BAB I PENDAHULUAN
Kondisi Optimum
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan
kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20 oC. Terumbu
karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi. Hal ini
dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Beberapa terumbu karang
membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun
terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang
terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil
fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward
merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu
yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada
kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada
kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang
keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau
gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di
punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai
pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang hermatipik
mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah
pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan
pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar
perairan tersebut.
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang
tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang ahermatipik
adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu
sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodi niummicroadriatum, yang
terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis. Hasil samping
dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.
Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
2.2.1.4 Berdasarkan Bentuk dan Tempat Tumbuh
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur,
seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar
suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang
terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup) di laut dangkal.
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum
Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang
maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang
pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan
individu yang disebut polip. Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas
banyak ruas.
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang
lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu
cadas atau batuan vulkanik.
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang
hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta,
Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk
jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton.
2.2.2 Kondisi Yang Baik Bagi Terumbu Karang
Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21° - 29° C.
Masih dapat tumbuh pada suhu diatas dan dibawah kisaran suhu tersebut, tetapi pertumbuhannya
akan sangat lambat. Karena itulah terumbu karang banyak ditemukan di perairan tropis
seperti Indonesia dan juga di daerah sub tropis yang dilewari aliran arus hangat dari daerah tropis
seperti Florida, Amerika Serikat dan bagian selatan Jepang. Karang membutuhkan perairan
dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari yang digunakan oleh
zooxanthellae untuk ber-fotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk terumbu pada
kedalaman 18 - 29 m sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman lebih dari
90 m. Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh, oleh karena itu, di sekitar
mulut sungai atau pantai atau sekitar pemukiman penduduk akan lambat karena karang
membutuhkan perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.
2.3 Fungsi Terumbu Karang
1. Pelindung ekosistem pantai.
Terumbu karang akan menahan dan memecah energi gelombang sehingga
mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan di sekitarnya.
2. Terumbu karang sebagai penghasil oksigen.
Terumbu karang memiliki kemampuan untuk memproduksi oksigen sama seperti fungsi
hutan di daratan, sehingga menjadi habitat yang nyaman bagi biota laut.
3. Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup.
Terumbu karang menjadi tempat bagi hewan dan tanaman yang berkumpul untuk
mencari makan, berkembang biak, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini
artinya terumbu karang mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk
sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat
dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 300 juta orang di dunia
menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang
4. Sumber obat-obatan.
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa
menjadi obat bagi manusia. Saat ini sudah banyak dilakukan berbagai penelitian mengenai
bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit.
5. Objek wisata .
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan pada kegiatan diving,
karena variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan bentuk yang memikat merupakan
atraksi tersendiri bagi wisatawan baik asing maupun domestik. Diperkirakan sekitar 20
juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun. Hal ini dapat
memberikan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar.
6. Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan
yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang
terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu
penelitian yang lebih intensif untuk mengetahuinya.
7. Mempunyai nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting. Laut yang
terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
Menurut Moberg and Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi
ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses ekosistem sebagai
penyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang terkait dengan sumberdaya
pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan tambang seperti pasir, karang.
Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang dibedakan :
1. Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai.
2. Jasa biologi sebagai habitat dan dan suport mata rantai kehidupan.
3. Jasa biokimia sebagai fiksasi nitrogen.
4. Jasa informasi sebagai pencatatan iklim.
5. Jasa sosial dan budaya sebagai nilai keindahan, rekrasi dan permainan
BAB IV
UPAYA-UPAYA UNTUK MENYELAMATKAN TERUMBU KARANG
(www.id.wikipedia.org/terumbu-karang)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terumbu karang merupakan organisme yang sangat peka terhadap perubahan –perubahan yang
terjadi pada lingkungan di sekitar nya, dengan sifat nya menjadikan organisme ini sangat rentan
terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh manusia maupun secara alami.
Ekosistem terumbu karang di laut sangat penting. Karena terumbu karang merupakan
tempat hidup dan tempat mencari makan dari berbagai jenis ikan yang ada di laut. Terumbu
karang juga menjaga kelestarian dari luat, bila terumbu karang rusak maka ekosistemnya akan
rusak. Pemulihan terumbu karang yang rusak sangatlah lama memerlukan waktu ratusan taun
untuk menumbuhkan terumbu karang agar dapat menjadi tempat yang baik untuk hidup ikan.
Kelakukan buruk yang dilakukan manusia mengancam ekosistem terumbu karang. Banyak yang
dilakukan oleh manusia yang merusak terumbu karang, mereka tidak sadar bahwa apabila
terumbu karang rusak maka laut sebagi sumber mata pencarian mereka juga akan ikut rusak.
beberapa faktor yang menyebabkan rusak nya terumbu karanga adalah, sedimentasi,
penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dan sianida,pengumpulan dan
pengerukan,pemanasan global, pencemaran perairan laut dan tata kelola tempat eisata bahari
yang tida lestari
Beberapa upaya yang dilakukan dalam usaha pemulihan terumbu karang diantaranya adalah
Zonasi, rehabilitasi, peningkatan ikan karang dan mengurangi alga hidup yang bebas
5.2 Saran
a. Perlu di tingkatkan kesadaran masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir pantai
DAFTAR PUSTAKA
www.id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang
www.goblue.or.id/tentang-terumbu-karang
www.terangi.or.id/publications/pdf/biologikarang.pdf
www.oseanografi.blogspot.com/2005/07/terumbu-karang.html
www.wetlands.or.id/PDF/Profil%20Weh-Sabang.pdf
http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com
Pujiatmoko. 2009. Pembahasan restorasi terumbu karang di Indonesia.
http://atanitokyo.blogspot.com/2009/01/pembahasan-restorasi-terumbu-karang-di.html. 10
September 2009.
Wikipeedia. 2009. Terumbu
karang .http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang#Terumbu_atau_Reef.3
Dahuri R, Rais Y, Putra S, G, Sitepu, M.J, 2001. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara
Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester