Anda di halaman 1dari 24

RONDE KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S


DENGAN CA NASOFARING
DI RUANG KEPODANG DASAR

DISUSUN OLEH:
ANA SETIYOWATI, NS
NIP. 198702202019022001

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG


JL. DR. SOETOMO NO. 16
SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker nasofaring merupakan jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung
dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium Patologi Anatomi FKUI
melaporkan bahwa kanker nasofaring hampir tiap tahunnya menduduki lima besar dari
tumor ganas tubuh manusia (Soepardi dkk, 2012). Secara global kira-kira 65.000 kasus
baru dan 38.000 kematian per tahun. Indonesia termasuk salah satu negara dengan
prevalensi penderita kanker nasofaring yang termasuk tinggi selain Cina. Angka kejadian
kanker nasofaring di Indonesia yaitu 4,7 kasus baru per 100.000 penduduk per tahun
(Susworo, 2004). Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun
2003 menunjukan bahwa kanker nasofaring menempati urutan pertama dari semua tumor
ganas primer pada laki-laki dan urutan ke delapan pada perempuan (Aminullah dkk,
2012).
Hasil penelitian didapatkan 96 kasus Karsinoma Nasofaring di RSUP Dr. Kariadi
Semarang pada tahun 2013. Penderita laki-laki sebanyak 58 orang (61,46 %) dan
perempuan 38 orang (38,54 %). Usia paling banyak adalah 41 – 50 tahun (35,42 %).
Pasien paling banyak bekerja sebagai buruh sebanyak 19 orang (19,8%). Berdasarkan
geografi sebanyak 77orang (80,2%) berasal dari kota di daerah pantai. Gambaran
histopatologis terbanyak dengan tipe 3 menurut WHO yaitu 85 kasus (88,5 %). Pasien
dengan stadium terbanyak adalah stadium IV yaitu 59 orang (61,5 %). Hasil penelitian ini
disimpulkan bahwa laki–laki lebih sering terkena Karsinoma Nasofaring, sebagian besar
berusia 41 – 50 tahun, pekerjaan terbanyak adalah buruh, sebagian besar berasal dari kota
Semarang, gambaran histopatologi terbanyak adalah tipe 3 menurut WHO, sebagian besar
penderita dengan stadium IV.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Ca Nasofaring?
2. Apakah etiologi Ca Nasofaring?
3. Bagaimana patofisiologi Ca Nasofaring?
4. Apakah faktor pencetus terjadinya Ca Nasofaring?
5. Bagaimana manifestasi klinik Ca Nasofaring?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada Ca Nasofaring?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Ca Nasofaring
2. Mengetahui etiologi Ca Nasofaring
3. Mengetahui patofisiologi Ca Nasofaring
4. Mengetahui faktor pencetus terjadinya Ca Nasofaring
5. Mengetahui manifestasi klinik Ca Nasofaring
6. Mengetahui asuhan keperawatan Ca Nasofaring.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. CA NASOFARING
1. Definisi
Kanker Nasofaring adalah sejenis kanker atau tumor ganas yang tumbuh pada
nasofaring. Nasofaring adalah bagian sistem pernafasan yang terdiri dari dua kata
Naso yang berarti hidung dan Faring yang berarti tenggorokan. Jadi Nasofaring adalah
hidung bagian dalam (bagian belakang) hingga ke tenggorokan. Kanker hidung atau
juga disebut kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di
rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kondisi ini dapat
menimbulkan gejala berupa benjolan pada tenggorokan, penglihatan kabur, hingga
kesulitan membuka mulut.
2. Etiologi
Kanker nasofaring diduga muncul karena adanya kontaminasi EBV dalam sel
nasofaring penderitanya. Sel yang telah terkontaminasi menyebabkan pertumbuhan sel
yang tidak normal. EBV menjadi penyebab beberapa penyakit, seperti mononukleosis.
Namun pada kebanyakan kasus, EBV tidak menyebabkan permasalahan infeksi yang
berkepanjangan. Keterkaitan EBV dengan kanker nasofaring masih terus diteliti. Selain
itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring, yaitu:
 Kanker nasofaring lebih sering terjadi pada seorang yang berusia 30-50 tahun.
 Riwayat kanker nasofaring dalam keluarga.
 Merokok dan mengonsumsi alkohol.
 Mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan garam.
 Kontak zat karsinogenik, antara lain gas kimia, asap industri
3. Manifestasi Klinik
Ciri-ciri atau Tanda-tanda kanker nasofaring yang dapat kita amati yaitu kesulitan
bernapas karena penyempitan pada daerah nasofaring, tentunya juga gangguan
berbicara dengan produksi suara yang terdengar sengau, selain itu bisa juga terdapat
gangguan pendengaran.
Selain gejala utama kanker nasofaring diatas, cermati juga tanda-tanada berikut ini
yang mengharuskan Anda untuk periksa ke dokter:
 Terdapat benjolan di hidung atau leher.
 Sakit tenggorokan.
 Kesulitan bernapas atau berbicara termasuk suara serak
 Mimisan atau keluar darah dari hidung (epistaksis)
 Gangguan pendengaran
 Infeksi telinga yang terus datang kembali
 Nyeri pada telinga atau telinga berdenging
 Sakit kepala
 Pandangan kabur atau ganda
 Wajah nyeri atau mati rasa
 Hidung tersumbat
4. Klasifikasi
Kanker nasofaring terbagi menjadi 4 stadium, yakni:
 Stadium 0 : Disebut juga kanker in situ. Munculnya sel abnormal yang dapat
menjadi kanker dan berpotensi menyebar ke jaringan di sekitarnya.
 Stadium I : Sel abnormal di nasofaring telah berubah menjadi kanker, atau bahkan
menyebar ke jaringan di dekatnya, seperti orofaring (bagian tenggorokan yang
terletak di balik rongga mulut).
 Stadium II : Kanker sudah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening yang
ada di leher atau di balik faring (saluran yang terletak di antara trakea dan hidung).
 Stadium III : Kanker sudah menyebar ke tulang dan organ sinus
terdekat.
 Stadium IV : Kanker telah menyebar ke jaringan atau organ tubuh lain yang
berjauhan dengan nasofaring, seperti tulang selangka atau paru-paru.
5. Patofisiologi

Kanker nasofaring dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu dari penyebab dari
kanker nasofaring ini adalah adanya virus eipstein yang dapat menyebabkan ca
nasofering. Sel yang terinfeksi noleh sel EBV akan dapat menghasilkan sel-sel tertentu
yang berfungsi untuk mengadakan proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus
dalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti
EBNA-1, dan LPM-1, LPM-2A dan LPM-2B. EBV dapat mengaktifkan dan
memmapakan zat kasinogenik yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal
yang tidak terkontrol sehingga tejadilah defeensiasi dan polifeasi potein laten, sehingga
memicu petumbuhan sel kanker pada nasofaring terutama pada fossa rossenmuller.
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
perdarahan hidung yang ditunjukan dengan keluarnya darah secara berulang-ulang
dengan jumlah yang sedikit dan kadang-kadang bercampur dengan ingus, sehingga
berwarna kemerahan. Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan
tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana.gejala menyerupai pilek
kronis,kadang-kadang disertai dengan ganggguan penciuman dan ingus kental. Sel-sel
kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya.
Kelenjar yang terus melekat pada otot dan sulit untuk digerakan.
Nasofaring berhubungan dengan rongga terngkorak melalui beberapa lubang, maka
gangguan syaraf dapat juga terganggu. Jika tumor menjalar melalui foramen laserum
akan memgenai syaraf otak ke III,IV,VI dan dapat mengenai syaraf tak ke V, sehingga
dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma lebih lanjut akan
mengenai syaraf otak IX,X,XI jika menjalar melalui foramen jugular dan
menyebabkan syndrome Jackson.bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut
sindrom unilateral dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak. Sel-sel
kanker dapat ikut bersama aliran darah dan mengenai bagian organ tubuh yang jauh
dari nasofaring. Organ yang paling sering terkena adalah tulang, hati dan paru.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
 Ct-scan
 MRI
 Pencitraan seluruh tubuh
 Chest x-ray
b. Pemeriksaan patologi anatomi
 Biopsi nasofaring
7. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker nasofaring dapat berbeda-beda, disesuaikan dengan riwayat
penyakit, stadium kanker, letak kanker, dan kondisi pasien secara umum. Beberapa
metode pengobatan kanker nasofaring yang umum digunakan adalah:
 Radioterapi. Radioterapi biasanya dilakukan untuk mengatasi kanker nasofaring
yang masih ringan. Prosedur ini bekerja dengan memancarkan sinar berenergi tinggi
untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker.
 Kemoterapi. Kemoterapi adalah metode yang menggunakan obat-obatan yang
berfungsi untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi biasanya ditunjang dengan
prosedur radioterapi agar efektivitas pengobatan dapat lebih maksimal.
 Pembedahan. Karena lokasi kanker terlalu berdekatan dengan pembuluh darah dan
saraf, prosedur pembedahan dalam mengatasi kanker nasofaring jarang digunakan.
Metode ini akan dilakukan apabila kanker telah menyebar hingga ke kelenjar getah
bening dan perlu dilakukan pengangkatan.
 Imunoterapi. Dilakukan dengan pemberian obat yang memengaruhi sistem imun
tubuh untuk melawan sel kanker. Contoh obat imunoterapi yang digunakan untuk
kanker nasofaring adalah pembrolizumab atau cetuximab. Dokter akan meresepkan
jenis obat biologi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
8. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan.
2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi.
4. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi
informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Airway Management/Manajemen
tidak efektif b.d askep 3x24 jam status jalan nafas :
sekresi berlebihan respirasi: terjadi - Bebaskan jalan nafas.
- Posisikan klien untuk
kepatenan jalan
memaksimalkan ventilasi
nafas dengan Kriteria :
- Identifikasi apakah klien
- Tidak ada panas
membutuhkan insertion airway.
- Cemas tidak ada
Jika perlu, lakukan terapi fisik
- Obstruksi tidak ada
(dada)
- Respirasi dalam batas - Auskultasi suara nafas, catat
normal 16-20x/mnt daerah yang terjadi penurunan atau
- Pengeluaran sputum tidak adanya ventilasi
- Berikan bronkhodilator, jika perlu
dari jalan nafas paru
- Atur pemberian O2, jika perlu
bersih - Atur intake cairan agar seimbang
- Atur posisi untuk mengurangi
dyspnea
- Monitor status pernafasan dan
oksigenasi
Airway Suctioning/Suction jalan
nafas
- Keluarkan sekret dengan dorongan
batuk/suctioning
- Lakukan suction pada
endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu
2 Nyeri akut b/d agenSetelah dilakukanManajemen nyeri :
injuri fisik askep 3x24 jam klien- Kaji tingkat nyeri secara
menunjukkan tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan dan level karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri: klien terkontrol kualitas dan faktor presipitasi.
- Observasi reaksi nonverbal dari
dg Kriteria Hasil:
ketidaknyamanan.
- Klien melaporkan
- Gunakan teknik komunikasi
nyeri berkurang skala terapeutik untuk mengetahui
nyeri 2-3 pengalaman nyeri klien
- Ekspresi wajah
sebelumnya.
tenang, klien mampu- Kontrol faktor lingkungan yang
istirahat dan tidur mempengaruhi nyeri seperti suhu
- V/S:(TD 120/80
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
mmHg, N: 60-100- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan
x/mnt, RR: 16-
nyeri(farmakologis/non
20x/mnt)
farmakologis).
- Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
untuk mengetasi nyeri..
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
- Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
- Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukanManajemen Nutrisi
nutrisi kurang dariaskep 3x24 jam klien- kaji pola makan klien
- Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh b/dmenunjukan status
- Kaji makanan yang disukai oleh
intake nutisi innutrisi adekuat
klien.
adekuat, faktordibuktikan dengan BB- Kolaborasi dg ahli gizi untuk
biologis stabil tidak terjadi mal penyediaan nutrisi terpilih sesuai
nutrisi, tingkat energi dengan kebutuhan klien.
- Anjurkan klien untuk
adekuat, masukan
meningkatkan asupan nutrisinya.
nutrisi adekuat
- Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
- Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
- Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
- Monitor lingkungan selama makan.
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
- Monitor adanya mual muntah.
- Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
- Monitor intake nutrisi dan kalori.
4 Risiko infeksi b/dSetelah dilakukan - Bersihkan lingkungan setelah
imunitas tubuh primeraskep 3x24 jam tidak dipakai pasien lain.
- Batasi pengunjung bila perlu.
menurun, prosedurterdapat faktor risiko
- Intruksikan kepada keluarga untuk
invasive infeksi pada klien
mencuci tangan saat kontak dan
dibuktikan dengan
sesudahnya.
status imune klien - Gunakan sabun anti miroba untuk
adekuat: bebas dari mencuci tangan.
- Lakukan cuci tangan sebelum dan
gejala infeksi, angka
sesudah tindakan keperawatan.
lekosit normal (4-
- Gunakan baju dan sarung tangan
11.000),
sebagai alat pelindung.
- Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
- Tingkatkan intake nutrisi dan
cairan.
- Berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
- Monitor hitung granulosit dan
WBC.
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi.
- Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
- Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas,
drainase.
- Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
- Ambil kultur jika perlu.
- Dorong istirahat yang cukup.
- Monitor perubahan tingkat energi.
- Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
- Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
- Ajarkan keluarga/klien tentang
tanda dan gejala infeksi.
- Laporkan kecurigaan infeksi.
- Laporkan jika kultur positif.
5 Kurang pengetahuanSetelah dilakukan Teaching : Dissease Process
tentang penyakit danaskep 3x24 - Kaji tingkat pengetahuan klien dan
perawatan nya b/djam,pengetahuan keluarga tentang proses penyakit.
- Jelaskan tentang patofisiologi
kurang terpapar dgklien meningkat. Dg
penyakit, tanda dan gejala serta
informasi, terbatasnyaKritea Hasil :
penyebab yang mungkin.
kognitif - Klien / keluarga
- Sediakan informasi tentang kondisi
mampu menjelaskan
klien.
kembali penjelasan - Siapkan keluarga atau orang-orang
yang telah dijelaskan. yang berarti dengan informasi
- Klien / keluarga
tentang perkembangan klien.
kooperatif saat - Sediakan informasi tentang
dilakukan tindakan. diagnosa klien.
- Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol
proses penyakit.
- Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan.
- Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi.
- Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan.
- Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi.
- Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit.
- Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada.
- Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan.
- Kolaborasi dg tim yang lain.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
No. RM/ Reg : C485800/10197228
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 70 tahun
Suku : Indonesia
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Ds. Jetis Kapuan RT 5/RW 4, kec Jati, Kudus, jawa Tengah
MRS : 24/05/2019
Tanggal pengkajian : 24/05/2019 jam 16.00 WIB
B. ASSESMEN
a. Riwayat alergi: tidak ada
b. Skrining gizi:
1) Perubahan berat badan: Tidak ada (skor A)
2) Asupan makan dan perubahan dalam 2 minggu terakhir: Cukup (skor A)
3) Gejala gastrointestinal: tidak ada mual/muntah/diare (skor A )
4) Faktor pemberat: ca Nasofaring (skor C)
5) Penurunan kapasitas fungsional: Tidak ada Gangguan menelan/ mengunyah (skor A)
Kategori status gizi: C= Malnutrisi berat
c. Skrining nyeri  Pasien nyeri , P: saat aktivitas, Q : teriris, R : di leher, S : Vas 2, T:
Intermitten
d. Skrining fungsional – Indeks Barthel  Skor total: 100 Ketergantungan Minimal
e. Psikologis dan sosial ekonomi
 Pasien dalam kondisi: Baik
 Hubungan dengan keluarga: Baik
 Keinginan khusus pasien: Tidak ada
 Hambatan social, budaya dan ekonomi dalam penyembuhan penyakit: Tidak ada.
f. Kebutuhan cairan
 Minum: 1500 cc/ hari
 Turgor kulit: Kembali cepat
 Perasaan haus berlebihan: Tidak
 Edema: Tidak
 Mukosa mulut: Normal
g. Kebutuhan eliminasi
 Frekuensi BAK: 6-8 x/ hari; jumlah: 1200 – 1500 cc
 Frekuensi BAB: 1 x/ hari: warna kuning, bau normal khas feses, konsistensi lembek,
terakhir BAB 24/5/19
h. Kebutuhan persepsi sensori
 Penglihatan: Baik
 Pengecapan: Baik
 Pendengaran: Baik  Perabaan: Baik
i. Kebutuhan komunikasi  Penciuman: Baik
 Berbicara: Lancar; Pembicaraan: Koheren
 Disorientasi: Tidak; Menarik diri: Tidak; Apatis: Tidak.
j. Kebutuhan spiritual
 Kegiatan ibadah sehari hari yang dilakukan: Sholat
 Membutuhkan bantuan dalam menjalankan kegiatan ibadah: Tidak
k. Kebutuha istirahat
 Jumlah tidur: 6-8 jam/ hari;
 Obat tidur: Tidak
l. Pemeriksaan fisik umum:
 Kesadaran: Composmentis
 Kondisi umum: baik
 Tanda tanda vital: TD 110/70 mmHg; Nadi 80 x/menit;
Pernafasan 20 x/menit; Suhu 36,5◦C
 Tinggi Badan: 162 cm: Berat badan: 51 kg
m. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah (25/5/19)
1. Hb : 8,9 gr/dl
2. Leukosit : 2.300 /ul
3. Trombosit : 224.000 /ul
4. Eritrosit : 2,94 juta/ul
5. Hematokrit : 27,8 %
6. MCV : 94.6
7. MCH : 30.3
8. MCHC : 32
9. GDS : 81 mg/dl
10. SGOT : 21 U/L
11. SGPT : 26 U/L
12. Albumin : 3.4
13. Ureum : 6 mg/dl
14. Kreatinin : 0.87 mg/dl
15. Natrium : 136 mmol/L
16. Kalium : 4.0 mmol/L
17. Chlorida : 99 mmol/ L
b. Hasil PA 6 agustus 2014
Sesuai dengan Undifferentiated Carcinoma (WHO Grade III)
1. RUMUSAN DIAGNOSA, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No. Data Subjektif/ Data Objektif Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan

1. DS : pasien mengeluh nyeri Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
P : saat aktivitas berhubungan keperawatan selama 5x24 jam komprehensif termasuk lokasi,
Q : seperti teriris dengan serangan pasien melaporkan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
R : di leher nyeri mendadak berkurang, ditandai dengan: dan faktor presipitasi.
S : VAS 2 tidak dengan - Pasien mengatakan nyeri 2. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
analgetik berkurang VAS ≤ 1 (farmakologi, non farmakologi, dan
T : Intermitten inter personal)
DO : TTV dalam batas normal, 3. Kontrol lingkungan yang dapat
TD 110/70mmHg, nadi: mempengaruhi nyeri seperti suhu,
80x/menit, RR: 20x/menit, T: ruangan, pencahayaan dan kebisingan
36,5C. pasien menunjukan 4. Kolaborasi dengan DPJP atau tim nyeri
ekspresi nyeri, skala nyeri VAS: 2 jika ada keluhan untuk pemberian obat
analgetik
5. Evaluasi efektifitas analgetik
6. Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. DS: Pasien mengatakan agak Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu, warna dan kelembaban
lemes perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam kulit
DO : pasien terlihat pucat,
perifer perfusi jaringan efektif dengan 2. Monitor adanya sianosis perifer
konjungtiva anemis, Hb 8,9
berhubungan kriteria hasil: 3. Persiapkan pemberian tranfusi (seperti
gram/dl
dengan proses - Hb ≥ 10 g/dl mengecek darah dengan identitas
penyakit (Ca - Konjungtiva tidak anemis pasien, menyiapkan terpasangnya alat
Nasofaring) tranfusi)
4. Awasi pemberian komponen
darah/tranfusi
5. Awasi respon klien selama pemberian
komponen darah
6. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb,
angka trombosit)
7. Monitor TTV pasien
3 DS : Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan
DO: Leukosit 2.300
berhubungan denga keperawatan 3x24 jam, tidak
ANC 1140 ul
terjadi infeksi dengan kriteria
hasil :
- Leukosit dalam batas
normal : 6-11 ribu
- Suhu tubuh normal : 36 –
37,5 celcius

2. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Hari/ Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan


Keperawatan

I Jumat, 24 Mei 1. Mengorientasikan pasien baru S: Pasien mengeluh nyeri


2019 2. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, P : saat aktivitas
Jam 16.00 WIB karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor Q : seperti teriris
presipitasi. R : di leher
3. Memberikan lingkungan yang nyaman (mengatur suhu S : VAS 2
kamar) T : Intermitten
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam O: KU: Sadar, Compos mentis.
5. Menghubungi DPJP dan asisten DPJP melaporkan kondisi A: Nyeri kronis berhubungan dengan
dan keluhan klien untuk pemberian analgetik serangan nyeri mendadak
P:
1. Monitor keadaan umum dan
TTV pasien
2. Kaji skala nyeri/ 8 jam
3. Anjurkan relaksasi nafas dalam
saat muncul nyeri
4. Berikan analgetik sesuai terapi
II Sabtu, 25 Mei 1. Memonitor adanya sianosis perifer S : Pasien mengeluh masih lemas
2019 2. Memasang alat tranfusi O: KU: Sadar, Compos mentis
Jam 22.00 WIB 3. Mempersiapkan pemberian tranfusi (seperti mengecek darah Terpasang tranfusi darah PRC
dengan identitas pasien) A: Ketidakefektifan perfusi jaringan
4. Mengawasi pemberian komponen darah/tranfusi perifer berhubungan dengan proses
5. Mengawasi respon klien selama pemberian komponen darah penyakit (Ca Nasofaring)
6. Memonitor TTV pasien P:
1. Monitor adanya sianosis perifer
2. Lanjutkan pemberian tranfusi PRC
(4kolf, masuk 2 kolf perhari)
3. Awasi respon klien terhadap
pemberian tranfusi
4. Cek laborat darah rutin 6 post
tranfusi PRC 4 kolf
Sabtu, 25 Mei 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, S: Pasien mengeluh nyeri
2019 karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor P : saat aktivitas
Jam 05.30 WIB presipitasi. Q : seperti teriris
2. Memberikan lingkungan yang nyaman (mengatur suhu R : di leher
kamar) S : VAS 2
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam T : Intermitten
4. Memberikan terapi analgetik sesuai advis dokter O: KU: Sadar, Compos mentis.
5. Mengevaluasi efektifits analgetik A: Nyeri kronis berhubungan dengan
6. Memonitor TTV pasien serangan nyeri mendadak
TD : 110/70 HR: 80x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,5 C P:
1. Monitor keadaan umum dan
TTV pasien
2. Kaji skala nyeri/ 8 jam
3. Anjurkan relaksasi nafas dalam
saat muncul nyeri
4. Berikan analgetik sesuai terapi
III Minggu, 26 Mei 1. Memonitor adanya sianosis perifer Pasien mengeluh masih lemas
2019 2. Memasang alat tranfusi O: KU: Sadar, Compos mentis
Jam 22.00 WIB 3. Mempersiapkan pemberian tranfusi (seperti mengecek Terpasang tranfusi darah PRC
darah dengan identitas pasien) A: Ketidakefektifan perfusi jaringan
4. Mengawasi pemberian komponen darah/tranfusi perifer berhubungan dengan proses
5. Mengawasi respon klien selama pemberian komponen penyakit (Ca Nasofaring)
darah P:
1. Monitor adanya sianosis
perifer
2. Lanjutkan pemberian tranfusi PRC
(4kolf, masuk 2 kolf perhari)
3. Awasi resppon klien terhadap
pemberian tranfusi
Cek laborat darah rutin 6 post tranfusi
PRC 4 kolf

Minggu, 26 Mei 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, S: Pasien mengeluh nyeri
2019 karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor P : saat aktivitas
Jam 22.00 WIB presipitasi. Q : seperti teriris
2. Memberikan lingkungan yang nyaman (mengatur suhu R : di leher
kamar) S : VAS 2
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam T : Intermitten
4. Memberikan terapi analgetik sesuai advis dokter O: KU: Sadar, Compos mentis.
5. Mengevaluasi efektifits analgetik A: Nyeri kronis berhubungan dengan
6. Memonitor TTV pasien serangan nyeri mendadak
TD : 110/70 HR: 80x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,5 C P:
1. Monitor keadaan umum dan
TTV pasien
2. Kaji skala nyeri/ 8 jam
3. Anjurkan relaksasi nafas dalam
saat muncul nyeri
Berikan analgetik sesuai terapi
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga
belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kondisi ini dapat menimbulkan
gejala berupa benjolan pada tenggorokan, penglihatan kabur, hingga kesulitan membuka
mulut.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ca Nasofaring adalah Nyeri
kronis berhubungan dengan serangan nyeri mendadak, Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan proses penyakit (Ca Nasofaring), Resiko Infeksi berhubungan
denga

B. SARAN
Sebagai perawat kita harus mengerahui gejala-gejala yang ditimbulkan dari Ca
Nasofaring, Dengan mengetahui gejala – gejala yang ditimbulkan dari Ca Nasofaring maka
dalam membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Ca Nasofaring dapat dilakukan
secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner dan Suddatrth. Edisi 8. Suzanne C.
Smeltzer, 2002
 Keperawatan Medical Bedah, Edisi 2, Pamela L. Swearingen, 2002
 https://www.academia.edu/10981612/Askep_Pre_and_Post_Operasi_Kolitis_Ulseratif,
2018
 https://www.academia.edu/5426230/MAKALAH_PENYAKIT_COLITIS_ULSERATIF, 2013
DAFTAR HADIR RONDE KEPERAWATAN

Hari / tanggal :
Topik : Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Ca Nasofaring
Penyaji : Ana Setiyowati, Ns.

NO. NAMA TANDA TANGAN


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.
16. 16.
17. 17.
18. 18.
19. 19.
20. 20.
21. 21.
22. 22.
23. 23.
24. 24.
25. 25.
26. 26.
27. 27.
28. 28.
29. 29.
30. 30.
31. 31.
32. 32.
33. 33.
34. 34.
35. 35. 36.

Anda mungkin juga menyukai