Anda di halaman 1dari 6

DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA

TENGAH

NEIRA PURWANTY ISMAIL

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Istilah kepantaian yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas dua yaitu
pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Pantai adalah daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah
garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berubah
sesuai dengan pasang surut air laut dan abrasi pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999).
Profil pantai dibawah pengaruh gelombang terbagi atas daerah pecah (breaker zone),
daerah selancar (surf zone) dan daerah hempasan (swash zone) (Brown et al.,1989). Garis
gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan transpor sedimen pantai.
Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut
dalam (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone adalah daerah di antara
bentangan bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai.
Pantai yang landai memiliki daerah surf zone yang lebar. Swash zone adalah daerah yang dibatasi
oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.
Gambar 1 Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan zona dekat pantai dan profil pantai (CERC, 1984
modifikasi)

Pantai Pekalongan dan Batang berada pada pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah dan
mendapat pengaruh gelombang dari laut Jawa yang menyebabkan perubahan garis pantai.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transformasi gelombang, menghitung angkutan
sedimen sepanjang pantai dan menelaah perubahan garis pantai Pekalongan dan Batang selama
kurun waktu tahun 1989 hingga 2002 dengan menggunakan model numerik. Selanjutnya hasil
model divalidasi dengan menggunakan citra satelit. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 6o
5032,74- 6 o 540,36 LS dan 109o 4134,63- 109o 451,26 BT. Garis pantai dianalisis
sepanjang 6 km.
Angin yang berhembus di permukaan laut menimbukan gesekan angin (wind stress)
sehingga terjadi wind wave atau gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan
pemindahan energi angin menjadi energi gelombang. Semakin lama dan kuat angin berhembus,
maka semakin besar gelombang yang terbentuk (Triatmodjo, 1999).
Menurut Komar (1983b); Davis (1991), terdapat tiga faktor penentu karakteristik
gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu;
(1) lamanya angin bertiup atau durasi angin;
(2) kecepatan angin dan;
(3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah
pembangkitan gelombang).
Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dihasilkan dalam
pembangkitan gelombang.
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai akan mengalami perubahan
bentuk karena pengaruh kedalaman laut. Di laut dalam bentuk gelombang adalah sinusoidal, di
laut transisi dan dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang
menjadi semakin landai. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan meningkatnya kecuraman
(H/L) dengan semakin berkurangnya panjang gelombang (L) dan meningkatnya tinggi gelombang
(H). Pada suatu kedalaman tertentu, saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi
gelombang dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, puncak gelombang semakin
tajam sehingga tidak stabil dan pecah yang menyebabkan sebagian energinya hilang. Setelah pecah
gelombang terus menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin
berkurang. Gelombang yang pecah tersebut terus merambat ke arah pantai hingga akhirnya
gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan downrush).
Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh
gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen oleh CERC (1984) dapat
diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport)
dan transpor sepanjang pantai (longshore transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai
mempunyai arah rata-rata tegak lurus garis pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai
mempunyai arah rata-rata sejajar pantai.
Pemodelan adalah proses menjabarkan fenomena kompleks yang terjadi di alam dan
menerjemahkannya menjadi sebuah model pada komputer untuk dapat dipahami kedinamisannya
pada dunia nyata (Bossel (1994) dalam Lakhan (2005)). Menurut Bekey (1977) dalam Lakhan
(2005), model komputer mewakili 17 kesatuan hubungan antara persamaan matematika, aturan
logika, dan program komputer. Penggunaan model untuk mensimulasikan kedinamisan sistem
pantai memerlukan sejumlah asumsi yang diambil dari hubungan logika atau matematika untuk
dibangun dan diformulasikan menjadi model.
Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi (sedimentasi) yang
dapat terjadi secara alami karena faktor alam. Akresi dan abrasi yang terjadi disertai dengan maju
dan mundurnya garis pantai. Perubahan garis pantai tersebut dapat diprediksi dengan membuat
model matematik yang didasarkan pada keseimbangan sedimen pantai yang ditinjau. Akibat
pengaruh transpor sedimen sepanjang pantai, sedimen dapat terangkut sampai jauh dan
menyebabkan perubahan garis pantai. Proses pengembalian garis pantai pada kondisi semula
memerlukan waktu cukup lama. Bahkan apabila gelombang dari satu arah lebih dominan daripada
gelombang dari arah yang lain, sulit untuk mengembalikan garis pantai pada posisi semula.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa transpor sedimen sepanjang pantai
merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai (Triatmodjo, 1999). Berdasarkan
alasan tersebut maka dalam model perubahan garis pantai ini hanya memperhitungkan transpor
sedimen sepanjang pantai. Transpor sedimen lain yang diberikan dalam keseimbangan sedimen
pantai tidak diperhitungkan dalam pemodelan perubahan garis pantai ini.
Pendekatan umum untuk membangun model komputer perubahan garis pantai hampir
serupa dengan model komputer aliran air. Persamaan kontinuitas untuk air digantikan dengan
hubungan kontinuitas untuk pasir/sedimen sehingga menjaga arah volume atau massa pasir total
dan memastikan bahwa tidak ada 18 penambahan atau pengurangan yang luar biasa (Komar,
1983a). Pada model, pantai dibagi menjadi sejumlah sel (ruas). Pada tiap sel ditinjau angkutan
sedimen yang masuk dan keluar. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, jumlah laju aliran massa
netto di dalam sel adalah sama dengan laju perubahan massa di dalam sel tiap satuan waktu
(Triatmodjo, 1999).
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan primer. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi pemerintah atau lembaga terkait, sedangkan
data primer merupakan data yang diambil langsung di lokasi penelitian. Data sekunder yang
digunakan pada penelitian ini antara lain data angin, citra Landsat, peta batimetri, peta Lingkungan
Pantai Indonesia (LPI), peta digital Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan citra multi
temporal Google earth. Data primer yang digunakan adalah data koordinat dan dokumentasi pantai
hasil tracking GPS di lokasi penelitian.
Data angin diperoleh dari European Centre for Medium Range Weather Forecasts
(ECMWF), data kedalaman perairan diperoleh dari peta batimetri Dinas HidroOseanografi TNI-
AL dan data citra satelit Landsat diperoleh dari United State Geological Survey (USGS) National
Aeronautics and Space Administration (NASA). Pengolahan data angin dan gelombang laut dalam
menggunakan perangkat lunak ODV 4.1.3, WRPLOT View 6.5.1 dan Microsoft Excel 2007. Citra
Landsat diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 7.0 dan ArcGIS 9.3. Model perhitungan
transformasi gelombang dan laju angkutan sedimen dibuat menggunakan perangkat lunak Visual
Basic Application 6.5 dalam bahasa basic.
Gambar 2 Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai

Koreksi durasi Koreksi durasi dilakukan untuk mengoreksi durasi angin observasi dengan
durasi angin yang digunakan untuk peramalan pembangkitan gelombang. Data yang diperoleh dari
ECMWF adalah data angin rata-rata harian sehingga perlu dilakukan koreksi untuk memperoleh
kecepatan angin dengan durasi satu jam.
Koreksi stabilitas dilakukan karena adanya perbedaan suhu antara udara dan air laut. Pada
fetch lebih besar dari 16 km, diperlukan koreksi stabilitas.
Peramalan gelombang berdasarkan data angin menggunakan metode Sverdrup Munk
Bretschneider (SMB) yaitu peramalan berdasarkan pertumbuhan energi gelombang (Sverdrup dan
Munk (1947) dalam CERC (1984). Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin yang
dianggap dapat membangkitkan gelombang berdasarkan skala Beaufort (1809) dalam Huler
(2004) kemudian arahnya disesuaikan dengan posisi pantai terhadap arah fetch angin dengan
mengabaikan angin yang datang dari arah daratan.
Citra yang telah dipotong dan dikoreksi, kemudian diolah untuk mendapatkan perubahan
garis pantainya. Ada beberapa tahapan pengolahan citra untuk memperoleh garis pantai,
diantaranya perngolahan citra menggunakan algoritma kemudian komposit citra, selanjutnya
digitasi on screen.
(1) Pengolahan citra dengan menggunakan algoritma Penggunaan algoritma untuk
perubahan garis pantai dengan citra Landsat 4 TM dan 7 ETM+ dilakukan
menggunakan kanal 4, kanal ini akan memberikan pantulan yang tinggi di daratan.
Proses ini dilakukan dengan menggunakan program ER Mapper 7.0. Algoritma yang
digunakan adalah: If i1 (kanal 4) then null else (citra Landsat 4 TM tahun 1989) If
i1 (kanal 4) then null else (citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002) Dimana input i1 adalah
nilai pantulan pada kanal 4.
(2) Komposit citra Penajaman citra bertujuan untuk memperjelas kenampakan objek pada
citra sehingga semakin informatif. Penajaman citra dapat memperbaiki kenampakan
citra dan membedakan objek yang ada pada citra agar informasi lebih mudah
diinterpretasikan. Salah satu teknik penajaman citra untuk kerapatan dan distribusi
vegetasi adalah False Color Composite (FCC). Citra komposit warna kanal, yaitu
kanal dengan urutan filter merah (red/R), filter hijau (green/G), dan filter biru
(blue/B). Komposit citra yang umum digunakan untuk menampilkan batas antara darat
dan laut yang jelas adalah RGB 542.
(3) Digitasi Hasil pengolahan menggunakan algoritma dan hasil komposit citra berupa
data raster kemudian didigitasi on screen untuk memperoleh data garis pantai berupa
poligon yang merupakan data vektor berformat *shp. Garis pantai hasil digitasi inilah
yang digunakan sebagai data garis pantai.

Anda mungkin juga menyukai