Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel ephitalial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis (Mangan, 2009).
Nasofaring adalah suatu rongga dengan dinding kuku di atas, belakang dan lateral yang
anatomi termasuk bagian faring (Pearce, 2009).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas
daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor ganas hidung dan
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase
rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013).
Karsinoma Nasofaring sebagian besar adalah tipe epidermoid dengan potensi invasi ke
dasar tulang tengkorang yang menyebabkan neuropati kranial (Lucente, 2011).
Pada banyak klien, karsinoma nasofaring banyak terdapat pada ras monggoloid yaitu
penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Thailand, Malaysia, dan Indonesia juga di daerah
India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga
merupakan jenis kanker yang ditemukan secara genetik (Mangan, 2009).
Fungsi nasofaring
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
- Geografis - infeksi
- Jenis kelamin - Genetik
- Pekerjaan - Gaya Hidup
- Makanan diawetkan
Virus Eistain Barr
2.6 Patway Karsinoma Nasofaring
Metastasis sel-sel kanker getah bening melalui aliran limfe
Nyeri
Penyumbatan Muara tuba
Karsinoma Nasofaring
Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel kanker di kelenjar getah bening
Pertumbuhan sel abnormal
Kelenjar melekat pada otot dan sulit digerakkan
Penekanan pada tuba eustacius
Benjolan massa pada leher bagian samping
Menembus kelenjar dan mengenai otak dibawahnya
Obstruksi jalan nafas
Hidung tersumbat dan adanya sekret
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Mengiritasi sel nasofaring
Hambatan komunikasi verbal
Gangguan Pendengaran
b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi
konkomitan. Formula kemoterapi yang sering dipakai adalah : PF ( DDP + 5FU ),
kaboplatin+5FU, paklitaksel +DDP, paklitasel +DDP +5FU dan DDP gemsitabin , dll (Wei &
Sham, 2005).
DDP : 80-100 mg/m2 IV drip hari pertama ( mulai sehari sebelum kemoterapi , lakukan hidrasi 3
hari )
5FU : 800-1000 mg/m2/d IV drip , hari ke 1-5 lakukan infus kontinyu intravena.
Ulangi setiap 21 hari atau:
Karboplatin : 300mg/m2 atau AUC = 6 IV drip, hari pertama.
5FU : 800-1000/m2/d IV drip , hari ke 1-5 infus intravena kontinyu.
Ulangi setiap 21 hari.
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
d. Terapi Herbal TCM
Dikombinasi dengan radioterapi dan kemoterapi, mengurangi reaksi radiokemoterapi ,
fuzhengguben ( menunjang, memantapkan ketahanan tubuh) , kasus stadium lanjut tertentu yang
tidak dapat diradioterapi atau kemoterapi masih dapat dipertimbangkan hanya diterapi
sindromnya dengan TCM. Efek herba TCM dalam membasmi langsung sel kanker dewasa ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
e. Terapi Rehabiltatif
Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi dengan derajat bervariasi. Oleh
karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan memperbaiki kualitas hidupnya.
f. Rehabilitas Psikis
Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa pwnyakitnya berpeluang untuk
disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi depresi.
g. Rehabilitas Fisik
Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien biasanya merasakan kekuatan
fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus memperhatikan suplementasi nutrisi ,
berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar tubuh dan ketahanan meningkat secara
bertahap.
h. Pembedahan
Dalam kondisi ini dapat dipertimbangkan tindakan operasi :
1. Rasidif lokal nasofaring pasca radioterapi , lesi relatif terlokalisasi.
2. 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer nasofaring
3. Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar limfe leher.
4. Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti karsinoma skuamosa grade I, II,
adenokarsinoma.
5. Komplikasi radiasi.
(Zulkarnain Haq, 2011)
2. Retropariden sindrom
Tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi ke sekitarnya.
Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah retropharing dimana ada kelenjar getah
bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan manifestasi gejala.
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan pada
sepertiga belakang lidah.
N. X : hiper/hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan laring, disertai gangguan respirasi dan
saliva.
N. XI : kelumpuhan/atrofi oto trapezius, otot SCM serta hemiparese palatum mole.
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Sindrom horner : kelumpuhan N, simpaticus servicalis, berupa penyempitan disura palpebralis,
Onoftalmus dan miosis.
Sel-sel kanker dapat mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati, dan paru. Hal ini merupakan
hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma
nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20%
sedangkan ke hati 10%, ginjal 0,4%, dan tiroid 0,4%.
BAB III
Asuhan Keperawatan Karsinoma Nasofaring
3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. biodata klien
a. Nama : tidak mempengaruhi
b. Tempat tanggal lahir : tidak mempengaruhi
c. Umur : meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun
setelahnya
d. Jenis Kelamin : Lebih dominan Laki-laki daripada perempuan
e. Suku Bangsa : lebih dominan ras cina
f. Status Perkawinan : tidak mempengaruhi
g. Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan
penyakit ini maka akan mengabaikan bahayanya penyakit ini
h. Pekerjaan : bagi orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat karsinogen dan
penghasilan kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi rendah maka akan menyebabkan dan
memperparah penyakit ini
i. Status Ekonomi : Lebih banyak dimiliki status ekonomi menegah ke bawah yang sering
mengkonsumsi ikan asin
j. Alamat : mungkin dipengaruhi lingkungan dan kebiasaan hidup di rumah yang kurang sehat
k. Tanggal Masuk : tidak mempengaruhi
l. No. Register : tidak mempengaruhi
2. Penanggung Jawab
a. Nama :
b. Alamat :
c. Umur :
d. Jenis Kelamin :
e. Pendidikan :
f. Tempat/Tanggal Lahir :
g. Hubungan dengan
klien :
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien) Leher terasa nyeri,
semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung terasa tersumbat, telinga seperti tidak
bisa mendengar, penglihatan berkunang-kunang, badan merasa lemas, serta BB turun drastis
dalam waktu singkat.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang (Tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar pada bagian leher dan
terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan mata, nyeri dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan menyebar
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan muncul secara
bertahap
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (Tanyakan apakah klien pernah menderita penyakit yang
mempermudah terjadinya ca nasofaring)
Mempunyai profil HLA, pernah menderita radang kronis nasofaring
4. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tanyakan apakah ada kluarga yang menderita penyakit yang
menyebabkan ca nasofaring)
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan (Tanyakan tentang lingkungan klien)
Terbiasa terhadap lingkungan karsinogen
D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan atau keadaan umum
Secara keseluruhan keadaan tidak baik, BB menurun
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien tidak begitu terkontrol, mata : 2, Respon Verbal : 5, Respon motor : 4, indra
penciuman terganggu, ketajaman terganggu, berjalan sempoyongan, tidak bisa seimbang
3. Tanda-Tanda Vital
1. Suhu Tubuh : 37,5oC
2. Tekanan Darah : 140/90 mmHg
3. Nadi : 94 x/menit
4. RR : 24 x/menit
4. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
1. Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, bulat sempurna, tidak ada
deformitas, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
2. Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada skuama, tidak ada kemerahan,
tidak ada nevus)
3. Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah bingung, keadaan simetris, tidak ada edema, dan tidak ada
massa) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
4. Rambut : Inspeksi (rambut kotor, ada ketombe, ada uban) Palpasi (rambut rontok)
5. Mata : Inspeksi (bulat besar, bersih tidak cowong, simestris, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya positif, gerakan mata tidak normal,
fungsi penglihatan tidak terlalu baik) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
6. Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada lendir, ada polip, ada pernafasan cuping hidung, ada
deviasi septum, mukosa lembab, kesulitan bernafas, warna cokelat, tidak ada benda asing) Palpasi
(tidak ada nyeri tekan)
7. Telinga : Inpeksi (Simetris, bersih, fungsi pendengaran kurang baik,tidak ada serumen, tidak
terdapat kelainan bentuk) Palpasi (normal tidak ada lipatan, ada nyeri)
8. Mulut : Inspeksi (kotor, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab,lidah simetris, lidah
kotor, gigi kotor, ada sisa makanan, berbau, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, sebagian goyang,
faring ada pembekakan, tonsil ukuran tidak normal, uvula tidak simetris) Palpasi (tidak ada lesi)
9. Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, ada pembesaran
limfe, leher panas)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
1. Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak normal, tidak ada batuk, nafas dada, frekuensi nafas
24 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus kanan-kiri, tidak ada nyeri tekan, .
Perkusi : Sonor pada saluran lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak ada weezing.
2. Jantung :
Inspeksi : Normal (Iktus kordis tidak tampak).
Palpasi : Normal (Iktus kordis teraba pada V±2cm)
Perkusi : Normal (Pekak)
Auskultasi : Normal (BJ I-II Murni, tidak ada gallop, tidak ada murmur)
c. Pemeriksaan Payudara
Inspeksi : Bersih, tidak ada pembekakan, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat, permukaan normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba,
Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney
Perkusi : Timpani, tidak ada cairan atau udara
e. Pemeriksaan Anus dan Genitalia
1. Anus
Inspeksi : Warna cokelat, tidak ada bengkak atau inflamasi
Palpasi : Feses keras, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada darah
2. Genitalia
Wanita
Inspeksi : Warna merah muda, tidak berbau, tidak ada lesi, nodul, pus, daerah bersih, bentuk
simetris, tidak varices
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Fungsi Reproduksi baik, tidak terpasang DC
Laki-Laki
Inspeksi : Ada rambut pubis, kulit penis normal, lubang penis ditengah, kulit skrotum halus, tidak
ada pembekakan, posisi testis norma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada batang penis dan skrotum
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas :
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada sianosis di lengan kanan
atas, tidak ada edema.
Palpasi : Denyut nadi 94 x/menit, kuku normal, kekuatan menggenggam normal
2. Ektremitas Bawah :
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu, tidak ada lesi, tidak ada
edema, tidak ada sianosis, persendian normal.
Palpasi : Nadi 94 x/menit, tidak ada nyeri tekan
3. Tulang Belakang :
Inspeksi : Postul normal, vertebra normal, lengkungan normal
Palpasi : Otot bekerja baik
g. Pemeriksaan Kulit
Inspeksi : Kulit bersih, Kulit pucat, kulit kering, tidak ada lesi
Palpasi : Tekstur tidak normal pada bagian leher, ada turgor
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Labolatorium
o Hb : 11,9 g/dl
o Leukosit : 3000 sel/mm3
o Trombosit : 556000/mm3
o Ht : 35,4%
o Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
o LED : 10
Pemeriksaan Diagnostik
kopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
2. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
3. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung mungkin hanya
banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
4. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak lebih
menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa
kemerahan.
5. Biopsi multiple
6. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila dicurigai metastase
tulang)
7. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang
menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang
dikenai
3.6 Evaluasi
Hari/Tgl/Jam No. Dx Evaluasi TTD
S : pasien mengatakan nyeri pada leher
P : Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q : Nyeri seperti ditekan-tekan, terlihat membesar
pada bagian leher
R : Nyeri pada hidung, telinga, mulut dan
Senin,
menyebar
1/06/2015 1.
S : Skala nyeri 5
T : Mulai 3 bulan yang lalu, nyeri hilang timbul
dan lebih sering saat bernafas dan menelan
O : terlihat menahan nyeri
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan (1, 2, 3, 4, 5, 6)
S: Klien mengatakan masih merasakan gangguan
pernafaan
O: Klien terlihat tidak merasa nyaman, RR:
2.
20x/menit, S: 37,50C
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S : pasien mengatakan kondisinya sedikit kuat
O : pasien kuat berdiri
3.
A : masalah sebagian teratasi
P : intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan masih sedikit gatal
O : Klien merasa kurang nyaman
4.
A : Masalah sebagian teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : klien mengatakan susah bergaul/berkomunikasi
dengan orang lain
O : Klien tidak dapat melakukan komunikasi
5.
verbal dengan baik
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
S : Klien mengatakan leher masih besar
O : Klien masih menahan diri
6..
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria
dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
Karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai
keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan
penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat timbul
gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular). Untuk mencapai diagnosis
harus melaksanakan Pemerksaan fisik maupun Pemeriksaan Diagnostik diantaranya CT Scan,
MRI, dll. Pada Karsinoma nasofaring biasanya dilakukan pengobatan Radioterapi maupun
Kemoterapi.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang Karsinoma
Nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala karsinoma
nasofaring karena seringkali penderita karsinoma nasofaring terdeteksi pada stadium lanjut. Dan
bagi pembaca yang berprofesi sebagai perawat atau tenaga medis lainnya agar lebih memahami
tentang Karsinoma Nasofaring sehingga dapat lebih memahami kebutuhan klien, memberi
motivasi, memberi pengetahuan, dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, T. (2008). Klien Gangguan Pernapasan : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ernawati, Kadrianti, E., & Basri, H. M. (2004). Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2. Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Karsinoma Nasofaring (KNF), 224.
Gibson, J. (2002). Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Gunardi, d. S., & Saputra, d. L. (2012). Quick Review Anatomi Klinik, Edisi Kedua. Tanggerang Selatan: Binapura
Aksara Publisher.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Huda Nurarif, A., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-
Noc, Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Lucente, F. F. (2011). Ilmu THT Esensial. Jakarta: EGC.
Mangan, Y. (2009). Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba
Medika.
Pratiwi, N. (2012, September 28). Makalah Ca Nasofaring. Dipetik Mei 16, 2015, dari Makalah Ca Nasofaring Web
site: http://www.scrib.com
Wei, W. I., & Sham, J. S. (2005). Nasopharyngeal carsinoma. carsinoma Nasofaring, 2-3.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Zulkarnain Haq, N. (2011, Oktober 12). Askep Kanker Nasofaring. Dipetik Mei 16, 2015, dari Askep Kanker
Nasofaring Web Site: http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id