MENINGKATKAN GIZI REMAJA DENGAN MEMPERKENALKAN POLA
MAKANAN YANG TERATUR
Oleh: Muhammad Afin Umar Said
Ketidakseimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan
pada remaja akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih. Gizi kurang pada remaja terjadi karena pola makan tidak menentu, perubahan faktor psikososial yang dicirikan oleh perubahan transisi masa anak-anak ke masa dewasa dan kebutuhan gizi yang tinggi untuk pertumbuhan cepat (Cavadini et al. 2000; Escobar 1999; Rickert & Jay 1996). Kekurangan gizi pada remaja mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka penyakit (morbiditas), mengalami pertumbuhan tidak normal (pendek), tingkat kecerdasan rendah, produktivitas rendah dan terhambatnya pertumbuhan organ reproduksi (Soekirman 2002; BPS 2004).
Remaja semakin dianggap penting sebagai agen perubahan gizi yang
potensial di Indonesia karena berperan dalam memotong rantai kemiskinan dan malnutrisi antargenerasi. Kebiasaan makan pada usia remaja saat ini akan menentukan pola konsumsi generasi masa mendatang ketika remaja tersebut tumbuh menjadi orang dewasa di kemudian hari. Sebuah survei dan studi kualitatif di dua kabupaten Indonesia telah menunjukkan bahwa remaja tidak mengembangkan gaya hidup dan pilihan konsumsi yang sehat. Secara keseluruhan, mereka relatif tidak aktif dan menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk: menonton TV, menggunakan ponsel mereka, belajar, atau bekerja. Sebagian besar remaja bepergian dengan sepeda motor dan menghabiskan sedikit waktu untuk berjalan, bersepeda, dan berolahraga. Meskipun remaja pada umumnya makan tiga kali sehari, namun terdapat sedikit keluarga yang memasak dan makan bersama. Hanya setengah remaja yang disurvei sarapan di rumah, sementara separuh lainnya membeli makanan, baik di warung maupun di sekolah. Penelitian kualitatif menemukan bahwa makan siang biasanya merupakan makanan jadi yang dibeli di warung dan seringkali termasuk minuman manis. Makan malam sebagian besar dilakukan di rumah, tetapi jarang dilakukan secara bersama dengan keluarga. Sebaliknya, makan malam paling sering dilakukan di depan televisi, menggantikan praktik tradisional makan bersama di atas tikar di lantai. Dua per tiga (66%) remaja yang disurvei mengonsumsi kudapan berupa makanan olahan dan sekitar sepertiga remaja mengonsumsi kue, kue kering, gorengan, dan kerupuk. Selain itu, 20% mengonsumsi makanan siap saji dan 14% kudapan lokal buatan sendiri. Sementara 84% sering mengonsumsi minuman manis. Rata-rata remaja menghabiskan sekitar Rp 6.000,- (US$ 0,42) per hari untuk makanan dan minuman. Sebagai hasil dari pilihan konsumsi ini, kurang dari setengah remaja yang disurvei mengonsumsi 5 atau lebih dari 11 kelompok makanan yang memenuhi rekomendasi untuk konsumsi yang beragam. Studi kualitatif menemukan bahwa meskipun sekolah-sekolah memiliki pengelolaan yang berbeda-beda dalam penjualan makanan, tetapi tidak ada kontrol pada jenis makanan yang dijual, yang pada umumnya menjual makanan dan minuman yang tidak sehat. Selain itu, pada umumnya para guru masih belum memahami bahwa pendidikan gizi di sekolah menengah (SMP dan SMA) merupakan tanggung jawab mereka. Selain dari pendidikan gizi di sekolah dasar, sumber utama informasi gizi untuk remaja adalah televisi dan internet. Temuan ini menggarisbawahi peluang penting yang dapat dilakukan pada remaja dalam meningkatkan status gizi dan pola konsumsi penduduk Indonesia. Saat ini, gizi remaja belum dianggap sebagai prioritas dalam agenda pembangunan nasional.
Membuat Konten Kreatif Melalui Youtuber (Food Vlogger)
Sebagai langkah dalam agenda Pembangunan Nasional pemerintah melalui
pihak terkait melakukan penyuluhan dengan menggandeng youtuber (Food Vlogger) guna memperkenalkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat tetapi tetap enak melalui konten-konten kreatif yang dihadirkan oleh youtuber tersebut. Permaesih (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dan praktek gizi remaja yang rendah tercermin dari perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Wong et al. 1999; Parmenter & Wardle 1999). Pengetahuan gizi memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat dan mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan. Beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa sebenarnya bisa diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat (Johnson & Haddad 1985). Dengan adanya konten kreatif dari youtuber diharapkan secara umum untuk masyarakat umum dan secara khusus remaja dapat mendapatkan informasi tentang pentingnya memilih makanan yang mempunyai gizi lebih baik. Penilaian perilaku gizi remaja diperlukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan praktek gizi saat ini dan mengubah perilaku gizi kearah yang lebih baik serta dapat mencegah penyebab penyakit degeneratif (WHO 2005; Whati et al. 2005).
Referensi:
Kementrian PPN/Bappenas. 2019. Kajian Sektor Kesehatan: Pembangunan Gizi
di Indonesia. Bappenas.go.id. Diakses pada 29 September 2021.
Emilia, Esi. 2009. Pengetahuan, Sikap Dan Praktek Gizi Pada Remaja Dan Implikasinya Pada Sosialisasi Perilaku Hidup Sehat. ejournal.upi.edu. Diakses pada 29 September 2021.