Disusun Oleh :
LELY LUTFITASARI
115080601111021
FAHREZA OKTA S.
115080601111031
MAMIK MELANI
115080601111033
MUHAMMA SAIFUL A.
115080601111043
AHMAD ZAIN N.
115080601111047
LILIK ARTI W.
115080601111049
ZULFAN KHAIDAR
115080601111050
MUHAMMAD ALI Y.
115080601111055
JEFRI TRI S.
115080601111058
RIVIA RELEN
115080601111060
KATA PENGANTAR
terhadap
kepunahan. Sehingga
kondisi tersebut
Penulis,
1. PENDAHULUAN
Anggota
dari kelas ini yang hidup di lautan diantaranya adalah paus dan lumbalumba (cetacea), sapi laut (sirenia), pinnipedia dan karnivora. Ordo Sirenia
(sapi laut) adalah mamalia laut herbivora berukuran besar. Salah satu
spesies dari ordo sapi laut adalah dugong. Spesies ini hidup di daerah
perairan pantai tropis, tepatnya di padang lamun.
Hal tersebut
dikarenakan makanan dari dugong adalah lebih dari 90% lamun dan
sisanya adalah beberapa jenis algae (seaweed).
Spesies ini berstatus rentan terhadap kepunahan dalam IUCN Red
List of Threatened Animals. Di Indonesia, pada tahun 1970 populasi
dugong mencapai 10.000 ekor. Pada tahun 1994, populasi hanya tinggal
1.000 ekor. Status tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
pencemaran pada habitat, penangkapan, kecelakaan dan sebagainya.
Kondisi tersebut mengharuskan diadakannya sebuah upaya yang
dapat melindungi dugong agar tidak cepat menjadi punah. Upaya yang
dilakukan untuk melindungi suatu spesies ataupun ekosistem disebut
konservasi. Konservasi dugong dapat dilakukan dengan tiga pendekatan,
yaitu pendekatan ekologi, sosial budaya dan ekonomi, dan mekanisme
yang tepat adalah konservasi ex-situ.
Impian
Jaya
Ancol
(SWI-TIJA),
Jakarta
yang
menggunakan akuarium raksasa untuk merawat dugong. Konservasi exsitu suatu spesies dapat dilakukan karena adanya pengetahuan mengenai
kondisi lingkungan, makanan, tingkah laku, dan sebagainya. Oleh karena
itu, diperlukan berbagai studi mengenai dugong (Diana, 2007).
Salah satu studi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan
konservasi adalah tingkah laku. Tingkah laku dugong membantu dalam
mengetahui
ancaman
yang
dapat
mengganggu
keberadaan dugong
5. Untuk mengetahui cara melestarikan dugong
2. TINJAUAN PUSTAKA
berwarna kelabu dan beberapa lebih terang. Kulit dugong tebal, keras,
berkerut dan ditutupi bulu-bulu kecil. Lengan depan termodifikasi menjadi
sirip pektoral dengan panjang 35-45 cm, yang digunakan sebagai
pendorong pada dugong muda.
Gambar 1. Dugong
dari 90% isi perut adalah lamun dan sisanya adalah beberapa jenis alga
(seaweed).
Cilacap
bagian
selatan,
Segara
Anakan,
dan
detik. Hal ini dilakukan sebagai salah satu tingkah laku terestrial atau
untuk melindungi anaknya. Selain itu, dengan mengeluarkan suara,
dugong dapat saling berkomunikasi. Dugong juga berkomunikasi dengan
mengeluarkan suara bergetar dengan frekuensi lebih dari 740 Hz, dalam
batas 3-18 kHz dengan durasi 4 menit (khalifah, 2011).
Suara dugong memiliki 2-4 harmoni, bahkan dapat lebih dari itu.
Dugong juga berkomunikasi melalui salakan yang lebih keras dengan
frekuensi 500-2.200 Hz dengan durasi 3-12 detik. Para ilmuwan meyakini
bahwa dugong menghasilkan suara-suara tersebut dari bagian depan
kepalanya, lebih tepatnya pada bagian larynx.
Secara
umum,
setiap
hewan
mengeluarkan
suara
untuk
3. PEMBAHASAN
dengan
menggunakan
bibir
dan
bulu-bulu
perairan.
Lamun
diberikan
dengan
cara
tingkah
laku
ini,
dugong
juga
melakukan
pergerakan.
Bernafas
Dugong merupakan salah satu dari jenis mamalia,
sehingga dugong bernafas dengan menggunakan paru-paru.
Dugong hidup di dalam air, sedangkanparu-paru tidak dapat
mengambil oksigen yang ada di dalam air. Oleh karena itu,
dibutuhkan adaptasi untuk menghadapi kondisi tersebut.
Dugong harus bergerak ke permukaan untuk bernafas. Proses
tersebut dibantu oleh adanya organ hidung yang berada
bagian depan atas dari kepalanya. Hidung dilengkapi dengan
penutup sehingga ketika menyelam air tidak dapat masuk ke
dalam saluran pernafasan.
11
Istirahat
Tingkah laku istirahat adalah tingkah laku dugong
melakukan kegiatan berdiam diri. Istirahat dilakukan dalam
beberapa posisi tubuh. Pertama, meletakkan seluruh tubuh di
dasar. Kedua, posisi kepala disandarkan ke bagian dinding
dan ekor di dasar.
Jelajah
Jelajah adalah tingkah laku berenang dan menyelam.
Tingkah laku ini dibantu pergerakan ekor untuk gaya
dorongnya, sedangkan pergerakan tungkai depan dan kepala
membantu mengatur arah renang. Bentuk tubuh dugong yang
streamline juga memudahkan pergerakannya di dalam air.
Dugong dapat berenang dengan kecepatan 8-10 km/jam
(Grzimek, 1972).
Tingkah laku jelajah yang dilakukan dugong memiliki
beberapa
fungsi,
seperti
untuk
mengambil
nafas
ke
Menggaruk
Tingkah laku menggaruk adalah kegiatan dari dugong
yang menggesek-gesekkan badannya ke dasar perairan.
Bagian yang digesekkan didominasi bagian punggung dari
dugong. Dugong melakukan tingkah laku ini untuk membantu
membersihkan tubuhnya dari jamur ataupun bakteri yang
menempel di tubuhnya. Dugong menggosokkan punggungnya
untuk membersihkan dari parasit dan teritip yang menempel.
Tingkah laku ini dominan dilakukan di pagi hari. Hal ini terjadi
karena kotoran dari hari sebelumnya menumpuk di pagi hari,
sebelum dibersihkan oleh petugas (Marsh, 1997).
Flatus
Tingkah laku flatus merupakan kejadian dimana dugong
mengeluarkan gas dari anusnya.
13
Jika dalam
3.4
kegiatan
Hunting
Sebelum tahun 1970-an penelitian menunjukkan bahwa
dugongs aktif diburu. Perlu diketahui
bahwa kegiatan
Dynamite fishing
Pemakaian dynamite fishing
kehidupan
laut.
Dynamite
fishing
tampaknya
tidak
telah
Karena adanya
penurunan
perburuan
populasi
oleh
Spesies
manusia
Dugong
secara
disebabkan
berlebihan
untuk
15
dan
penggunaan
racun
ikan
(potasium
sianida)
dapat
untuk
secepat
mungkin
melepaskan
Dugong
yang
pantai
yang
dapat
menyebabkan
degradasi
pantai.
17
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan dalam pembuatan Makalah ini
adalah :
dibuang
19
DAFTAR PUSTAKA