Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Klien Dengan CA Nasofaring


Di Ruang Wali Songo
RSI SAKINAH MOJOKERTO

I. DEFINISI
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Karsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring (fossa Rosenmuller)
dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dinding lateral,
posterosuperior, asar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan orofaring serta metastasis
ke kelenjar limfe leher. Nasofaring merupakan suatu ronga dengan dinding kaku di
atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi,
sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Kea rah
posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah
os sphenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang
retrofaring, fasia pre vertebralisdan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral
nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius diamana orifisium ini dibatasi superior
dan posterior oleh torus tubarius, sehinga penyebaran tumor ke lateral akan
menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu
pendengaran. Kearah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller
yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering
terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa,
dimana pada usia muda dinding posterior-superior nasofaring umumnya tidak rata.
Hal ini disebabkan karena adanya jaringan edenoid. Di nasofaring terdapat
banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar
retrofaring Krause (kelenjar Reuviere).
II. PENYEBAB (ETIOLOGI)
Ada 3 faktor penyebab terjadinya kanker nasofaring, yaitu adanya infeksi
Virus Epstein Barr (EBV), faktor genetik, dan faktor lingkungan yang
memungkinkan terjadinya insidens yang tinggi pada kanker nasofaring.
a. Virus Epstein Barr (EBV)
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus DNA
yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini telah
diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu, mononucleosis
infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker nasofaring.
Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya
tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di
sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa
faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.
b. Faktor Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relatif lebih menonjol. Telah banyak ditemukan kasus herediter dari pasien
karsinoma nasofaring. Penelitian pertama menemukan adanya perubahan genetik
pada ras Cina yang dihubungkan dengan karsinoma nasofaring adalah penelitian
tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Perubahan genetik mengakibatkan
proliferasi sel-sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini
sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel
somatik.

Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai


angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan
pada masyarakat keturunan Tionghoa.

c. Faktor Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi
terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker nasofaring
yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang mengkonsumsi ikan
kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang mengkonsumsi
vitamin, sayur, dan buah segar.
Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring
adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk kayu
industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara zat-zat
tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (chinese
herbal medicine atau CHB) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara terjadinya kanker nasofaring, infeksi Virus Epstein Barr (EBV), dan
penggunaan CHB. Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama juga
mempunyai resiko yang tinggi menderita kanker nasofaring.

III. TANDA GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)


a. Gejala Dini
KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin,Anida,
2007).
Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang
telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan
kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga
telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin
banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat
gangguan pendengaran ( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute,
2009).
Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya
rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung
atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit
dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain
itu, sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-
lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang (
Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).
b. Gejala Lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher 3-
5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran
kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian
tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi
melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih
lanjut lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter (Nutrisno ,Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).
Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke
arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati
rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa
sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat
dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya
kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada
beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan
Nurlita, 2009).
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir
bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari
nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang,
hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis
sangat buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

Secara singkat gejala-gejala dari karsinoma nasofaring adalah sebagai berikut :

a. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %


pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan
kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole
bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di
permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul
epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
b. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah
hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.
c. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus
faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba
eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi
otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi
tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan
pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di
dalam telinga.
d. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo
parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor,
infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal
atau iritasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.
e. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk
ke superior, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau
celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial
(temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan
area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa,
manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk
paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area
temporal akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat
juga rudapaksa saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau
petrosfenoid.
f. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar
limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe
tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak
nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang
metastasis kelenjar limfenya pertama kali muncul di regio untaian nervi
aksesorius di segitiga koli posterior.
g. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati .
metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan
setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah
hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-
scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat
sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin
dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG
IV. PATOFISIOLOGI

Infeksi virus Mutasi gen Berfungsinya Gangguan


(virus SV- 4) pengendali onkogen mekanisme
pertumbuhan (carsinigenic agen) pengendalian
pertumbuhan normal

Perubahan epitel silia dan mukosa/ulserasi bronchus


Tumor paru (broncogenic)

Jinak (epidermoid, sel besar, Ganas / kanker


adeno carcinoma (sel kecil/oat cell)
 Koheif  Kurang kohesif
 Tumbuh lambat Ketakutan  Pertumbuhan cepat
 Pola teratur (kecemasan)  Pola tidak teratur
 Berkapsul  Tidak berkapsul

Lumen distal Proksimal Kompetisi Metastase


pemakaian Hematogen/limfogen/langsung
nutrisi,
rangsangan
organ visceral
Sumbatan melalui Multiorgan failure
partial / transmitor III sepsis
total serotonin (5
HT3), host
cytokine

Penekanan Bronkiektasis Syok sepsis Peningkatan


reseptor pada
Pola nafas suhu tubuh
lobus paru,
prostalagnin, tidak efektif (hipertermi)
serotonin,
Gangguan
bradikinin,
norefrinefrin, pertukaran
ion gas
hydrogen,
ion kalium,
dan
substance P

Nyeri Resiko infeksi Gangguan nutrisi

Kelemahan /
intoleransi aktifitas
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan THT :
1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2. Rinoskopia anterior
 Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
 Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
3. Rinoskopia posterior :
 Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
 Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan


jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

b. Pemeriksaan diagnostik

Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut :

1. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.


Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli
unilateral, limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa saraf kranial
dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa teliti rongga
nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
2. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai vena jugularis interna, rantai
nervus aksesorius dan arteri vena transvesalis koli apakah terdapat
pembesaran.
3. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan cermat sesuai
prosedur rutin satu persatu , tapi pada kecurigaan paralisis otot mata,
kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa berulang kali,
barulah ditemukan hasil yang positif
4. Pemeriksaan serologi virus EB
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker nasofaring
adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif pada kanker
nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan antibodi tersebut. Bagi
yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memilki resiko
tinggi kanker nasofaring :
a. Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
b. Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara
tiga indikator tersebut positif.
c. Dua dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer
yang tinggi kontinyu atau terus meningkat.
Bagi pasien yang memenuhi patokan tersebut , harus diperiksa teliti dengan
nasofaringoskop elektrik , bila perlu dilakukan biopsi. Yang perlu ditekankan
adalah perubahan serologi virus Eb dapat menunjukkan reaksi positif 4 – 46
bulan sebelum diagnosis kanker nasofaring ditegakkan.
5. Diagnosis pencitraan.
a. Pemeriksaan CT : makna klinis aplikasinya adalah membantu diagnosis,
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara adekuat, secara tepat
menetapkan zona target terapi, merancang medan radiasi, memonitor
kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
b. Pemeriksaan MRI : MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan
lunak, dapat serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal,
sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara fibrosis
pasca radioterapi dan rekurensi tumor , MRI juga lebih bermanfaat .
c. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker
nasofaring dengan metastasis ke tulang, lebih sensitif dibandingkan
rongtsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 4-6 bulan dibandingkan
rongsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya tampak sebagai
akumulasi radioaktivitas, sebagian kecil tampak sebagai area defek
radioaktivitas. Bone-scan sangat sensitif untuk metastasis tulang, namun
tidak spesifik . maka dalam menilai lesi tunggal akumulasi radioaktivitas ,
harus memperhatikan riwayat penyakit, menyingkirkan rudapaksa operasi,
fruktur, deformitas degeneratif tulang, pengaruh radio terapi, kemoterapi,
dll.
d. PET ( Positron Emission Tomography ) : disebut juga pencitraan biokimia
molukelar metabolik in vivo. Menggunakan pencitraan
biologismetabolisme glukosa dari zat kontras 18-FDG dan pencitraan
anatomis dari CT yang dipadukan hingga mendapat gambar PET-CT . itu
memberikan informasi gambaran biologis bagi dokter klinisi, membantu
penentuan area target biologis kanker nasofaring , meningkatka akurasi
radioterapi, sehingga efektifitas meningkat dan rudapaksa radiasi terhadap
jaringan normal berkurang.
6. Diagnosis histologi
Pada pasien kanker nasofaringn sedapat mungkin diperoleh jaringan dari lesi
primer nasofaring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi dimulai harus
diperoleh diagnosis histologi yang jelas. Hanya jika lesi primer tidak dapat
memeberikan diagnosis patologik pasti barulah dipertimbangkan biopsi
kelenjar limfe leher.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


a. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan KNF.Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan
atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna
dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif
sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis
radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi
diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy,
<2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari
4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5 mingguHasil
pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang
responsnya.Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% – 100%
dengan terapi radiasi.Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan
respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% – 80%.Angka
ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa factor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit. Terdapat 3 cara utama pemberian
radioterapi, yaitu:
1. Radiasi Eksterna / Teleterapi
2. Radiasi Interna / Brakhiterapi
3. Intravena
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon
terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring.
Penilaian respon radiasi berdasarkan criteria WHO, antara lain:
1. Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang
besar.
2. Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
3. No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
4. Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau
lebih.
b. Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat
anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi
pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu
obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang
antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil, methotrexate, paclitaxel dan
docetaxel. Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor
ganas. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh.Pemberian kemoterapi
terbagi dalam 3 kategori :
1. Kemoterapi adjuvan
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi.
Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan
kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi
memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang
maksimal ternyata:
 Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
 Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
 Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi terjadi karena tingginya
resiko kekambuhan dan metastasis jauh.
2. Kemoterapi neoadjuvant
Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika
lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan
pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif
sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada
awal perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor
sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten.Vaskularisasi intak
sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan
radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang lebih baik jika diberikan
pada tumor berukuran lebih kecil.
3. Kemoterapi concurrent
Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis
kemoterapi yang diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer.
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan
hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil
penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala
dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin
dapat bertindak sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal
optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan, namun pemakaian sehari-
hari dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis
menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.
c. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Disekresi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar
pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.
d. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada
penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
e. Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu
penyinaran. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa
kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan
paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala
dan memperpanjang usia.

VII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


Penatalaksanaan keperawatan dapat melakukan edukasi untuk menurunkan
faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring. Meskipun beberapa faktor resiko
karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari
dengan melakukan perubahan gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena
hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi resiko karsinoma
nasofaring.
Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di
daerah dengan resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko
tinggi ke tempat lainya. Penjelasan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah
cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang
berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan
keadaan social ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-
kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologic IgA-anti VCA dan IgA anti
EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini.

VIII. KOMPLIKASI
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasifaring. Yang paling sering adalah
tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat
mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %,
sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0,4 %, dan tiroid 0,4 %.

IX. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Identitas pasien
Penyakit kanker nasofaring lebih banyak diderita oleh laki-laki dari pada
perempuan. Dapat terjadi pada semua usia tetapi usia terbanyak antara 45-54
tahun. Lingkungan tempat tinggal yang penuh asap dengan ventilasi rumah yang
kurang baik akan meningkatkan resiko kanker nasofaring. Lingkungan yang
sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak
tumbuh-tumbuhan. Kanker nasofaring jarang ditemukan di benua eropa,
amerika, ataupun oceania. Namun relative sering ditemukan di berbagai asia
tenggara dan china. Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko
terkena kanker nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry,
dan asap kayu.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara gak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorokan. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Terjadi perdarahan
hidung yang berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna kemerahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderika kanker nasofaring menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri
terasa buntu hingga peradangan dan nyeri. Timbul benjolan di daerah samping
leher di bawah daun telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung dan
juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien dengan kanker nasofaring biasanya dating ke rumah sakit sudah
mengalami gejala pada stadium lanjut. Pasien biasanya kurang mengetahui
penyebab terjadinya serta penanganan dengan cepat.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya pasien akan mengalami penurunan berat badan akibat inflamasi
penyakit dan proses pengobatan kanker.
c. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien mengalami kelemahan dan kelelahan akibat inflamasi
penyakitnya.
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami perubahan pada pola istirahat, adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi pola tidur seperti nyeri dan ansietas.
e. Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengalami gangguan pada indra penciuman.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien akan merasa sedih dan rendah diri karena penyakit yang
diseritanya.
g. Pola reproduksi dan seksual
Biasanya pasien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan
pasanganya karena penyakit yang dideritanya.
h. Pola peran dan hubungan
Biasanya pasien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain
i. Pola penanggulangan stress
Biasanya pasien akan merasa cemas tentang penyakitnya dan akan lebih
sering bertanya tenyang pengobatanya.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pasien akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
5. Pemeriksaan fisik
a. Sistem penglihatan
Pada pasien dengan kanker nasofaring konjungtiva pasien anemis
disebabkan kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.
b. Sistem integument
Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang
ada di dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.
c. Sistem pendengaran
Pada pasien dengan kanker nasofaring merasakan nyeri pada tekan pada
telinga. Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan sehingga
terdengar suara berdengaing pada telinga.
d. Sistem pernafasan
Pada system ini akan sangat menggangu karena kan mempengaruhi
pernafasan. Jika dalam jalan nafas terdapat sputum maka pasien akan
kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak
nafas. Gangguan lain muncul seperti ronchi karena suara nafas ini
menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.
e. Sistem neurologis
Kanker nasofaring dapat menyerang saraf otak karena ada lubang
penghubung di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa
gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat gangguan pada otak
tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.

6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pengaruh kanker pada nasofaring
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat sekresi yang tertahan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat
d. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi
yang salah
e. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
f. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, imunitas tubuh
menurun
7. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. Pain Level a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan b. pain control secara komprehensif termasuk
pengaruh c. comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
kanker pada Setelah dilakukan tindakan frekuensi, kualitas dan faktor
nasofaring keperawatan selama …. pasien presipitasi
tidak mengalami nyeri, dengan b. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan
a. Mampu mengontrol nyeri c. Bantu pasien dan keluarga
(tahu penyebab nyeri, untuk mencari dan menemukan
mampu menggunakan dukungan
tehnik nonfarmakologi d. Kontrol lingkungan yang dapat
untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti
mencari bantuan) suhu ruangan, pencahayaan dan
b. Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan manajemen f. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri untuk menentukan intervensi
c. Mampu mengenali nyeri g. Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi: napas dala,
dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
d. Menyatakan rasa nyaman hangat/dingin
setelah nyeri berkurang h. Berikan analgetik untuk
e. Tanda vital dalam rentang mengurangi nyeri
normal i. Tingkatkan istirahat
f. Tidak mengalami j. Berikan informasi tentang nyeri
gangguan tidur seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan a. Respiratory status : a. Pastikan kebutuhan oral /
nafas Ventilation (ventilasi tracheal suctioning.
berhubungan tidak terganggu) b. Berikan O2 ……l/mnt,
dengan b. Respiratory status : metode………
obstruksi jalan Airway patency c. Anjurkan pasien untuk
nafas akibat (kepatenan jalan napas) istirahat dan napas dalam
sekresi yang c. Aspiration Control d. Posisikan pasien untuk
tertahan (pencegahan aspirasi) memaksimalkan ventilasi
e. Lakukan fisioterapi dada jika
Setelah dilakukan tindakan perlu
keperawatan selama ……… f. Keluarkan sekret dengan batuk
jam pasien atau suction
menunjukkan keefektifan g. Auskultasi suara nafas, catat
jalan nafas dibuktikan adanya suara tambahan
dengan kriteria hasil : h. Berikan bronkodilator
a. Mendemonstrasikan i. Monitor status hemodinamik
batuk efektif dan suara j. Berikan pelembab udara Kassa
nafas yang bersih, tidak basah NaCl Lembab
ada sianosis dan k. Berikan antibiotik
dispnea (mampu l. Atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum, mengoptimalkan
bernafas dengan keseimbangan.
mudah, tidak ada m. Monitor respirasi dan status
pursed lips) O2
b. Menunjukkan jalan n. Pertahankan hidrasi yang
nafas yang paten (klien adekuat untuk mengencerkan
tidak merasa tercekik, secret
irama nafas, frekuensi o. Jelaskan pada pasien dan
pernafasan dalam keluarga tentang penggunaan
rentang normal, tidak peralatan : O2, Suction,
ada suara nafas Inhalasi
abnormal)
c. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.
d. Saturasi O2 dalam
batas normal
e. Foto thorak dalam batas
normal
Ketidakseimban NOC: NIC:
gan nutrisi a. Nutritional status: a. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari Adequacy of nutrient b. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan b. Nutritional Status : food untuk menentukan jumlah
tubuh and Fluid Intake kalori dan nutrisi yang
berhubungan c. Weight Control dibutuhkan pasien
dengan asupan c. Yakinkan diet yang dimakan
nutrisi yang Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat untuk
tidak adekuat keperawatan selama…. nutrisi mencegah konstipasi
kurang teratasi dengan d. Ajarkan pasien bagaimana
indikator: membuat catatan makanan
a. Albumin serum harian.
b. Pre albumin serum e. Monitor adanya penurunan BB
c. Hematokrit dan gula darah
d. Hemoglobin f. Monitor lingkungan selama
e. Total iron binding capacity makan
f. Jumlah limfosit g. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake nuntrisi
m. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi
n. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
o. Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
p. Kelola pemberan anti emetic
q. Anjurkan banyak minum
r. Pertahankan terapi IV line
s. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
Kurang NOC: NIC :
pengetahuan a. Kowlwdge : disease a. Kaji tingkat pengetahuan
berhubungan process pasien dan keluarga
dengan b. kowledge : health b. Jelaskan patofisiologi dari
interpretasi c. Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
terhadap berhubungan dengan anatomi
informasi yang Setelah dilakukan tindakan dan fisiologi, dengan cara yang
salah keperawatan selama …. pasien tepat.
menunjukkan pengetahuan c. Gambarkan tanda dan gejala
tentang proses penyakit dengan yang biasa muncul pada
kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang
a. Pasien dan keluarga tepat
menyatakan pemahaman d. Gambarkan proses penyakit,
tentang penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan program e. Identifikasi kemungkinan
pengobatan penyebab, dengan cara yang
b. Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan f. Sediakan informasi pada
prosedur yang dijelaskan pasien tentang kondisi, dengan
secara benar cara yang tepat
c. Pasien dan keluarga g. Sediakan bagi keluarga
mampu menjelaskan informasi tentang kemajuan
kembali apa yang pasien dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim h. Diskusikan pilihan terapi atau
kesehatan lainnya penanganan
i. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
Risiko aspirasi NOC : NIC:
berhubungan a. Respiratory Status : a. Monitor tingkat kesadaran,
dengan Ventilation reflek batuk dan kemampuan
gangguan b. Aspiration control menelan
menelan c. Swallowing Status b. Monitor status paru
c. Pelihara jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan d. Lakukan suction jika diperlukan
keperawatan selama…. pasien e. Cek nasogastrik sebelum makan
tidak mengalami aspirasi f. Hindari makan kalau residu
dengan kriteria: masih
a. Pasien dapat bernafas g. Banyak
dengan mudah, tidak h. Potong makanan kecil kecil
irama, frekuensi i. Haluskan obat
pernafasan normal sebelumpemberian
b. Pasien mampu menelan, j. Naikkan kepala 30-45 derajat
mengunyah tanpa terjadi setelah makan
aspirasi, dan mampu
melakukan oral hygiene
c. Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan a. Immune Status a. Pertahankan teknik aseptif
dengan b. Knowledge : Infection b. Batasi pengunjung bila perlu
prosedur invasif, control c. Cuci tangan setiap sebelum
imunitas tubuh c. Risk control dan sesudah tindakan
menurun keperawatan
Setelah dilakukan tindakan d. Gunakan baju, sarung tangan
keperawatan selama…… sebagai alat pelindung
pasien tidak mengalami e. Ganti letak IV perifer dan
infeksi dengan kriteria hasil: dressing sesuai dengan
a. Pasien bebas dari tanda petunjuk umum
dan gejala infeksi f. Gunakan kateter intermiten
b. Menunjukkan kemampuan untuk menurunkan infeksi
untuk mencegah kandung kencing
timbulnya infeksi g. Tingkatkan intake nutrisi
c. Jumlah leukosit dalam h. Berikan terapi antibiotic
batas normal i. Monitor tanda dan gejala
d. Menunjukkan perilaku infeksi sistemik dan local
hidup sehat j. Pertahankan teknik isolasi k/p
e. Status imun, k. Inspeksi kulit dan membran
gastrointestinal, mukosa terhadap kemerahan,
genitourinaria dalam batas panas, drainase
normal l. Monitor adanya luka
m. Dorong masukan cairan
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
p. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Ikhsanuddin. 2013. Keperawatan. http://repository.usu .ac.id/bitstream /12345


6789/3583/1/keperawatan-ikhsanuddin2.pdf

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.
Nuzulul. 2013. Askep Kanker Nasofaring. http://nuzulul fkp09. web.unair. ac.id/
artikel_detail-35551 Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi Askep%20Kanke
r%20Nasofaring.html

Anda mungkin juga menyukai