Anda di halaman 1dari 4

Polymesoda bengalensis

Nama : Bengali Geloina (English)


Kerang Bakau (Indonesia)
Nama Ilmiah : Polymesoda bengalensis
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvi
Ordo : Veneroida
Famili : Cyrenidae

Habitat dan Morfologi


Polymesoda bengalensis Lamarck merupakan kerang yang hidup di sepanjang kawasan
hutan mangrove dengan membenamkan diri dalam substrat lumpur ataupun berpasir di
sepanjang kawasan hutan bakau. Ciri-ciri Polymesoda bengalensis adalah cangkang besar,
keras dan tebal serta mempunyai umbo yang besar, berwarna kehijauan dan berubah menjadi
kecoklatan setelah dewasa. Kisaran ukuran panjang cangkang pada substrat berpasir adalah
2,95,9 cm yang didominasi oleh individu muda, sedangkan pada substrat berlumpur 4,26,9
cm banyak ditemukan individu dewasa.
Kerang P. bengalensis memiliki mantel yang terbagi atas dua lobus dan berada pada
kedua permukaan dalam cangkang. Mantel membentuk dua saluran pendek disebut exhalant
dan inhalant siphon. Inhalant siphon berfungsi sebagai tempat masuknya air dan exhalant
siphon tempat keluar air. Menurut Kastoro (1982), inhalant siphons berguna untuk
memasukkan oksigen dan makanan bersama dengan air, sedangkan exhalant siphon berguna
untuk mengeluarkan sisa material dari dalam tubuh kerang. Bentuk dan ukuran siphon
bervariasi sesuai dengan tipe substrat hidupnya, makindalam kerang membenamkan diri,
makin panjang siphonnya (Barnes, 1974).

Penyebaran atau Distribusi


Keberadaan dan kepadatan populasi P. bengalensis pada habitatnya dipengaruhi oleh
banyak faktor lingkungan baik faktor fisika maupun kimia. Faktor fisika dan kimia lingkungan
yang mempengaruhi populasi P. bengalensis adalah salinitas, pH, suhu, tipe subtrat, oksigen
terlarut. Salinitas dapat mempengaruhi kerang melalui pemanfaatan pakan dan pertumbuhan,
baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama mempengaruhi tekanan osmosis. Secara
tidak langsung salinitas mempengaruhi kerang melalui perubahan kualitas air seperti pH dan
oksigen terlarut. Salinitas optimum bagi hewan Moluska berkisar 2-36 ppt (Setiobudiandi,
1995 cit. Yuliana, 2008).
Suhu mempengaruhi secara langsung aktivitas P. bengalensis seperti pertumbuhan dan
metabolisme bahkan menyebabkan kematian serta secara tidak langsung adalah meningkatnya
daya akumulasi berbagai zat kimia dan menurunkan kadar oksigen dalam air. Suhu juga
merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis hewan air seperti migrasi,
pemijahan, kecepatan proses pertumbuhan embrio serta kecepatan bergerak. Suhu juga dapat
berpengaruh terhadap daya tahan, reproduksi dan pertumbuhan anak serta berhubungan dengan
predasi, parasit dan penyakit (Suin, 2002).
Setiap species hewan Moluska mempunyai toleransi yang berbeda-beda tehadap suhu.
Suhu optimum bagi Moluska bentik berkisar antara 25 dan 280 C (Hutagalung, 1988 dan Huet,
1972 cit. Yuliana, 2008).
Derajat keasaman (pH) dapat menjadi faktor pembatas bagi kehidupan organisme
akuatik dalam ekosistem perairan, sehingga pH air pada suatu perairan dapat dijadikan
indikator dalam menentukan distribusi hewan akuatik. Kisaran toleransi hewan akuatik
terhadap pH tergantung pada temperatur, oksigen terlarut (DO), adanya anion dan kation, serta
stadia masing-masing hewan akuatik, tetapi pada umumnya hewan akuatik dapat hidup lebih
baik pada kisaran pH antara 6,0-8,0 (Sutrisno dkk., 2004). Setiap organisme mempunyai pH
optimal, pH optimal Moluska berkisar antara 6,7-7,5 (Russel-Hunter,1968 cit. Yuliana, 2008).
Oksigen adalah salah satu faktor penting dalam setiap sistem perairan. Oksigen memegang
peranan penting untuk menunjang kehidupan organisme dalam proses respirasi dan proses
metabolisme sel. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis
tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung ke permukaan air oleh
adanya angin dan arus (Michael, 1984; Suin, 2002).
Kecepatan difusi oksigen dari udara sangat lambat, oleh sebab itu phytoplankton
merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di perairan. Clark (1977 cit.
Yuliana, 2008) menyatakan bahwa DO (disolved oxygen) optimum Moluska berkisar antara
4,1-6,6 ppm dengan batas minimal toleransi 4 ppm.

Manfaat Gizi
P. bengalensis memiliki nilai ekonomis dan nilai gizi yang sangat tinggi. Organisme
ini memiliki kandungan gizi yaitu protein 50,48%; lemak 6,86%; karbohidrat 29,13%; serat
5,53% dan air 2,70% (Yenni, 2011).

Kandungan Bioaktif
Kandungan logam timbal (Pb) pada perairan tertinggi dari kerang bakau (P
bengalensis) yaitu 0,008-0,010 mg/L, sedangkan kandungan logam seng (Zn) di
peroleh yaitu 0,479-0,793 mg/L.
Kandungan logam timbal (Pb) pada sedimen tertinggi dari kerang bakau yaitu 0,680-
0,756 mg/Kg, sedangkan kandungan logam seng (Zn) tertinggi di peroleh yaitu 5,561-
6,919 mg/Kg.

Logam Pb dan Zn yang terdapat pada P. bengalensis mempunyai kecenderungan yang


tinggu pada kerang yang memiliki ukuran besar. Hal ini diduga karena semakin besar ukuran
cangkang maka umur spesies tersebut juga diperkirakan lebih tinggi, sehingga waktu
akumulasi logam berat telah berlangsung lebih lama dibandingkan kerang dengan ukuran
cangkang kecil (umur lebih muda). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Riget, et al., (1996)
yang menyebutkan bahwa pada Mytilus edulis ditemukan korelasi positif antara ukuran
cangkang dengan kemampuan mengakumulasi logam berat. Dapat juga dikatakan bahwa
selama spesies tersebut mengalami pertumbuhan, maka kemampuannya untuk mengakumulasi
logam juga meningkat.
Daftar Pustaka
Yenni. 2011. Kandungan Mineral, Proksimal dan Penanganan Kerang Pokea (Batissa
violacea celebensis Marten 1897) Dari Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Prosiding.
Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI.
Widiana R, Nurdin J, Amelia N, Agustus 2016, Kepadatan dan Pola Distribusi Polymesoda
bengalensis Lamarck di Perairan Muaro Nipah Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera
Barat, http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb/article/view/3315, 20
November 2017
Saleleubaja E, Zakaria IJ, Novi, 2016, Kepadatan Populasi Kerang Bakau (Polymesoda
Bengalensis) pada Ekosistem Mangrove di Muaro Bungus Kecamatan Bungus Teluk
Kabung Padang Sumatera Barat, http://jim.stkip-pgri-sumbar.ac.id/jurnal/view/dnj2,
20 November 2017
Sari PD, Widiana R, Zeswita AL, 2014, Analisis Lambung Kerang Bakau (Polymesoda
Bengalensis Lamarck.) Di Muara Nipah Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir
Selatan, http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=263905,
20 November 2017
Yulianus, Zeswita AL, Novi, 2016, Kepadatan Populasi Dan Karakter Morfologi Kerang
Bakau (Polymesoda Bengalensis Lamarck) Di Kawasan Hutan Mangrove Desa
Sirilogui Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, http://jim.stkip-
pgri-sumbar.ac.id/jurnal/view/68mQ, 20 November 2017
Amriarni A, Hendarto B, Hadiyarto A, 2011, Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Dan
Seng (Zn) Pada Kerang Darah (Anadara granosa L.) Dan Kerang Bakau (Polymesoda
bengalensis L.) Di Perairan Teluk Kendari,
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/view/4067, 20
November

Anda mungkin juga menyukai