Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“Jenis-Jenis Organisme Perikanan Yang Berpotensi Menghasilkan Produk


Bioteknologi”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Pengantar
Bioteknologi Akuakultur”

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Elmi Nurhaidah Z., Dess.

Kelompok 4 :

1. Andi Raihan Mahardika Ramadhan (L031201050)


2. Grenaldo B Markus (L031201059)
3. Muhammad Akram (L031201045)
4. Novelia Bunga Patasik (L031201075)

Budidaya Perairan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Jenis-jenis
organisme perikanan yang berpotensi menghasilkan produk biotek" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar


Bioteknologi Akuakultur. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang organisme akuatik yanag dapat menghasilkan produk biotek bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Elmi Nurhaidah Z.,
Dess., selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Bioteknologi Akuakultur. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua anggota kelompok yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bioteknologi merupakan salah satu bidang sains di mana benda hidup


digunakan untuk menghasilkan produk atau untuk melakukan sesuatu yang
berguna untuk manusia. Tumbuh-tumbuhan, hewan dan juga mikroorganisme
seperti bakteria telah digunakan untuk menghasilkan kebaikan yang dapat
digunakan manusia. Dalam bidang industri perobatan dan pertanian,
bioteknologi bantu dalam menghasilkan suplemen makanan, untuk menguji
diagnosa penyakit. Bioteknologi boleh digunakan untuk menyelesaikan
masalah dan untuk membantu dalam penyelidikan berbagai permasalahan.
hewan serta adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri dan juga
produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian.
Dalam penerapannya sekarang, bioteknologi seringkali dimanfaatkan
untuk segala macam kegiatan atau industriindustri. Seperti industri kesehatan,
pertanian, peternakan dan juga pertanian. Bioteknologi perikanan (aquatic
biotechnology) diartikan sebagai penggunaan organisme (biota) perairan atau
bagian dari organisme perairan, seperti sel dan enzim, untuk membuat atau
memodifikasi produk, untuk memperbaiki kualitas fauna (hewan) dan flora
(tumbuhan), atau untuk mengembangkan organisme guna aplikasi tertentu,
termasuk remediasi (perbaikan) lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan
lainnya.
Bioteknologi perikanan adalah bioteknologi yang ditekankan khusus pada
bidang perikanan. Bioteknologi perairan juga mencakup ekstraksi
(pengambilan) bahanbahan alamiah (natural products atau bioactive
substances) dari organisme perairan untuk bahan dasar industri makanan dan
minuman, farmasi, kosmetika, dan lainnya. Dengan demikian, aplikasi industri
bioteknologi perairan secara garis besar mencakup ekstraksi bahanbahan
alamiah untuk berbagai jenis industri, perikanan budidaya (aquaculture) dan
bioremediasi lingkungan.
B. Rumusan Masalah

1. Kelompok tanaman (mangrove dan lamun)


2. kelompok alga (mikro dan makro)
3. Vertebrata dan invertebrata
4. Mikroorganisme (fungi,bakteri,dan virus)

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang jenis organisme bioteknologi


kelompok tanaman (mangrove dan lamun)
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang jenis organisme bioteknologi
kelompok alga (mikro dan makro)
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang jenis organisme bioteknologi
vertebrata dan invertebrata
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang jenis organisme bioteknologi
mikroorganisme (fungi,bakteri,dan virus)
BAB II
PEMBAHASAN

D. Kelompok Tanaman (Mangrove dan Lamun)

1. Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam tropis yang mempunyai


manfaat ganda, baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun ekologi. Berbeda dengan
hutan daratan, hutan mangrove memiliki habitat yang lebih spesifik karena adanya
interaksi antara komponen penyusun ekosistem yang kompleks dan rumit.
Komponen penyusun ekosistem tersebut saling berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri. Hutan mangrove termasuk tipe
ekosistem yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor edafis sangat dominan
dalam pembentukan ekosistem ini. Namun demikian hutan mangrove rentan
terhadap kerusakan jika lingkungan tidak seimbang. Bahkan rusaknya mangrove
bukan saja diakibatkan oleh proses alami, tetapi juga akibat aktivitas manusia.
Keberadaan eksploitasi hutan mangrove untuk pemenuhan kebutuhan manusia,
cenderung berlebihan dan tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Hal ini
menyebabkan ekosistem hutan mangrove mengalami degradasi, dan secara
langsung kehilangan fungsinya, sebagai tempat mencari pakan bagi bermacam
ikan dan udang yang bernilai komersial tinggi, dan tempat perlindungan bagi
makhluk hidup lain di perairan pantai sekitarnya.
Habitat merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan,
perkembangbiakan, dan penentu keberhasilan dalam kegiatan rehabilitasi dan
pengelolaan mangrove. faktor habitat sangat berpengaruh terhadap komposisi
penyusun ekosistem mangrove bahkan perubahan kualitas habitat secara
kompleks dapat mengakibatkan pergeseran jenis vegetasi penyusunnya. Jenis
vegetasi yang mampu beradaptasi pada kondisi habitat yang mengalami
perubahan dikhawatirkan dapat mendominasi kawasan tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan keanekaragaman jenis di dalam kawasan.
Dalam pengelolaan kawasan mangrove perlu diketahui kondisi ekologis habitat
yang sesuai dengan jenis tanaman yang akan dikembangkan. Faktor habitat yang
memengaruhi vegetasi mangrove bersifat kompleks sehingga diperlukan
penyederhanaan faktor habitat dengan cara klasifikasi atau pengelompokan
habitat. Pengelompokan habitat merupakan salah satu cara yang dianggap tepat
untuk menunjukkan pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan vegetasi
mangrove. Model pengelompokan membantu untuk menunjukkan dominansi atau
kedekatan hubungan masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetasi. Pengelompokan tersebut juga berguna untuk mengetahui
kesamaan faktor pengendali pertumbuhan mangrove pada suatu wilayah dengan
wilayah lainnya. Hal ini akan memudahkan pengelola untuk mengetahui
karakteristik habitat pada masing-masing wilayah sehingga dapat diketahui model
pengelolaan yang efektif dan sesuai dengan kondisi ekologis kawasan serta
bermanfaat dalam optimalisasi pertumbuhan mangrove dan meminimalisir
kegagalan pengelolaan.
 fungsi lain hutan mangrove secara ekologis sebagai berikut :
1. sebagai pelindung kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
2. mengurangi terjadinya abrasi pantai dan intrusi air laut
3. mempertahankan keberadaan spesies hewan laut dan vegetasi
4. dapat berfungsi sebagai penyangga sedimentasi.
5. Daun-daunan sebagai bahan obat-obatan.
Sedangkan fungsi hutan mangrove secara ekonomis yaitu sebagai
penyedia berbagai jenis bahan baku kepentingan manusia dalam berproduksi,
seperti kayu, arang, bahan pangan, bahan kosmetik, bahan pewarna, dan
penyamak kulit, sumber pakan ternak dan lebah.
Oleh sebab itu, kerusakan dan kepunahan hutan mangrove perlu dicegah,
dan perlu dikelola secara benar, mendasarkan pada prinsip ekologis dan
pertimbangan sosial ekonomis masyarakat di sekitarnya.

2. Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (Anthophyta) yang hidup


dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizoma),
berakar, dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif. Lamun
juga merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan yang hidup di perairan laut
dangkal dengan kedalaman 0.5-10 m dan tumbuh padat membentuk padang
lamun dengan kepadatan mencapai 4.000 tegakan/m2 dan mempunyai
biomassa sebesar 2 kg/m2. Lamun memiliki struktur tubuh mulai dari akar,
daun, bunga hingga biji. Lamun beradaptasi penuh untuk dapat hidup pada
lingkungan laut. Salah satu bentuk adaptasi lamun untuk dapat bertahan pada
lingkungannya adalah memiliki akar rimpang (rhizome) yang membuat lamun
mampu bertahan meskipun dengan arus laut yang cukup kencang. Selain itu
lamun memiliki kemampuan untuk melakukan polinasi di bawah air yang
dikenal dengan Hidrophilus. Padang lamun dapat membentuk vegetasi
tunggal, tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk padang lebat,
sedangkan vegetasi campuran terdiri dari 2-12 jenis lamun yang tumbuh
bersama-sama pada satu substrat. Spesies lamun yang biasanya tumbuh
dengan vegetasi campuran adalah Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia,
dan Syringodium isoetifolium. Sedangkan yang tumbuh dengan vegetasi
tunggal adalah Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendrom ciliatum.
Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman
hayati dan memiliki produktivitas primer yang tinggi pada perairan laut
dangkal. Ekosistem ini juga memiliki asosiasi dengan berbagai kelompok
organisme, salah satu diantaranya adalah ikan. Ekosistem Lamun mempunyai
peranan penting bagi kehidupan ikan, yaitu sebagai daerah asuhan (nursery
ground), sebagai tempat mencari ikan (feeding ground) dan sebagai tempat
berlindung. Beberapa ikan seperti dari famili Scaridae menjadikan lamun
sebagai makanan.
Menurut Tangke (2010) Klasifikasi Lamun menghasilkan buah dan
menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Khusus untuk genera di
daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies
dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun
merupakan tumbuhan laut yang secara utuh memiliki perkembangan sistem
perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada
Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang
diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan
Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang
tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di
laut. Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup
pada lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa
adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap kadar garam yang tinggi,
kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga
untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga
tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan
shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem
lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun
adalah hidrophilus yakni kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah
air.
Lamun hidup dan terdapat pada daerah mid-intertidal sampai kedalaman
0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih
banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah ugahari. Habitat lamun
dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun
merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling
berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sabagai suatu ekosistem, dalam
hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang
dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis,
fisika, kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati
berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat
berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah
pada habitat yang tinggi nutrien. Lamun pada umumnya dianggap sebagai
kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan
habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir
kasar.

E. Kelompok Alga (Mikro dan Makro)

1. Mikroalga
Mikroalga adalah keanekaragaman hayati yang sangat besar dimana sekitar
40.000 telah dijelaskan atau dianalisis . Mikroalga dibagi menjadi 10
(sepuluh) divisi dan delapan dari mereka adalah bentuk uniseluler. Dari
delapan divisi, enam telah digunakan sebagai pakan alami untuk budidaya
ikan. Setiap divisi alga tidak hanya memiliki fungsi khusus yang memberikan
kontribusi untuk karakter kelompok tetapi juga merupakan spesies yang juga
membedakan nomor dari spesies lain. Chlorophyta adalah mikroalga
keturunan kuno memiliki beragam taksonomi dan sudah dijelaskan sekitar
8.000 spesies dan tetap belum terdeskripsikan setidaknya 5.000 spesies,
dalam memperkirakan nilai, terutama di daerah tropis dan subtropics.
Eksploitasi alga sebagian besar terbatas untuk digunakan sebagai pakan alami
bagi ikan budidaya. Namun, mikroalga dapat digunakan sebagai suplemen
makanan bergizi tinggi. Alga merupakan sumber komponen bioaktif yang
bermanfaat bagi kehidupan. Misalnya, Chlorella sp. banyak digunakan
sebagai suplemen karena mengandung asam lemak tak jenuh (omega 3, 6,
dan 9), serat, vitamin, protein, dan mineral. Chlorella sp. dan Spirulina juga
dapat digunakan sebagai antioksidan untuk potensi dan sifat dari N. oculata
mikroalga menunjukkan kelayakan sebagai bahan baku untuk biofuel.
Potensi pengembangan mikroalga lebih tinggi dibandingkan dengan
tumbuhan tingkat tinggi, sebab :
1. Ukuran lebih kecil dengan luas permukaan untuk masa yang sama lebih
tinggi, sehingga kemampuan berfotosintesis lebih baik dikarenakan
kerapatan klorofil lebih tinggi yang berpengaruh kepada laju fotosintesis.
2. Dapat dikultur dalam dimensi volume sehingga pemanfaatan luas lahan
sama hasil akan lebih efisien dan lebih besar.
3. Daur hidup yang pendek mampu berkembang dengan cepat dalam waktu
yang singkat (3 – 7 hari setelah inkubasi).
4. Kandungan nutrisi, kandungan proksimat mikroalga lebih lengkap dan
nilai nutrisi dapat dimanipulasi dengan cara manipulasi genetik.

Keberadaan mikroalga atau kelimpahan mikroalga di lingkungan sangat


bervariasi terutama di areal yang lembap. Kelimpahan mikroalga di alam
yang begitu luas belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh manusia. Hal ini
dikarenakan kurangnya identifikasi dari mikroalga.
Sampai saat ini kurang lebih 20.000 jenis mikroalga telah teridentifikasi
dan hanya sedikit yang telah dapat diisolasi dan dikultur. Beberapa mikroalga
tidak dikultur karena belum ada yang mencoba untuk mendapatkannya.
Beberapa juga belum dapat dikultur karena perkembangan metode isolasi dan
kultur mikroalga belum begitu baik. Berbagai jenis mikroalga merupakan
organisme fotosintetik, kebanyakan uniseluler, dan struktur reproduksinya
kurang berkembang baik.
Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
zat hara makro, zat hara mikro dan kondisi lingkungan pertumbuhan. Faktor
lingkungan yang berpengaruh meliputi cahaya, suhu, pH, medium dan aerasi.
Selain faktor tersebut, pertumbuhan mikroalga juga dipengaruhi oleh faktor
internal berupa sifat genetik.

1. Klasifikasi mikroalga berdasarkan cara hidupnya

Berdasarkan cara hidupnya mikroalga dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Fitoplankton
Hidup bebas mengambang/ melayang di air. Cara bergerak terbawa bebas
mengikuti arus air (pasif). Ada yang aktif disebut neuston.

2. Fitobentos
Hidup melekat pada substrat/ sesuatu di dasar perairan. Berdasarkan
ukuran dibedakan menjadi makroalga bentos dan mikroalga bentos.
Tergantung tipe substrat, rerumputan/ tumbuhan air dan arus air. Tipe
substrat: stabil misalnya batu dan tidak stabil misalnya pasir.

3. Alga simbiotik
Hidup bersama dan saling berasosiasi dengan organisme lain. Keuntungan
adanya simbion adalah inang mendapat makanan sedangkan alga mendapat
perlindungan/ lingkungan tetap dan zat-zat makanan. Kerugiannya daerah
penyerapan hara/ sinar untuk inang berkurang/ sempit.
a. Lichen a Alga (phycobion)
Chlorophyta : Trebouxia, Pseudotrebouxia
Cyanobacteria : Nostoc, Chroococcus
b. Binatang à di atas rambut-rambut mati, cangkang siput, dan di dalam
kerangka
serangga/laba-laba. Contoh: Zoochlorella pada cangkang
siput, Cladophora pada sel kura-kura laut.

4. Aerial algae
Tumbuh di permukaan tanah yang lembab dan cukup sinar matahari untuk
fotosintesis. Contoh:
1. alga hijau di tanah asam, Cyanobacteria di tanah netral.
2. Permukaan batu, di antara batu dan banyak (endolitic), bentuk coccoid.
Contoh: Cyanobacteria
3. Manfaat Mikroalga
 Sebagai energy terbaharukan
Energi terbarukan dan bersih telah diteliti untuk menggantikan bahan
bakar fosil untuk kepentingan energi berkelanjutan dan lingkungan global.
Mikroalga sebanding dengan sumber energi terbarukan lainnya dalam hal
tingkat kelimpahan dan produksi. Per satuan luas, energi yang dihasilkan
oleh mikroalga adalah 30-100 kali lebih besar dari tanaman terestrial.
Aplikasi mikroalga dalam energi dapat memiliki CO bersih nol 2 emisi
karena karbon yang berupa CO 2 adalah tetap melalui fotosintesis selama
pertumbuhan mikroalga. Sekitar 1,83 ton CO 2 dikonsumsi oleh 1 ton
biomassa alga selama budidaya karenanya, produksi besar-besaran dari
biomassa mikroalga secara signifikan akan memberikan kontribusi untuk
mitigasi pemanasan global, dan pemanfaatan biomassa mikroalga di
pembangkit listrik yang ada sangat menarik (Sukarni et al 2018).
Baik untuk bahan baku biofuel adalah Nannochloropsis oculata (N.
Oculata). mikroalga ini milik Eustigmatophyceae kelas, dan uniseluler
alga hijau kecil yang ditandai oleh bentuk-bentuk coccoid dengan diameter
2-5 um. Spesies ini tidak mengandung klorofil b atau pigmen xantofil
seluler. Dinding sel yang hadir, terdiri dari komponen fibrillar dan amorf.
Selulosa, polimer dari 1,4 terkait D-glukosa, merupakan komponen fibril
yang paling umum. Bagian urat saraf tertanam dalam materi mucilaginous
amorf terdiri dari polisakarida, protein, dan lipid. Kadang-kadang, kalsium
karbonat, silika, atau sporopollenin, yang luar biasa bahan tahan, juga
hadir sebagai encrusting zat. Ada kloroplas tanpa korset lamella dan
kloroplas luar membran retikulum endoplasma dengan koneksi membran
langsung ke membran amplop nuklir luar. Spesies ini umumnya
dibudidayakan di industri akuakultur untuk hewan air belakang, terutama
hidup organisme makanan seperti rotifera.
Menurut Sukarni et al (2014),Di luar potensi mikroalga untuk bahan
bakar dalam waktu yang disebutkan di atas, memanfaatkan energi dari
mikroalga harus diperhatikan dalam transparansi penuh sifat fisik dan
kimia. sifat ini adalah parameter penting untuk bahan baku bahan bakar
biomassa karena mereka akan mempengaruhi karakteristik pembakaran
dan mode penanganan yang tepat dalam tungku. Kadar air properti yang
sangat penting yang mempengaruhi karakteristik pembakaran
biomassa,Terutama karena yang diperlukan energi untuk melepaskan
sebelum proses pembakaran berlangsung. Oleh karena itu, akan
mengurangi suhu di dalam ruang bakar. Untuk memastikan proses
pembakaran berkelanjutan, parameter ini harus tepat terkenal. konten
materi yang mudah menguap juga telah ditunjukkan untuk mempengaruhi
perilaku termal dari bahan bakar padat. Tingkat rilis stabil dan kuantitas
menentukan flame pengapian, stabilitas, dan suhu pro fi le di bagian
radiasi dari tungku. Sifat kimia dari biomassa juga parameter kritis karena
mereka menentukan jumlah energi yang terkandung dalam biomassa.
Demikian juga, kehadiran komponen anorganik dalam biomassa di
memengaruhi dalam pembentukan abu,deposito terak, korosi komponen
boiler, dan aerosol. Umumnya konstituen anorganik biomassa adalah Si,
Ca, K, Na, Mg, S, Fe, Mn, dan Al dan konsentrasi setiap elemen dalam
biomassa bervariasi sesuai dengan jenis spesies dan lingkungan tumbuh.
 Plankton bisa menjadi peneduh yang melindungi biota air karena dapat
merasa aman dari sifat kanibalisme.
Semua biota air memakan fitoplankton sebagai produsen primer. Jika
fitoplankton berjumlah sedikit atau sama sekali tidak ada, maka konsumen
di perairan akan menjadi kanibalisme. Kehidupan plankton yang
mengambang bisa meneduhkan  perairan karena sinar matahari sebagian
terserap oleh fitoplankton yang akan digunakannya untuk berfotosintesis.
 Fitoplankton dapat menambah kadar oksigen terlarut dalam air (DO) yang
diberikan melalui proses fotosintesis, sehingga kadar oksigen terlarut
bertambah.
Namun hal itu hanya terjadi pada siang hari. Pada saat malam hari
proses fotosintesis tidak terjadi karena tidak adanya cahaya matahari
sehingga suplai oksigen berkurang. Dalam kondisi ini bakteri  pengurai
bekerja secara anaerob. Zat yang dihasilkan bersifat toksik yang 
berakibatkan buruk bagi organisme perairan. Namun pada siang hari pun
terdapat kemungkinan proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik
karena nilai TDS (ukuran zat terlarut baik bahan organic maupun
anorganik yang terdapat pada sebuah larutan) yang tinggi. Jika nilai TDS
tinggi maka penetrasi cahaya akan berkurang akibatnya proses fotosintesis
juga akan berkurang. Beberapa plankton dapat menurunkan zat beracun.
Dengan cara mengikat zat - zat  beracun juga timbal logam yang
terkandung di perairan tersebut lalu mengendapkannya di bawah.
 Plankton dapat menjaga kestabilan suhu air.
Plankton hidup mengambang dan juga  plankton tersebut menutupi
permukaan di perairan sehingga biota laut yang ada di dalamnya
terlindungi karena fitoplankton membutuhkan sinar matahari untuk 
berfotosintesis, sehingga sinar matahari tidak langsung masuk ke dalam
air, jadi suhunya dapat distabilkan. Plankton sebagai katalisator penyerap
karbon. Phytoplankton berada dalam berbagai  bentuk dan simbion,
sehingga perannya sangat vital dalam kehidupan dan rantai energi di laut.
Misalnya, phytoplankton jenis zooxanthellae melakukan simbiosis dengan
binatang karang dan mampu menyerap CO2  menjadi karbonat yang
selanjutnya tersimpan dalam  bentuk kerangka kapur. Sebagian besar
phytoplankton akan segera mati dan tergantikan oleh proses reproduksi.
Jika bisa dikendalikan, sejumlah besar phytoplankton yang sudah
menyerap CO2,  bisa dikirim ke dasar laut sebagai karbon. Saat ini banyak
penelitian para ahli untuk mengembangkan cara menampung CO2 melalui
phytoplankton dan menyimpan di dasar laut.
 Mengobati penyakit pada ikan
C.vulgaris ekstrak dengan dosis 33 mg / mL dapat lebih
meningkatkan ekspresi HSP70. Bila dibandingkan dengan pengobatan
AV1 yang sama, menginfeksi VNN dan memberikan C.vulgaris Ekstrak
yang sama, dalam pengobatan AV2 ini nilai DAB lebih tinggi, adalah
mungkin bahwa administrasi C.vulgaris ekstrak dengan dosis 33 mg / mL
memiliki efek lebih baik dalam meningkatkan ekspresi HSP70 dalam
tubuh Kerapu clumpy. Nilai ini meningkat dibandingkan dengan enam
perlakuan sebelumnya, seperti hasil pengobatan K, V, A1, A2, A3, namun
menurun dibandingkan dengan AV1 dan AV2. Hal ini disebabkan adanya
infeksi VNN dan administrasi C.vulgaris ekstrak dalam perawatan ini,
yang dapat mengaktifkan ekspresi HSP70. Namun, jika dibandingkan
dengan nilai-nilai DAB AV1 dan AV2, dalam pengobatan ini penurunan
ekspresi HSP70, adalah mungkin penambahan C.Vulgaris ekstrak dengan
dosis 17 mg / mL dan 33 ug / mL lebih baik dibandingkan dosis 50 ug / ml
(Yanuhar et al,2019).
Dua jenis respon imun yang dikembangkan pertahanan host
terhadap infeksi virus adalah tubuh yang dimediasi antibodi (kekebalan
antibodi dimediasi, AMI) dan sel-dimediasi kekebalan (imunitas seluler
dimediasi, CMI). Sistem AMI melibatkan antibodi yang disintesis oleh
sel plasma yang berasal dari sel B Untuk mengaktifkan sel B antibodi
sintesis, antigen memasuki tubuh disajikan oleh APC (sel antigen
menyajikan) melalui molekul MHC II bagi sel-sel CD4 + T (sel T helper).
Sel Th maka akan mensekresikan sitokin yang memberikan sinyal ke sel
B untuk melakukan proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma dan sel
memori B sedangkan CMI dimaksudkan untuk antigen yang terdapat di
dalam sel. Antigen akan dipecah oleh protease menjadi molekul yang
lebih kecil kemudian terikat dengan molekul MHC saya untuk presentasi
ke permukaan sel untuk sel CD8 + T (sel T sitotoksik). sel Tc yang
diaktifkan akan mencari sel target yang ditandai dengan ekspresi
permukaan sel MHC saya di antigen asing ini. sel Tc akan mengikat sel
target melalui Fas dan Fas ligand dan mensekresi perforin dan granzim
yang menginduksi apoptosis pada sel target (Yanuhar et al 2017).

4. Bila terjadi blooming mikroalga


jumlah mikroalga yang tingi akan mengakibatkan terjadi hal seperti
dibawah ini:
 Mikroalga ini dapat membuat pernafasan ikan menjadi tersendat karena
plankton ini menempel di insang.
 Mengandung hydrogen peroksida yang mempengaruhi insang ikan dan
menutup pada respirasi mereka sehingga menghalangi oksigen yang
masuk kedalam insang ikan.
 Fitoplankton menyebabkan blooming. Blooming merupakan fenomena
yang terjadi akibat ledakan perkembangan yang begitu cepat dari
sejenis fitoplankton. Biasanya dari kelompok dinoflagellata
(phyrropyta). Blooming mengakibatkan penurunan produktivitas 
perairan dan kematian pada ikan.
2. Makroalga
Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut yang
tergolong dalam makroalga benthik yang banyak hidup melekat di dasar
perairan. Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong
dalam divisi thallophyta.

A. DALAM INDUSTRI
1. Agar
Agar merupakan produk utama yang dihasilkan dari rumput laut terutama
dari kelas Rhodopycea, seperti Gracilaria, Sargassum dan Gellidium. Agar
memiliki kemampuan membentuk lapisan gel atau film, sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pengemulsi (emulsifier), penstabil (stabilizer),
pembentuk gel, pensuspensi, pelapis, dan inhibitor. Pemanfaatan agar dalam
bidang industri antra lain: industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik,
pakan ternak, keramik, cat, tekstil, kertas, fotografi. Dalam industri makanan,
agar banyak dimanfaatkan pada industri es krim, keju, permen, jelly, dan susu
coklat, serta pengalengan ikan dan daging, Agar juga banyak digunakan
dalam bidang bioteknologi sebagai media pertumbuhan mikroba, jamur,
yeast, dan mikroalga, serta rekombinasi DNA dan elektroforesis. Contoh
produk agar dari Gracilaria disajikan pada Gambar 2.

(a) (b) (c) (d)

2. Pikokoloid
Pikokoloid merupakan golongan polisakarida yang dihasilkan melalui
ekstraksi rumput laut. Pikokoloid mampu membentuk gel sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pengental (emulsifyer) dan stabilisator atau
penstabil makanan. Selain itu, pikokoloid juga dapat digunakan dalam industri
farmasi dan kosmetika. Pikoloid banyak dihasilkan rumput laut dari spesies
alga merah. A
Pemanfaatan pikokoloid berkembang sejak tahun 1990-an dalam industri
makanan, obat-obatan, dan industri-industri lainnya. Pikokoloid dimanfaatkan
dalam industri susu, roti, kue, es krim, permen, bumbu salad, selai, bir,
pengalengan ikan, juga industri farmasi seperti suspensi, salep, dan tablet.
Pikokoloid juga digunakan sebagai penstabil susu kocok dan mencegah
terbentuknya kristal es pada es krim. Pada beberapa cairan obat, pikokoloid
digunakan untuk meningkatkan viskositas dan menjaga suspensi padatan dan
bahan penstabil pasta.

3. Karagenan
Bahan mentah yang terpenting untuk produksi karagenan adalah
carrageenate dan derivatnya (turunan) seperti Chondrus crispus dan berbagai
macam species Gigartina, khususnya Gigartina stellata dan juga Eucheuma
serta species Hypnea. Selain itu sumber bahan mentah lainnya adalah
Chondrococcus hornemannii, Halymenia venusta, Laurencia papillosa,
Sarconema filiforme, dan Endocladia, Gelidium tertentu, Gymnogongrus,
Rhodoglossum, Rissoella, Yatabella species dan Rumput laut Merah lainnya.
Karagenan sering kali digunakan dalam industri farmasi sebagai
pengemulsi (sebagai contoh dalam emulsi minyak hati), sebagai larutan
granulasi dan pengikat (sebagai contoh tablet, elexier, sirup, dll). Disebutkan
bahwa depolimerisasi yang tinggi dari jota-karagenan digunakan sebagai obat
dalam terapi gastrik yang bernanah, yang mungkin tidak mempunyai efek
fisiologis sampingan. Karagenan digunakan juga dalam industri kosmetika
sebagai stabiliser, suspensi, dan pelarut. Produk kosmetik yang sering
menggunakan adalah salep, kream, lotion, pasta gigi, tonic rambut, stabilizer
sabun, minyak pelindung sinar matahari, dan lainnya. Karagenan juga
digunakan dalam industri kulit, kertas, tekstil, dan sebagainya.
B. RUMPUT LAUT SEBAGAI BAHAN BIODIESEL
Pemanfaatan alga sebagai biodiesel sebetulnya menjawab pertentangan
dua kutub dalam memanfaatkan biodisel yang berasal dari tanaman daratan,
yaitu kutub yang berorientasi pada penggunaan lahan untuk pangan dan kutub
yang cenderung mengkonversi lahan untuk bahan baku biodiesel dari tanaman
sebagai energi terbarukan. Keberadaan rumput laut sebagai sumber energi
alternatif tidak akan mengganggu pemanfaatan lahan daratan. Kegunaan
rumput laut sangat luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.
Saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber yang tidak
terbarukan (minyak, batubara, dan gas), yakni sekitar 80,1%, dimana masing-
masing adalah minyak sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas
20,44%. Sumber energi terbarukan, tapi mengandung risiko tinggi adalah
energi nuklir sekitar 6,3%. Sumber energi yang terbarukan baru sekitar
13,6%, terutama biomassa tradisional sekitar 8,5%. Yang tergolong
terbarukan disini termasuk tenaga surya, angin, tenaga air, panas bumi dan
bio-energi. Keuntungan penerapan bionergi sudah jelas, yakni: (1) terbarukan
dan berkelanjutan, (2) bersih dan efisien, (3) netral dari unsur karbon, malah
bisa berdampak negatif terhadap karbon, (4) dapat menggantikan bahan bakar
minyak untuk transportasi, (5) mengurangi pemanasan global (global
warning) dan pencemaran udara, pencemaran air, dan (6) menjawab
ketergantungan pada energi yang tak terbarukan.

C. PEMANFAATAN RUMPUT LAUT DALAM BIDANG


KESEHATAN
Kandungan nutrisi dalam rumput laut merupakan dasar pemanfaatan
rumput laut di bidang kesehatan. Nutrisi yang terkandung dalam rumput laut
antara lain:
1. Polisakarida dan Serat
Rumput laut mengandung sejumlah besar polisakarida. Polisakarida
tersebut antara lain alginat dari rumput laut coklat, karagenan dan agar dari
rumput laut merah dan beberapa polisakarida minor lainnya yang ditemukan
pada rumput laut hijau. Kebanyakan dari polisakarida tersebut bila bertemu
dengan bakteri di dalam usus manusia, tidak dicerna oleh manusia, sehingga
dapat berfungsi sebagai serat. Kandungan serat rumput laut dapat mencapai
30-40% berat kering dengan persentase lebih besar pada serat larut air.
Kandungan serat larut air rumput laut jauh lebih tinggi dibanding dengan
tumbuhan daratan yang hanya mencapai sekitar 15% berat kering.
Kandungan polisakarida yang terdapat di dalam rumput laut berperan
dalam menurunkan kadar lipid di dalam darah dan tingkat kolesterol serta
memperlancar sistem pencernaan makanan. Komponen polisakarida dan serat
juga mengatur asupan gula di dalam tubuh, sehingga mampu mengendalikan
tubuh dari penyakit diabetes. Beberapa polisakarida rumput laut seperti
fukoidan juga menunjukkan beberapa aktivitas biologis lain yang sangat
penting bagi dunia kesehatan. Aktivitas tersebut seperti antitrombotik,
antikoagulan, antikanker, antiproliferatif (antipembelahan sel secara tak
terkendali), antivirus, dan antiinflamatori (antiperadangan).

2. Mineral
Kandungan mineral rumput laut tidak tertandingi oleh sayuran yang
berasal dari darat. Fraksi mineral dari beberapa rumput laut mencapai lebih
dari 36% berat kering. Dua mineral utama yang terkandung pada sebagian
besar rumput laut adalah iodin dan kalsium (Fitton, 2005). Laminaria sp.,
rumput laut jenis coklat merupakan sumber utama iodin karena kandungannya
mampu mencapai 1500 sampai 8000 ppm berat kering. Rumput laut juga
merupakan sumber kalsium yang sangat penting. Kandungan kalsium dalam
rumput laut dapat mencapai 7% dari berat kering dan 25-34% dari rumput
laut yang mengandung kapur.
Kandungan mineral seperti yang telah disebutkan di atas memberikan efek
yang sangat baik bagi kesehatan. Iodin misalnya, secara tradisional telah
digunakan untuk mengobati penyakit gondok. Iodin mampu mengendalikan
hormon tiroid, yaitu hormon yang berperan dalam pembentukan gondok.
Mereka yang telah membiasakan diri mengkonsumsi rumput laut terbukti
terhindar dari penyakit gondok karena kandungan iodin yang tinggi di dalam
rumput laut. Kandungan mineral lain yang juga tak kalah penting adalah
kalsium. Konsumsi rumput laut sangat berguna bagi ibu yang sedang hamil,
para remaja, dan orang lanjut usia yang kemungkinan dapat terkena risiko
kekurangan (defisiensi) kalsium.

3. Protein
Kandungan protein rumput laut coklat secara umum lebih kecil dibanding
rumput laut hijau dan merah. Pada rumput laut jenis coklat, protein yang
terkandung di dalamnya berkisar 5-15% dari berat kering, sedangkan pada
rumput laut hijau dan merah berkisar 10-30% dari berat kering. Beberapa
rumput laut merah, seperti Palmaria palmate (dulse) dan Porphyra tenera
(nori), kandungan protein mampu mencapai 35-47% dari berat kering. Kadar
ini lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan protein yang ada di
sayuran yang kaya protein seperti kacang kedelai yang mempunyai
kandungan protein sekitar 35% berat kering.

4. Lipid dan asam lemak


Lipid dan asam lemak merupakan nutrisi rumput laut dalam jumlah yang
kecil. Kandungan lipid hanya berkisar 1-5% dari berat kering dan komposisi
asam lemak omega 3 dan omega 6. Asam lemak omega 3 dan 6 berperan
penting dalam mencegah berbagai penyakit seperti penyempitan pembuluh
darah, penyakit tulang, dan diabetes. Asam alfa linoleat (omega 3)banyak
terkandung dalam rumput laut hijau, sedangkan rumput laut merah dan coklat
banyak mengandung asam lemak dengan 20 atom karbon seperti asam
eikosapentanoat dan asam arakidonat. Kedua asam lemak tersebut berperan
dalam mencegah inflamatori (peradangan) dan penyempitan pembuluh darah.
Hasil penelitian membuktikan bahwa ekstrak lipid beberapa rumput laut
memiliki aktivitas antioksidan dan efek sinergisme terhadap tokoferol
(senyawa antioksidan yang sudah banyak digunakan).

5. Vitamin
Rumput laut dapat dijadikan salah satu sumber Vitamin B, yaitu vitamin
B12 yang secara khusus bermanfaat untuk pengobatan atau penundaan efek
penuaan (antiaging), Chronic Fatique Syndrome (CFS), dan anemia. Selain
vitamin B, rumput laut juga menyediakan sumber vitamin C yang sangat
bermanfaat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, meningkatkan
aktivitas penyerapan usus terhadap zat besi, pengendalian pembentukan
jaringan dan matriks tulang, dan juga berperan sebagai antioksidan dalam
penangkapan radikal bebas dan regenerasi vitamin E. Kadar vitamin C dapat
mencapai 500-3000 mg/kg berat kering dari rumput laut hijau dan coklat,
100-800 mg/kg pada rumput laut merah. Vitamin E yang berperan sebagai
antioksidan juga terkandung dalam rumput laut. Vitamin E mampu
menghambat oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) atau kolesterol buruk
yang dapat memicu penyakit jantung koroner (Ramazanov, 2005).
Ketersediaan vitamin E di dalam rumput laut coklat lebih tinggi dibanding
rumput laut hijau dan merah. Hal ini dikarenakan rumput laut coklat
mengandung α, β, dan γ-tokoferol, sedangkan rumput laut hijau dan merah
hanya mengandung α- tokoferol. Di antara rumput laut coklat, kadar paling
tinggi yang telah diteliti adalah pada Fucuceae, Ascophyllum dan Fucus sp
yang mengandung sekitar 200-600 mg tokoferol/kg berat kering.

6. Polifenol
Polifenol rumput laut dikenal sebagai florotanin, memiliki sifat yang khas
dibandingkan dengan polifenol yang ada dalam tumbuhan darat. Polifenol
dari tumbuhan darat berasal dari asam galat, sedangkan polifenol rumput laut
berasal dari floroglusinol (1,3,5-trihydroxybenzine). Kandungan tertinggi
florotanin ditemukan dalam rumput laut coklat, yaitu mencapai 515% dari
berat keringnya.
Polifenol dalam rumput laut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga
mampu mencegah berbagai penyakit degeneratif maupun penyakit karena
tekanan oksidatif, di antaranya kanker, penuaan, dan penyempitan pembuluh
darah. Aktivitas antioksidan polifenol dari ekstrak rumput laut tersebut telah
banyak dibuktikan melalui uji in vitro sehingga tentunya kemampuan
antioksidannya sudah tidak diragukan lagi. Selain itu, polifenol jugaterbukti
memiliki aktivitas antibakteri, sehingga dapat dijadikan alternatif bahan
antibiotik. Salah satunya terbukti bahwa rumput laut mampu melawan bakteri

D. RUMPUT LAUT SEBAGAI SUMBER BIOPIGMEN


Eksplorasi sumber alternatif biopigmen selain dari tumbuhan dan
makroorganisme lain perlu terus diupayakan, mengingat pigmen memiliki
berbagai macam bioaktifitas yang menguntungkan bagi manusia. Pigmen
karotenoid dan klorofil telah disadari sebagai senyawa bahan alam yang
dikenal sebagai pigmen kehidupan. Pigmen tersebut banyak dimanfaatkan
pada berbagai bidang, di antaranya pada industri makanan dan minuman,
obat-obatan, sensitizer sel surya, dan bioinsektisida. Eksplorasi potensi
rumput laut sebagai sumber biopigmen alternatif, diharapkan dapat
menambah khasanah keanekaragaman pigmen yang telah ada.
Warna thallus rumput laut yang berbeda-beda sebagai salah satu ciri
morfologinya, diduga merupakan manifestasi dari pigmen yang disintesis oleh
rumput laut. Agen pemberi warna rumput laut tersebut merupakan pigmen,
seperti klorofil dan karotenoid, serta beberapa pigmen unik lainnya.

1. ` Klorofil
Klorofil merupakan pigmen utama yang berperan dalam proses
fotosintesis dengan menyerap dan menggunakan energi cahaya matahari
untuk mensintesis oksigen dan karbohidrat yang dibutuhkan sebagai nutrisi
alga. Klorofil merupakan pigmen pembawa warna hijau. Struktur dasar
klorofil adalah porpirin, dimana atom nitrogen pada keempat cincin pirol
dalam makrosiklik membentuk ikatan kovalen dengan ion Mg 2+ yang
merupakan pusat dari molekul klorofil.
Klorofil a merupakan pigmen utama yang terdapat pada hampir semua
organisme fotosintetik oksigenik, terletak pada pusat reaksi dan bagian tengah
antena. Klorofil a merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab
terhadap proses fotosintesis. Oleh karena itu, pigmen ini menjadi penting bagi
pertahanan hidup rumput laut atau untuk berkompetisi dengan organisme lain
dalam sebuah habitat tertentu. Keberadaan klorofil a pada rumput laut
dilengkapi dengan pigmen pendukung (aksesori) yaitu klorofil b, c, atau d dan
karotenoid yang berfungsi melindungi klorofil a dari foto-oksidasi.

F. Vertebrata dan Invertebrata

1. Ikan kakap,nila digunakan untuk membuat kekian.

Produk kekian merupakan salah satu dari produk diversifikasi perikanan dimana
tekstur menjadi salah satu parameter penting dalam penentuan mutu. Mutu yang
diharapkan oleh konsumen tentunya kekian memiliki tekstur yang kenyal dan
padat, tanpa menghilangkan cita rasanya yang khas dan enak. Bahan baku utama
dalam pembuatan kekian berasal dari surimi. Surimi merupakan bahan baku
antara atau setengah jadi (intermediate)yang potensial untuk pembuatan berbagai
produk makanan berbasis surimi (surimi based product) seperti bakso ikan,
kekian, sosis ikan dan lain lain. ambahan daging ikan nila, ikan kakap dan ikan
belanak pada produk kekian saat dilakukan pengolahan adalah salah satu upaya
meningkatkan mutu. Mutu yang diharapkan oleh konsumen tentunya kekian
memiliki tekstur yang kenyal dan padat tanpa menghilangkan cita rasanya yang
enak. Penambahan daging yang berbeda digunakan sebagai perlakuan guna untuk
melihat perbedaan tekstur dari kekian selain itu sebagai variasi dari produk kekian
itu sendiri supaya konsumen tidak jenuh dalam menikmati produk diversifikasi
perikanan.Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Kakap Merah
(Lutjanus sanguineus). Proses pembuatan surimi dari ikan kakap sebagai bahan
baku utama. Ikan Kakapdicuci hingga bersih, kemudian ikan dipotong dalam
bentuk fillet dan dipisahkan dari kulit, tulang dan kepalanya. Fillet ikan kemudian
digiling menggunakan penggiling daging hingga berbentuk lumatan daging.
Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali dan pada pencucian terakhir diberi tambahan
garam 0,3%. Penambahan garam (NaCl) 0,3% dilakukan pada pencucian terakhir
agar mudah mengurangi kadar air di dalam daging. Setelah itu daging ikan yang
dihasilkan dan telah melalui tahapan pencucian dilakukan pengepresan
menggunakan kain blacu dan dongkrak press untuk menghilangkan sisa yang
masih terkandung di dalamnya. Setelah surimi telah dihasilkan, tahap selanjutnya
adalah melakukan penyiangan terhadap ikan Belanak, ikan Nila Merah dan ikan
Kakap Merah yang akan dugunakan sebagai tambahan pada proses pembuartan
kekian. Ikan kemudian dibersihkan dan disiangi, kemudian dipotong dalam bentuk
fillet dan dagingnya digiling menggunakan penggiling daging hingga berbentuk
lumatan daging. Pembuatan kekian dilakukan dengan cara surimi yang telah
dihasilkan kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam food processor untuk
dicampur dengan bumbu-bumbu dan bahan tambahan yang dibutuhkan termasuk
ditambahkan lumatan daging ikan yang berbeda habitatnya. Bahan tersebut
kemudian dicampur hingga menjadi adonan yang telah rata. Adonan yang telah
tercampur rata lalu dipindahkan ke dalam wadah. Proses pencetakan adonan
dilakukan diatas kembang tahu. Suhu yang digunakan dalam pemanasan awal
yaitu 40°C selama 30 menit dan pemasakan 90°C selama 20 menit. Kekian yang
telah matang segera diangkat.

Ikan kakap

Ikan kurisi
Ikan nila

2. Molluska

Mollusca adalah hewan lunak dan tidak memiliki ruas. Tubuh hewan ini
tripoblastik, bilateral simetri, umumnya memiliki mantel yang dapat
menghasilkan bahan cangkok berupa kalsium karbonat. Cangkok tersebut
berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat kapur misalnya
kerang, tiram, siput sawah dan bekicot. Namun ada pula Mollusca yang tidak
memiliki cangkok, seperti cumi-cumi, sotong, gurita atau siput telanjang.Sampai
saat ini, banyak orang Indonesia yang kurang paham, manakah yang disebut
"siput", "keong" atau "kerang". Cumi-cumi atau sotong kadangkala disebut "ikan
cumi-cumi/sotong" (padahal tidak ada hubungannya dengan ikan).

3. Kerang

Cangkang kerang memiliki senyawa makro kalsium karbonat sekitar 98,7%,


senyawa kalsium karbonat sangat tinggi dibandingkan cangkang telur,batu
gamping, keramik dan bahan lainnya. Tinggi kadar kalsium karbonat dalam
cangkang kerang dapat dilihat pada tingkat kekerasannya. Semakin keras
cangkang, maka semakin tinggi kadar kalsium karbonatnya. Pemanfaatan tepung
kulit kerang dapat dijadikan bahan penunjang pada industri barang jadi karet,
CaCO3 merupakan bahan pengisi dalam pembuatan ‘”dot karet anak sapi”.
4. Cumi-cumi

Cumi-cumi merupakan binatang lunak dengan tubuh berbentuk silindrisSirip-


siripnya berbentuk trianguler atau radar yang menjadi satu pada ujungnya. Pada
kepalanya di sekitar luabang mulut terdapat 10 tentakel yang dilengkapi dengan
alat penghisap (sucker). Tepung cumi – cumi adalah produk berkadar air rendah
yang diperoleh dari pengeringan dan penggilingan cumi – cumi tanpa
penambahan material apapun. keunggulan cumi-cumi sebagai bahan pangan
hewani dari laut (sea food) adalah hampir semua bagian tubuhnya dapatdimakan,
yakni mencapai 80%. Selain itu cumi-cumi mengandung zat-zat giziyang sangat
lengkap dan mengandung asam lemak tidak jenuh, khusunya jenisω-3 (omega-3)
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

G. Mikroorganisme (fungi, bakteri dan virus)

Mikroorganisme atau yang sering juga disebut mikroba merupakan Organisme


hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya bisa diamati dengan bantuan
mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun dari satu sel (uniseluler) dan ada
juga yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun organisme
uniseluler hanya tersusun atas satu sel, mikroorgnisme tersebut menunjukkan
semua karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi,
berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi.
Mikroorganisme terdapat di mana-mana. Interaksinya bersama mikroorganisme
atau dengan organisme lain dapat berlangsung dengan cara aman dan
menguntungkan, maupun merugikan. Mikroorganisme juga sering diasosiasikan
dengan penyakit-penyakit infeksi atau pembusukan makanan. Namun, mayoritas
mikroorganisme justru memberikan kontribusi bagi keseimbangan ekosistem
lingkungan hidup, khususnya bagi kesejahteraan umat manusia.

Dalam bidang perikanan, mikroorganisme juga banyak dimanfaatkan untuk


pengelolaan lingkungan karena dapat memperbaiki kualitas lingkungan perairan.
Selain itu, karena mikroba mampu merespon perubahan fisika atau kimia dalam
suatu lingkungan sehingga dapat digunakan sebagai indikator alami terhadap
perubahan lingkungan akibat dari pencemaran air. Organisme yang termasuk ke
dalam golongan mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi, protozoa, alga
mikroskopis, dan virus. Bakteri, virus, dan archaea termasuk ke dalam golongan
prokariot, sedangkan fungi, protozoa, dan alga mikroskopis termasuk ke dalam
golongan eukariot. Pada umumnya mikroorganisme yang paling sering digunakan
dalam bioteknologi yaitu bakteri, fungi, dan virus. Alasannya karena selain mudah
didapatkan, proses pertumbuhan mikroorganisme ini cepat dan dapat
dimodifikasi.

Seperti yang kita ketahui bahwa aplikasi bioteknologi sangat beragam yang
meliputi berbagai aspek yaitu pada bidang pangan, pertanian, perikanan dan juga
kesehatan. Mikroorganisme yang paling sering digunakan dalam bioteknologi
perikanan yaitu bakteri, fungi dan virus. Bakteri merupakan salah satu mikroba
yang tergolong prokariot, yaitu suatu struktur sel yang tidak mempunyai inti
sejati. Dalam bioteknologi perikanan, bakteri memiliki peran nyata dalam
menunjang keberhasilan budidaya perikanan, dimana kemampuan bakteri dalam
mereduksi limbah budidaya menjadi senyawa yang aman bagi ikan yang akan
dipelihara dan lingkungan semakin prospektif untuk dikembangkan seiring
kesadaran budidaya ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Fungi adalah sel eukariotik yang tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa,
memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap
nutrien melalui dinding selnya, mengekskresikan enzim ekstraselular ke
lingkungan melalui spora, dan melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual.
Fungi adalah organisme yang dapat bertahan hidup pada berbagai lingkungan
dengan media yang berbeda-beda, serta memperoleh makanannya dari media
tempat jamur tersebut tumbuh. Jamur juga dapat hidup pada sisa tumbuhan atau
hidup melekat pada organisme lain. Jamur memiliki kemampuan dan fungsi yang
berbeda-beda sesuai dengan lingkungan yang ditinggalinya.

Virus adalah mikroba yang tidak bisa hidup tanpa menempel pada inangnya.
Ukuran virus juga jauh lebih kecil daripada bakteri. Setiap virus memiliki material
genetik, antara RNA atau DNA. Virus baru bisa memperbanyak diri bila
menempel dengan makhluk hidup lain. Virus merupakan materi genetik yang
diselubungi oleh lapisan protein atau disebut kapsid dan hidup pada sel inang.
Berdasarkan definisi tersebut, virus dikategorikan bukan termasuk makhluk hidup.
Adapun ciri-ciri virus, yaitu: tidak dapat melakukan metabolisme sendiri, tidak
dapat melakukan replikasi tanpa sel inang, tidak tumbuh, dan tidak merespons
lingkungannya.

Salah satu contoh produk dari bioteknologi akuakultur yang menggunakan


bantuan mikroorganisme dalam proses pengolahannya yaitu silase ikan. Silase
ikan merupakan produk cair berupa fermentasi ikan yang dibuat dari ikan-ikan
utuh atau sisa-sisa industry pengolahan ikan. Sisa- sisa ikan tersebut dicairkan
oleh enzim-enzim yang terdapat pada ikan-ikan itu sendiri sampai menyerupai
bubur melalui proses fermentasi dengan bantuan asam laktat atau mikroba yang
sengaja ditambahkan dalam ikan yang difermentasi. Proses fermentasi ikan yang
dilakukan dengan menggunakan ragi dapat meningkatkan kandungan protein dari
3,41% menjadi 5,53%.

Gambar. Silase Ikan

Fermentasi adalah proses pengolahan bahan makanan dengan memanfaatkan


mikro-organisme.Asam laktat merupakan salah satu produk metabolit sekunder
yang banyak digunakan sebagai monomer dalam proses produksi polimer plastik
biodegradable asampolilaktat atau Polylactic Acid (PLA) (Téllez-Luis et al.,
2003). Asam laktat dapat

diproduksi melalui dua cara, yaitu menggunakan sintesis kimiawi dan fermentasi
mikrob. Produksi asam laktat dengan menggunakan fermentasi mikroba memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya asam laktat yang dihasilkan memiliki
kemurnian yang tinggi (90-95%) dengan L (+) asam laktat optis memiliki
kristalinitas dan titik leleh yang tinggi, sedangkan asam laktat yang diproduksi
dengan sintesis kimiawi menghasilkan asam laktat rasemisasi campuran, yaitu
berbentuk konfigurasi D-L. Namun demikian, proses fermentasi untuk produksi
asam laktat dengan bantuan mikroorganisme memiliki kelemahan, misalnya
media untuk pertumbuhan bakteri yang pada umumnya tidak ekonomis, karena
terdiri dari beberapa komposisi bahan yang mahal, seperti ekstrak ragi dan pepton.
Oleh karena itu, pencarian terhadap sumber media fermentasi asam laktatterus
dilakukan untuk mengurangi biaya produksi serta meningkatkan efisiensi proses
fermentasi asam laktat.

Prosedur pembuatan bakteri asam laktat yaitu dengan bahan baku limbah
kubis, yang pertama yaitu kubis tersebut dicuci dan digiling halus, kemudian
ditambahkan larutan garam 25% atau 1000 gram garam ke dalam setiap 4 liter air
bersih (25 gram/liter air). Setelah itu. kubis dan larutan garam dicampur di dalam
wadah dengan perbandingan jumlah 1:4, artinya setiap kilogram kubis dicampur
dengan 4 liter larutan garam 25%, selanjutnya kubis dan larutan garam ditutup
dengan rapat di dalam wadah dan biarkan proses selama 4-5 hari, kemudian
larutan disaring, lalu dimasukkan ke dalam toples. Larutan sudah jadi dan yang
dihasilkan adalah bakteri asam laktat.Setelah membuat bakteri asam laktat,
kemudian membuat silase ikan rucah dengan memanfaatkan bakteri asam laktat.
Proses pembuatan silase ikan rucah yaitu 1 kg ikan rucah dicincang halus dan
dimasukkan ke dalam toples, kemudian tambahkan larutan kubis dan garam yang
sudah menjadi bakteri asam laktat ke dalam wadah perlakuan kemudian diaduk
dengan rata agar bahan dan larutan tersebut tercampur merata. Selanjutnya
tambahkan 200gram tepung kanji, kemudian wadah ditutup rapat dan difermentasi
selama 7 hari.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai