Di Susun oleh :
Rangga Maulana
Umiyarti Herlina
Nurfatimah
Fifi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi Indonesia sebagai salah satu pusat terumbu karang diyakini terus mengalami
degradasi. Tentunya masalah itu, akan semakin meluas jika tidak segera diambil langkah-
langkah untuk melestarikannya. Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia,
Indonesia juga dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia dengan
kekayaan terumbu karangnya.
Namun sayangnya, saat ini kekayaan terumbu karang Indonesia justru terancam rusak akibat
berbagai hal, baik karena faktor alam seperti perubahan iklim maupun akibat ulah manusia
sendiri. Indonesia sendiri memiliki luas total terumbu karang sekitar 85.200 Km2 atau sekitar
18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle, yang meliputi
Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Keberadaan terumbu karang pada 6 negara itu mendapat julukan coral triangle (segi tiga
karang dunia) karena jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang pada
negara-negara tersebut maka akan menyerupai segitiga dengan total luas sekitar 75.000 Km2.
Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki jenis karang cukup tinggi
seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut), Kepulauan Derawan (Kaltim),
Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk Cendrawasih (Papua). Namun sayangnya, lagi-lagi
kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia itu tidak dapat terpelihara,
baik akibat perubahan iklim maupun masalah lokal seperti ketidaktahuan, bahkan
keserakahan dalam mengeksploitasi kekayaan alam demi mendapat keuntungan tanpa
memikirkan kelestarian alam.
Maka dari itu, saat ini sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan
Papua Nugini mengalami rusak. Angka ini lebih kecil dibandingkan kerusakan di wilayah
Indonesia Bagian Barat sebesar 71%.
BAB II
PEMBAHASAN
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum
Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua
Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan
secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu
yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat
menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan
laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang
menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas
biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu
karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau
disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu
ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Sesuatu yang unik tentang terumbu karang adalah kenyataan bahwa spesies yang berbeda
dapat bereproduksi dengan cara yang berbeda: dengan pemijahan, pembuahan sendiri,
atau reproduksi aseksual.
Ketika kondisi dan siklus bulan tepat, fenomena luar biasa yang disebut "pemijahan siaran"
terjadi. Selama beberapa hari atau minggu, berbagai spesies karang secara bersamaan akan
melepaskan sel reproduksi jantan dan betina mereka, yang dikenal sebagai gamet, ke dalam
air. Gamet bergabung bersama, membuahi, dan membentuk larva karang, yang kemudian
mengapung mengikuti arus hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menemukan
permukaan yang keras untuk ditempelkan. Bentuk reproduksi ini memungkinkan keragaman
genetik dan memberi bayi karang yang sehat kesempatan untuk mengisi kembali karang di
dekatnya.
Habitat Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih
terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.
1. Acropora Acuminate
Acropora acuminate hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Australia, Filipina,
Indonesia, Papua Nugini, dan Solomon. Ciri-cirinya adalah berwarna biru muda atau cokelat,
memiliki koloni bercabang dengan ujung lancip, dan memiliki dua ukuran koralit.
2. Acropora Cervicornis
Acropora cervicornis hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Kepulauan Cayman,
Jamaika, dan Indonesia. Ciri-cirinya adalah berwarna cokelat muda, memiliki koloni
arborescens, dan memiliki koralit berbentuk pipa.
3. Acropora Elegantula
Acropora elegantula hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Indonesia dan Srilanka.
Ciri-cirinya adalah berwarna abu-abu, memiliki koloni korimbosa seperti lemak, serta
bercabang tipis dan menyebar.
4. Galaxea Fascicularis
Galaxea fascicularis hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Papua Nugini, Filipina,
Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah berwarna abu-abu, cokelat, hijau, dan putih,
memiliki koloni kecil membentuk bantal, memiliki koloni besar berukuran 5 meter, serta
memiliki tentakel pada siang hari.
5. Lobophyllia Corymbosa
Lobophyllia corymbosa hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Tanzania, Solomon,
Papua Nugini, Jepang, Filipina, Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah polip yang tebal
seperti daging, memiliki koloni kecil yang membentuk plat, dan memiliki koloni besar
berukuran 2 meter.
6. Lobophyllia Hemprichii
Lobophyllia hemprichii hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Tanzania, Papua
Nugini, Madagaskar, Jepang, Filipina, Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah polip tebal
seperti daging, memiliki koloni yang membentuk helm, dan memiliki koloni besar berukuran
5 meter.
7. Mycedium Elephantotus
Mycedium elephantotus hidup di kedalaman 3-20 meter dan tersebar di Papua Nugini,
Filipina, Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah tidak ada bintik pada koenestrum,
memiliki koralit naminat, dan memiliki tentakel yang hanya muncul pada malam hari.
8. Oxypora Lacera
Oxypora lacera hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Papua Nugini, Filipina,
Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah berwarna cokelat dan memiliki koralit tipis yang
dapat berubah tebal saat berada di lingkungan turbulen.
9. Pectinia Lactuca
Pectinia lactuca hidup di kedalaman 3-15 meter dan tersebar di Papua Nugini, Filipina,
Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah berwarna abu-abu, cokelat, dan hijau serta
memiliki koloni submasif membentuk dinding-dinding tinggi.
Pectinia paeonia hidup di kedalaman 5-15 meter dan tersebar di Papua Nugini, Filipina,
Indonesia, dan Australia. Ciri-cirinya adalah berwarna abu-abu, cokelat, dan hijau serta
perkembangan kolumella lambat.
Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang
dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut merupakan
fungsi-fungsi dari terumbu karang.
Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut
penyebab kerusakan karang meliputi :
a. Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya yang
menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan pertumbuhan karang
menggantikan kerusakan ini.
b. Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan,
sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi,
sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk mendorong
pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan mengoptimumkan
pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga ditujukan pada
peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan produk yang bermutu
tinggi, yang mampu menembus pasar internasional, menggalakkan pertumbuhan industri
kecil dan menengah, termasuk industri pedesaan; dan memperluas pembagian industri daerah,
terutama di Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan di
seluruh daerah sesuai potensinya.
Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi
juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif yang kerap
kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran dimana hal tersebut
berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang. Pencemaran laut karena minyak
bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan minyak bumi dari kapal ke kapal, dari
kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal
tanker.
Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan
pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut. Ikawati
(2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke
pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke dasar
laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau menyebabkan kematian
karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat melekat begitu saja pada karang, tetapi
tergantung efektifitas reaksi pembersihan karang (jenis karang) dan jenis pencemar.
Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977)
membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea annularis,
M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan mereka. Empat tipe
sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur pengeboran, barite,
bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan 25 ml adukan sedimen
pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya tingkatan variasi pada
pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat membersihkan barite, bentonite
dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun spesies dapat membersihkan lumpur pengeboran
secara keseluruhan.
Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang
adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan
hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan.
Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari
lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses
penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan
bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah.
Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan
yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat
pembuangan.
Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik
dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem.
Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-
spesies asing (exotic species) atau bioinvasi (Sunarto, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan.
Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan
spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi
peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum (Sindermann,
2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah
736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara
itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia,
sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang
mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang.
Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986
menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus
anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar
laut (Sindermann, 2006).
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin
di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan
menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat
manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak untuk duduk
bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan lautan dapat dikelola
secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan
ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan
memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan
stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan
pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1) tujuan sosial,
yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya
pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi ekologi
yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan
secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan pemanfaatan
ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan untuk memperbaiki kesejateraan
masyarakat dan stakeholders serrta pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu
menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam
merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan,
serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa
dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah
rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi
pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa
zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan
kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk
membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat
dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu
oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.
2. Rehabilitasi
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan
meningkatkan hewan pemangsa alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Faktor alam
2) Pengendapan sedimen
• Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi
laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya
berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang
( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
2. Saran
Sebagai siswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu
dengan melestarikan terumbu karang dan tidak merusaknya hanya untuk kepentingan semata
sehingga fungsi terumbu karang di Indonesia tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA