Mata Kuliah
Ilmu dan Pegelolaan Terumbu Karang
Disusun oleh :
Desiana Wahyu K.
115080600111032
115080601111020
Salmana W.
115080600111022
Mamik Melani
115080600111033
Silvi Fitria
115080613111009
Kelas : I03
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
kehadirat
Allah
SWT
yang
telah
memberikan
rahmad
serta
perlindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas paper Ilmu dan Pengelolaan
Terumbu Karang
makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dari dosen pada mata kuliah Mikrobiologi
Laut .
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dalam perbaikan-perbaikan kepenulisan ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga dapat terselesaikannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan banyak memberikan informasi yang positif.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
3.4.3 Ancaman terhadap terumbu karang di kawasan segiiga terumbu karang ............ 24
1. Pembangunan pesisir .............................................................................................. 24
2. Pencemaran yang Berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) ................................... 24
3. Pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut .................................................. 25
4. Penangkapan yang berlebih dan merusak ............................................................... 25
3.4.4 Ancaman terhadap terumbu karang pada masa depan ...................................... 26
3.4 struktur pengelolaan coral triangel initiative (CTI) ...................................................... 28
4. PENUTUP ....................................................................................................................... 30
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 30
4.2 Saran......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 31
1. PENDAHULUAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
sebagai tempat pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, dan
tempat
keanekaragaman
hayati.
Secara
umum
manfaat
terumbu
karang
dapat
Fungsi pariwisata
Fungsi ini berkaitan dengan keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan
airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi.
Fungsi perikanan
Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan menangkap ikan di kawasan ini.
Fungsi biodiversity
Ekosistem ini mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang
tinggi. Terumbu karang ini dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi
untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat
tinggi.
2. Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh karena
adanya faktor alam. Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai tsunami,
gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan
global yang menyebabkan pemutihan karang. Aktivitas alam yang menimbulkan
kerusakan ekosistem terumbu karang.
Tabel 2. aktivitas alam dan akibat yang ditimbulkan
3. Overfishing
Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah perlindungan
laut di atasnya dapat menghasilkan $12.000/km2/tahun jika penangkapan dilakukan
secara berkelanjutan. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan
racun dan bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif lainnya (seperti
penambangan karang, perusakan dengan jangkar, dan lain-lain) menghasilkan jauh
lebih sedikit keuntungan ekonomi.
2.7 Alternatif Solusi Penyelamatan Terumbu Karang
Ancaman terhadap terumbu karanag kian hari semakin serius. Oleh karena itu
diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar kelestarian terumbu karang tetap terjaga yang
pada akhirnya generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya terumbu
karang tersebut. Prinsip dasar yang harus dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang
secara lestari adalah sebagai berikut:
1. Melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi
atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang.
2. Mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan
program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat
setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan
upaya pelestarian lingkungan.
3. Mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,
pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.
3. PEMBAHASAN
wilayah
perairan di daerah tropis dengan luas 5,7 km yang meliputi 6 Negara diantarannya adalah
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste. Kawasan
Segitiga terumbu karang ini merupakan habitat sekaligus rumah bagi separuh dari seluruh
spesies karang. Dimana 76% adalah total jenis karang yang diketahui dan 37% dari jenis
karang pembentuk terumbu yang dikenali. Pemerintah dari masing - masing ke 6 Negara
bersama organisasi lingkungan dan penyandang dana, bersepakat dalam Inisiatif Segitiga
Karang atau Coral Triangle Initiative untuk menangani berbagai ancaman dengan tujuan
membentuk kelestarian terumbu karang, keberlanjutan perikanan dan ketersediaan pangan.
Alasan mengapa kawasan tersebut bernama Segitiga terumbu karang dikarenakan,
jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang di ke 6 negara tersebut
maka akan menyerupai bentuk segitiga. Itu sebabnya wilayah tersebut bernama Coral
Triangle.
baku salah satu industri ikan tuna terbesar di dunia. Di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu
Karang, kira-kira 45% garis pantainya dilindungi oleh terumbu karang. Persentase tertinggi
garis pantai yang terlindung ini ada di Kepulauan Solomon (70%) dan Filipina (65%).
Indonesia merupakan kawasan segitiga terumbu karang yang memiliki terumbu
karang yang cukup baik diantaranya Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Berdasarkan
sebuah kajian ekologi yang dipimpin oleh The Nature Conservancy (TNC) dengan
melibatkan para ahli terumbu karang dan ikan dunia pada tahun 2002 ditemukan sekitar 537
jenis karang dan 1074 jenis ikan di kepulauan Raja Ampat. Jumlah jenis terumbu karang di
Raja Ampat tersebut merupakan 75% dari seluruh jenis terumbu karang dunia yang pernah
ditemukan. Beberapa kepulauan di Indonesia yang lain juga memiliki jenis karang cukup
tinggi adalah Kepulauan Derawan, Kaltim (444 jenis karang), Pulau Banda (330 jenis), Nusa
Penida, Komodo, Bunaken, Wakatobi dan Teluk Cendrawasih.
3.2 Profil Negara Coral Triangle
a.
Indonesia
Keanekaragaman hayati
Terumbu karang Indonesia memiki berbagai macam keanekaragaman hayati,
tercatat ada lebih kurang 590 spesies karang keras,76 yang mewakili lebih dari 95%
jumlah spesies yang tercatat di Pusat Segitiga Terumbu Karang. Di terumbu karang
Indonesia terdapat populasi ikan dan biota laut lain yang banyak dan beraneka
ragam dengan sedikitnya tercatat 2.200 spesies ikan karang di perairan Indonesia.
Dari 2.200 spesies ikan karang, hanya 197 spesies yang dianggap endemik yang
menunjukkan bahwa sebagian besar spesies mempunyai ruaya yang luas dan saling
berhubungan di seluruh Kawasan Segitiga Terumbu Karang. Indonesia juga
merupakan pusat keanekaragaman mangrove dan lamun di dunia, merupakan
tempat bagi seperlima hutan mangrove dunia dan ekosistem lamun yang luas.
Status
Menurut data pada survei COREMAP tahun 2007, terumbu karang Indonesia
dinilai sangat sehat. Dimana 21% sehat, 42% sedang, dan 34% buruk atau sangat
buruk berdasarkan ambang batas tutupan karang keras untuk hidup. Persentase
terumbu karang yang sehat dan sangat sehat berkurang dibandingkan dengan survei
yang dilakukan pertama kali pada tahun 2003.
Pada tahun 2010, kenaikan suhu air laut yang tidak biasa menyebabkan
terjadinya pemutihan karang massal di seluruh Asia Tenggara yang berdampak pada
banyak terumbu karang di Indonesia. Daerah yang terkena paling parah adalah
sekitar Sumatera dan Sulawesi, dengan 80-90% terumbu karang mengalami
pemutihan di sekitar Aceh. Pemutihan tingkat rendah hingga sedang juga terlihat di
Jawa, Bali, Lombok, Papua Barat, dan Maluku.
b. Malaysia
Keanekaragaman hayati
Secara keseluruhan, kira-kira 540 spesies karang keras telah dikenali di
perairan Malaysia. Terumbu karang tersebut merupakan bagian dari biogeografi
Pusat Segitiga Terumbu Karang dan menyediakan keanekaragaman karang dan
ikan yang jauh lebih kaya dibanding daerah lain. Di seluruh Malaysia, terdapat
sedikitnya 925 spesies ikan penghuni terumbu karang. Banyak ikan karang tersebut
mendapat manfaat karena dekat dengan mangrove pantai, yang menyediakan
habitat dan perlindungan dari pemangsa, terutama selama tahap yuwana. Dari 73
spesies mangrove yang diketahui di dunia, 40 spesies dijumpai di Malaysia.
Status
Menurut survei keadaan terumbu karang yang dilakukan oleh Pemeriksaan
Terumbu Karang Malaysia pada awal 2010 pada 67 tempat yang tersebar di seluruh
Malaysia, terumbu karang di Semenanjung Malaysia mempunyai tutupan karang
keras hidup rata-rata 48% dan di Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak) rata-rata
35%. Pemutihan terumbu karang yang parah terjadi di sepanjang pantai timur
Semenanjung Malaysia, yang mengenai 75-90% terumbu karang.
c. Papua Nugini
Keanekaragaman hayati
Papua Nugini memiliki tatatan khas, baik ekosistem darat maupun laut.
Sekitar 78% daratan utama tertutup oleh hutan alam ekosistem pesisir dan laut
mencakup padang lamun, hutan mangrove, dan lebih dari 14.500 km2 terumbu
karang (6% dari dunia). Sedikitnya 514 spesies karang keras tercatat di bagian utara
Papua Nugini, termasuk di pulau-pulau lepas pantai. Di Teluk Kimbe di pantai utara
Britania Baru, tercatat ada lebih dari 860 spesies ikan karang. Teluk Milne di ujung
timur daratan utama, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan sedikitnya
511 spesies karang keras1 dan lebih dari 1.100 spesies ikan karang.
Status
Terumbu karang di Papua Nugini belum diselidiki secara luas dan hanya
sedikit data tersedia dari laporan pemantauan jangka panjang. Namun, data yang
tersedia menyebutkan bahwa rata-rata tutupan karang keras sering kali lebih dari
40% meski data tersebut sangat beragam yang tergantung pada tempat, jenis
terumbu karang, dan kedalaman. Hal-hal yang tampaknya menjadi penyebab
penurunan tersebut adalah gabungan antara pemutihan karang (yang diamati pada
tahun 1997 - 2001), penambahan limpasan endapan dari daratan, dan ledakan
populasi bintang laut berduri pemakan karang. Keadaan terumbu karang meningkat
membaik antara tahun 2003 dan 2007 dengan tutupan karang bercabang mencapai
sebanyak 26%.
d. Filiphina
Keanekaragaman hayati
Filipina memiliki daerah terumbu karang seluas 22.500 km2 yang merupakan
9% terumbu karang dunia dan menjadikannya negara dengan terumbu karang
terluas ketiga di dunia setelah Australia dan Indonesia. Semua jenis terumbu karang
ada di Filipina sebagian besar adalah terumbu karang tepi di sepanjang garis pantai
serta di beberapa daerah, terumbu karang penghalang, atol, dan takat. Dengan luas
dan beragamnya jenis terumbu karang yang ditambah dengan keberadaannya di
dalam pusat biogeografi Segitiga Terumbu Karang Secara keseluruhan hingga saat
ini tercatat ada 464 spesies karang keras, 1.770 spesies ikan karang dan 42 spesies
mangrove ada di Filipina.
Status
Kajian pada tahun 2004 menemukan bahwa terumbu karang yang dianggap
dengan keadaan sangat baik telah berkurang dari 5% pada tahun 1981 menjadi 1%,
dan terumbu karang dengan keadaan baik berkurang dari 25% pada tahun 1981
menjadi 5% pada tahun 2004. Survei yang dilakukan di tempat di seluruh Filipina
antara tahun 2002 dan 2004 menemukan bahwa kebanyakan tempat (94%) memiliki
tutupan karang hidup (karang keras dan lunak) dengan keadaan sedang atau buruk
(50% tutupan karang hidup) sedangkan 24 tempat dengan keadaan baik.
e. Kepulauan Solomon
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati laut dan kekayaan spesies Kepulauan Solomon
adalah salah satu yang paling tinggi di dunia. Jenis terumbu karang meliputi terumbu
tepi, takat, penghalang, goba, dan atol, dengan keseluruhan luas terumbu karang
hampir 6.750 km2. Survei tersebut juga mencatat 1.019 spesies ikan karang yang di
antaranya merupakan tambahan atas jumlah spesies yang sudah diketahui.141
Banyak diantara keanekaragaman ini dapat disebabkan oleh sangat beragamannya
jenis habitat dan keadaan lingkungan yang ditemukan di seluruh kepulauan ini yang
berkisar dari pertelukan yang terlindung, goba yang tertutup, terumbu karang
penghalang hingga hutan mangrove dan padang lamun.
Status
Dibanding dengan bagian lain dalam Kawasan Segitiga Terumbu Karang,
karang dan sumberdaya laut di Kepulauan Solomon tergolong dalam keadaan baik.
Pada tahun 2007, gempa bumi dahsyat dan tsunami menghantam Kepulauan
Solomon bagian barat. Di daerah yang terkena paling parah, karang menjadi patah,
terbalik, retak atau tertutup oleh endapan. Di beberapa tempat, pergeseran dasar
laut telah memindahkan karang dari tubir terumbu; dan di sejumlah tempat lain,
terumbu karang, lamun, dan mangrove yang sebelumnya terendam air terangkat dari
dalam air dan terpapar.
f. Timor Leste
Keanekaragaman Hayati
Sekitar 146 km2 terumbu karang tepi terletak di perairan pantai Timor-Leste
yang sebagian besar di sepanjang pantai utara dan sekitar dua pulau lepas pantai.
Terumbu karang di Timor-Leste belum diteliti dengan baik sehingga hanya ada
sedikit catatan tentang keanekaragaman hayatinya. Namun karena berada di dalam
Pusat Segitiga Terumu Karang, terumbu karang dan ekosistem pesisir lain seperti
mangrove mungkin memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi seperti negara lain
di kawasan ini. Mangrove dapat ditemukan terutama di sepanjang garis pantai utara
namun hutan mangrove di negara ini telah hilang 80% dalam kurun waktu 70 tahun
terakhir.
Status
Hanya sedikit survei mengenai keadaan terumbu karang di Timor-Leste yang
diketahui. Survei dilakukan pada tahun 2004 menilai terumbu karang tepi di sekitar
timur laut Pulau Atauro. Survei tersebut mencatat tutupan karang hidup berkisar 1846% yang dianggap keadaannya sedang. Keanekaragaman ikan karang tinggi
namun kelimpahan kebanyakan spesies ikan mahal seperti kerapu, kaci-kaci (kumpili
liris), dan kakap sangat rendah. Sejumlah spesies yang tidak ditemukan termasuk
yang menjadi sasaran dalam perdagangan ikan hidup seperti kerapu bebek dan
kakatua angke.
3.3 Sejarah Awal dari Kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle)
Pada pertemuan APEC di Sydney tahun 2007, Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono telah mencanangkan perlindungan terhadap terumbu karang di
kawasan segitiga karang dunia bersama 6 negara coral triangle lainnya (CT6). Inisiatif CT6
untuk melindungi terumbu karang di coral triangle disebut Coral Triangle Initiative (CTI).
Inisiatif ini mendapat banyak dukungan dari negara maju seperti Amerika dan Australia.
Pada pertemuan Kepala Negara tersebut CTI Leaders Declaration diadopsi yang
pada intinya menyatakan bahwa seluruh kepala negara sepakat untuk melakukan upayaupaya penyelamatan dan pengelolaan kawasan CT secara berkelanjutan melalui
implementasi Regional Plan of Actions yang telah disepakati bersama.
Regional Plan of Actions yang telah disepakati menggambarkan tujuan utama targettarget dan program-program aksi tingkat regional yang perlu dilakukan untuk pencapaian
tujuan. Adapun Lima tujuan utama tersebut antara lain :
Penetapan
dan
pengelolaan
secara
efektif
kawasan
bioecoregional
(seascapes)
Penerapan
secara
utuh
pendekatan
ekosistem
untuk
pengelolaan
Kelima tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai kegiatan baik di
tingkat negara masing-masing maupun pada tingkat regional.
3.4 Ancaman bagi kawasan segitiga terumbu karang
Sumber daya alam laut dan pantai di Kawasan Segitiga Terumbu Karang dan
banyaknya barang dan jasa yang ada membuat banyak dampak yang dihadapi termasuk
penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan yang mengabaikan sistem
keberlanjutan, sumber- sumber polusi di darat dan perubahan iklim. Faktor-faktor ini
berdampak buruk pada ketahanan pangan, lapangan pekerjaan, dan taraf hidup banyak
rumah tangga yang mayoritas merupakan penduduk yang menggantungkan penghidupan
mereka pada ikan dan sumber daya laut lainnya.
kondisi di Segitiga Terumbu Karang mulai terancam kelestariannya yang disebabkan
adanya berbagai masalah pencemaran dan cara penangkapan ikan yang bersifat destruktif.
Misalnya, dengan menggunakan bom ikan dan racun. Terlebih dengan adanya kenaikan
suhu muka air laut yang menyebabkan gangguan cuaca dan perubahan iklim akibat
pemanasan global, juga turut memicu percepatan kerusakan terumbu karang di dunia.
Faktor lain yaitu adanya tekanan ekonomi masyarakat pesisir yang pada umumnya berada
di bawah garis kemiskinan.
Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), telah melakukan penelitian yang menyebutkan,
kerusakan terumbu karang terbesar disebabkan oleh penangkapan ikan dengan
menggunakan bom ikan. Penelitian menunjukkan, bahan peledak 0,5 kilogram bila
diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada sampai
pada radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali
sampai radius 3 meter dari pusat ledakan. Bukan itu saja, penangkapan ikan dengan
menggunakan bom tidak hanya menghancurkan terumbu karang tetapi juga akan
berdampak buruk bagi usaha perikanan, pelestarian kawasan/ lingkungan dan sektor
pariwisata (Wirasena, 2008)
Kondisi ekologis terumbu karang dalam hal ini tutupan karang hidup mempengaruhi
jumlah ikan karang ekonomis penting yang menjadi target penangkapan dan juga kondisi
terumbu karang ini mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah ini untuk
menyelam. Kondisi ekologis terumbu karang ini tidak terlepas dari adanya ancaman baik
dari faktor alam maupun manusia. Ancaman tersebut dapat mengakibatkan kondisi terumbu
karang semakin memburuk, apabila tidak ditanggulangi dengan baik dapat mengakibatkan
tingkat kematian karang yang semakin tinggi, meskipun ancaman akibat faktor alam sulit
untuk dicegah, tetapi ancaman dari manusia sebisa mungkin dapat ditanggulangi.
Ancaman-ancaman umum terhadap target-target konservasi di Indonesia antara lain
adalah:
1. Penangkapan ikan yang merusak dan tidak berkelanjutan, baik artisanal maupun
komersial, baik legal maupun ilegal;
2. Pariwisata yang merusak (yaitu kerusakan karena jangkar pada terumbu karang,
dampak yang ditimbulkan penyelam pada terumbu karang);
3. Konversi dan pembangunan pesisir (yaitu pemanenan dan konversi bakau,
konstruksi perlindungan di garis pantai, tanggul pemecah ombak);
4. Turunnya kualitas air (yaitu polusi dari sumber-sumber yang terdeteksi dan tidak
terdeteksi dari saluran limbah dan pertanian , sedimentasi karena aliran dari jalan
raya dan tebang habis);
5. Perubahan iklim global (yaitu naiknya suhu air, naiknya permukaan laut,
meningkatnya gelombang badai, erosi garis pantai, pengasaman laut) (Marine
Aquarium Council 2006; Bailey dkk. 2007; Ghofar dkk. 2008; Varkey dkk. 2009).
3.4.1 Ancaman setempat dan dunia terhadap terumbu karang
Sebagian besar terumbu karang di dalam Kawasan Segitiga Terumbu Karang
dan di dunia menghadapi ancaman yang belum pernah dialami sebelumnya. Sebagai
contoh, tingkat penangkapan ikan sekarang ini tidak lestari pada sebagian besar
terumbu karang di dunia, dan mengarah pada kepunahan secara terbatas spesies
ikan tertentu, ambruk dan tutupnya usaha penangkapan, dan perubahan ekologis
yang jelas. Ancaman lainnya merupakan hasil kegiatan manusia yang berlangsung
jauh dari terumbu karang. Pembukaan hutan, budidaya tanaman, peternakan yang
intensif, dan pembangunan pesisir yang tidak terencana dengan baik telah
menambah limpasan endapan dan unsur hara ke perairan pesisir, menutupi
sebagian karang, dan turut menyebabkan pertumbuhan makroalga secara
berlebihan.
Di luar dampak setempat yang luas dan merusak, terumbu karang menghadapi
ancaman yang semakin besar di seluruh dunia terkait dengan naiknya kadar gas
rumah kaca di atmosfir. Bahkan di daerah yang tekanan setempat terhadap terumbu
karangnya kecil, meningkatnya suhu air laut telah menyebabkan kerusakan yang
luas pada terumbu karang melalui pemutihan karang massal, yang terjadi ketika
karang tertekan dan kehilangan secara masal mikroalga zooxanthellae yang
biasanya hidup di dalam jaringan tubuh karang dan menyediakan makanan bagi
karang.
Meningkatnya kadar CO2 di atmosfir, sebagai akibat dari penebangan hutan
dan pembakaran bahan bakar minyak, juga menyebabkan perubahan susunan kimia
pada perairan laut. Sekitar 30% CO2 yang dilepas oleh kegiatan manusia diserap ke
dalam permukaan laut, yang bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.
Pengasaman air laut yang tidak kentara ini berpengaruh sangat besar terhadap
susunan kimia air laut, khususnya pada ketersediaan dan daya larut senyawa
mineral seperti kalsit dan aragonit, yang dibutuhkan oleh karang dan organisme
lainnya untuk membentuk kerangka kapurnya.
susunan kimia air laut ini diduga memperlambat pertumbuhan karang, dan dapat
melemahkan kerangkanya. Pengasaman yang berlanjut akan pada akhirnya
menghentikan pertumbuhan karang dan mulai memicu perontokan secara perlahan
struktur karbonat seperti terumbu karang.
Lebih dari 60% terumbu karang dunia sedang mengalami ancaman langsung
dari satu atau lebih sumber penyebab setempat, termasuk penangkapan berlebih
dan merusak, pembangunan pesisir, pencemaran yang berasal dari DAS, serta
pencemaran dan kerusakan yang berasal dari laut. Diantara tekanan setempat,
penangkapan berlebihan termasuk penangkapan yang merusak merupakan
ancaman langsung yang tersebar paling luas, yang mempengaruhi lebih dari 55%
terumbu karang dunia. Pembangunan pesisir dan pencemaran yang berasal dari
DAS masing-masing mengancam sekitar 25% terumbu karang dunia. Pencemaran
dan kerusakan yang berasal dari kapal tersebar luas, yang mengancam sekitar 10%
terumbu karang di dunia.
Gambar 10. terumbu karang yang terancam oleh gabungan ancaman di kawasan segitiga trumbu
karang
Di Filipina, Malaysia, dan Timor-Leste, hampir semua terumbu karang dinilai
terancam oleh satu atau lebih ancaman setempat. Di Indonesia, hanya sedikit lebih
rendah, yaitu sekitar 93%. Persentase terumbu karang yang terancam lebih rendah
ditemui di Kepulauan Solomon dan Papua Nugini, yaitu masing-masing sekitar 70%
dan 55% menampilkan ringkasan ancaman di delapan negara di dalam Kawasan
Segitiga Terumbu Karang.
Gambar 13. Terumbu karang yang terancam oleh pencemaran dari DAS
Gambar 14. Terumbu karang yang terancam oleh pencemaran dan kerusakan dari laut
dianggap
lestari. Hanya Papua Nugini dan Kepulauan Solomon memiliki terumbu karang luas
dengan ancaman tingkat rendah dari penangkapan yang tidak lestari
karena letak
Gambar 15. terumbu karang yang terancam penangkapan berlebih dan merusak
Gambar 16. ancaman terhadap terumbu karang pada tahun ini, tahun 2030 dan tahun 2050
Pada tahun 2050-an, kami memprakirakan bahwa hampir tidak ada terumbu
karang dengan ancaman tingkat rendah dan hanya sekitar seperempat mengalami
ancaman tingkat sedang sedangkan 75% selebihnya mengalami ancaman tingkat
tinggi, sangat tinggi, atau genting. Sedikit daerah kecil terumbu karang diprakirakan
tetap berada pada tingkat ancaman rendah di Australia dan Pasifik Selatan.
Gambar 17. terumbu karang yang terancam pada waktu ini, tahun 2030 dan tahun 2050
Gambar 18. Terumbu karang yang terancam pada waktu ini, tahun 2030 dan tahun 2050
Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II/ Coral Reef Rehabilitation and Management
Program Phase II (COREMAP II). Program ini merupakan komitmen jangka panjang untuk
mengelola secara berkelanjutan sumberdaya terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya.
Coremap tahap II merupakan fase Akselerasi untuk menetapkan sistem pengelolaan
terumbu karang yang andal di daerah-daerah prioritas, yang merupakan kelanjutan dari
COREMAP tahap I (Inisiasi), dan akan dilanjutkan pada tahap akhir, yaitu COREMAP III
(Institusionalisasi) bersinergi dengan program inisiatif segitiga karang (CTI).
Secara
umum,
COREMAP-CTI
melanjutkan
upaya
melindungi
dan
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
wilayah
kawasan segitiga karang dunia diprakarsai bersama 6 negara coral triangle (CT6).
Inisiatif CT6 untuk melindungi terumbu karang di coral triangle disebut Coral Triangle
Initiative (CTI).
Keanekaragaman hayati yang dimiliki dari ke 6 Negara memiliki jenis dan keadaan
lingkungan yang beranekaragam. Status dari keadaan Terumbu karang yang
terancam dari ke 6 Negara tersebut, Indonesia memiliki keadaan terumbu karang
yang sehat. Dari keadaan Terumbu Karang mengalami kerusakan diantaranya
disebabkan oleh adanya pemutihan karang, penambahan limpasan endapan dari
daratan, adanya penutupan karang dan lain sebagainya.
Ancaman yang terjadi di kawasan segitiga terumbu karang bisa berasal dari alam
maupun dari activitas manusia seperti pembangunan pesisir, Pencemaran ayng
berasal dari daerah aliran sungai, pencemaran dan kerusakan dari laut,
dan
4.2 Saran
Dengan adanya paper tentang segitiga terumbu karang diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai program kerja yang dilakukan oleh CTI (Coral Triangel Initiative ) yang
memiliki inovatif untuk membuat kawasan segitiga terumbu karang ( coral Triangel)
sehingga kita lebih peduli terhadap lingkungan dan kita dapat melestarikan lingkungan yang
ada.
Tidak hanya itu, seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam melestarikan kehdupan
Terumbu karang dan jangan bergantung dengan adanya CTI. Dan kita harus membuat
program yang kedudukannnya sepadan dengan CTI. Sehingga kedua program tersebut
dapat bekerja sama untuk melestarikan Terumbu Karang yang ada diseluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Amin. 2009. Terumbu Karang; Aset Yang Terancam. Akar Masalah Dan Alternatif Solusi
Penyelamatannya. Volume I. No. 2. Juni 2009 UNISMA Bekasi
Burke, Lauretta. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga
Terumbu Karang. World Resouces Institute.
KKP. 2012. Melembagakan Pengelolaan Terumbu Karang. COREMAP-CTI diharakan
menjadi tahap pelembagaan menuju kemandirian pengelolaan terumbu karang.
Suplemen gatra
The natural conservancy. 2010. Analisis Kelayakan Kesepakatan Konservasi Laut Segitiga
Karang Indonesia Temuan-Temuan Sementara Versi Publik (V.2). the natural
conservancy
Varkey, D.A., C.H. Ainsworth, T.J. Pitcher, Y. Goram and R. Sumaila. 2009. Illegal,
unreported and unregulated fisheries catch in Raja Ampat Regency, Eastern
Indonesia. Marine Policy 34 (2010) 228236.