(LAPANG)
oleh :
Nama : Prisilia Rusdiana Putri
Nim : L1C016055
Kelompok : Tujuh (7)
Asisten : Satria Nur Afrizal
2018
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengenal ekosistem terumbu karang
2. Mahasiswa dapat menerapkan cara pengamatan ekosistem terumbu
karang dengan metode Point Intercept Transect
3. Mahasiswa mampu menilai tingkat keanekaragaman jenis ikan karang
pada lokasi pengambilan data.
4. Mahasiswa mampu memahami karakteristik hidup ikan karang
berdasarkan identifikasi yang dilakukan.
5. Mahasiswa dapat menerapkan identifikasi genus karang menggunakan
coral finder tool secara langsung di ekosistem terumbu karang.
6. Mahasiswa dapat menghitung prevalensi dan mengidentifikasi penyakit
karang di lokasi pengambilan data.
7. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara persentase tutupan karang
dengan indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan:
Xi = Kelimpahan jenis penyakit karang ke - i
xi = Jumlah Individu yang terserang penyakit
n = Luas Area pengamatan
2.4. Identifikasi Ikan Karang dan Biota Asosiasi Karang
Metode PIT (Point Intercept Transect) merupakan salah satu metode yang
dikembangkan untuk memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung
lainnya di suatu lokasi terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam
waktu yang cepat.Metode ini dapat digunakan di daerah yang ingin
mengetahui kondisi terumbu karang untuk tujuan pengelolaan. Metode ini
dapat memperkirakan kondisi terumbu karang di daerah berdasarkan persen
tutupan karang batu hidup dengan mudah dan cepat. Metode PIT,
merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk memantau kondisi
karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi terumbu karang
dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat (Hill & Wilkinson,
2004).
Ikan karang merupakan salah satu kelompok hewan yang berasosiasi
dengan terumbu karang. Keberadaannya mencolok dan ditemukan pada
berbagai mikrohabitat di terumbu karang. Ikan karang, hidup menetap serta
mencari makan di areal terumbu karang (sedentary). Sehingga apabila
terumbu karang rusak atau hancur maka ikan karang juga akan kehilangan
habitatnya. Sebagai ikan yang hidupnya terkait dengan terumbu karang
maka kerusakan terumbu karang dengan sendirinya berpengaruh terhadap
keragaman dan kelimpahan ikan karang (Ilham, 2007).
Ikan karang merupakan salah satu kelompok hewan yang berasosiasi
dengan terumbu karang, hidup menetap serta mencari makan di areal
terumbu karang (Ilyas et al., 2017). Ikan karang adalah kelompok taksa ikan
yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan ekosistem terumbu
karang. Sebanyak 113 famili ikan merupakan penghuni karang dan sebagian
besar dari ordo Perciformes. Sepuluh besar famili utama dari ikan karang
tersebut adalah Gobiidae, Labridae, Pomacentridae, Apogonidae, Bleniidae,
Serranidae, Murraenidae, Syngnathidae, Chaetodontidae, dan Lutjanidae
(Adrim et al., 2012).
Keberadaan habitat ikan karang merupakan salah satu faktor kunci
tingginya keragaman spesies ikan di terumbu karang. Keragaman ikan
karang juga berhubungan erat dengan kondisi dan kompleksitas permukaan
(rugositas) terumbu karang. Terdapat hubungan yang erat antara rugositas
dengan kelimpahan ikan karang. Selain itu ikan-ikan karang memiliki relung
(niche) ekologi yang sempit sehingga lebih banyak spesies yang dapat
menghuni terumbu karang (Ilham, 2007).
Berdasarkan fungsi pemanfaatan dan aspek ekologi, ikan karang dapat
dikelompokkan menjadi tiga yakni ikan target, ikan indikator, dan kelompok
lain-lain (major groups). Ikan target adalah kelompok jenis-jenis ikan yang
dapat dikonsumsi dan biasanya diburu nelayan. Ikan indikator adalah jenis-
jenis ikan yang memiliki kehidupan asosiasi yang kuat sekali dengan habitat
karang, contohnya ikan famili Chaetodontidae. Major group adalah kelompok
dari jenis-jenis tidak termasuk kelompok pertama dan kedua, dan pada
umumnya belum banyak diketahui peranannya di alam. Namun beberapa
jenis di antaranya memiliki keindahan warna tubuh sehingga berpotensi
sebagai ikan hias (Adrim et al., 2012).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat-alat yang dipergunakan dalam praktikum lapang koralogi adalah
alat tulis bawah air, alat dasar selam, coral finder tool, roll meter 100m,
underwater camera, software SPSS, dan software ArcGIS 10.3.
3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam praktikum lapang koralogi
adalah air laut, dan ekosistem terumbu karang.
3.2. Metode
3.2.1. Pengamatan Ekosistem Terumbu Karang
Dipilih lokasi komunitas terumbu karang dengan jenis karang
penyusun yang bervariasi. Dibentangkan roll meter sejauh 50 meter.
Dilakukan dengan panjangn interval 25m, dengan dicatat setiap 0,5 m.
Ditunggu 20 menit untuk memberi kesempatan komunitas ikan terumbu
kembali menempati habitatnya. Disepanjang transek, dicatat lifeform karang,
jenis substrat, ikan terumbu, dan biota avertebarata asosiasi. Dimasukkan
data pengamatan ke dalam tabel yang tersedia. Dihitung persentase
penutupan karang hidup. Dan dicatat parameter kualitas air
3.2.2. Pengamatan dan Identifikasi Penyakit Karang
Dilakukan dengan metode pengamatan langsung. Jika ditemukan
adanya penyakit karang (tissue loss, perubahan warna jaringan, pertumbuhan
abnormal), pada lokasi tersebut dibuat patok/transek permanen marker
(penanda). Dibuat Point Intercept Transect dengan panjang interval 25 m
dengan dilakukan penelitian pada 0-5m, 10-15m, dan 20-25m. Dilakukan
dengan pengamatan dan pengukuran koloni karang dalam PIT. Dilakukan
pengamatan dan perhitungan koloni karang dalam Belt Transect (Jumlah total
koloni, jumlah koloni yang terserang penyakit). Didokumentasi in situ
dengan pemotretan. Dilakukan analisis data dan gambar.
3.2.3. Pengamatan dan Identifikasi Ikan Karang
Dibentangkan roll meter sejauh 50 meter. Diperhatikan morfologi dan
ciri khusus dari setiap family seperti bentuk tubuh, tipe sirip ekor, tipe sirip
perut, tipe sirip dada, tipe sirip punggung, tipe sirip anal, serta ciri lainnya
yang lebih spesifik. Diperhatikan ciri lebih lanjut dari ikan karang seperti
gaya renang, habitat, dan tingkah lakunya. Diidentifikasi untuk menentukan
genus dari ikan karang. Diidentifikasi lanjutan dengan melhat colour pattern
dari spesies ikan terumbu. Didokumentasikan dengan underwater camera.
Dicatat data yang ada dikolom yang telah disediakan. Dilakukan analisis
perhitungan keanekaragaman jenis ikan terumbu karang.
3.2.4. Identifikasi Genus Karang (Coral Finder Tool)
Diidentifikasi bentuk pertumbuhan karang dengan dilihat pada kolom
key group dalam halaman pertama Coral Finder Tool. Selanjutnya, ditentukan
bentuk dan mengukur besar koralit pada karang tersebut. Setelah ditentukan
besar koralit atau bentuk khusus maka langsung diarahkan pada halaman
utama (look alike). Dibandingkan karang yang diamati dengan gambar karang
pada kolom colony, corallites, dan close up. Dikonfirmasikan ciri-ciri karang
tersebut dengan karakteristik kunci deskripsi dan dilihat gambar karang
pada kolom skala. Dicatat nama genus karang yang telah diamati sesuai
dengan keterangan genus yang terdapat pada Coral Finder Tool.
3.3. Waktu dan Tempat
Praktikum lapang koralogi 2018 dilaksanakan pada tanggal 24
November 2018 pada pukul 14.00-17.30 WIB di Pulau Menjangan Besar dan
Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa, Jawa Tengah.
Gambar 1. Peta lokasi praktikum koralogi 2018
Keterangan:
H' : indeks keanekaragaman Shannon Wiener
s : jumlah spesies ikan karang
pi : perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (n,) terhadap jumlah total ikan
karang (N) : n/N
3.4.3. Indeks keseragaman
Keterangan:
E’ : Indeks Keseragaman
H’ : indeks keanekaragaman Shannon Wiener
Hmaks : ln S
S : jumlah spesies dalam sampel
3.4.4. Indeks dominansi
Keterangan:
C : indeks dominansi Shannon-Wiener
s : jumlah spesies ikan karang
pi : perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (n,) terhadap jumlah total ikan
karang (N) : n/N
Dimana;
r = nilai koefisien korelasi
x = nilai variabel pertama
y = nilai variabel kedua
N = jumlah data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Karang
100
90
80
70
60
50 P. Menjangan Besar
40 P. Menjangan Kecil
30
20
10
0
KEL.1 KEL.2 KEL.3 KEL.4 KEL.5 KEL.6 KEL.7 KEL.8
a b
Gambar 4. Diadema setosum (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=213372)
Klasifikasi menurut Leske (1778) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Echinodermata
Kelas: Echinoidea
Ordo: Diadematoida
Family: Diadematidae
Genus: Diadema
Spesies: Diadema setosum
Deskripsi menurut Yusron (2010) adalah sebagai berikut:
Diadema setosum memiliki tubuh berwarna hitam, memiliki warna
orange dan kebiruan, bentuk tubuh pipih, memiliki duri yang panjang dan
tajam yang berfungsi sebagai alat gerak dan pelindung dari serangan
predator.
B.
a b
Gambar 5. Asteroidea sp (a) dokumentasi pribadi (b) referensi (Fitriana, 2010)
Klasifikasi menurut Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Echinodermata
Kelas: Asteroidea
Ordo: Forcipulatida
Family: Asteriidae
Genus: Asteroidea
Spesies: Asteroidea sp
Deskripsi menurut Fitriana (2010) adalah sebagai berikut:
Bintang laut adalah hewan yang mempunyai daya regenerasi tinggi .
Memiliki lengan umumnya berjumlah lima buah. Mempunyai rongga tubuh
sebenarnya dan sistem pencernaan yang lengkap. Makanan berupa bahan
organik dan plankton masuk melalui mulut menuju esofagus dan lambung
yang bercabang menuju setiap lengan. Sisa pencernaan akan dikeluarkan
melalui anus yang terdapat pada aboral.
30 P. Menjangan Kecil
20
10
0
KEL.1 KEL.2 KEL.3 KEL.4 KEL.5 KEL.6 KEL.7 KEL.8
a B
Gambar 7. WBD (White Band Disease) (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://www.artificialreefs.org/Corals/diseasesfiles/Common%20Identified%20Co
ral%20Diseases.html)
Deskripsi menurut Ritchie dan Smith (1998) adalah sebagai berikut :
Ditandai dengan degradasi jaringan karang karang acroporid yang
lengkap. Dua spesies terpengaruh, Acropora palmata dan Acropora
cervicornis.Penyakit ini menunjukkan demarkasi tajam antara jaringan
karang yang tampak sehat dan kerangka karang yang terbuka. Tanda-tanda
ini identik dengan wabah, kecuali bahwa pita putih adalah acroporid spesifik
(dan wabah belum ditemukan pada acroporids).Kehilangan jaringan
biasanya berasal dari pangkal cabang koloni ke ujung, meskipun dapat
dimulai di tengah-tengah cabang Acropora cervicornis. Ada dua jenis
penyakit berbeda yang berbeda dalam pola kehilangan jaringan. Pita putih
Tipe I menunjukkan degradasi jaringan yang terkait dengan garis yang
bermigrasi melintasi koloni karang. Band Putih Tipe II juga menunjukkan
degradasi jaringan sebagai band bergerak melintasi koloni karang, namun
dalam kasus ini front yang bergerak mungkin, kadang-kadang, memiliki
zona pemutih yang menangkap lisis jaringan.
B.
A B
Gambar 8. White Pox (a) dokumentasi pribadi (b) referensi (Siringoringo,
2007)
Deskripsi menurut Siringoringo (2007) adalah sebagai berikut :
Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak pada rangka karang
berwarna putih kosong yang berbentuk irregular. Bercak dapat terjadi pada
permukaan atas atau bagian bawah percabangan. Jaringan karang terlihat
mengelupas, namun tidak rata, sedangkan laju penghilangan jaringan karang
terjadi sangat cepat. Jaringan karang pada umumnya mulai ditempeli oleh
alga berfilamen dalam beberapa hari. Peristiwa mengelupasnya jaringan
karang ini masih belum diketahui secara pasti, namun demikian
kemungkinan disebabkan oleh bakteri pathogen.
C.
a b
Gambar 9. UWS (a) dokumentasi pribadi (b) referensi (Putra et al., 2014)
Deskripsi menurut Putra et al., (2014) adalah sebagai berikut :
UWS ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih pada permukaan luar
karang. Penyakit ini membuat luka kecil berdiameter <1 cm, berbentu bulat
teratur pada permukaan karang. Lama kelamaan bintik-bintik putih ini dapat
bergabung dan membentuk luka yang lebih besar. Di Indonesia UWS
diketahui menyerang genus karang Montipora, Porites, dan Cycloseris. UWS
di Indonesia diakibatkan oleh serangan mikroba pathogen. Untuk itu perlu
mencari antibakteri yang dapat melawan penyakit karang UWS.
D.
a b
Gambar 10. White Plague (a) dokumentasi pribadi (b) referensi (Siringoringo,
2007)
Deskripsi menurut Siringoringo (2007) adalah sebagai berikut :
Penyakit White plague (WP) terlihat mirip dengan WBD, tetapi White
plague menyerang pada karang yang berbeda. Karang jenis massive dan
encrusting yang diamati terlihat adanya jaringan karang yang hilang,
meninggalkan rangka karang yang berwarna putih kosong. Wabah ini
disebut wabah putih. Tetapi peran dari tekanan perubahan lingkungan dan
infeksi bakteri pathogen terhadap hilangnya jaringan belum dilakukan
penelitian.
E.
a b
Gambar 11. BBD (Black Band Diseasse) (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(Siringoringo, 2007)
Ikan Karang
50
45
40
35
Abudefduf vaigiensis
30
Cheilodipterus artus
25
Amphiprion sandaracinos
20
Coradion chrysozonus
15
Hemiglyphidodon plagiometopon
10
5
0
Menjangan Besar Menjangan Kecil
Gambar 12. Kepadatan spesies ikan karang di Pulau Menjangan Besar dan
Pulau Menjangan Kecil
Berdasarkan hasil grafik diatas, jumlah spesies ikan karang yang berada
di pulau Menjangan Besar lebih banyak daripada di pulau Menjangan Kecil.
Namun jumlah ikan di pulau Menjangan Kecil lebih banyak jumlahnya
daripada di pulau Menjangan Besar. Spesies ikan yang dijumpai di pulau
Menjangan Besar yaitu Abudefduf vaigiensis, Cheilodipterus artus, Amphiprion
sandaracinos, Coradion chrysozonus, dan Hemiglyphidodon plagiometopon. Spesies
ikan yang dijumpai di pulau Menjangan Kecil yaitu Abudefduf vaigiensis,
Cheilodipterus artus, Amphiprion sandaracinos.
Hasil yang didapatkan setiap kelompok mengalami perbedaan dikarena
line transek pengamatan tiap kelompok berbeda. Kedalaman merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi. Substrat yang menjadi tempat
menempel terumbu juga mepengaruhi, apabila substrat cocok maka terumbu
karang yang hidup disana akan banyak sesuai dengan kecocokan
substratnya. Hal ini sesuai menurut Harriot dan Fisk (1987), berbagai substrat
kolektor sebagai media penempelan menunjukkan adanya pengaruh
terhadap jenis dan sisi substrat kolektor yang digunakan. Beberapa faktor
penting lainnya yang mempengaruhi tempat hidup, kondisi lingkungan,
perbedaan kedalaman perairan. Perbedaan kedalaman mempengaruhi
jumlah atau lama penyinaran.
Spesies ikan yang paling banyak di pulau Menjangan Besar yaitu
Hemiglyphidodon plagiometopon dan spesies yang paling sedikit yaitu Abudefduf
vaigiensis dan Cheilodipterus artus. Pada sisi barat Pulau Menjangan Besar
memiliki kelimpahan komposisi ikan karang yang paling tinggi yang
ditemukan sebanyak 11 family dan 24 genus ikan karang. Dengan didominasi
oleh genus Abudefduf sebanyak 39,69% dan genus Caesio sebanyak 31,89%.
Selain itu juga ada beberapa ikan ekonomis seperti dari genus Ephinepelus
dan genus Naso dari family Acanthuridae. Sedangkan, pada sisi timur Pulau
Menjangan Besar memiliki kelimpahan komposisi ikan karang yang paling
dominan yaitu ikan mayor Abudefduf dengan persentase 20,77%. (KKP,
2018).
Spesies ikan yang paling banyak di pulau Menjangan Kecil yaitu
Abudefduf vaigiensis dan spesies yang paling sedikit yaitu Amphiprion
sandaracinos Pada sisi selatan Pulau Menjangan Kecil memiliki kelimpahan
komposisi ikan karang yang terdiri dari 9 famili dan 20 genus. Persentase
komposisi jenis ikan karang Pomacentrus sebesar 35,51%, kemudian genus
Abudefduf sebesar 28,86%, dan persentase genus lain merata dibawah 10%.
Pada sisi selatan Pulau Menjangan Kecil juga ditemukan jenis ikan herbivora
yang tergolong dalam family Scarini dan genus Scarus (KKP, 2018).
indeks H C E
3
2.5
1.5
Pulau Menjangan Besar
1 Pulau Menjangan Kecil
0.5
0
HECHECHECHECHECHECHECHEC
KEL.1 KEL.2 KEL.3 KEL.4 KEL.5 KEL.6 KEL.7 KEL.8
19%
10%
71%
Ikan Target
21%
Ikan Mayor
79%
A b
Gambar 16. Abudefduf vaigiensis (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://fishesofaustralia.net.au/home/species/310)
Klasifikasi menurut Quoy& Gaimand (1825) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Perciformes
Family: Pomacentridae
Genus: Abudefduf
Spesies: Abudefduf vaigiensis
Deskripsi menurut Zulfianti (2014).adalah sebagai berikut :
Spesies Abudefduf vaigiensis berwarna abu-abu kehitaman dengan 5 garis
biru (termasuk garis di dasar ekor) biasa didapatkan warna kuning di atas
punggung, biasanya membentuk kelompok makan di pertengahan air atau
biasa menjaga sarang di dalam celah-celah berbatu, biasa didapatkan di
terumbu garis pantai dan lereng luar sampai 12 m.
B.
a b
Gambar 17. Cheilodipterus artus (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?ID=5780&AT=Wolf+c
ardinalfish)
Klasifikasi menurut Smith (1961) adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Apogonidae
Genus : Cheilodipterus
Spesies : Cheilodipterus artus
Deskripsi menurut Gon, O. (1993) adalah sebagai berikut :
Cheilodipterus artus memiliki duri punggung berjumlah 7 buah. Memiliki duri
sirip dorsal 9 buah. Memiliki duri sirip anal 2 buah. Cheilodipterus artus kecil
memiliki vbercak hitam kecil yang dikelilingi oleh bercak emas besar pada
ekornya. Memiliki warna abu-abu dengan memiliki 8 garis coklat kemerahan.
Pada saat dewasa dapat mebgubah warnanya dengan cepat. Hidup pada
kedalaman 3,2- 4 meter .
C.
a b
Gambar 18. Amphiprion sandaracinos (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://fishesofaustralia.net.au/home/species/1278)
Klasifikasi menurut Allen (1972) adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion sandaracinos
Deskripsi menurut Froese, R. (2010) adalah sebagai berikut :
Amphiprion sandaracinos memiliki sirip dorsal berjumlah 10 dimana sirip
lemahnya berjumlah 13-14 sirip dan sirip anal berjumlah 2 buah. Memiliki
warna dan bentuk yang sangat bervariasi. Ciri-ciri pada tubuhnya terletak
pada tiga garis tebal berwarna putih, satu di belakang mata, satu di dekat
anus, dan satu di pangkal ekor yang berwarna putih, kadang kekuningan.
Bersifat omnivora, melakukan perkembangbiakkan secara monogami, dan
berkembang biak dengan bertelur.
D.
a b
Gambar 19. Coradion chrysozonus (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://fishesofaustralia.net.au/home/species/424)
Klasifikasi menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut :
Kindom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Chaetodontidae
Genus : Coradion
Spesies : Coradion chrysozonus
Deskripsi menurut adalah sebagai berikut :
E.
a b
Gambar 20. Hemiglyphidodon plagiometopon (a) dokumentasi pribadi (b)
referensi (http://fishesofaustralia.net.au/home/species/356)
Klasifikasi menurut Bleeker (1852) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Perciformes
Family: Pomacentridae
Genus: Hemiglyphidodon
Spesies: Hemiglyphidodon
plagiometopon
Deskripsi menurut Dianne J. Bray (2018) adalah sebagai berikut:
Hemiglyphidodon plagiometopon memiliki Sirip punggung 14-15 buah, Sirip
dubur 2 buah, Sirip dada 16-17. Sejumlah ganggang kecil dan invertebrata
seperti polychaetes, krustasea dan foraminiferans merupakan makanan
Hemiglyphidodon plagiometopon . betina melekatkan telur pada substrat. Jantan
yang siap memijah akan menjaga telur tersebut sampai menetas.
Rekrutmen kelompok ikan karang yang membentuk suatu komunitas
pada suatu lokasi baru masih memiliki keterkaitan dengan komunitas ikan
karang pada daerah sekitar dengan dipengaruhi variasi demografi lokalnya
(Yanuar dan Aunurohim, 2015). Ikan karang merupakan salah satu kelompok
hewan yang berasosiasi dengan terumbu karang. Keberadaannya mencolok
dan ditemukan pada berbagai mikrohabitat di terumbu karang. Ikan karang,
hidup menetap serta mencari makan di areal terumbu karang (sedentary).
Sehingga apabila terumbu karang rusak atau hancur maka ikan karang juga
akan kehilangan habitatnya. Sebagai ikan yang hidupnya terkait dengan
terumbu karang maka kerusakan terumbu karang dengan sendirinya
berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang (Ilham, 2007).
4.5. Identifikasi Genus Karang (Coral Finder Tool) (Data Masing-Masing
Kelompok)
Diidentifikasi bentuk pertumbuhan karang dengan dilihat pada kolom
key group dalam halaman pertama Coral Finder Tool. Selanjutnya, ditentukan
bentuk dan mengukur besar koralit pada karang tersebut. Setelah ditentukan
besar koralit atau bentuk khusus maka langsung diarahkan pada halaman
utama (look alike). Dibandingkan karang yang diamati dengan gambar karang
pada kolom colony, corallites, dan close up. Dikonfirmasikan ciri-ciri karang
tersebut dengan karakteristik kunci deskripsi dan dilihat gambar karang
pada kolom skala. Dicatat nama genus karang yang telah diamati sesuai
dengan keterangan genus yang terdapat pada Coral Finder Tool (Timotius,
2013).
Kelebihan coral finder antara lain cepat dan mudah untuk dimengerti.
Coral Finder sangat cocok untuk pemula yang ingin belajar mengidentifikasi
karang karena sistematis penggunaan Coral Finder ini cukup jelas dan
mudah. Coral Finder mempermudah penggunanya dengan meringkas
genus-genus karang sebanyak kurang lebih 66 Genus di daerah Indo-Pasific
kedalam suatu buku panduan jenis karang yang bisa dibawa ke dalam air.
Selain memiliki kelebihan coral finder juga memiliki kelemahan antara lain
coral finder hanya menjadikan life form sebagai acuan dasar dalam
penentuan genus karang, coral finder tidak bisa menggambarkan coralit
secara 3 dimensi sehingga kadang susah untuk membedakan coralit satu
dengan yang lain (Timotius, 2013).
A.
A b
Gambar 21. Fungia sp (a)dokumentasi pribadi (b) referensi
(http://atj.net.au/marineaquaria/Fungia_sp_.html)
Klasifikasi menurut Lamarck (1801) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Famili : Fungiidae
Genus : Fungia
Deskripsi menurut Veron (1993) adalah sebagai berikut:
Fungia sp memiliki tentakel meruncing pendek, yang keluar pada malam
hari. Tentakel ini terletak di antara gigi septal seperti pisau yang memancar
keluar dari pusat. Menggunakan jaring mukosa sebagai senjata yang akan
menyebabkan nekrosis. Polip karang Fungia sp dapat bereproduksi secara
seksual dan aseksual.
Deskripsi manurut adalah sebagai berikut :
B.
a b
Gambar 22. Seriatopora sp (a) dokumentasi pribadi (b) referensi
(https://www.orafarm.com/products/hardcoral/seriatopora/)
Klasifikasi menurut Lamarck (1816) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Sclerectinia
Famili : Pociloporidae
Genus : Seriatopora
Deskripsi manurut Hoeksema (2014). adalah sebagai berikut :
Anggota genus ini membentuk semak-semak kecil dengan cabang
anastomising (menghubungkan). Ujung cabang meruncing tajam dan bentuk
pertumbuhan bervariasi, tergantung pada tingkat cahaya dan pergerakan air.
Corallites disusun dalam baris yang rapi dan polip hanya memanjang di
malam hari. Warna karang ini bisa berwarna kuning, oranye, merah muda,
hijau atau coklat.
Allen, G. R. & M. Adrim. 2003. Review article; Coral reef fishes of Indonesia.
Zool Stud. 42(1): 1-72.
Arief, D. 1984. Pengukuran Salinitas Air Laut dan Peranannya dalam Ilmu
Kelautan. Jurnal Oseana. 4(1): 3-10.
Giyanto, et al. 2017. Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Hill, J. And C. Wilkinson, 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs.
A Resources for Managers. Australian Institute of Marine Science,
Townville, 117 pp.
Romimoharto, K., dan Juwana. S.2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Saptarini,D., Mukhtasor., dan I.F.M.Rumengan. 2016. Variasi Bentuk
Pertumbuhan (lifeform) Karang di Sekitar Kegiatan Pembangkit Listrik,
studi kasus kawasan perairan PLTU Paiton, Jawa Timur. Prosiding
Seminar Nasional Biodiversitas. 5(2): 1-9.
Yanuar,A., dan Aunurohim. 2015. Komunitas Ikan Karang pada Tiga Model
Terumbu Buatan (Artificial Reef) di Perairan Pasir Putih Situbondo,
Jawa Timur . Jurnal Sains dan Sintesis. 4(1): 2337-3520.
Lampiran 1. Perhitungan
Tutupan Karang
KELOMPOK
KEL.1 KEL.2 KEL.3 KEL.4 KEL.5 KEL.6 KEL.7 KEL.8
P. Menjangan
Besar 38 74 90 86 64 64 64 78
P. Menjangan
Kecil 56 90 90 72 84 53 70 70
Descriptive Statistics
Correlations
N 16 16 16 16
N 16 16 16 16
N 16 16 16 16
N 16 16 16 16