Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA NASOFARING

DISUSUN OLEH:
UTVIA DAMAYENTI P1337420218135

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KARSINOMA NASOFARING

A. Definisi
Tumor nasofaring adalah massa yang terdapat di nasofaring. Tumor
nasofaring dibagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai jenis tumor
jinak dapat ditemukan di daerah nasofaring seperti papiloma, hemangioma,
dan angiofibroma nasofaring, sedangkan tumor ganas daerah kepala leher
yang banyak ditemukan adalah karsinoma nasofaring (Ariwibowo, 2013).
Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang timbul di daerah
nasofaring area di atas tenggorok dan dibelakang hidung (POI, 2010).

B. Etiologi
Ada 3 faktor penyebab terjadinya kanker nasofaring, yaitu adanya
infeksi Virus Epstein Barr (EBV), faktor genetik, dan faktor lingkungan yang
memungkinkan terjadinya insidens yang tinggi pada kanker nasofaring.
a. Virus Epstein Barr (EBV)
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan
terjadinya kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini
merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus
Herpes yang saat ini telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa
penyakit yaitu, mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-
Burkitt dan kanker nasofaring.
Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan
lainnya tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa
menimbulkan manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh
dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam
jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu
mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup
untuk menimbulkan proses keganasan.
b. Faktor Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik,
tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok
masyarakat tertentu relatif lebih menonjol. Telah banyak ditemukan
kasus herediter dari pasien karsinoma nasofaring. Penelitian pertama
menemukan adanya perubahan genetik pada ras Cina yang dihubungkan
dengan karsinoma nasofaring adalah penelitian tentang Human
Leucocyte Antigen (HLA). Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi
sel-sel kanker secara tidak terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini
sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel
somatik.
Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik
mengenai angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring
banyak ditemukan pada masyarakat keturunan Tionghoa.
c. Faktor Lingkungan

Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor


etiologi terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden
kanker nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang
mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan
kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar.

Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker


nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap
dupa, serbuk kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan
yang jelas antara zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat
dijelaskan.
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami
(chinese herbal medicine atau CHB) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara terjadinya kanker nasofaring, infeksi Virus
Epstein Barr (EBV), dan penggunaan CHB. Kebiasaan merokok dalam
jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko yang tinggi menderita
kanker nasofaring.
C. Klasifikasi

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara


UICC (Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC (Americant Joint
Committe on Cancer). Pembagian TNM untuk karsinoma nasofaring adalah
sebagai berikut :

a. T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya :


 T1 : Tumor hanya terbatas pada nasofaring
 T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal
 T2a : Tanpa perluasan ke parafaring
 T2b : Perluasan ke parafaring
 T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
 T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak,
fossa infratemporal, hipofaring atau orbita
b. N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional
 N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
 N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
 N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
 N3 : Terdapat pembesaran kelenjar >6 cm atau ekstensi ke
supraklavikula
c. M menggambarkan metastase jauh :
 M0 : Tidak ada metastase jauh
 M1 : Terdapat metastase jauh
d. Stadium
 Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0
 Stadium I : T1 dan N0 dan M0
 Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0
 Stadium IIB : T1/T2 dan N1 dan M0
 Stadium III :T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau T3 dan N,N0/N1/N2 dan
M0
 Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T dan N2 dan M0
 Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B dan M0
 Stadium IVC: T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.

D. Patofisologi

Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam


timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa
masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan
gejala, kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada
dalam daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr
yang masuk ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan
yang diawetkan seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta
tauco.
E. Tanda dan gejala
Gejala dan tanda kanker nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu :
1. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung
dan pilek (Soepardi et al, 2012). Gejala sumbatan hidung yang didahului
oleh epitaksis yang berulang. Pada keadaan lanjut tumor masuk ke dalam
rongga hidung dan sinus paranasal
(Soepardi et al, 1993).
2. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor. Gangguan dapat berupa tinitus, rasa penuh di telinga,
berdengung sampai rasa nyeri di telinga (Soepardi et al, 2012).
3. Gangguan penglihatan sehingga penglihatan menjadi diplopia
(penglihatan ganda) (Soepardi et al, 2012). Gejala dimata terjadi karena
tumor berinfiltrasi ke rongga tengkorak, dan yang pertama terkena ialah
saraf otak ke 3, 4 dan 6, yaitu yang mempersarafi otot-otot mata,
sehingga menimbulkan gejala diplopia. Gejala yang lebih lanjut ialah
gejala neurologik, karena infiltrasi tumor ke intrakranial melalui foramen
laserum, dapat mengenai saraf otak ke 3, sehingga mengenai saraf otak
ke 9, 10, 11 dan 12, dan bila keadaan ini terjadi prognosisnya buruk
(Soepardi et al, 1993).
4. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher.(Soepardi et
al, 2012).

F. Penatalaksanaan / manajemen Medis


1. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan
menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar
tidak menderita kerusakan terlalu berat.
2. Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat
pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti
kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents),
tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker.
3. Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Disekresi leher dilakukan jika masih terdapat sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui
pemeriksaan radiologi.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
1) Nama
Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor
nasofaring.
2) Jenis Kelamin
Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-
laki daripada perempuan.
3) Usia
Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia
terbanyak antara 45-54 tahun.
4) Alamat
Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap
dengan ventilasi rumah yang kurang baik akan meningkatkan
resiko terjadinya tumor nasofaring serta lingkungan yang
sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan
beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.
5) Agama
Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor
nasofaring.
6) Suku Bangsa
Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa,
Amerika, ataupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari
1/100.000 penduduk. Namun relatif sering ditemukan di
berbagai Asia Tenggara dan China. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko
terkena tumor nasofaring, karena akan sering terpajan gas
kimia, asap industry, dan asap kayu.
b. Diagnosa Medis
Diagnosa medis yang ditegakkan adalah tumor nasofaring.
c. Status Kesehatan
1. Keluhan Utama
Adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri
dan rasa terbakar dalam tenggorok.Pasien mengeluh rasa
penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai
dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung
yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien
dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji
tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya
keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan
keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang
dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam
bentuk PQRST. Penderita tumor nasofaring ini menunjukkan
tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga peradangan
dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah
daun telinga, gangguan pendengaran, perdarahan
hidung, dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila
terjadi dalam tahap yang lebih lanjut
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya
yang ada hubungannya dengan penyait keturunan dan
kebiasaan atau gaya hidup.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
tumor nasofaring maka akan meningkatkan resiko seseorang
untuk terjangkit tumor nasofaring pula.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Penglihatan
Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola
mata klien simetris, kelompak mata klien normal, pergerakan
bola mata klien normal namun konjungtiva klien anemis,
kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot
mata klien tidak ada kelainan, namun fungsi penglihatan
kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya
baik (+/+).
2. Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan
kanan pasien normal dan simetris, terdapat cairan pada
rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi
akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien
dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara
berdengung pada telinga.
3. Sistem pernafasan
Pada sistem ini akan sangat terganggu karena akan
mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat
sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa
mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain
muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini menandakan
adanya gangguan pada saat ekspirasi.
4. Sistem kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit
dengan irama teratur, tidak mengalami distensi vena
jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh klien 360C,
warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak
ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan
denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada
kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada. Tumor
nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga
tidak akan mengganggu peredaran darah tersebut.
5. Sistem saraf pusat
Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada
lubang penghubung di rongga tengkorak yang bisa
menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak.
Jika terdapat gangguan pada otak tersebut maka pasien akan
memiliki prognosis yang buruk.
6. Sistem pencernaan
Tumor tidak menyerang di saluran pencernaan sehingga tidak
ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.
7. Sistem endoktrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien
tidak berbau keton, dan tidak ada luka ganggren. Hal ini
terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar
tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem
endoktrin.
8. Sistem urogenital
Tumor nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah
urogenital sehingga tidak mengganggu sistem tersebut.
9. Sistem integumen
Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien
terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal
Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka sehingga tidak
ada kelainan yang mengganggu sistem musculoskeletal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pengaruh kanker pada nasofaring
ditandai dengan melaporkan atau mengeluh nyeri secara verbal
dengan skala nyeri (0-10), posisi untuk menahan nyeri, ingkah laku
berhati-hati, gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai), terfokus pada diri sendiri, fokus
menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan), tingkah laku
distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang), respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil),
perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku), tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah),
perubahan dalam nafsu makan dan minum
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas akibat sekresi yang tertahan ditandai dengan menyatakan
kesulitan untuk bernafas (Dispnea), penurunan suara nafas, ortopnea,
sianosis, suara nafas tambahan, kesulitan berbicara, batuk tidak
efektif atau tidak ada, sputum dalam jumlah berlebihan, gelisah,
perubahan frekuensi dan irama nafas, mata terbuka lebar.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan nyeri abdomen, muntah, kejang perut, rasa penuh tiba-tiba
setelah makan, diare, rontok rambut yang berlebih, kurang nafsu
makan, bising usus berlebih, konjungtiva pucat, denyut nadi lemah.
d. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap
informasi yang salah ditandai dengan menyatakan secara verbal
adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak
sesuai
e. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
f. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, imunitas tubuh
menurun
3. Rencana Keperawatan
Nyeri akut NOC : NIC
berhubungan Pain Level  Lakukan pengkajian
dengan pain control nyeri secara
pengaruh kanker comfort level komprehensif termasuk
pada nasofaring lokasi, karakteristik,
Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi,
keperawatan selama . pasien kualitas dan faktor
tidak mengalami nyeri, dengan presipitasi
kriteria hasil:  Observasi reaksi
Mampu mengontrol nyeri (tahu nonverbal dari
penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  Bantu pasien dan
nonfarmakologi untuk keluarga untuk mencari
mengurangi nyeri, mencari dan menemukan
bantuan) dukungan
Melaporkan bahwa nyeri  Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi
menggunakan manajemen nyeri seperti suhu
nyeri ruangan, pencahayaan
Mampu mengenali nyeri dan kebisingan
(skala, intensitas, frekuensi dan  Kurangi faktor
tanda nyeri) presipitasi nyeri
Menyatakan rasa nyaman  Kaji tipe dan sumber
setelah nyeri berkurang nyeri untuk menentukan
Tanda vital dalam rentang intervensi
normal  Ajarkan tentang teknik
Tidak mengalami gangguan non farmakologi: napas
tidur dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/dingin
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberi ananalgesik
pertama kali
Ketidakefektifan NOC: NIC
bersihan jalan Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
nafas (ventilasi tidak terganggu) tracheal suctioning.
berhubungan Respiratory status : Airway  Berikan O2 l/mnt,
dengan patency (kepatenan jalan metode
obstruksi jalan napas)  Anjurkan pasien untuk
nafas akibat Aspiration Control istirahat dan napas dalam
sekresi yang (pencegahan aspirasi)  Posisikan pasien untuk
tertahan memaksimalkan
Setelah dilakukan tindakan ventilasi
keperawatan selama jam  Lakukan fisioterapi dada
pasien jika perlu
menunjukkan keefektifan  Keluarkan sekret dengan
jalan nafas dibuktikan batuk atau suction
dengan kriteria hasil :  Auskultasi suara nafas,
 Mendemonstrasikan batuk catat adanya suara
efektif dan suara nafas yang tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan  Berikan bronkodilator
dispnea (mampu
mengeluarkan sputum,  Monitor status
bernafas dengan mudah, hemodinamik
tidak ada pursed lips)  Berikan pelembab udara
 Menunjukkan jalan nafas Kassa basah NaCl
yang paten (klien tidak Lembab
merasa tercekik, irama nafas,  Berikan antibiotik
frekuensi pernafasan dalam  Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada mengoptimalkan
suara nafas abnormal) keseimbangan.
 Mampu mengidentifikasikan  Monitor respirasi dan
dan mencegah faktor yang status O2
penyebab.  Pertahankan hidrasi yang
 Saturasi O2 dalam batas adekuat untuk
normal mengencerkan secret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan : O
Ketidakseimban NOC: NIC
gan nutrisi Nutritional status: Adequacy of  Kaji adanya alergi
kurang dari nutrient makanan
kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and  Kolaborasi dengan ahli
berhubungan Fluid Intake gizi untuk menentukan
dengan asupan Weight Control jumlah kalori dan
nutrisi yang nutrisi yang dibutuhkan
tidak adekuat Setelah dilakukan tindakan pasien
keperawatan selama. nutrisi  Yakinkan diet yang
kurang teratasi dengan dimakan mengandung
indikator: tinggi serat untuk
 Albumin serum mencegah konstipasi
 Pre albumin serum  Ajarkan pasien
 Hematokrit bagaimana membuat
 Hemoglobin catatan makanan
 Total iron binding harian.
capacity  Monitor adanya
 Jumlah limfosit penurunan BB dan gula
darah
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti
emetic
 Anjurkan banyak
minum

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang, mengenali nyeri,
menyatakan rasa nyaman, tanda vital dalam rentang norma, dan tidak
mengalami gangguan tidur.
b. Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten, dapat
mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dispnea, mampu mengidentifikasikan dan mencegah
faktor yang penyebab, saturasi O2 dalam batas normal
c. Nutrisi kurang pada pasien teratasi

H. Referensi

Ariwibowo H. 2013. Faktor Resiko Karsinoma Nasofaring. CDK: 40(5):348-


351.

Nuzulul. 2013. Askep Kanker Nasofaring. http://nuzulul fkp09. web.unair.


ac.id/ artikel_detail-35551 Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi
Askep%20Kanke r%20Nasofaring.html

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. 2008. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai