Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA NASOFARING

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA NASOFARING


BAB II
PEMBAHASAN
I.  KONSEP DASAR
A.     Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar
klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang terbanyak di
temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%),
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data
Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan
5 besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,
tumor getah bening dan tumor kulit.

B.     Etiologi

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya
penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan
suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi
ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang
dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh
untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.


3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri,
asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radang kronis nasofaring

6. Profil HLA

C. Patofisologi
Makanan yang diawetkan Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr
melalui mediator ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung
nitrosamine), kontak dengan zat karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat
dikarenakan radang kronis daerah nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak
kemudian menyerang bagian telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr
didaerah nasofaring (dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga
membuat terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran tuba eusthacius dan hidung. Sumbatan
yang terjadi dapat menyebabkan baik gangguan pendengaran maupun gangguan penghidu,
sehingga merupakan gangguan persepsi sensori.

Pathway
Karsinoma Nesofaring

Virus Epstein Barr

Kontak dengan zat karsinogen Radang kronis pada daerah


nasofaring
 

Masuk kebagian telinga dan hidung

Makanan yang diawetkan


Obstruktif pada saluran tuba eusthacius dan hidung

Gangguan pendengaran dan gangguan penghidu

Gangguan persepsi sensori

D. Tanda dan Gejala

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba


Eustachii dan dasar tengkorak

a.       Gejala Hidung :


        Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
        Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring
dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
b.      Gejala telinga
          Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor
dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan
pendengaran)
          Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
c.       Gejala lanjut
          Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe
dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar
membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan
kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

E.   Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

a. Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

b. Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak pariasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

c. Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

- Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel
spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

F. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar

1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi

2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :
Neuralgia trigeminal unilateral

Oftalmoplegia unilateral

Amaurosis

Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater

3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring


dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus,
hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

4. Manifestasi kelumpuhan :

N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap pada
sepertiga belakang lidah.

N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan
salvias.

N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta hemiparese palatum
mole.

N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah

H.  Pemeriksaan Penunjang

1. Nasofaringoskopi

a. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

b. Biopsi multiple

c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai
metastase tulang)

d.Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang


menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang
dikenai.

2. Dapat dilakukan pemeriksaan diantaranya yaitu :

a. Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters menunjukkan
massa jaringan lunak didaerah nasofaring
b. Foto dasar tengkorak dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media.

c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya kesuraman. CT
scan dengan kontras menunjukkan massa yang besar mengisi sisi posterior dari rongga hidung
dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri dalam daerah nasofaring.

d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/ daerah yang
dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi
anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat
diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan
dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui
nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar
getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar
tersebut suatu metastasis.

e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk melihat/mendeteksi
metastasis.

I. Penatalaksanaan

a. Radioterapi : Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan
gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad
untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada
pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada
keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur
patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.

b. Kemoterapi : Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat
digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi. Kemoterapi yang
dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100
mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8).
Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal
dan lain-lain.
c. Operasi : Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih.

J. Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah dengan resiko
tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti
VCA dan lgA anti EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring secara lebih dini.

II. MANAJEMEN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

1.    Wawancara
Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang perlu
didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :
a.       Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga (sumbatan muara tuba dan
otitis media) atau adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai
gejala hidung seperti epistaksis dan sumbatan hidung.
b.      Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan makan makanan yang
asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
Apakah pasien sering kontak dengan zat karsinogen, juga adanya radang kronis.
2.    Identitas
  Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status marital,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
  Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
3.    Riwayat kesehatan
  Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi
penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.
  Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya
keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien
menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk
PQRST.
  Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya
dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
  Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau
adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

4.    Dasar Data Pengkajian Pasien


a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur
pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas,
berkeringat malam.
b.      Neurosensori
Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.
c.       Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.
d.      Pernapasan
Gejala : Adanya asap pabrik atau industri
Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.
e.       Makanan /cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah.
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.

5.    Pemeriksaan fisik


a.    Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat.
b.    Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan.
c.    Pemeriksaan THT:
1.    Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2.    Rinoskopia anterior :
                                                               Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya
banyak sekret.
                                                               Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
3.    Rinoskopia posterior :
                                                               Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
                                                               Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4.    Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan
retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5.    X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).

2.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan
nutrisi..

3.    Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun


C.  INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut Setelah dilakukan askep Manajemen nyeri :
selama 3 x 24 jam tingkat
1.         Lakukan pegkajian nyeri secara
kenyamanan klien komprehensif termasuk lokasi,
meningkat, dan dibuktikan karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan level nyeri: klien kualitas dan faktor presipitasi.
dapat melaporkan nyeri Rasional : Nyeri merupakan
pada petugas,
frekuensi pengalaman subyektif dan harus
nyeri, ekspresi wajah, dan dijelaskan oleh pasien,
menyatakan kenyamanan mengidentifikasi nyeri untuk
fisik dan psikologis, TD memilih intervensi yang tepat.
120/80 mmHg, N: 60-100
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 2.    Anjurkan untuk beristirahat dalam
Control nyeri dibuktikan ruangan yang tenang.
dengan klien melaporkan Rasional : Menurunkan stimulasi
gejala nyeri dan control yang berlebihan yang dapat
nyeri. mengurangi sakit kepala.

3.Berikan kompres dingin pada


bagian yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan
vasodilatasi.

3.    Ajarkan teknik relaksasi dengan


distraksi dan napas dalam.
Rasional : Membantu
mengendalikan nyeri dan
mengalihkan perhatian dari rasa
nyeri.
4.    Kolaborasi medis, berikan
analgesik untuk mengurangi nyeri.
Rasional : Analgesik mampu
menekan saraf nyeri.

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari
selama 3×24 jam klien 1.      kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh
menunjukan status nutrisi Rasional : Mengidentifikasi
adekuat dibuktikan dengan defisiensi nutrisi.
BB stabil tidak terjadi mal
2.      Identifikasi pasien yang
nutrisi, tingkat
energi mengalami mual/muntah yang
adekuat, masukan nutrisi diantisipasi.
adekuat Rasional : Mual/muntah
psikogenik terjadi sebelum
kemoterapi muali secara umum
tidak berespons terhadap obat
antiemetik.
3.      Kolaborasi medis dengan
pemberian aniemetik pada jadwal
reguler sebelum atau selama dan
setelah pemberian agen
antineoplastik dengan sesuai.
Rasional : Mual/muntah paling
menurunkan kemampuan dan efek
samping psikologis kemoterapi
yang menimbulkan stress.
4.      Sajikan makanan selagi hangat.
Rasional : Dengan sajian makanan
hangat lebih mengurangi mual.
5.      Dorong pasien untuk makan
sedikit tapi sering.
Rasional : Kebutuhan sehari-hari
dapat terpenuhi dengan baik.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep Konrol infeksi :
selama 3 x 24 jam tidak1.    Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
terdapat faktor risiko Rasional : Untuk memudahkan
infeksi pada klien memberikan intervensi kepada
dibuktikan dengan status pasien.
imune klien adekuat: bebas2.    Monitor tanda-tanda vital.
dari gejala infeksi, angka Rasional : Merupakan tanda
lekosit normal (4-11.000 ) adanya infeksi apabila terjadi
peradangan.
3.    Kolaborasi medis dengan
pemberian antibiotik.
Rasional : Antibiotik dapat
mencegah sekaligus membunuh
kuman penyakit untuk berkembang
biak

D.    IMPLEMENTASI
Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post
Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-
tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
E.     EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien,
mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana
tujuan telah tercapai.

 
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

 Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta

 Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan Penatalaksanaan,


Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta

 NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

 Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.

 Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

 Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai