Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEFINISI
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial
yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan
metastasis.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Tumor tumbuh dari epitel yang
meliputi jaringan limfoid dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap
nasofaring. Tumor ini sifatnya menyebar secara cepat ke kelenjar limfe leher
dan organ jauh, seperti paru, hati, dan tulang. Hampir 60% tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh
tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Tumor
karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar dari tumor ganas serviks
uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.1,2,3
I.1
II.
EPIDEMIOLOGI
Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk NonMongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih menduduki
tempat tertinggi, yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi
Guang-dong (Kwantung) atau pravalensi 39.84/100.00 penduduk.
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker
nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian
Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.
Ditemukan pula cukup bnayak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara
seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan tanah hijau
yang diduga penyebabnya adalah karena memakan makanan ynag diawetkan
dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin.
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100
kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang
25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus, setahun di Denpasar dan 11 kasus di
Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di
Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas
ini terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung
poloklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina
relatif sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya.1
III.
ETIOLOGI
Penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena
pada semua pasien nasofaring di dapatkan titer anti-virus EB yang cukup
tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher
dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan
nasofaring yang lain sekalipun.1
Kaitan antara Virus Epstein Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan
sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk
kedalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan
dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan
suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin
secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator
utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
nasofaring.
Berikut mediator-mediator yang dapat meningkatkan resiko karsinoma
nasofaring adalah:
1. Zat Nitrosamin. Di dalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata
merupakan mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan pada ikan atau
makanan yang diawetkan, juga daging kambing yang dikeringkan di
Tunisia dan sayuran yang diasinkan serta taoco di China.
2. Keadaan ekonomi sosial yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah juga berbahaya.
3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen antara lain
Benzoathracene
(sejenis
hidrokarbon
dalam
arang
batubara),
Benzopyrene, gas kimia, asap industry, asap kayu dan beberapa ekstrak
tumbuhan.
4. Ras dan keturunan. Kejadian karsinoma nasofaring lebih tinggi ditemukan
pada keturunan mongoloid dibandingkan ras lainnya. Di Asia terbanyak
adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan.
Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala karsinoma nasofaring dibagi menjadi empat kelompok:
(diplopia).
Gejala metastasis atau menyebar berupa pembengkakan kelenjar getah
bening.1
Gejala Dini
Karena
karsinoma
nasofaring
bukanlah
penyakit
yang
dapat
Gejala hidung:
1. Mimisan: dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan
dan sumbatan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan.
Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulnag, jumlahnya sedikat
dan seringkali bercamour degan ingus, sehingga berwarna merah
jambu.
2. Sumbatan hidung: sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat
pertumbuhan tumor kedalam rongga hidung atau menutupi koana.
Gejala pilek kronis, kadang-kadang disertai gangguan penciuman
dan adanya ingus kental.
Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang kahs untuk
karsinoma nasofaring, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek
kronis, sinusitis dan lain-lain. Mimisan juga sering terjadi pada anak-anak
yang sedang menderita radang.
Gejala Lanjut
1. Pembesaran kelenjar limfe leher: tidak semua benjolan di leher menandai
ini. Yang kahs jika timbulnnya di daerah samping leher 3-5 cm dibawah
daun telinga dan tidak nyeri, oleh karena ini pasien sering mengabaikan
ini. Selanjutnya sel-sel kanker terus berkembang, menembus kelenjar dan
mengenai otot dibawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakkan. Pembesaran kelenjar limfe merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar: perluasan ke atas kearah
tengkorak dank e belakang melalui sela-sela otaot dapat mengenai saraf
otak dan menyebabkan gejlan akibat kelumpuhan otot saraf yang sering
ditemukan adalah diplopia, mati rasa didaerah wajah sampai akhirnya
timbul kelumpuhan lidah, leher, gangguan pendengaran dan penciuman.
Keluahan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor
ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekauan otot-otit rahang
yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi
tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan
mengenai kedua sisi tubuh.
3. Gejala akibat metastase: sel-sel kanker dapt ikut mengalir bersama aliran
limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari
nasofaring. Hal ini yang disebut metastase jauh. Yang sering adalah pada
tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan stadium dengan
prognosa buruk.6
V.
PATOFISIOLOGI
Virus Epitein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid
icosahedral dan termasuk dalam family herpesviridae. Infeksi virus EpsteinBarr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring pada daerah cekungan
rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak factor yang
diduga berhubungan dengan KNF, yaitu :
1) Virus Epstein-Barr
Virus Epstein Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. infeksi virus Epstein barr terjadi pada dua tempat utama
yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada
limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen
komplomen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul
EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktifitas
ini merupakan rangkain yang berantai dimulai dari masuknya EBV
HISTOPATOLOGI
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel
terdapat banyak jaringan limfosid, sehingga berbentuk lipatan atau kripta.
Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid ini sangat erat sehingga
sering disebut limfoepitel.
Bloom dan Fawcett membagi mukosa nasofaring atas empat macam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
60% dari mukosa nasofaring dilapisi epitel berlapis gepeng dan 80%
dari dinding posterior nasofaring dilapisi oleh sel ini. Sedangkan dinding
lateral dan depan dilapisi epitel transisional yang merupakan epitel peralihan
antara epitel berlapis gepeng dan torak bersilia. Epitel berlapis gepwng
umumnya dilapisi keratin, kecuali pada kripta yang dalam. Dipandang dari
sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua macam epitel
merupakan tempat subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh WHO
sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe yaitu:
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi. Tipe ini dapat dibagi lagi
menjadi difensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma Non-Keratinisasi. Pada tipe ini dijumpai adanya differensiasi,
tetapi tidak ada differensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intrasel. Pada
umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak bedifferensiasi. Pada tipe ini sel tumor secara individu
memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan
nucleoli yang jelas.
Tipe tanpa differensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama
yaitu bersifat radiosensitive, sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak
begitu radiosensitive.9
VI.
DIAGNOSIS
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma
2. Pemeriksaan nasofaring
Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang
dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik
dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan
(aspirasi), atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan
dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut
ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung.
Demikian juga kateter yang dari hidung disebelahnya, sehingga
palatum
10
jelas.
Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada
tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya
Klasifikasi
gambaran
histopatologi
terbaru
yang
direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe,
yaitu:
Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma).
Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini
dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic
tersebut adalah:
Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor
11
a) Foto polos
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak (soft
tissue technique)
Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks
Tomogram Lateral daerha nasofaring
Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring
b) C.T.Scan
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi
radiografi polos adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik,
sedangkan bula kecil mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih
jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan sukar
dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika
penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat
kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T.
Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk
membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik
itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang,
gengan criteria tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang
masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat dapat dinilai pakah sudah
ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada tidaknya
destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.
Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam
mencari kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:
12
STADIUM KANKER
Untuk penemuan stadium dipakai system TNM menurut UICC (Union
= Tumor primer.
T0
T1
T2
13
T2a
T3
T4
Nx
N0
N1
N2
N3
N3a
N3b
14
= Metastasis jauh
Mx
M0
M1
STADIUM 0
T1s
N0
M0
STADIUM IA
T1
N0
M0
STADIUM IIA
T2a
N0
M0
STADIUM IIB
T1
N1
M0
T2a
N1
M0
T2b
N0,N1
M0
T1
N2
M0
T2a,T2b
N2
M0
T3
N2
M0
STADIUM IVa
T4
N0,N1,N2
M0
STADIUM IVb
semua T
N3
M0
STADIUM Ivc
semua T
semua N
M11
STADIUM III
VIII. PENATALAKSANAAN
15
: radioterapi
: kemoradiasi
16
2. Kemoterapi
17
bisa
terjadi
mual
muntah.
Sedangkan
pada
sel
rambut
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, Leher. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. 2007.
2. Scribd com. Karsin9oma nasofaring. 2012. Available from
http://www.scribd.com/116016654-karsinoma-nasofaring.
3. Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed 6, Jakarta :
balai penerbit FKUI. 2007
4. Ballanger JJ. Penyakit Telinga , hidung, tenggorok, kepala dan leher.
Edisi 13. Jilid 1. Ahli bahsa staf ahli bagian THT RSCM-FK UI.
Jakarta: binarupa Aksara ; 1994.391-6
5. Asroel, Harry. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma
Nasofaring. Bagian THT-KL Universitas Sumatera Utara. 2002
6. Nancy R.T. Epstein Barr Virus in the Pathogenesis of NPC.In: Erles
S.R. editor Epstein Barr Virus, 1 st ed. 2005.
7. Burnside. Mc Glyn. Nasofaring dalam: Diagnosis Fisik Edisi 17.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995. Hal 135-154
8. http://www.slideshare.net/0812200200/27925999karsinomanasofaring
19
%20II.pdfvg
20