Anda di halaman 1dari 31

KELIMPAHAN IKAN KARANG HIDUP FAMILI SCARIDAE

BERDASARKAN TUTUPAN TERUMBU KARANG DI


PERAIRAN PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

NURLINA

Pembimbing :

Prof.Dr.Ir.Syamsu Alam Ali, MS ( Pembimbing utama )


Dr. Ir. Budiman Yunus, MP ( Pembimbing anggota)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan karang merupakan salah satu organisme yang berasosiasi dengan

terumbu karang dengan jumlah terbanyak dan merupakan organisme besar yang

dapat ditemui di seluruh habitat terumbu karang. Ikan karang merupakan

organisme yang hidup dan menetap serta mencari makan di area terumbu

karang (sedentary), sehingga apabila terumbu karang rusak atau hancur maka

ikan karang juga akan kehilangan habitatnya. Sebagai ikan yang hidup

tergantung oleh terumbu karang maka rusaknya terumbu karang

akan berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang

(Nybakken,1988).

Ikan kakatua tergolong hewan penghuni perairan karang. Memiliki ukuran

tubuh beragam, mulai dari sedang sampai ukuran besar. Pada umumnya

kakatua hidup di perairan tropis dan subtropis. Di kawasan Indo-Pasifik kelompok

ikan tersebut sangat melimpah. Ikan kakatua tergolong ikan pangan, tetapi

karena memiliki serat daging lebih halus dan lunak, ikan ini lebih cepat

mengalami proses pembusukan setelah ditangkap jika tidak diberi es atau

garam. Selain itu, tubuh memiliki lendir yang banyak, sehingga dagingnya akan

cepat busuk jika tidak diawetkan (es). Ikan ini cukup digemari dan

sangat laku di pasaran (LIAO et al., 2004).

Ikan kakatua termasuk ke dalam famili Scaridae dan merupakan salah satu

jenis ikan herbivor yang utama di ekosistem terumbu karang (Sale, 1991). Famili

Scaridae terdiri dari berbagai jenis, karena memiliki jumlah genus yang cukup

banyak yaitu 7 genera dengan genus terbanyak adalah Scarus. Ikan kakatua

hidup di sekitar terumbu karang dan biasanya ditemukan juga pada perairan

dangkal dengan kedalaman sampai 30 meter. Cara membedakan jenis ikan


kakatua yang paling mudah adalah dengan melihat komposisi warna, karena ikan

kakatua memiliki variasi warna yang beraneka ragam

pada tubuhnya (FAO, 2001).

Menurut Beaufort (1940) terdapat 49 jenis ikan kakatua di kawasan Indo-

Pasifik, meliputi perairan Indonesia. Ikan kakatua telah banyak diteliti para ahli di

manca negara, tetapi di Indonesia ikan tersebut masih belum banyak mendapat

perhatian untuk diteliti. Pada hal di Indonesia kelompok ikan ini amat melimpah

baik jenis maupun jumlahnya, diperkirakan ada sebanyak 36 jenis kakatua.

Ikan kakatua merupakan salah satu ikan karang yang jumlahnya banyak di

terumbu yang dapat membantu kehidupan terumbu karang dengan cara

memakan alga yang menempel pada terumbu karang yang secara tidak

langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang jika alga tumbuh

banyak dan tidak ada yang membersihkan, oleh karena itu ikan kakatua

merupakan salah satu penyokong hubungan yang ada dalam

ekosistem terumbu (Nybakken, 1992).

Dalam sistem geografis, pulau Kapoposang merupakan bagian dari

kepulauan spermonde yang memiliki tiga zona perairan yaitu zona inti dengan

luas 775,4 Ha, zona perikanan tradisional memiliki luas 775,4 Ha dan zona

pemanfaatan dengan luas 1.521,3 Ha. Pulau Kapoposang adalah salah satu

pulau terbesar dengan luas kurang lebih 42 Ha dan terumbu karangnya sekitar

900 Ha. Pulau Kapoposang termasuk dalam kategori pulau kecil. Keunggulan

Pulau Kapoposang adalah memiliki kawasan terumbu karang yang sangat bagus

baik dari sisi keindahan, keanekaragaman hayati, maupun tutupan karang

hidupnya (Yusuf, dkk. 2009).

Menurut Jirana (2016) Pulau kapoposang memiliki kondisi fisik terumbu

karang yang beranekaragam dan bervariasi menyebabkan sebaran ikan karang

bervariasi juga. Begitupun sebaliknya, pada pulau/perairan yang memiliki kondisi


fisik terumbu karang mengalami degradasi/kerusakan maka jenis ikan yang hidup

pada perairan tersebut kurang bervariatif, sehingga kondisi fisik terumbu karang

sangat mempengaruhi keanekaragaman ikan.

Berdasarkan hal sehingga perlu dilakukan penelitian kelimpahan ikan karang

secara spesifikasi (Ikan kakatua) famili Scaridae dengan melihat kondisi tutupan

terumbu karang hidup di perairan pulau kapoposang kabupaten pangkajene dan

kepulauan.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian untuk:

1. Menganalisis kelimpahan ikan karang famili Scaridae dengan kondisi

tutupan terumbu karang.

Kegunaan penelitian antara lain :

1. Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

kelimpahan jenis ikan kakatua di pulau Kapoposang

2. Sebagai data rujukan dan sumber informasi bagi instansi atau stake

holder yang membutuhkan dalam mengambil kebijakan dalam

pengelolaannya

3. Sebagai bahan informasi untuk masyarakat sekitar pulau-pulau.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di pulau Kapoposang dengan melakukan

pengambilan data ikan karang famili Scaridae, melakukan identifikasi dan

menghitung jumlah jenis ikan karang famili Scaridae serta melihat kondisi

terumbu karang sebagai faktor pendukung keberadaan ikan karang famili

Scaridae dan melakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai data

pendukung.
II. TINJAUN PUSTAKA

A. Terumbu karang

Terumbu karang adalah endapan-endapan massif yang penting dari kalsium

karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, Klas Anthozoa,

Ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur

dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan Kalsium Karbonat (Nybakken,

1992).

Terumbu karang merupakan koloni karang yang menjadi struktur di dasar

laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di laut yang dihasilkan terutama

oleh hewan karang yang merupakan hewan tak bertulang belakang, termasuk

dalam Filum Coelenterata (hewan berongga) atau Cnidaria. Yang disebut

sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas

Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Papu A, 2010).

Terumbu karang merupakan bangunan ribuan karang yang menjadi tempat

hidup, berkembang biak, pertumbuhan, berlindung dari serangan pemangsa

serta mencari makan. Terumbu karang juga secara tidak langsung menjadi

tempat hidup berbagai ikan dan juga mahluk laut lainnya. Terumbu Karang juga

salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas tinggi di laut tropis (Adrim,

2008).

Karang merupakan pembangun utama dalam ekosistem terumbu karang.

Selain jenis karang keras (hard coral) terdapat juga karang lunak (soft coral)

sebagai salah satu komponen utama yang menyusun terumbu karang. Karang

batu (hard corals) atau biasa dengan istilah karang hermatipik merupakan

pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu. Kerangkanya

yang terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang batu mendapatkan
makanan melalui hasil fotosintesis dari alga yang disebut zooxanthellae.

Sedangkan karang lunak (soft coral) atau karang hermatipik, bentuknya seperti

tanaman dan tidak bersimbiosis dengan alga. Karang lunak juga mempunyai

partikel spicula yang didalamnya mengandung senyawa kapur keras dalam

tubuhnya dan memberi kekuataan ekstra pada karang lunak (Adrim , 2008).

Menurut Papu A(2010) pertumbuhan koloni tersebut meliputi:

a. Bercabang/ branching

Koloni ini tumbuh ke arah vertikal maupun horisontal, dengan arah vertikal

lebih dominan. Percabangan dapat memanjang atau melebar, sementara bentuk

cabang dapat halus atau tebal. Karang bercabang memiliki tingkat pertumbuhan

yang paling cepat, yaitu bisa mencapai 20 cm/tahun. Bentuk koloni seperti ini,

banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas lereng, terutama

yang terlindungi atau setengah terbuka.

b. Padat/masiv

Pertumbuhan koloni lebih dominan ke arah horisontal daripada vertikal.

Karang ini memiliki permukaan yang halus dan padat; bentuk yang bervariasi,

seperti setengah bola, bongkahan batu, dan lainnya; dengan ukuran yang juga

beragam. Dengan pertumbuhan < 1 cm/tahun, koloni tergolong paling lambat

tumbuh. Meski demikian, di alam banyak dijumpai karang ini dengan ukuran yang

sangat besar. Umumnya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan

bagian atas lereng terumbu.

c. Lembaran/foliose/flat

Pertumbuhan koloni terutama ke arah horisontal, dengan bentuk lembaran

yang pipih. Umumnya terdapat di lereng terumbu dan daerah terlindung.


d. Seperti meja/tabulate

bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini

ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk

sudut atau datar.

Papu A (2010) melanjutkan bahwa pertumbuhan karang dipengaruhi oleh

faktor alam dan manusia. Faktor alam seperti ketersediaan nutrisi, predator,

kondisi kimia-fisika laut, jika dalam keadaan sesuai maka dapat membuat kondisi

terumbu karang lebih stabil. Faktor manusia, seperti pengeboman ikan,

penggunaan jangkar di daerah terumbu karang yang merusak terumbu karang.

B. Klasifikasi Ikan Karang Famili Scaridae

Klasifikasi ikan kakatua famili Scaridae (Gambar 1) berdasarkan

www.fishbase.org

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterigii

Ordo : Perciformes

Famili : Scaridae

Genus :Scarus,Leptoscarus,Hipposcarus,Chlorurus,

Bolbometopon.Cetoscarus, Celatomus
Gambar 1. Ikan Karang Famili Scaridae (Kuiter,2001)

C. Morfologi Ikan Karang Famili Scaridae

Tanda-tanda morfologi secara umum ikan karang famili Scaridae antara lain;

bentuk tubuh agak pipih dan lonjong, bentuk moncong membundar dan kepala

tumpul, sirip punggung bergabung antara 9 duri keras dan 10 duri lemah. Sirip

dubur dengan tiga duri keras dan 9 duri lemah. Sirip dada dengan 13- 17 duri

lemah. Sirip perut dengan satu duri keras dan lima duri lemah. Sisik besar dan

tidak bergerigi (cycloid). Gurat sisi memiliki 22-24 sisik berporos, dan terpisah

dua bagian. Pada pipi terdapat 1-4 sisik. Jumlah sisik sebelum sirip punggung

ada 2-8. Pada rahang atas dan bawah terdapat gigi plat yang kuat. Struktur gigi

ikan ini agak unik, disebut gigi plat karena susunan gigi menyatu dan di tengah

ada celah .Pada ikan dewasa terdapat satu atau dua taring pendek di samping

rahang atas pada posisi belakang (Parenti & Randall, 2000).

Sebagian besar dari anggota jenis ikan ini ditempatkan dalam marga Scarus.

Bentuk tubuh bagian luar (morfologi) antar anggota kelompok dalam marga ini

amat sulit dibedakan, hanya terdapat perbedaan pada jumlah duri lemah sirip

dada, sisik predorsal tengah dan pola susunan sisik di pipi. Tubuh ikan kakatua

pada umumnya mempunyai aneka ragam corak dan warna. Dalam

mengidentifikasi jenis, warna tubuh tersebut dapat pula dipakai untuk


membedakan antara satu jenis dan lainnya. Namun adakalanya terjadi pula

kesulitan dalam menggunakan warna untuk identifikasi, yaitu ketika hewan ini

masih dalam ukuran tertentu yakni pada usia muda (ketika tengah mengalami

fase kelamin betina). Pada saat berstatus sebagai ikan muda dengan jenis

kelamin betina hampir semua jenis kakatua berwarna keabu-abuan atau

kecoklatan, tetapi setelah semakin menginjak dewasa dan masuk fase pejantan

yang merupakan fase akhir dari kehidupannya, warna tubuhnya berubah menjadi

warna-warni sehingga sangat kontras (Adrim,2008).

D. Pengelompokan Ikan Karang

English et all. (1994) mengelompokkan jenis ikan karang berdasarkan

peranannya, yaitu:

a) Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan merupakan target

penangkapan atau lebih dikenal dengan ikan konsumsi. Biasanya kelompok

ikan-ikan target menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan

sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target diwakili oleh famili Serranidae (ikan

kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae

(ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang),

Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakatua) dan Acanthuridae

(ikan pakol);

b) Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah

terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.

Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

c) Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5 sampai

25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal

sebagai ikan hias. Kelompok ikan-ikan major umumnya ditemukan


melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung

bersifat teritorial. Kelompok ikan-ikan major sepanjang hidupnya berada di

terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut),

Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae

(ikan peniru).

Menurut Setiapermana (1996) pengelompokan ikan karang berdasarkan

periode aktif mencari makan :

a) Ikan nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku

Holocentridae (swanggi), Apogonidae, Haemulidae. Priacanthidae (bigeyes),

Muraenidae (eels), Serranidae (jewfish) dan beberapa dari suku Mullidae

(goatfishes), dan lain-lain.

b) Ikan diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari suku

Labridae (wrasses), Chaetodontidae (butterflyfishes) Pomacentridae

(damselfishes), Scaridae (parrotfishes), Acanthuridae (surgeonfishes),

Bleniidae (blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomacanthidae (angelfishes),

Monacanthidae, Ostracionthidae (boxfishes), Tetraodontidae,

Canthigasteridae, dan beberapa dari Mullidae (goatfishes)

c) Ikan crepuscular (aktif di antara) contohnya pada ikan-ikan dari suku

Sphyraenidae (barracudas), Serranidae (groupers), Carangidae (jacks),

Scorpaenidae (lionfishes), Synodontidae (lizardfishes), Carcharhinidae,

Lamnidae, Sphyranidae (sharks) dan beberapa dari Muraenidae (eels).

E. Jenis dan Distribusi Ikan Kakatua

Parenti & Randall (2000) mengemukakan bahwa sebagian besar (75 %) ikan

kakatua tersebar di kawasan Indo-Pasifik (termasuk Indonesia), sisanya terdapat

di daerah sub-tropis seperti di timur Samudera Atlantik dan Laut Mediterania.

Beberapa pakar mengemukakan tentang keberadaan ikan kakatua di beberapa


negara di kawasan Indo-Pasifik, yaitu di Jepang sebanyak 30 jenis mewakili 4

marga ikan kakatua. Here (1953) melaporkan sebanyak 39 jenis kakatua yang

tergolong dalam 3 marga di Filipina. Sebanyak 30 jenis kakatua yang mewakili 7

marga dilaporkan pula di Taiwan (Shen et al., 1993 dan LIAO et al., 2004).

Sedangkan di Australia Randall et al,. (1996) mengemukakan terdapat 27 jenis

dari 6 marga. Di Indonesia ikan tersebut tersebar hampir seluruh perairan

Nusantara. Allen (2000) mengemukakan 36 jenis ikan kakatua dijumpai di

Indonesia.

Ikan kakatua ditemukan hidup di sekitar terumbu karang, biasanya paling

banyak dalam daerah perairan dangkal dengan kedalaman 30 meter. Beberapa

spesies ikan kakatua memiliki sebaran perpindahan yang luas, sementara yang

lain ada juga yang bertahan hidup dalam daerah tertentu saja, dan

keberadaannya sangat rentan dengan kepunahan. Ikan kakatua bukan termasuk

hasil utama penangkapan, tetapi masih dapat ditemukan di pasar ikan. Walaupun

di beberapa daerah ikan kakatua dijadikan sebagai ikan konsumsi tetapi tidak

ada data yang dilaporkan kepada FAO tentang tangkapan ikan kakatua. Ikan

kakatua biasanya tertangkap dengan menggunakan bubu, jaring insang, atau

dengan tombak. Daging ikan kakatua sangat lembut, oleh karena itu ikan ini

dipasarkan dan dimakan dalam bentuk segar (FAO, 2001).

Ikan kakatua terdiri dari 7 genera dan terdiri dari 44 spesies (Tabel 1).

Spesies ikan kakatua yang menyebar di Samudera Hindia dan juga diduga

berasal dari Indonesia bagian Barat adalah jenis Hiposcarus harid/longiceps;

Chlorurus strongylocephalus/microrhinos; Scarus russelii/schlegeli; Scarus

Scaber/dimidiatus/ oviceps; Scarus spinus/viridifucatus; Scarus viridifucatus juga

ditemukan di Bali (FAO, 2001).


Tabel 1. Jenis-jenis ikan kakatua (Famili Scaridae)
No. Genus Spesies
1. Bolbometopon Bolbometopon muricatum
2. Colotomus Calotomus carolinus
3. Colotomus Calotomus spinidens
4. Cetoscarus Cetoscarus bicolor
5. Chlorurus Chlorurus blekeri
6. Chlorurus Chlorurus bowersi
7. Chlorurus Chlorurus capistratoides
8. Chlorurus Chlorurus frontalis
9. Chlorurus Chlorurus japanensis
10. Chlorurus Chlorurus microrhinos
11. Chlorurus Chlorurus oedema
12. Chlorurus Chlorurus sordidus
13. Chlorurus Chlorurus strongylocephalus
14. Chlorurus Chlorurus troschelii
15. Hipposcarus Hiposcarus harid
16. Hipposcarus Hiposcarus longiceps
17. Leptoscarus Leptoscarus vaigiensis
18. Scarus Scarus altipinnis
19. Scarus Scarus chameleon
20. Scarus Scarus dimidiatus
21. Scarus Scarus festivus
22. Scarus Scarus flavipectoralis
23. Scarus Scarus forsteni
24. Scarus Scarus frenatus
25. Scarus Scarus ghobban
26 Scarus Scarus globiceps
27. Scarus Scarus hypcelopterus
28. Scarus Scarus koputea
29. Scarus Scarus longipinnis
30. Scarus Scarus niger
31. Scarus Scarus oviceps
32. Scarus Scarus prasiognathos
33. Scarus Scarus psittacus
34. Scarus Scarus quoyi
35. Scarus Scarus rivulatus
36. Scarus Scarus rubroviolaceus
37. Scarus Scarus russelii
38. Scarus Scarus scaber
39. Scarus Scarus schlegeli
40. Scarus Scarus spinnus
41. Scarus Scarus tricolor
42. Scarus Scarus viridifucatus
43. Scarus Scarus xanthopleura
44. Scarus Scarus sp 1 and 2

Secara umum ikan kakatua termasuk ikan karang, sebagian besar ikan

karang memiliki tubuh yang kecil, jenis ikan dengan ukuran lebih besar dari 200-

300 mm jarang ditemui. Hal ini memungkinkan mereka berlindung di celah-celah

sempit karang, lubang, cekungan dan di antara daun-daun lamun. Adaptasi lain

yaitu bentuk tubuhnya cenderung disesuaikan agar bisa berlindung di dasar

perairan (Wooton, 1992). Ikan kakatua memilik efek positif pada kesehatan

terumbu karang (Barclay, 2009). Variasi dalam pola dan intensitas warna

dipengaruhi oleh sejumlah faktor ekologi termasuk kedalaman, jenis substrat,

kekeruhan dan waktu (Venkataramani & Jayakumar, 2006).

F. Kebiasaan Makan

Ikan kakatua (Scaridae) dapat ditemukan di terumbu karang di seluruh dunia

dan sangat terkait erat dengan terumbu karang. Ikan kakatua sangat

mendominasi dan menjadi bagian yang paling mencolok dari komunitas ikan

herbivora. Dengan demikian, ikan kakatua telah menjadi fokus dari sejumlah

studi tentang pentingnya peranan ikan herbivor pada

terumbu karang (Bellwood, 1994).

Semua spesies ikan kakatua adalah herbivor diurnal. Sebagian besar

spesies menempati karang dan memakan algae epilithik pendek yang menutupi

substrat karang. Pemakan alga dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok

excavator dan scraper. Kelompok excavator memiliki rahang yang kuat sehingga

dapat menggali substrat dan meninggalkan bekas gigitan pada substrat,

sedangkan kelompok scraper tidak memiliki rahang yang kuat dan tidak

meninggalkan bekas gigitan pada substrat. Kelompok excavator terdiri dari genus
Chlorurus, Bolbometopon, Cetoscarus, dan Sparisoma viride, sedangkan

kelompok scraper terdiri dari Scarus dan Hipposcarus (Bellwood, 1994).

Menurut Nybakken (1992) Ikan kakatua (Scaridae) yang menjadikan

terumbu karang sebagai habitat dan tempat untuk mencari makan. Interaksi yang

terjadi antara ekosistem terumbu karang dan ikan karang adalah:

1. Pemangsaan, yaitu dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni

karang, seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kepe-kepe

(Chaetodontidae) dan sekelompok omnivor yang memindahkan polip karang

untuk mendapatkan alga di dalam kerangka karang atau berbagai

invertebrate yang hidup dalam lubang kerangka.

2. Grazing, Dilakukan oleh kelompok ikan-ikan famili Siganidae,

Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivor grazer

pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup

dengan karang dapat terkendali.

Ikan herbivor adalah konsumen langsung bagi produsen primer. Proses

pemindahan energi dan perpindahan makanan terjadi pada rantai makanan.

Melalui proses fotosintesis, produsen primer mengolah nutrien menjadi protein

dan gula (sumber energi) untuk digunakan dalam metabolisme dan

pertumbuhan. Sumber energi tersebut dibutuhkan oleh herbivor dan karnivor.

Terdapat proses-proses penting yang melibatkan ikan herbivor pada ekosistem

terumbu karang, yaitu ikan herbivor menghubungkan aliran energi (proses

trophodynamic) bagi para konsumen lainnya di dalam ekosistem, ikan herbivor

mempengaruhi pola distribusi dan komposisi tumbuhan di dalam lingkungan

terumbu karang; interaksi antar ikan herbivor, terutama dari jenis yang bersifat

teritori, digunakan sebagai dasar pengembangan model demografi dan tingkah

laku ikan karang secara umum. Kebanyakan ikan herbivor menyenangi turf algae

sebagai makanannya. Turf algae memiliki ukuran kurang dari 2 cm dan tidak
mengandung bahan kimia yang tidak disukai ikan. Ikan herbivor sangat suka

memakan tumbuhan yang kecil ukurannya, strukturnya yang sederhana dan

berkumpul (Sale, 1991).

Aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan menentukan distribusi ikan herbivor.

Kelimpahan ikan herbivor menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman air.

Ikan herbivor lebih menyenangi daerah dangkal karena aktifitas fotosintesis di

daerah tersebut sangat cepat, sehingga selalu tersedia makanan baginya untuk

metabolisme dan pertumbuhan (Sale, 1991).

G. Reproduksi

Pemijahan ditandai dengan suatu cara gerakan serentak ke permukaan

oleh individu jantan dan seketika itu pula ikan betina pasangannya mengikuti.

Telur dan sperma dibebaskan ketika melakukan gerakan naik dan setelah

melepaskan kedua gonad jantan dan betina dengan cepat ikan kembali ke dasar.

Telur yang dihasilkan berukuran kecil, berbentuk bulat mengapung di

permukaan. Telur tersebut kemudian menetas menghasilkan larva, kemudian

menyebar ke daerah perairan karang lain di sekitarnya atau daerah lebih jauh

dari tempat asalnya. Pergerakan dari larva tersebut umumnya akan bersifat pasif

mengikuti gerakan arus dan gelombang laut. Larva kemudian berkembang

menjadi ikan muda (juvenile) di habitat terumbu karang

atau padang lamun (Adrim, 2008).

H. Ekologi Ikan Karang Secara Umum

Setiap spesies ikan karang memiliki habitat yang berbeda-beda tergantung

ketersediaan makanan dan beberapa parameter fisika seperti kedalaman,

kejernihan air, arus dan gelombang. Besarnya spesies yang ditemukan di karang

mencermikan habitat tersebut mempunyai kondisi habitat yang mendukung bagi

pertumbuhan ikan. Di perairan karang terdapat banyak habitat yang bisa didiami
oleh ikan-ikan dibandingkan perairan yang lebih dalam karena tidak terdapat

barier untuk berlindung dari arus dan predasi (Allen, 1999).

Kedalaman perairan untuk ikan karang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

perairan dangkal (0-4 m), intermedit (5-19 m), dan perairan dalam ( 20 m).

Batas kedalaman tersebut dapat berbeda tergantung dari jenis habitat itu dan

kondisi perairan laut tersebut. Lingkungan dangkal dicirikan dengan adanya

gelombang yang rendah di area yang terlindungi/tertutup seperti pesisir dan

laguna. Sebaliknya di luar struktur karang dampak dari gelombang permukaan

terkadang dapat mencapai sekitar 10 m. Jenis ikan karang dan terumbu karang

yang baik tersedia pada zona perairan intermedit, karena pada daerah tersebut

sinar matahari optimal bagi pertumbuhan terumbu karang, gelombang relatif kecil

meskipun arus biasanya kencang begitu sebaliknya di perairan dalam. Meskipun

beberapa spesies ikan karang mulai berkurang pada perairan dalam tetapi ikan

karang yang hidup lebih menarik (Allen, 1999).

I. Keterkaitan Ikan Karang dengan Terumbu Karang

Di ekosistem terumbu karang, ikan karang merupakan organisme yang

jumlahnya paling banyak dan merupakan organisme besar dan sangat signifikan

peranannya. Kelompok ikan ini memiliki peran sebagai penyokong hubungan

bioekologis yang ada dalam ekosistem terumbu karang, meliputi interaksi yang

luas antara individu yang sama, jenis-jenis yang berbeda, invertebrata, dan

interaksi dengan faktor fisik (non biologis) seperti suhu, cahaya, ruang dan

kedalaman sesuai dengan niche masing-masing ikan tersebut (Nybakken, 1992).

Dengan demikian keberadaan ikan-ikan karang baik secara kuantitas

maupun kualitas sangat behubungan dengan kondisi kesehatan terumbu karang

yang ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986), serta

keanekaragaman jenis biota karang di suatu ekosistem. Interaksi antara ikan


karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga

bentuk, yaitu (Coat dan Bellwood, 1991):

(1) interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator pemangsa

terutama bagi ikan-ikan muda;

(2) interaksi dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan

karang dan biota yang hidup pada karang termasuk algae; dan

(3) interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur karang dan kondisi

hidrologis dan sedimen.

J. Terumbu Karang Sebagai Sumber Makanan

Terumbu karang merupakan salah satu sumber makanan bagi beberapa jenis

ikan dari famili Chaetodontidae, Apogonidae, Balistidae, Labridae, dan

sekelompok kecil dari Scaridae (Coat dan Bellowod, 1991). Ikan karang famili

Chaetodontidae, Labridae dan Scanidae secara langsung memakan jaringan

lender (mucus) yang diproduksi oleh karang dan simbiosisnya. Kelompok ikan

dari famili Acanthuridae dan kebanyakan dari Labridae lainnya memakan alga

yang tumbuh dalam batuan keras berkapur (Calcareous) (Suharti, 2012).

Kehadiran ikan pemakan karang pada ekosistem terumbu karang

memegang peranan penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan

perkembangan karang. Jenis ikan ini bersimbiosis dengan karang sehingga pada

setiap daerah terumbu karang, kehadiran ikan pemakan terumbu karang

dijadikan sebagai indikator kondisi karang. Penurunan penutupan karang hidup

secara langsung mengurangi dan menghilangkan ketersediaan sumber pakan

utama sehingga akan memberikan tekanan terhadap populasi ikan pemakan

karang (Maharbhakti, 2009).

Kelompok ikan karnivor di daerah terumbu karang sekitar 50-70% dan

hampir meliputi semua ikan di daerah ini. Kelompok ikan karnivor di daerah

terumbu karang dapat berfungsi sebagai level ke-2 dalam rantai makanan.
Kelompok ikan pemakan karang dan herbivor sekitar 15%. Ikan-ikan ini sangat

bergantung pada kesehatan karang karena polip-polip karang merupakan

makanannya. Sedangkan kelompok planktivor dan omnivor hanya terdapat

dalam jumlah yang sedikit (Marsaoli, 1998).

Gambar 4. Ikan karang yang memangsa koloni karang (Nybakken,1992)


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2017 di Perairan Pulau

Kapoposang, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten pangkajene dan

Kepulauan, Sulawesi Selatan. Jangka waktu penelitian ini meliputi tahap

persiapan, pengolahan data hasil lapangan, dan penulisan skripsi.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian (Sumber : Google earth, 2017)

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian antara lain :

Tabel. 2 Daftar alat dan bahan yang digunakan


No. Nama Alat Fungsi
Memudahkan mengidentifikasi bawah air
1 SCUBA set
(menyelam)
2 Fins Alat bantu renang dan Menyelam di kaki
3 Snorkel Alat bantu pernapasan di permukaan air
4 Masker Kacamata selam

5 Kamera Underwater Alat dokumentasi darat dan laut


Global Positioning
6 Menyimpan koordinat stasiun penelitian
System (GPS)
7 Komputer laptop Untuk membantu mengidentifikasi foto atau video
8 Pensil/pulpen/spidol Alat tulis menulis bawah air maupun darat
9 Sabak Pengalas dan atau tempat saat menulis dalam air
10 Underwater Paper Tempat mencatat data saat melakukan survey
Roll Meter (Pita
11 Sebagai garis bantu transek pada penelitian
Berukuran 100 meter)
12 Perahu Mesin Alat Transportasi laut menuju lokasi penelitian
Memudahkan mengidentifikasi ikan yang telah
Buku Identifikasi Ikan
13 didokumentasi bawah air (Gerald R. Allen dan Mark
(Soft file)
V. Erdmann 2012 dan Rudie H. Kuiter)
14 pH meter Mengukur pH
15 Secchi disk Mengukur kecerahan
16 Refraktometer Mengukur salinitas
17 Layangan arus Mengukur kecepatan arus

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan sebuah penelitian yaitu

studi literatur, hal tersebut dilakukan untuk mengkaji terlebih dahulu hal-hal yang

dianggap perlu, serta lebih memfokuskan aspek-aspek yang ada kaitannya

dengan judul penelitian. Selain hal tersebut observasi awal juga dilakukan untuk

mengetahui kondisi lokasi yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Dalam

melakukan penentuan stasiun penelitan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan

dengan melakukan snorkeling pada lokasi yang dianggap mewakili, selanjutnya

dilakukan pengambilan titik koordinat lokasi yang dianggap representative dan

sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan batasan penelitian dan hal-hal

lain yang dianggap perlu.


2. Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan stasiun penelitian dilakukan di tiga zona perairan yaitu zona inti,

zona perikanan tradisional dan zona pemanfaatan dengan melakukan

pengambilan data dengan dua stasiun setiap zona. Maka jumlah stasiun yang

dipilih sebanyak enam stasiun penelitian dengan dua kedalaman setiap stasiun

dengan pertimbangan bahwa semakin banyak stasiun yang dipilih diharapkan

dapat mewakili cakupan area penelitian di pulau kapoposang.

3. Prosedur Pengambilan Data

a. Pengamatan tutupan terumbu karang hidup

Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan dengan metode

transek garis menyinggung atau Line Intercept Transect (LIT) dengan mengikut

pada metode yang digunakan oleh English et al.,(1994). Metode ini digunakan

untuk menentukan kondisi substrat bentik terumbu karang berdasarkan pola

bentuk pertumbuhan karang (Life form). Dengan metode ini, substrat dasar

perairan yang dilalui oleh transek dapat diketahui. Satuan yang digunakan

berdasarkan metode ini adalah persen.

Prosedur kerja metode transek garis menyinggung adalah dengan

membentangkan tali transek (roll meter) sepanjang 50 m sejajar garis pantai

(English et al.,1994). Bentuk pertumbuhan karang (Life Form) dan substrat dasar

perairan yang berada di bawah tali transek diukur dan dicatat hingga ketelitian

pada centimeter (cm). penggolongan bentuk pertumbuhan (Life Form) dan

substrat dasar perairan mengikuti penggolongan menurut English et al., (1994).

Dapat dilihat pada Gambar 6.


Gambar 6. Contoh pengukuran koloni karang dengan menggunakan metode Line
Interceot Transec (English et al., 1994).

Tabel 3. Kategori bentuk pertumbuhan karang dan fauna karang lain yang
mengisi habitat dasar (Englist et al., 1994).
Life form kategori Ciri-ciri Kode
Hard coral (Acropora)
Karang Acrpora dengan bentuk pertumbuhan
Branching ACB
bercabang, memiliki axial dan radial koralit.
Tabulate Berbentuk Pelat menyerupai meja ACT
Bentuk merayap dan tumbuh bergerak di
Encrusting ACE
dasar
Submassive Berbentuk bonggol atau baji ACS
Bentuk percabangan rapat seperti jari
Digitate ACD
tangan.
Hard Coral (Non
Acropora)
Karang jenis lain dengan bentuk
Branching pertumbuhan bercabang, hanya memiliki CB
radial koralit.
Encrusting Menempel melapisi substrat, berbentuk plat CE
Berbentuk menyerupai lembaran seperti
Foliose CF
daun
Mushroom Soliter dan berbentuk seperti jamur CMR
Semua jenis karang api dengan pucuk agak
Millepora CME
putih
Karang biru, bila dipatahkan bagian
Heliopora CHL
dalamnya berwarna biru
Dead Scleractinia
Baru saja mati dengan warna putih atau
Dead Coral pudar DC
Dead Coral Algae Karang mati yang ditumbuhi alga DCA
Algae
Macro Alga yang berukuran besar MA
Turf Alga Filamen lembut TA
Coraline Alga yang mempunyai struktur kapur CA
Halimeda Alga berkapur HA
Algae Assemblage Tersusun lebih dari satu jenis alga AA

Other Fauna
Soft Coral Karang dengan tubuh yang lunak SC
Sponge SP
Zoanthids ZO
Ascidian, anemon, kipas laut (gorgonium),
Other OT
kima dll
Abiotic
Sand Substrat pasir S
Rubble Pecahan karang tidak beraturan R
Silt Substrat lumpur SI
Water Celah air lebih dari 50 cm WA
Rock Batu kapur, granit, batu gunung RCK

b. Pengamatan ikan karang

Pengamatan ikan target dilakukan dengan metode Underwater Visual

Sensus (UVS). Transek yang digunakan adalah transek garis (Gambar 7)

sepanjang 50 meter dengan jarak 2,5 m ke arah kiri dan 2,5 m ke arah kanan

sehingga daerah yang teramati seluas 250 (m2)-1 (English et al., 1994).

Pengamatan tanpa adanya jeda pada garis transek seperti pada pengambilan

data terumbu karang. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat digunakan

kamera bawah air untuk mengambil foto ikan yang sulit untuk diidentifikasi.

Pencatatan data ikan karang ini adalah dengan mengidentifikasi spesies ikan

target yang dijumpai.

Tahapan sensus dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Setelah tali transek terpasang, pengamatan ikan karang dimulai dari

titik awal (titik nol). Setelah kurang lebih 5 menit di titik awal setelah

garis transek terpasang. Untuk mendapatkan gambaran umum


mengenai ikan karang di lokasi pengamatan dan agar kondisi ikan dan

perairan normal lagi setelah dilalui oleh pemasang transek.

2. Perhitungan dilakukan secara kuantitatif.

3. Tidak menghitung ikan yang masuk ke daerah sensus yang telah

dilewati (jangan melihat ke belakang).

Gambar 7. Cara pengambilan data ikan karang menggunakan metode


Underwater Visual Sensus (English et al.,1994)

c. Parameter lingkungan

Pengambilan data parameter lingkungan yang meliputi suhu, salinitas, pH,

kecerahan dan kecepatan arus dilakukan setelah pengambilan data ikan dan

karang sebagai parameter penunjang dalam melakukan penelitian. Pengukuran

parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan termometer untuk mengukur

suhu, refractometer untuk mengukur salinitas, kertas pH digunakan untuk

mengukur pH sedangkan untuk data kecerahan menggunakan Secchi disk dan

kecepatan arus diukur dengan menggunakan layangan arus.


D. Analisis Data

1. Persentase Penutupan Karang Hidup

Kondisi terumbu karang dapat dilihat berdasarkan persentase penutupan

karang hidup. Persentase penutupan karang hidup dihitung menurut persamaan

English et al., (1994):

Li
Ni = x 100%
L

Keterangan : Ni = Persentase tutupan karang ke-i dalam persen (%)

Li = Panjang life form karang jenis ke-i

L = Panjang total trasek

Penilaian kondisi terumbu karang menurut Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001, berdasarkan nilai persentase karang

hidup dengan kategori :

Tabel 4. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan


Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001.
Kategori kondisi terumbu
Presentase penutupan (%)
karang
0,0 24,9 Buruk
25,0 49,9 Sedang
50,0 74,9 Baik
75,0 100,0 Sangat baik

2. Kelimpahan ikan karang famili Scaridae

a. Kelimpahan ikan karang famili Scaridae

Kelimpahan menunjukkan banyaknya individu Scaridae per satuan luas

daerah pengamatan dan dihitung dengan rumus berikut (Odum, 1971).

ni
Xi = x 100%
A
Keterangan :

Xi = Kelimpahan ikan jenis ke i (individu/koloni per satuan m2 )

ni = Jumlah ikan jenis ke i

A = Luas transek pengamatan

3.Hubungan presentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang

famili Scaridae

Untuk melihat hubungan antara persentase penutupan karang hidup dengan

kelimpahan ikan karang target digunakan analisis korelasi sederhana. Kuat

tidaknya hubungan x dan y dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) yang

berkisar antara (-1) hingga (+1). Hubungan x dan y dikatakan kuat apabila nilai r

mendekati 1 dan dikatakan negatif apabila nilai r mendekati (-1). Bila nilai r = 0

maka antara x dan y tidak ada hubungan. dengan rumus sebagai berikut

(Sugiono, 2011):

()
rxy =
x2 2

Keterangan

rxy : koefisien korelasi

(xy) : jumlah persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan

x2 : jumlah persentase tutupan karang hidup (%)

y2 : jumlah kelimpahan ikan (ind)

Setelah menghitung nilai korelasi maka perlu menentukan koefisien

determinasi untuk mengetahui besarnya pengaruh tutupan karang hidup

terhadap kelimpahan ikan karang target, dengan rumus sebagai berikut (Sugiono

2011):
KD = r2 x 100%

Keterangan:

KD : koefisien determinasi (%) r2: hasil kuadrat dari nilai koefisien korelasi

Kuat tidaknya hubungan dapat dilihat dengan koefisien determinasi KD yang

nilainya berkisar antara 0 - 100%. Hubungan antara dua peubah tersebut

dikatakan semakin kuat apabila nilai KD semakin mendekati 100%. Berikut

adalah standarisasi untuk nilai KD yang disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Standarisasi Nilai Koefisien Determinasi (Sudjana 1982)

Nilai Koefisien Determinasi (%) Keterangan


0 19,9 Sangat rendah
20 39,9 Rendah
40 59,9 Cukup
60 79,9 Kuat
80 100 Sangat kuat

Analisis dilanjutkan dengan menghitung persamaan regresinya untuk

mengetahui persamaannya serta melakukan prediksi seberapa tinggi nilai

variabel dependen bila nilai variabel independen dimanipulasi dengan

menggunakan analisis regresi linear sederhana.

Persamaan regresi digunakan rumus (Sugiona, 2011) :

Y = a + bX

Keterangan : Y = nilai yang diprediksikan (ikan karang)

X = nilai variabel independen (persentase tutupan karang hidup)

a = perpotongan dengan sumbu Y bila X = 0

b = nilai perubahan variabel Y bila variabel X berubah satu satuan

Data yang telah didapat diolah melalui program Microsoft Excel dengan tipe

chart scatter untuk mendapatkan grafik analisis regresi linier antara hubungan

tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang famili Scaridae.


DAFTAR PUSTAKA

Adrim,M.2008. Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae).Oseana. Volume


XXXIII, Nomor 1: 41-50.

Allen G. 1999. A field guidd for anglers and divers: Marine fishes of south east
Asia. Singapore: Periplus edition (HK) Ltd. 292 p.

Allen, G.R. 2000. Marine Fishes of South East Asia. Kaleidoscope Pront and
Prepress Periplus Edition, Perth, Western Australia.

Barclay JL. 2009. A survey of Scaridae on champagne marine reverse, dominica


wi. Department of Wildlife and Fisheries Sciences. Texas A&M University.
College station, TX 77840. 7 p

Bellwood DR. 1994. A phylogenetic study of the parrotfishes famili Scaridae


(pisces: Labroidei), with a revision of genera. Department of Marine
Biology. James Cook University of North Queensland, Townsville. Qld
4811. Australia. 86 p.

Choat JH and Bellwood DR. 1991.Reef fishes: Their history and evolution. Page
39 66 in PF Sale ed. The Ecology of fish on coral reef. Journal .Academic
press. San Diego. 754 pp.

English, S., C. Wilkinson, and U. Baker (eds). 1994. Survey Manuals for Tropical
Marine Resources. Australia Institute of Marine Science. Townsville.
Australia.

[FAO] Food and Agriculture Organitation. 2001. The living marine resources of
the western central pacific, volume 6 Bony part 4 (Labridae to
Latimeriidae), estuarine crocodiles, sea turtles, sea snakes and marine
mammals. FAO. Rome, Italy. 3468 p.

Gomez ED dan HT Yap.1998. Monitoring Reef Condition. Page 187-190 In


R.Akenchington dan B.E.T Hudson (EDS). Coral Reef Managemen Hand
Book. UNESCO Office For Science and Technology For South East Asia,
Jakarta.

Google earth . 2017.

Here, A.W. 1953. Check list of Philippine fishes. United States Government
Printing Office. Research Report 90. Washington DC: 977 pp.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan Terumbu Karang

Kuiter, R H. and Tonozuka, T. 2001. Pictorial Guide to; Indonesia Reef Fishes.
Zoonetics. Australia.

LIAO, Y.C.; L.S. CHEN; K.T. SHAO and I.S. CHEN 2004. A Review of
Parrotfishes (Perciformes: Scaridae) of Taiwan with Descriptions of Four
New Records and One Doubtful Species. Zool. Stud. 43(3): 519-536
Maharbhakti, HR. 2009. Hubungan Kondisi Terumbu Karang Dengan
Keberadaan Ikan Chaetodontidae DI Perairan Pulau Abang, Batam. Tesis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Marsaoli, MK. 1998. Hubungan Persentase Penutupan Karang Hidup Dengan


Densitas Beberapa Jenis Ikan Karang Di Perairan Kepulauan Karimunjawa,
Jepara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor .

McMellor, S. 2007. A Conservation Value Index to Facilitate Coral Reef


Evaluation and Assesmant. Thesis Submitted for the Degree of Doctor of
Philosophy. Department of Biological Sciences, University of Essex, UK

Nurjirana. 2016. Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Ikan Famili


Chaetodontidae Berdasarkan Kondisi Tutupan Terumbu Karang Hidup di
Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Skripsi.Universitas Hasanuddin.
Makassar

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta

Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Catatan ke-3. Gajah Mada University


Press. Yogyakarta.

Parenti, P. and J.E. Randall. 2000. An annotated checklist of of the species of lte
Labroid fish families Labridae and Scaridae. Ichthyological Bulletin. 68: 1-
97.

Randall, J.E.; GR. Allen and R.C. Steene. 1996. Fishes of the Great Barrier Reef
and Coral Sea. Honolulu, HI: Univ. of Hawai'i Press: 506 pp.

Sale P.F. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. San
Diego, 754 pp

Setiapermana, D. 1996. Potensi Wisata Bahari Pilau Mapor. P30-LIPI, Jakarta.

Setiawan, F. 2010. Identifikasi Ikan Karang dan Invertebrata Laut. Institute


Pertanian Bogor : Bogor.

Shen, S.C; S.C Lee; K.T. Shao; H.C. Mok; C.H. Chen; C.C. Chen and C.S.
Tzeng. 1993. Fishes of Taiwan. Taipei: Department of Zoology, National
Taiwan Univ. Press: 560 pp.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta

Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung Penerbit Tarsito

Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang di Indonesia. Jakarta: LIPI


Suharti, R, 2012. Hubungan Kondisi Terumbu Karang Dengan Kelimpahan Ikan
Chaetodontidae Di Pulau Karang Bangkok Kepulauan Seribu.Tesis.
Universitas Terbuka. Jakarta.

Venkataramani VK & Jayakumar N. 2006. Biodiversity and biology of marine


ornamental reef fishes of gulf of mannar-parrotfishes (family: Scaridae).
Fisheries College and Research Institute. Tamilnadu Veterinary and Animal
Sciences University. Thoothukudi-628 008. 7 p.

Wooton RJ. 1992. Tertiary level biology: fish ecology. New York: Chapman and
Hall. X + 212 p.

Yusuf,dkk. 2015. Kondisi Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di Taman


Wisata Perairan Pulau Kapoposang. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Anda mungkin juga menyukai