Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penangkaran dan
Restocking Biota Laut
Disusun oleh:
Kelompok 1
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan tugas Penangkaran dan Restocking
Biota Laut pada waktu yang ditentukan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Teknik Penangkaran Penyu. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan untuk itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun dalam
tercapainya perbaikan dimasa mendatang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Taksonomi Penyu ............................................................................ 3
Gambar 2. Penyu Belimbing ............................................................................. 4
Gambar 3. Penyu Sisik ...................................................................................... 5
Gambar 4. Penyu Hijau ..................................................................................... 5
Gambar 5. Penyu Lekang .................................................................................. 6
Gambar 6. Penyu Pipih ...................................................................................... 7
Gambar 7. Penyu Tempayan ............................................................................. 7
Gambar 8. Morfometri ....................................................................................... 8
Gambar 9. Jenis, Jejak dan Ukuran Sarang ....................................................... 9
Gambar 10. Klasifikasi pasir ............................................................................. 11
Gambar 11. Telur Penyu.................................................................................... 17
Gambar 12. Lokasi Penetasan Penyu ................................................................ 18
Gambar 13. Bahan dan Media Proses Penetasan Buatan ................................. 19
Gambar 14. Tata cara pemeliharan tukik dalam bak pemeliharaan ................. 21
Gambar 5. Pengukuran CCL dan CCW pada saat Monitoring Penyu yang
Bertelur
..................................................................................................... 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Oleh sebab itu keberadaannya harus dilestarikan, salah satunya dengan membuat
tempat penangkaran (hatchery dan nursery) agar dapat dilestarikan dengan
melepas kembali anakan penyu (tukik) ke alam.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui biologi taksonomi penyu
2. Mengetahui dan memahami teknik penangkaran penyu
3. Membantu dan mendukung upaya konservasi penyu
1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas didapatkan manfaat yaitu:
Mengetahui teknik penangkaran penyu sehingga penyu dapat
berkembangbiak dengan baik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
4
Penyu belimbing telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun,
kini spesies ini menghadapi kepunahan. Selama dua puluh tahun terakhir jumlah
spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik, hanya sekitar
2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik
menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan
Pasifik, seperti di Indonesia, populasinya hanya tersisa sedikit dari sebelumnya
(2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi
hal tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2006 tiga Negara yaitu Indonesia, Papua
New Guinea dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat
penyu belimbing melalui MoU Tri National Partnership Agreement (WWF,
2008). Penyu belimbing memiliki karapas berwarna gelap dengan bintik putih.
Ukuran penyu belimbing dapat mencapai 180 cm dan berat mencapai 500 kg.
Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan tropis hingga ke lautan
kawasan sub kutub dan biasa bertelur di pantai-pantai di kawasan tropis. Spesies
ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di lautan terbuka dan hanya muncul ke
daratan pada saat bertelur. Penyu belimbing betina dapat bertelur empat sampai
lima kali per musim, setiap kali sebanyak 60 sampai 129 telur. Penyu belimbing
bertelur setiap dua atau tiga tahun dengan masa inkubasi sekitar 60 hari (WWF,
2008).
5
Penyu sisik atau dikenal sebagai hawksbill turtle karena paruhnya tajam
dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung
elang. Demikian pula karena sisiknya yang tumpang tindih/over lapping
(imbricate) seperti sisik ikan maka orang menamainya penyu sisik. Ciriciri umum
adalah warna karapasnya bervariasi kuning, hitam dan coklat bersih, plastron
berwarna kekuningkuningan. Terdapat dua pasang sisik prefrontal. Sisiknya
(disebut bekko dalam bahasa Jepang) banyak digunakan sebagai bahan baku
dalam industri kerajinan tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir,
bingkai kacamata dll. Sebagian besar bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu
sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur.
Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu
menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan
anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi.
Penyu hijau merupakan jenis penyu yang paling sering ditemukan dan
hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil dan
paruhnya yang tumpul. Dinamai penyu hijau bukan karena sisiknya berwarna
hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya berwarna hijau.
6
kerang-kerangan yang hidup di dasar laut seperti kerang remis, mimi dan
invertebrata lain. Penyu tempayan memiliki rahang yang sangat kuat untuk
menghancurkan kulit kerrang. Penyu tempayan dapat dijumpai hampir di semua
lautan di dunia. Hewan ini memiliki panjang 70 cm -210 cm dengan berat 135 kg
– 400 kg. Penyu tempayan memiliki kebiasaan akan kembali ke pantai tempat asal
ia menetas untuk bertelur. Penyu tempayan mulai bertelur setelah berumur 20 –
30 tahun dan mempunyai masa penetasan telur selama 60 hari.
Gambar 8. Morfometri
Pengenalan dari bentuk luar dapat dilakukan dengan mengamati karapas, sisik
pada kepala dan bentuk mulut.
9
ditemukan di Kalimantan Barat dan Papua Barat. Dari semua jenis penyu yang
ada di Indonesia jenis penyu hijau adalah yang terbanyak populasinya.
1. Suhu udara, suhu substrat dan kadar air substrat mempengaruhi laji inkubasi
telur penyu. Semakin tinggi suhu semakin cepat laju inkubasi
2. Ukuran butiran pasir menentukan tingkat kemudahan penyu untuk menggali
substrat. Ukuran pasir yang terlalu besar menyulitkan penyu untuk menggali
3. Suhu udara dan suhu substrat berkorelasi negative terhadap kadar air substrat.
Semakin besae suhu udara dan suhu substrat menyebabkan kadar air semakin
rendah dan sebaliknya.
4. Jarak sarang ke vegetasi berkorelasi negative terhadap komposisi debu dan
suhu udara. Semakin besar jarak sarang ke vegetasi terluar maka komposisi
debu pada substrat sarang dan suhu udara semakin rendah.
5. Semakin tinggi curah hujan dan semakin rendah jarak sarang ke batas pasang,
maka semakin tinggi pula kadar air substrat.
6. Kemiringan pantai berkorelasi positif terhadap kadar air dan jarak sarang ke
vegetasi. Jika kemiringan pantai landau, maka kadar air substrat dan jarak
sarang ke vegetasi semakin besar.
sponges, ubur – ubur, ganggang hijau, dan rumput laut. Penyu lekang dan penyu
pipih menyukai jenis rumput laut, ganggang dan udang-udangan. Penyu tempayan
menyukai makanan jenis sargassum, kepiting, moluska, bulu babi dan nematoda
(Sani, 2000).
Dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia hanya enam yang diketahui hidup
di perairan Indonesia yaitu penyu belimbing, penyu hijau, penyu sisik, penyu
lekang sedangkan penyu tempayan dan penyu pipih tidak diketahui habitat
penelurannya.
Nuitja (1992) menyatakan penyu hidup di perairan laut tropis dan
subtropis, konsentrasi utama penyebaran penyu di perairan dunia dapat
digolongkan dalam wilayah-wilayah sabagai berikut :
1. Penyu hijau dan penyu sisik terdapat di Kepulauan Karibia, Nikaragua, Kosta
Rika, Suriname dan Indonesia serta Filipina
14
Di Indonesia, penyu laut menyebar mulai dari Aceh hingga Irian Jaya.
Penyu laut melakukan migrasi jarak jauh dari lokasi sumber makanan menuju
lokasi penelurannya, umumnya mencari makan di perairan yang ditumbuhi
tanaman atau alga laut. Penyu dewasa bermigrasi ke daerah pantai peneluran pada
periode musim kawin (Nuitja, 1992). Penyu jantan melakukan kopulasi dengan
penyu betina di sekitar pantai peneluran. Penyu jantan bermigrasi kembali ke
daerah semula atau ke tempat lain untuk mencari makan sedangkan penyu betina
tetap berada di sekitar pantai peneluran selama kurang lebih 2 minggu, kemudian
menuju daratan untuk bertelur. Setelah bertelur, penyu betina akan kembali ke
tempat semula atau tempat lain untuk mencari makan (Nuitja, 1992).
Indonesia memiliki enam spesies penyu yaitu penyu hijau, penyu sisik,
penyu tempayan, penyu pipih, penyu lekang dan penyu belimbing. Menurut IUCN
(2013), status jenis penyu ini secara berurutan adalah penyu belimbing
endangered (terancam punah), penyu sisik critically endangered (kritis), penyu
pipih dan penyu lekang endangered (terancam punah) dan penyu hijau vulnerable
(rentan punah).
Penyebaran penyu laut di Indonesia mencakup daerah yang sangat luas.
Spesifikasi laut yang dihuni oleh jenis penyu laut yang hidup di perairan
Indonesia yaitu :
1. Penyu sisik menghuni perairan karang pada pulau-pulau kecil di Laut Jawa
seperti Kepulauan Karimata, Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimun Jawa,
Pulau Manjangan, pulau kecil di selat Flores dan selat Makasar.
15
2. Penyu hijau dan penyu belimbing menghuni pantai yang landau dan luas,
terutama pantai yang langsung berhadapan dengan laut seperti Pulau Penyu di
Sumatera Barat, Pantai Ujung Kulon, Pantai Pangumbahan (Jawa Barat),
Pantai Sukamade, Pulau Barung (Jawa Timur), Pulau Penyu di Laut Banda dan
Pantai Lunyuk di Sumbawa Selatan.
3. Penyu pipih menghuni laut yang dalam seperti di perairan Timor dan Irian Jaya
4. Penyu lekang menghuni pantai yang luas dan berkarang seperti di pulau
Sumatera dan Kalimantan
Jumlah tukik yang dibesarkan tersebut hanya sebagian kecil saja dan
tergantung tujuan dan dukungan fasilitas penangkaran yang menjamin tukik
tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Secara teknis, kegiatan penangkaran meliputi kegiatan penetasan telur (pada
habitat semi alami atau inkubasi), pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik ke
laut. Tahapan kegiatan teknis penangkaran penyu secara rinci meliputi:
Pemindahan telur, Penetasan semi alami, Pemeliharaan tukik dan Pelepasan tukik.
a. Pemindahan Telur
permanen maupun semi permanen, dan dapat juga dikelilingi dengan pohon.
Gambaran lokasi penetasan telur penyu secara alami dapat dilihat pada Gambar
Hal yang perlu diperhatikan bahwa penetasan telur penyu secara semi
alami dalam suatu wadah buatan juga mempunyai kelemahan, yaitu apabila
dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan ketidakseimbangan populasi
di alam, karena perlakuan suhu dalam proses penetasan telur penyu dalam wadah
buatan tersebut dapat mempengaruhi jenis kelamin tukik. Sebutir telur yang
menetas secara alami semestinya jantan, akan tetapi karena perlakukan suhu
dalam proses penetasan telur penyu dalam wadah buatan justru menjadi betina
dan sebaliknya. Gambar 45 berikut ini menyajikan bahan dan media untuk proses
penetasan telur penyu dalam wadah buatan.
Gambar 14. Tata cara pemeliharan tukik dalam bak pemeliharaan (Sumber :
YayasanAlam Lestari, 2000)
Keterangan:
Bak dibuat berukuran kecil, bahan dari plastik karena ringan dan
mudah dipindah-pindah.Apabila bak yang dibuat berukuran besar,
sebaiknya terbuat dari kayu yang dibungkus plastikuntuk menghemat
biaya
Buatkan over flow dalam bak untuk membuang minyak atau sampah-
sampah berukuran kecil yangterapung di permukaan air yang keluar
bersama air buangan
Pasang jaring pada pipa pembuangan agar tukik tidak masuk ke dalam
pipa pembuangan
D. Pelepasan Tukik
Pelepasan yang dimaksud adalah pelepasan tukik ke laut hasil
pemeliharaan yang dilakukan dalam bak-bak penampungan. Tukik-tukik ini dapat
berasal daripenetasan secara alami maupun hasil penetasan buatan. Tujuan
pelepasan adalahuntuk memperbanyak populasi penyu di laut.
22
Pelepasan tukik dilakukan pada waktu malam hari sekitar jam 19.00-05.30 WIB.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tukik tidak mudah dimangsa oleh
predator.
Monitoring terhadap telur dan sarang telur penyu dilakukan sejak awal penyu
mulai bertelur hingga telur-telur tersebut menetas menjadi tukik. Monitoring ini
harus dilakukan rutin setiap hari hingga telur-telur menetas menjadi tukik.
23
Beberapa aktivitas yang harus dilakukan selama monitoring telur dan sarang telur
diantaranya sebagai berikut:
a. Mengukur diameter dan lubang sarang telur.
b. Menghitung jumlah telur yang dilepaskan oleh penyu pada setiap sarangnya.
c. Mengukur diameter dan berat telur penyu.
d. Melakukan penandaan pada sarang telur dan pemagaran di sekitar sarang
telur (baik pada pembinaan habitat peneluran secara alami maupun semi
alami), terutama agar terlindung dari predator.
e. Memindahkan telur-telur penyu jika sarang telur berada pada daerah intertidal
(daerah yang terpengaruh pasang surut) ke daerah supratidal (di atas daerah
intertidal dimana tidak terpengaruh pasang surut).
f. Menghitung jumlah dan persentase telur yang menetas menjadi tukik.
g. Melakukan pemantauan terhadap kondisi sarang telur secara rutin hingga
telur-telur menetas menjadi tukik.
Tukik
Gambar 15. Pengukuran CCL dan CCW pada saat Monitoring Penyu yang
Bertelur (Sumber: Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu hal. 89)
2) Monitoring track penyu (lebar dan pola track penyu ketika datang dan
kembali ke laut).
3) Jika diperlukan, pemasangan tag (tagging), untuk mengetahui pola migrasi,
intensitas peneluran penyu, perkembangan penyu (CCL, CCW dan bobot)
dan ada tidaknya rekrutmen atau penambahan populasi penyu.
4) Pencatatan suhu pasir dalam sarang.
1) Menyediakan area atau lokasi untuk stasiun penangkaran penyu yang tersebar
di seluruh Indonesia, minimal setiap provinsi memiliki satu stasiun
penangkaran penyu
2) Menetapkan kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi penyu
3) Melarang siapapun memasuki dan melakukan kegiatan di kawasan konservasi
penyu tersebut, kecuali dengan izin khusus untuk tujuan pendidikan dan
penelitian.
Teknis pembinaan habitat, secara umum terdiri dari teknis pembinaan habitat
alami dan teknis
pembinaan habitat semi-alami.
Pembinaan habitat penyu juga harus dilakukan pada antar daerah peneluran.
Hal tersebut terutama apabila di satu kawasan terdapat beberapa daerah
peneluran. Pembinaan dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi perairan
diantara daerah-daerah peneluran agar tetap sehat dan menjaga dari hal-hal
yang dapat membuat perairan tercemar.
2) Jalur pergerakan (Migration routes)
Penyu merupakan salah satu hewan yang selalu melakukan migrasi, baik
migrasi untuk mencari makanan, migrasi untuk mencari daerah peneluran
maupun migrasi untuk perkawinan. Oleh karena itu, agar pembinaan jalur
migrasi penyu dapat dilakukan dengan efektif, harus diketahui atau dikaji
terlebih dahulu mana saja jalur-jalur migrasi penyu, sehingga penyu dapat
melakukan migrasi dengan aman dan nyaman.
3) Daerah sumber makanan (Feeding Grounds)
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan penyu di alam adalah
tersedianya makanan yang cukup dan terus menerus bagi penyu. Beberapa
daerah yang dapat menjadi sumber makanan bagi penyu adalah daerah sekitar
terumbu karang dan padang lamun. Oleh karena itu, pembinaan dan
pengelolaan daerah-daerah sumber makanan bagi penyu menjadi hal yang
penting untuk dilakukan. Aktivitas-aktivitas yang dapat merusak daerah
sumber makanan tersebut harus dicegah dan dihindari, seperti penggunaan
bahan peledak dan potassium untuk menangkap ikan di kedua habitat
tersebut.
4) Daerah berdiam selama musim hibernacula
Dalam siklus hidupnya, ada masa-masa penyu berdiam diri tidak melakukan
aktivitas (hibernacula). Selama musim hibernacula, tetap ada ancaman-
ancaman yang mengganggu eksistensi penyu di alam, terutama oleh ulah
manusia. Oleh karena itu, pembinaan dan pengelolaan serta perlindungan juga
harus dilakukan pada habitat hibernacula penyu. Apabila habitat hibernacula
penyu terlindungi dan tetap dalam keadaan baik, maka penyu dapat
melakukan hibernacula dengan aman dan nyaman sehingga aktivitas-aktivitas
penyu pasca hibernacula dapat lebih optimal.
27
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
29
DAFTAR PUSTAKA
Garis. 2005. Metode Survey Vegetasi. Buku. Institut Pertanian Bogor Press.
Bogor. 126 p.
Nuitja. I.N.S. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Buku. Institut
Pertanian Bogor Press. Bogor. 157-160 p.
Karimela, Ely John. 2015. Jenis Karakter Morfologi species penyu yang terdapat
di Indonesia.
http://www.academia.edu/22415436/Jenis_Karakter_Morfologi_species_pe
nyu_yang_terdapat_di_indonesia
Diakses pada tanggal 5 Maret 2018 pada pukul 20.00
30