K DENGAN KANKER
NASOFARING DI RUANG TULIP 4
RSUD Dr. MOEWARDI
DISUSUN OLEH
MAULANA ILHAM SAPUTRA
A. LATAR BELAKANG
Kanker merupakan penyakit yang menyebabkan kematian terbesar kedua di negara maju
dan ketiga di negara berkembang, yaitu 12,5% dari seluruh kematian pada tahun 2002. Dan
terdapat sebanyak 20 juta orang hidup dengan kanker dan 10 juta kasus kanker baru setiap
tahunnya. Karsinoma nasofaring merupakan kanker yang paling sering terjadi sekitar 60%
dari kasus kanker kepala leher diikuti oleh kanker thyroid, kanker laring, dan hipofaring,
orofaring, mulut, kelenjar ludah, dan insidensi terbanyak keempat setelah kanker cervix,
mammae dan paru (Hendrik dan Prabowo, 2017).
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan jenis karsinoma yang muncul pada daerah
belakang nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang menunjukkan
bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur. Penyebab
karsinoma nasofaring yaitu infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dan atau Human Papiloma
Virus (HPV), dengan faktor risiko merokok serta mengkonsumsi alkohol, selain itu adalah
genetik/keturunan, terpapar sinar radiasi, kelainan/defisiensi nutrisi dan penurunan daya
tahan tubuh (Hendrik dan Prabowo, 2017) Karsinoma nasofaring ditemukan pada pria usia
produktif, dengan perbandingan pria dan perempuan 2,18:1, dan 60% pasien berusia antara
25- 60 tahun. Dengan 87.000 kasus baru yang muncul setiap tahunnya (61.000 kasus baru
pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan), serta 51.000 kematian dikarenakan
karsinoma nasofaring (36.000 pada laki-laki, 4 dan 15.000 pada perempuan) (Chang, 2006).
Di Indonesia kasus kanker nasofaring mencapai 15 427 (8.4%) pada laki-laki. Sedangkan
insidensi tertinggi pada tahun 2012 adalah di Cina Selatan mencapai 20-40 per 100.000
penduduk, di Malaysia 9,1 per 100.000 penduduk dan di Singapura 15 per 100.000 penduduk
(Adham et al, 2012)
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Penulis mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Kanker Nasofaring di Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
2. Tujuan khusus
a. Mengkaji pasien dengan diagnosa Kanker Nasofaring di Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa Kanker Nasofaring di
Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Kanker Nasofaring di
Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
d. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Kanker Nasofaring di
Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Kanker Nasofaring di
Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Kanker
Nasofaring di Tulip 4 RSUD Dr. Moewardi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Kanker nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang muncul pada daerah nasofaring
(area di atas tenggorok dan di belakang hidung). Kanker ini terbanyak merupakan keganasan
tipe sel skuamosa. (kemenkes RI, 2019). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang
tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring
((Arif Mansjoer et al., 1999) dalam Febri Arianto, 2018). Karsinoma nasofaring merupakan
kanker yang mengenai daerah nasofaring, yakni daerah dinding di bagian belakang hidung
(Hendrik dan Prabowo, 2017)
B. EPIDEMOLOGI
Berdasarkan GLOBOCAN 2012, terdapat 87.000 kasus baru kanker nasofaring muncul
setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada
perempuan) dengan 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada
perempuan). KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan
wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun.
C. PATOFISIOLOGI
Karsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan
sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring
adalah pada fosa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya
Penyebaran karsinoma nasofaring dapat berupa (Averdi Roezin, 2001): 1. Penyebaran
ke atas Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fosa medialis, disebut penjalaran
Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus, fosa kranii
media dan fosa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N. I dan N. VI).
Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor
ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia
trigeminal (parese N. II - N.VI). 2. Penyebaran ke belakang Tumor meluas ke belakang
secara ekstrakranial menembus fascia faringobasilaris yaitu sepanjang fosa posterior
(termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale dan sebagainya), di mana di
dalamnya terdapat N. IX dan XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah
grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII dan N. XII beserta nervus simpatikus servikalis.
Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX dan N. XII disebut Sindrom
Retroparotidean/Sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan
akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam sistem anatomi tubuh. 3. Penyebaran ke
kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses
metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring, penyebaran ke kelenjar getah bening
sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening pada 12 lapisan
submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali pada nodus
limfatik yang terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam kelenjar ini sel
tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai
benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis
merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. 4. Metastasis jauh sel-sel
kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang
letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari paru. Hal ini merupakan
stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
D. PATHOFLOW
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Klinis Gejala-gejala dari karsinoma nasofaring dapat dibagi atas 2 macam
berdasarkan metastasenya, yaitu (Averdi Roezin, 2001):
1. Gejala dini/gejala setempat, adalah gejala-gejala yang dapat timbul di waktu tumor
masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, dapat berupa:
a. Gejala hidung: pilek lama yang tidak kunjung sembuh; epistaksis berulang,
jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan lendir hidung sehinga
berwarna merah jambu; lendir hidung seperti nanah, encer/kental, berbau
b. Gejala telinga: tinnitus (penekanan muara tuba eustachii oleh tumor, sehingga
terjadi tuba oklusi, menyebabkan penurunan tekanan dalam kavum timpani),
penurunan pendengaran (tuli), rasa tidak nyaman di telinga sampai otalgia.
2. Gejala lanjut/gejala pertumbuhan atau penyebaran tumor, dapat berupa:
a. Gejala mata: diplopia (penglihatan ganda) akibat perkembangan tumor melalui
foramen laseratum dan menimbulkan gangguan N. IV (N. Trochlearis) dan N. VI
(N. Abducens). Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan kebutaan.
b. Gejala tumor: pembesaran kelenjar limfe pada leher, merupakan tanda penyebaran
atau metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
c. Gejala kranial, terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf
kranialis, antara lain: - Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan
metastase secara hematogen. - Sensitibilitas daerah pipi dan hidung berkurang. -
Sindrom Jugular Jackson atau sindrom retroparotidean mengenai N.IX N.X N.XI
(N. Accessorius), N.XII (N. Hypoglossus). Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:
lidah, palatum, faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, M. Trapezius. Pada
sindrom ini akan terjadi keluhan trismus, afoni dikarenakan paralisis pita suara,
gangguan menelan, dan 15 kelumpuhan nervus simpatikus servicalis (Horner
Sindrom) (Yueniwati, 2016)
F. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan KNF berbeda antara satu dengan yang lain. Kebanyakan
faktor prognosis bersifat genetik ataupun molekuler, klinik (pemeriksaan fisik dan
penunjang). Namun dapat disimpulkan dengan kesintasan relatif 5 tahun, pada stadium I
hingga IV yaitu sebesar 72%, 64%, 62% dan 38% (KEMENKES-RI)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Hendrik dan Prabowo, 2017 ; KEMENKES-RI ; Yueniwati, 2016):
1. Pemeriksaan Serologi Dapat dilakukan sebagai tumor marker pada tempat-tempat yang
dicurigai berhubugan dengan terjadinya KNF. Pemeriksaan tersebut antara lain
pemeriksaan teknik-teknik insitu hibridisasi, imunohistokimia, atau polymerase chain
reaction, yakni pada material yang diperoleh dari aspirasi jarum halus pada metastase
KGB leher
2. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi berupa CT scan/MRI nasofaring potongan
koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan kontras berguna untuk melihat tumor
primer dan penyebaran ke jaringan sekitar dan penyebaran kelenjar getah bening. Untuk
metastasis jauh dilakukan pemeriksaan foto toraks, bone scan, dan USG abdomen.
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (narrow band imaging) merupakan
pemeriksaan radiologi yang sangat baik digunakan untuk diagnostik & follow up terapi
pada kasuskasus dengan dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan patologi anatomi Kanker nasofaring dibuktikan melalui pemeriksaan
patologi anatomi dengan spesimen berasal dari biopsi nasofaring. Hasil biopsi
menunjukkan jenis keganasan dan derajat diferensiasi. Pengambilan spesimen biopsi dari
nasofaring dapat dikerjakan dengan panduan nasoendoskopi rigid/fiber dengan anestesi
lokal ataupun dengan anestesi umum.
a. Biopsi nasofaring Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi
nasofaring. Sementara biopsi aspirasi jarum halus (BAJH) atau biopsi
insisional/eksisional kelenjar getah bening leher bukan merupakan diagnosis pasti.
Biopsi dilakukan dengan menggunakan tang biopsi yang dimasukkan melalui hidung
atau mulut dengan tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi
rigid/fiber. Pelaporan diagnosis kanker nasofaring berdasarkan kriteria WHO yaitu:
1) Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin
2) Karsinoma sel skuamosa berkeratin
3) Karsinoma sel skuamosa basaloid
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah; hematologik berupa pemeriksaan
darah perifer lengkap, LED, hitung jenis, Alkali fosfatase, LDH, dan fungsi liver
seperti SGPT-SGOT. Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum dilakukan jika
dari biopsi dengan anestesi lokal tidak didapatkan hasil yang positif sedangkan
gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri kanker nasofaring, atau suatu
kanker yang tidak diketahui primernya (unknown primary cancer). Prosedur
eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum dapat langsung dikerjakan pada
penderita anak, penderita dengan keadaan umum kurang baik, keadaan trismus
sehingga nasofaring tidak dapat diperiksa, penderita yang tidak kooperatif, dan
penderita yang laringnya terlampau sensitif, atau dari CT Scan paska kemoradiasi/
CT ditemukan kecurigaan residu /rekuren, dengan nasoendoskopi nasofaring
menonjol.
b. Biopsi aspirasi jarum halus kelenjar leher Pembesaran kelenjar leher yang diduga
keras sebagai metastasis tumor ganas nasofaring yaitu, - 13 - internal jugular chain
superior, posterior cervical triangle node, dan supraclavicular node jangan dilakukan
biopsi insisional terlebih dulu sebelum ditemukan tumor induknya.10-12 Yang
mungkin dilakukan adalah biopsi aspirasi jarum halus (BAJH).
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Sinar Radiasi (radioterapi) Merupakan gold standart dalam penatalaksanaan KNF. Pada
prinsipnya adalah pemberian sinar radiasi pegnion berenergi tinggi untuk
menghancurkan massa tumor primer berserta seluruh KGB yang ikut terlibat, baitu
bertujuan kuratif (stadium dini) pada aspek T1-2 dan N1, maupun paliatif. Pada kasus N2
radioterapi tidak memberikan respon maksimal, dan pada N3 pula, selain radioterapi
direkomendasikan diberikan kemoterapi ajuvant, maupun kombinasi keduanya.
Pemberian radioterapi pada KNF dapat diberikan dengan teknik konvensional atau
mutakhir, yaitu dengan teknik konformal 3 dimensi atau teknik intensity modulated
radiotherapy (IMRT). Pemberian radioterapi dengan teknik konvensional adalah
pemberian sinar radiasi pada daerah target (nasofaring). Sedangkan radioterapi dengan
menggunakan teknik mutakhir adalah pemberian sinar radiasi yang meliputi gross tumor
volume (GTV) dan clinical target volume (CTV) pada daerah target. Dimana perbedaan
keduanya adalah toksisitas pada jaringan sehat lebih rendah pada teknik mutakhir
(Hendrik dan Prabowo, 2017).
2. Kemoterapi Kementrian kesehatan menganjurkan kemoterapi adjuvan yaitu
cisplatin+radioterapi diikuti dengan cisplatin/5-FU atau carboplatin/5-FU, dengan dosis
preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali setiap seminggu sekali
(KEMENKES-RI).
3. Penatalaksanaan Nutrisi dan Rehabilitasi Medik Nutrisi yang adekuat dibutuhkan oleh
pasien yang mendapat terapi kanker, dan suatu pengobatan suportif guna
memaksimalkan penggunaan obatobat utamanya. Sedangkan rehabilitasi medik bertujuan
adalah antara lain pengontrolan nyeri, pengembalian dan pemeliharaan gerak leher dan
sekitarnya, pemeliharaan kebersihan mulut, pengembalian fungsi menelan,
mengembalikan kemampuan mobilisasi dan lain sebagainya (KEMENKES-RI).
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan, kemudian dalam
mengkaji harus memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang diharapkan
dari pasien. Pengkajian yang dilakukan pada pasien yang menderita Kanker Nasofaring
adalah sebagai berikut:
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien KNF adalah nyeri karena adanya massa pada rongga
nasofaring.
b. Keluhan penyerta
Selain keluhan nyeri, pasien KNF mengeluh adanya gangguan saat bernafas karena
adanya massa yang menghambat jalan nafas dan gangguan nyeri telan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Uraian mengenai penyakit mulai dari timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat
dibawa ke layanan kesehatan, apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain serta
pengobatan yang telah diberikan dan bagaimana perubahannya
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu dalam hal ini yang perlu dikaji atau ditanyakan pada pasien
yaitu tentang penyakit apa saja yang pernah diderita.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang mengalami KNF berpengaruh pada kemungkinan pasien
mengalami KNF atau pun keluarga pasien pernah mengidap penyakit kanker lainnya
f. Pola pemeliharaan Kesehatan:
1) Pola nutrisi / metabolic:
Pasien mengalami gangguan menelan yang bisa mempengaruhi status nutrisi
pasien. Pada kasus KNF pasien akan cenderung memilih makanan yang
bertekstur lunak, karena akan memudahkan menelan.
2) Pola eliminasi: dalam batas normal
3) Pola aktivitas: dalam batas normal
4) Pola persepsi diri: dalam batas normal
5) System nilai dan kepercayaan : dalam batas normal
6) Pola managemen koping stress: dalam batas normal
g. Pemeriksaan fisik
1) Kepala:
- Mata : konungtiva merah muda, sklera normal, reflek pupil normal
- Hidung: terdapat secret pada lubang hidung, fungsi penciuman berkurang
- Mulut : bibir lembab, mulut berbau, terdapat massa.
- Telinga: fungsi pendengaran berkurang
2) Leher: pemeriksaan leher pada pasien KNF akan ditemukan benjolan di sekitar
leher
3) Dada: dalam batas normal
4) Abdomen: dalam batas normal
5) Ekstremitas: dalam batas normal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis (D.0078)
DS:
- Mengeluh nyeri
- Merasa depresi (tertekan)
DO:
- Tampak meringis
- Gelisah
- Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Etiologi:
- Kondisi muskuloskeletal kronis
- Kerusakan sistem saraf
- Penekanan saraf
- Infiltrasi tumor
- Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
- Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
- Gangguan fungsi metabolik
- Riwayat posisi kerja statis
- Peningkatan indeks massa tubuh
- Kondisi pasca trauma
- Tekanan emosional
- Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
- Riwayat penyalahgunaan obat/zat
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
DS:-
DO:
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing, dan/atau ronchi kering
- Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
Etiologi:
- Spasme jalan napas.
- Hipersekresi jalan napas.
- Disfungsi neuromuskuler
- Benda asing dalam jalan napas
- Adanya jalan napas buatan
- Sekresi yang tertahan
- Hyperplasia dinding jalan napas
- Proses infeksi
- Respon alergi
- Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
- Merokok aktif
- Merokok pasif
- Terpajan polutan
3. Intervensi
a. Nyeri kronis
1) Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Idenfitikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian peoses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa,perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.(Ali, 2009). Evaluasi merupakan
tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap
evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai. Pendokumentasian hasil evaluasi di lakukan
pada lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi yang dilakukan minimal setiap
shift. Semua tim profesi melakukan hal yang sama pada catatan tersebut ( CPPT ). Setiap
harinya DPJP melakukan verifikasi sebagai bukti telah mengetahui catatan evaluasi
perkembangan pasien dari tim pemberi asuhan. Pada tahap evaluasi ini, perawat dapat
melakukan modifikasi dari rencana asuhan yang dinilai belum efektif untuk
menyelesaikan masalah pasien / keluarga atau dengan kata lain luaran yang ditetapkan
belum tercapai sesuai harapan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
RM : 0153xxxx
Usia : 55 tahun
Tgl lahir : 19 April 1968
Dx Medis : KNF
Tgl masuk RS : 12 juni 2023
Pendidikan : SLTA
Tanggal pengkajian : 14 juni 2023
2. Keluhan utama
Mual dan muntah saat kemoterapi berlangsung.
3. Keluhan penyerta
Pasien mengatakan nyeri pada tenggorokan, pasien tampak meringis dan gelisah
saat nyeri.
4. Riwayat Kesehatan saat ini
Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan sejak 6 bulan yang lalu, nyeri bertambah
bila menelan makanan yang keras, skala nyeri 2-3, nyeri hilang timbul. Saat ini
pasien menjalani kemoterapi lini 1 seri ke-3 dengan regimen Cisplatin, Mesna-
Ifosfamide-Mesna selama 4 hari, saat ini Hari ke-2 kemoterapi. Pasien mengeluh
mual dan muntah saat kemoterapi berlangsung.
5. Riwayat Kesehatan masa lalu
Pasien memiliki Riwayat merokok sejak berumur 14 tahun hingga saat
terdiagnosa KNF. Pasien terdiagnosa KNF melalui biopsy jaringan dan menjalani
kemoterapi.
6. Riwayat penyakit keluarga
Dalam riwayat keluarga tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit kanker / tumor.
7. Pemeliharaan Kesehatan
a. Pola nutrisi/metabolic
Pasien makan 3 kali sehari,jumlah ¼ porsi, nafsu makan menurun, mual dan
muntah 5 kali saat obat kemoterapi masuk.
BB: 55kg, TB: 165 IMT:20,2. Tidak ada penurunan berat badan dalam 3
bulan.
b. Pola eliminasi
BAK : sehari hari BAK >5x/hari, spontan, tidak ada gangguan.
BAB: sehari hari BAB 1x/hari, lunak, tidak ada kelainan
c. Pola aktivitas
Pemenuhan kebutuhan ADL Mandiri.
d. Pola tidur dan istirahat
Sehari tidur 6-8 jam.
e. Pola persepsi diri
Pasien mengatakan semangat menjalani kemoterapi untuk mengahadapi
penyakitnya.
f. System nilai dan kepercayaan
Pasien memandang sakit ini sebagai ujian dari tuhan, dan pasien beribadah
kepada tuhan YME.
g. Pola managemen koping stress
Pasien sudah menerima penyakitnya.
8. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : CM GCS 15
TD: 122/70mmHg Nadi: 104x/menit Suhu:36,8C RR: 20x/ menit
BB: 55kg TB 165 cm
9. Pemeriksaan sistemik
a. Kepala dan leher
Rambut warna hitam, ada uban. Kepala simetris, tidak tampak benjolan. Mata
simetris, konjungtiva warna merah muda. Telinga simetris, Mulut berbau,
mukosa lembab. Leher tampak benjolan sisi kanan.
b. System pernafasan
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk dada, pernafasan 20x/menit, pergerakan
dada simetris, irama pernafasan regular, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada kelainan.
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler.
c. Kardiovaskuler
Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula kiri. CRT <2 detik
d. System pencernaan
Inspeksi : tidak ada kelainan
Auskultasi : suara peristaltic terdengar setiap 10-20x/dtk
Peerkusi: dullnes
Palpasi : tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan
e. Ekstremitas
Ekstremitas atas: normal ROM aktif, terpasang IV line
Ekstremitas bawah:normal ROM aktif, tidak ada kelainan.
10. Data penunjang
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea bd. Efek agen farmakologis (kemoterapi) dibuktikan dengan pasien mengeluh
mual, muntah dan nafsu makan menurun.
2. Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, pasien
tampak meringis dan gelisah.
3. Risiko ketidak seimbangan elektrolit b.d. Muntah dan efek samping prosedur
kemoterapi.
D. INTERVENSI
Menganjurkan pasien untuk membersihkan mulut dan O: muntah 5x saat kemoterapi berlangsung
10.30 hidung
Makan nasi lunak ¼ porsi
Memberikan dukungan fisik saat muntah
memfasilitasi kantong plastik untuk menampung Pasein terlihat meringis, VAS:2-3
muntah
Na:…, K:….
menidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri serta skala nyeri A: nausea belum teratasi
12.30 mengidenfitikasi respon nyeri non verbal Nyeri kronis belum teratasi
mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri Resiko ketidakseimbangan elektrolit tidak terjadi
13.00
Monitor kadar elektrolit serum
P: lanjutkan intervensi
2 14.00 Mendemonstrasikasn tenkin distraksi relaksasi S: Pasien mengatakan mual masih, frekuensi muntah
14.30 Melibatkan keluarga untuk membantu pasien membersihkan berkurang, Nyeri berkurang
mulut dan hidung O: muntah 3x, makan sore habis ½ porsi
15.00 Melibatkan keluarga untuk memberikan dukungan fisik saat VAS: 2, inj. Santagesik 1gr K/P, MST tab 10mg K/P
muntah
16.00 Berkolaborasi pemberian antiemetic sesuai program A:nausea belum teratasi
20.00 Memonitor muntah Nyeri kronis belum teratasi
20.30 Memonitor skala nyeri Resiko ketidakseimbangan elektrolit tidak terjadi
P: lanjutkan intervensi
3 21.00 Memonitor skala nyeri S: mual masih terasa, muntah berkurang
Memonitor mual dan muntah Keluhan nyeri hilang
Memonitor tanda gejala hiponatremi O: muntah 2x, makanhabis ½ porsi
23.00 Menganjurkan pasein beristirahat Pasein tampak lebi rileks, VAS 0-1
06.00 Melibatkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam porsi
kecil dan menarik A: nausea belum teratasi
Memotivasi pasien makan sedikit tapi sering Nyeri kronis teratasi
Resiko ketidakseimbangan elektrolit tidak terjadi
Secara teori bbeberapa keluhan dari pasein KNF antara lain seperti: nyeri karena adanya
massa pada rongga nasofaring, gangguan saat bernafas karena adanya massa yang
menghambat jalan nafas dan gangguan nyeri telan. Sedangkan pada pemeriksaan fisik,
lubang hidung akan ditemukan secret, fungsi penciuman berkurang, pada mulut akan
ditemukan mulut berbau dan kemungkinan akan ditemukan massa, fungsi pendengaran
telingan berkurang,pada leher akan ditemukan benjolan.
Sesuai dengan teori yang ada, pada kasus ini Tn.K mengeluh adanya nyeri namun nyeri
yang dirasakan hilang timbul, factor pencetus karena menelan makanan yang teksturnya
kurang halus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada leher sisi kanan. Sedangkan
keluhan utama pada kasus ini, Tn.K mengeluh mual dan muntah saat program kemoterapi
berlangsung.
.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Meurut teori, beberapa diagnose keperawatan yang ada pada pasien KNF yaitu:
e. Nyeri kronis (D.0078
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
g. Resiko aspirasi (D.0006)
h. Gangguan menelan (D.0063)
4. Nausea bd. Efek agen farmakologis (kemoterapi) dibuktikan dengan pasien mengeluh
mual, muntah dan nafsu makan menurun.
5. Nyeri kronis b.d infiltrasi tumor dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, pasien
tampak meringis dan gelisah.
6. Risiko ketidak seimbangan elektrolit b.d. Muntah dan efek samping prosedur
kemoterapi.
Penulis memprioritaskan diagnose nausea dari pada nyeri kronis, karena nyeri yang
dikeluhkan pasien dengan skala ringan dan durasi serta frekuensi nyeri jarang, sedangkan
mual dan muntah lebih menonjol, hal ini dibuktikan dengan adanya frekuensi muntah
sampai dengan 5 kali saat kemoterapi berlangsung.
Penulis tidak menegakan diagnose bersihan jalan nafas, gangguan menelan, dan dresiko
aspirasi karena tidak ada data yang mendukung penegakan diagnose tersebut.
C. INTERVENSI
Dalam penyususnan intervensi keperawatan yang direncanakan pada Tn.K dengan diagnosis
medis KNF di ruang Tulip 4 RSUD Dr.Moewardi, penulis membuat sesuai dengan prioritas
masalah, tujuan dan kriteria hasil. Sehingga tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Pada
perencanaan penulis menetapan tujuan dan kriteria hasil serta intervensi keperawatan, penulis
berpedoman penuh pada SLKI dan SIKI yang telah direncanakan dan intervensi yang
diberikan disesuaikan dengan kondisi pasien dan lingkungan.
E. PERENCANAAN PULANG
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan aktivitas-
aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu dan
terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan (Potter & Perry,
2005:1106).
1. Obat -obatan
- Obat antiemetic dapat diminum sebelum makan sampai dengan minimal 3 hari saat
dirumah, selanjutnya jika perlu saja.
- Obat anti nyeri bisa diberikan jika pasien terasa nyeri
2. Diet
- Makanan dirumah disarankan makan-makanan yang mengandung tinggi karbohidrat
dangan tekstur yang lunak sesuai kemampuan pasien.
- Makanan yang dihindari: makan yang mengandung zat karsinogenik, seperti: makanan
berpengawet,makanan dan minuman yang mengandung pewarna kimia, makanan dan
minuman kaleng, makanan yg di bakar. Serta makanan yang memicu mual dari segi
aroma maupun rasa.
3. Aktivitas di rumah
Pasien dapat beraktivitas seperti biasa, namun dengaan Batasan tidak boleh terlalu Lelah,
karena pasien pasa kemoterapi memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah.
4. Jadwal Kontrol Kembali
Tetap kontrol rutin sesuai jadwal yang ditentukan. Apabila ada kegawatan seperti nyeri
hebat, atau muntah terlalu hebat tanpa asupan makan, dapat menuju IGD atau control
lebih awal.
Selain penulis yang menjelaskan discharge planning kepada pasien dan keluarga,
perawat ruangan juga akan menjelaskan kembali dan memberikan buku kontrol serta
memberikan leaflet kepada pasien dan keluarga.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan pada Tn.K dengan KNF memberikan pengalaman yang nyata
untuk penulis dengan menerapkan konsep teoritis pada aplikasinya. Maka dari itu
penulis dapat menemukan kesenjangan teori dan praktik di lapangan bahkan
menemukan masalah baru, merupakan satu keunikan pasien dalam merespon terhadap
penyakit yang dialaminya.
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis mendapatkan 5 masalah
keperawatan dari pasien Tn.K yaitu: nausea bd. efek agen farmakologis
(kemoterapi) dibuktikan dengan pasien mengeluh mual, muntah dan nafsu makan
menurun, nyeri kronis b.d infiltrasi tumor dibuktikan dengan pasien mengeluh
nyeri, pasien tampak meringis dan gelisah, risiko ketidak seimbangan elektrolit
b.d. muntah dan efek samping prosedur kemoterapi.
2. Diagnose
Setelah melakukan pengkajian dan didapatkan data maka penulis mengangkat
diagnosa keperawatan yaitu: Nyeri kronik, Nausea, Risiko Ketidakseimbangan
Elektrolit.
3. Perencanaan
Penulis merencanakan suatu tindakan yang sesuai dengan kondisi, kemampuan
dan sarana prasarana disesuaikan dengan diagnosa yang sudah dirumuskan
sebelumnya yang difokuskan terhadap diagnose keperawatan yang ada sesuai
prioritas.
4. Implementasi
Penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari perawatan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat. Secara umum penulis dapat melakukan
perencanaan yang telah dibuat berdasarkan kerjasama dengan keluarga yang
kooperatif.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi yang dilakukan penulis berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang
di tegakkan, maka penulis menganalisa bahwa masalah yang dialami Tn.K dapat
teratasi dengan tindakan keperawatan yang telah diberikan selama 3 hari.
B. SARAN
Dari kesimpulan di atas untuk meningkatkan mutu, kualitas pelayaan kesehatan dan
kesadaran atas peran perawat nya penulis merekomendasikan :
1. Intitusi RS
Ketika akan merencanakan tindakan keperawatan kepada pasien dan keluarga,
hendaknya perawat ruangan mampu memberikan dukungan kepada pasien, serta
melibatkan keluarga agar aspek psikososial pasien dapat teratasi dengan baik.