tiroid pasien sehingga tidak menganggu
kerja sistem endoktrin.
- Sistem urogenital
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada
perubahan pola kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia,
inkontinensia, anunia), warna BAK klien kuning jernih, tidak ada distensi
kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang. Tumor nasofaring tidak
sampai melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak mengganggu
sistem tersebut.
- Sistem integumen
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit
pucat, keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit
daerah pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih.
Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang
ada di dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.
- Sistem musculoskeletal
Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit
pada tulang, sendi dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada
bentuk tulang sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan
keadaan otot baik.Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga
tidak ada kelainan yang mengganggu sistem musculoskeletal.

d. Pola aktifitas sehari-hari


- Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang
dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?Biasanya klien yang
datang ke rumah sakit sudah mengalami gejala pada stadium lanjut, klien
biasanya kurang mengetahui penyebab terjadinya serta penanganannya
dengan cepat.
- Pola Nutrisi Metabolic
Kaji kebiasaan diit buruk (rendah serat, aditif, bahan pengawet),
anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan
berat badan, perubahan kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan
mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi penyakit dan proses
pengobatan kanker.
- Pola Eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan
eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.Biasanya klien tidak
mengalami gangguan eliminasi.
- Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari.Biasanya klien
mengalami kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.
- Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama
klien tidur dalam sehari?Biasanya klien mengalami perubahan pada pola
istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas.
- Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji
bagaimana klien dalam berkomunikasi? Biasanya klien mengalami
gangguan pada indra penciuman.
- Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang
dideritanya?Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien akan merasa
sedih dan rendah diri karena penyakit yang dideritanya.
- Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan
selama dirawat di Rumah Sakit?Dan bagaimana hubungan social klien
dengan masyarakat sekitarnya? Biasanya klien lebih sering tidak mau
berinteraksi dengan orang lain.
- Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada
perubahan kepuasan pada klien?. Biasanya klien akan mengalami gangguan
pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang diderita.
- Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien
menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?. Biasanya klien
akan sering bertanya tentang pengobatan.
- Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi
penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan
klien? Biasanya klien lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
- Pola kebersihan diri
- Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga kebersihan diri.

e. Pemeriksaan penunjang
Hasil dari beberapa pemeriksaan diagnostik yang abnormal.

f. Penatalaksanaan
Pemberian terapi atau pengobatan untuk KNF,seperti radioterapi,kemoterapi
serta obat-obatan.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan nutrisi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya berhubungan
dengan misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
6. Defisit self care berhubungan dengan kelemahan
7. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit dan dampak penyakit
Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan askep selama .... Airway Management/Manajemen jalan nafas
nafas tidak jam status respirasi: terjadi - Bebaskan jalan nafas.
efektif kepatenan jalan nafas dengan - Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan Kriteria Hasil :
- Identifikasi apakah klien membutuhkan insertion airway
dengan sekresi - Tidak ada panas
- Jika perlu, lakukan terapi fisik (dada)
berlebihan - Cemas tidak ada
- Auskultasi suara nafas, catat daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
- Obstruksi tidak ada
- Berikan bronkhodilator, jika perlu
- Respirasi 16-20x/mnt
- Atur pemberian O2, jika perlu
- Pengeluaran sputum dari jalan
- Atur intake cairan agar seimbang
nafas paru bersih
- Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi

Airway Suctioning/Suction jalan nafas


- Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning
- Lakukan suction pada endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan askep sealama .. Manajemen nyeri :
berhubungan jam klien menunjukkan tingkat - Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dengan agen kenyamanan dan level nyeri: klien dan faktor presipitasi.
injuri fisik terkontrol dg Kriteria Hasil: - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
- Klien melaporkan nyeri - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
berkurang skala nyeri 2-3
- Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
- Ekspresi wajah tenang, klien kebisingan.
mampu istirahat dan tidur
- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- TD 120/80 mmHg, N: 60-100
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
x/mnt, RR: 16-20x/mnt)
- Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
- Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :
- Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
- Cek riwayat alergi.
- Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
- Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
- Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
3 Ketidakseimban Setelah dilakukan askep . jam Manajemen Nutrisi
gan nutrisi klien menunjukan status nutrisi - Kaji pola makan klien
kurang dari adekuat dengan Kriteria Hasil : - Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan - Bb stabil tidak terjadi mal nutrisi - Kaji makanan yang disukai oleh klien
tubuh - Tingkat energi adekuat - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien
berhubungan - Masukan nutrisi adekuat - Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya
dengan intake
nutisi in - Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi
adekuat, faktor - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
biologis
Monitor Nutrisi
- Monitor BB setiap hari jika memungkinkan
- Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
- Monitor adanya mual muntah serta intake nutrisi dan kalori.
- Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
bengkak
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep jam Konrol infeksi
berhubungan tidak terdapat faktor risiko - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
dengan infeksi pada klien dibuktikan - Batasi pengunjung bila perlu
imunitas tubuh dengan status imune klien adekuat:
- Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
primer menurun, bebas dari gejala infeksi, angka
- Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan
prosedur lekosit normal (4-11.000),
- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
invasive
- Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat
- Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari
- Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
- Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit dan WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan
- Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
- Inspeksi kondisi luka, insisi bedah
- Ambil kultur jika perlu
- Dorong istirahat yang cukup
- Monitor perubahan tingkat energi
- Dorong peningkatan mobilitas dan latihan
- Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program
- Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi.
- Laporkan jika kultur positif.
5 Kurang Setelah dilakukan askep Teaching : Dissease Process
pengetahuan ........jam,pengetahuan klien - Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
tentang penyakit meningkat dengan Kriteria Hasil: - Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
dan perawatan - Klien / keluarga mampu - Sediakan informasi tentang kondisi klien
nya menjelaskan kembali penjelasan
- Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
berhubungan yang telah dijelaskan
- Sediakan informasi tentang diagnosa klien
dengan kurang - Klien / keluarga kooperatif saat
terpapar dengan - Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
dilakukan tindakan.
informasi, yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
terbatasnya - Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
kognitif - Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
- Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
- Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
- Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
- Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
- Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
- kolaborasi dg tim yang lain.
7 Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
berhubungan keperawatan . jam klien mampu - Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
dengan Perawatan diri - Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
kelemahan Self care : Activity Daly Living - Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
(ADL) dengan Kriteria Hasil:
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
- Pasien dapat melakukan
- Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
aktivitas sehari-hari (makan,
- Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
berpakaian, kebersihan, toileting,
ambulasi) - Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Kebersihan diri pasien terpenuhi - Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
8 Harga diri Setelah dilakukan askep . jam Peningkatan harga diri
rendah klien menerima keadaan dirinya - Monitor pernyataan pasien tentang harga diri dan tingkat harga dirinya
berhubungan dengan Kriteria Hasil: - Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
dengan - Mengatakan penerimaan diri & - Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
perubahan gaya keterbatasan diri
- Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
hidup - Menjaga postur yang terbuka
- Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
- Menjaga kontak mata
- Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
- Komunikasi terbuka
- Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
- Secara seimbang dapat
- Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
berpartisipasi dan
- Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
mendengarkan dalam kelompok
- Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
- Menerima kritik yang konstruktif
- Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
- Menggambarkan kebanggaan
terhadap diri - Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
- Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
- Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
- Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
DAFTAR PUSTAKA

Anil KL. 2008. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck
Surgery. 2nd ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Bulechek, Dochterman. Nursing Interventions Classification (NIC).Fourth Edition. St.


Louis Missouri : Mosby Elsevier.

Clifton PTJr. 2001.High Incidence of Nasopharyngeal Carcinoma in Asia.Journal of


Insurance Medicine. 33: 235 238.

David M, James Kand Holger S, 2008.Recent Advances in Otolaryngology 8. United


Kingdom: The Royal Society of Medicine Press Limited. 116 119.

Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. 2010. Diseases of Ear, Nose & Throat.5th ed. India:
Elsevier.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3.
Jakarta : EGC;1999

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014 oleh NANDA International. Jakarta : EGC

Hsien YC, Abdullah MS, Telesinghe PU, Ramasamy R. 2009.Nasopharyngeal


carcinoma in Brunei Darussalam: low incidence among the Chinese and an
evaluation of antibodies to Epstein-Barr virus antigens as biomarkers.Singapore
Medical Journal.50(4): 371 377.

Lee KJ. 2008.Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 9th ed USA: The
McGraw-HillCompanies, Inc.

Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC).Fourth Edition. St. Louis
Missouri : Mosby Elsevier.

R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ;
1997

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001

Anda mungkin juga menyukai