Anda di halaman 1dari 4

1.

Diferensial diagnosis
A. Karsinoma Nasofaring
1) Definisi
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang muncul pada daerah
nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung). Karsinoma ini
terbanyak merupakan keganasan tipe sel skuamosa.
2) Epidemiologi
Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya menyerang
usia 30-60 tahun, menduduki 75-90%. Proporsi pria dan wanita adalah 3:1.
3) Etiologi
Terjadinya kanker nasofaring mungkin multi factor, proses karsinogenesisnya
mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya
kanker nasofaring adalah kerentanan genetic, virus EB, faktor lingkungan.
4) FaktorRisiko
Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor yang tampaknya
meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring, termasuk :
 JenisKelamin.Karsinomanasofaringlebihseringterjadipadapriadaripadawanita.
 Ras.Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia danAfrika
Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari jenis
kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
 Umur. Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.
 Makanan yang diawetkan. Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat
memasak makanan, seperti ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk kerongga
hidung, meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini
pada usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko.
 Virus Epstein-Barr. Virus ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan gejala
ringan, seperti pilek. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi
mononucleosis. Virus Epstein-Barr juga terkait dengan beberapa kanker langka,
termasuk karsinoma nasofaring.
 Sejarah keluarga. Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma nasofaring
meningkatkan risiko penyakit.
5) Patofisiologi
Rongga nasofaring diselaput selapis mukosa epitel tipis, terutama berupa
epitel skuamosa, epitel torak bersilia berlapis semu dan epitel transisional. Di
dalam lamina propria mukosa sering terdapat sebukan limfosit, di submukosa
terdapat kelenjar serosa dan musinosa. Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang
berasal dari epitel yang melapisi nasofaring.
 Pertumbuhan dan ekspansi
Lokasi predileksi kanker nasofaring adalah dinding lateral nasofaring
(terutama di resesus faringeus) dan dinding supero posterior Tingkat
keganasan kanker nasofaring tinggi, tumbuh infiltratif, dapat langsung
menginfiltrasi berekspansi ke struktur yang berbatasan: keatas dapat langsung
merusak basis kranial, juga dapat melalui foramen sfenotik, foramen ovale,
foramen spinosum kanaliskarotis internal atau sinus sfenoid dan
selulaetmoidal posterior dll. Lubang saluran atau retakan alamiah
menginfiltrasi intrakranial, mengenai saraf kranial; keanterior menyerang
rongga nasal, sinus maksilaris selula etmoidalis anterior, kemudian kedalam
orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis
pterigoideus resesus pterigopalatina aluke orbita; ke lateral tumor dapat
menginfiltrasi celah parafaring, fosa infratemporal dan kelompok otot kunyah
dll.: ke posterior menginfiltrasi jaringan lunak prevertebra servikal, vertebra
servikal; ke inferior mengenai orofaring bahkan laring ofaring

 Metastasis
Lokasi metastasis kelenjar limfe tersering ditemukan pada kelenjar
limfe profunda leher atas bawah otot digastric, yang di trigonum servikal
posterior.Lokasi metastasis jauh tersering adalah ketulang, lalukeparu, hati,
dansering kali terjadi metastasis di banyak organ sekaligus.
6) Manifestasi Klinis
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala
nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala
dileher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
Ganggguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal
tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa
tinitus, rasa tidak nyaman ditelinga sampai rasa nyeri ditelinga (otalgia). Dan
terkadang ditemukan nyeri didaerah temporal.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala
lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak
ke III, IV, VI, dan dapat pula V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang
membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan
gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan yang
berarti. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare. Gangguan ini sering disebut dengan
sindrom Jackson. Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
7) Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien KNF datang dengan gejala pada
nasofaring, gejala telinga, gejala pada mata, saraf dan leher. Gejala tersebut
mencakup hidung tersumbat, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, sefalgia,
diplopia, benjolan pada leher.
Pasien dengan epistaksis, hidung tersumba menetap, tuli unilateral,
limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia dan keluhan lain harus diperiksa teliti
rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan: Pemeriksaan kelenjar limfe leher,
pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan serologi, pemeriksaan CT-Scan, MRI dan
PET (positronn emission tomography), untuk melihat metastasis jauh dapat
dilakukan pemeriksaan foto toraks, bone scan, USG Abdomen.
Pada pemeriksaan serologi meliputi pemeriksaan antibodi Imunoglobulin A
terhadap EBV, EA (early antigen), Viral Capsid Antigen (VCA) dapat diambil dari
darah tepi dan atau brushing nasofaring.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung
dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan
melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan memakai
bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang
berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung kateter yang
dihidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya, sehingga
palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah
nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih
jelas.Untuk penentuan stadium dapat dipakai sistem TNM menurut UICC (2002).
8) Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma pada
nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak
berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Limfoepitelioma, sel
transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam
kelompok tidak berdiferensiasi.
9) Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan
kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam
kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan
cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi selain cis-platinum dapat
juga bleomycin dan 5-fluorouracil. Kemoterapi yang banyak digunakan saat ini
adalah platinum based (CCPD) yang diberikan 30-40 mg/m, diikuti 2 setengah jam
kemudian oleh radiasi.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di
leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah
penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi, serta tidak ditemukan
adanya metastasis jauh. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif)
diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Sumber : Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis. FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai