Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI

Diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah antropologi gizi

dengan dosen Mutia Firnanda

Disusun oleh :

Werdani Nada Puspita Sari

1705025146

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja (usia 11-21 tahun) merupakan masa pertumbuhan biologis yang mendalam, emosi,
sosial, dan perubahan kognitif dari masa anak menuju dewasa (Brown, 2011). Masa remaja
sangat membutuhkan zat gizi lebih tinggi karena pertumbuhan fisik dan perkembangan yang
terjadi saat peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan remaja mempengaruhi asupan maupun kebutuhan gizi. Pemenuhan nutrisi pada remaja
harus sangat diperhatikan, banyak remaja membutuhkan gizi khusus seperti remaja yang aktif
dalam berolah raga, serta untuk melakukan aktifitas fisik lainnya (Almatsier, Soetardjo &
Soekatri, 2011).

Dalam daur kehidupan manusia, remaja merupakan masa pertumbuhan kedua terpenting setelah
masa bayi dan balita. Pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung cepat pada masa ini
memerlukan sejumlah energi dan zat gizi yang lebih tinggi. Peningkatan massa tubuh, massa
tulang, dan lemak tubuh menyebabkan kebutuhan energi serta zat gizi. Pada masa ini kebutuhan
zat gizi merupakan yang paling tinggi dibandingkan masa lainnya dalam daur kehidupan
manusia (Fikawati et.al , 2017). Banyak remaja tidak mementingkan antara asupan energi yang
dikeluarkan dengan asupan energi yang masuk, hal ini akan mengakibatkan permasalahan gizi
seperti pertambahan berat badan atau sebaliknya jika energi terlalu banyak keluar akan
mengakibatkan kekurangan gizi (Mardalena, 2017). Perempuan merupakan kelompok yang lebih
rentan terkena risiko morbiditas dan mortalitas, hal ini dapat dilihat dari segi aspek psikologis,
fisik, emosional dan kematangan reproduksi mereka (Brown, 2013).

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak dan
penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan berat badan dan tinggi badan anak.
Kebutuhan gizi untuk remaja sangat besar dikarenakan masih mengalami pertumbuhan. Remaja
membutuhkan energi/kalori, protein, kalsium, zat besi, zinc dan vitamin untuk memenuhi
aktifitas fisik seperti kegiatan-kegiatan disekolah dan kegiatan sehari-hari. Setiap remaja
menginginkan kondisi tubuh yang sehat agar bisa memenuhi aktifitas fisik. Konsumsi energi
berasal dari makanan, energi yang didapatkan akan menutupi asupan energi yang sudah
dikeluarkan oleh tubuh seseorang (Winarsih, 2018). Salah satu faktor determinan status gizi
masyarakat adalah faktor kebiasaan makan (food habit) penduduk atau masyarakat setempat.
Kebiasaan makan adalah suatu tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan
(Widawati, 2018).
Status gizi remaja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (multifactorial). Faktor yang
mempengaruhi status gizi remaja adalah body image, yaitu gambaran seseorang mengenai
bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta
harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkan. Apabila harapan tersebut tidak
sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan menimbulkan body image negatif (Anggraeni,
2015). Body image negatif akan mendorong seseorang untuk melakukan pembatasan makan dan
memuntahkan dengan sengaja (Serly, 2015). Status gizi remaja dipengaruhi oleh gaya hidup (life
style). Gaya hidup remaja saat ini dapat dilihat dari kebiasaan makan, persepsi body image dan
aktivitas fisik yang akan mempengaruhi jumlah asupan konsumsi makanan dan zat gizi yang
nantinya akan berdampak terhadap status gizi dan berdampak terhadap kesehatan (Siregar,
2020).

Perubahan dalam gaya hidup, terutama di perkotaan, karena adanya perubahan pola makan. Pola
makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak berubah ke pola
makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan tinggi lemak sehingga menggeser mutu
makanan kearah tidak seimbang (Adinda et.al, 2016). Global School Health Survey tahun 2015
menyebutkan bahwa pola makan pada remaja masih kurang baik seperti perilaku tidak selalu
sarapan (65,2%), kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan seringnya mengkonsumsi
makanan berpenyedap (75,7%). Dalam hal gaya hidup, remaja cenderung menerapkan sedentary
lifestyle, yang menyebabkan kurang aktifitas fisik (42,5%). Kebiasaan tersebut dapat
meningkatkan risiko seorang remaja menjadi kelebihan berat badan (overweight) bahkan
obesitas (GSHS, 2015). Menurut Kemenkes RI (2012) menyatakan bahwa 48,2% penduduk
Indonesia yang berusia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik, dimana kelompok
perempuan yang kurang melakukan aktivitas fisik sebesar 54,5% lebih tinggi daripada kelompok
laki-laki yaitu sebesar 41,4%. DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi dengan penduduk
aktifitas fisik tergolong kurang aktif berada di atas rata-rata Indonesia dan menduduki posisi lima
tertinggi dengan persentase 44,2% (Riskesdas, 2013).

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase
kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan besi dapat menimbulkan
anemia dan keletihan, kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu merebut kesempatan
bekerja. Remaja memerlukan lebih banyak besi dan wanita membutuhkan lebih banyak lagi
untuk menggantikan besi yang hilang bersama haid setiap bulannya (Rina, 2008). Kebiasaan
makan remaja dibentuk semenjak kecil oleh orangtua dan dipengaruhi oleh lingkungan, teman
sebaya, harga, ajaran orangtua, ketersediaan pangan, pemilihan makanan, keyakinan,
kepercayaan diri dan budaya, media masa, body image, kehidupan sosial , serta kegiatan yang
dilakukan di luar rumah (Brown, 2011). Pola konsumsi remaja umumnya kurang bervariasi serta
dengan jumlah yang sedikit dan dikonsumsi tidak lengkap tiap kali makan sehingga
menyebabkan asupan energi dari sumber karbohidrat, protein, lemak, energi, vitamin D dan
kalsium sangat kurang jika dibandingkan dengan anjuran kecukupan gizi pada remaja tersebut
(Majid et.al, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan ada dua yaitu faktor
ekstrinsik, dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi : faktor lingkungan alam, faktor
lingkungan sosial, faktor lingkungan agama dan budaya, dan faktor lingkungan ekonomi.
Sedangkan, faktor intrinsik meliputi : faktor asosiasi emosional, faktor keadaan jasmani dan
kejiwaan yang sedang sakit, dan faktor penilaian yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi,
2004). Arisman (2004) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah sebagai cara individu dan
kelompok memilih, mengkonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia yang didasarkan
kepada factor-faktor social dan budaya dimana mereka hidup.

Sosial budaya adalah seperangkat kaidah atau aturan yang berkaitan dengan interaksi antar
manusia dan antara manusia dan lingkungannya (Wirjatmadi dan Adriani, 2012). Faktor sosial
budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan
individu menurut Koentjaraningrat meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan
menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang
makanan. Aspek sosio budaya pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang
sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut
(Baliwati, F.Y,. dkk, 2004).

Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan
antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Kekurangan energi dan protein
berdampak terhadap tubuh yang mengakibatkan obesitas, kurang energi kronik (gizi buruk) dan
anemia. Masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah gizi kurang (under weight), obesitas
(over weight) dan anemia. Gizi kurang terjadi karena jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi
lain tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Kejadian gizi lebih remaja disebabkan kebiasaan makan
yang kurang baik sehingga jumlah masukan energi (energy intake) berlebih (Widawati, 2018).
Obesitas merupakan kegemukan atau kelebihan berat badan. Terjadinya kegemukan pada remaja
dapat menurunkan rasa percaya diri dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius. Kurang
energi kronik (gizi buruk) disebabkan oleh makan yang terlalu sedikit akibat dari kurang nafsu
makan atau minder terhadap bentuk tubuh teman sehingga melakukan diet. Anemia merupakan
keadaan kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia sering terjadi pada
remaja putri disebabkan karena mengalami menstruasi setiap bulan. 23% remaja perempuan
mengalami anemia disebabkan kekurangan zat besi yang berdampak buruk bagi konsentrasi,
prestasi belajar dan kebugaran remaja serta masalah gizi lain yaitu mikronutrien sekitar 12%
remaja lali-laki (Winarsih, 2018; Depkes RI, 2018).

Remaja juga dikatakan rentan karena pernikahan dan kehamilan dini yang akan mereka alami
selanjutnya. Kurang gizi di kalangan remaja perempuan adalah masalah kesehatan masyarakat
utama yang mengarah ke gangguan pertumbuhan dan anemia gizi (Kalhan dkk, 2009). Jika
kebutuhan gizi remaja putri tidak terpenuhi, maka mereka akan melahirkan anak-anak yang
kekurangan gizi pula, hal ini mengakibatkan masalah kurang gizi untuk generasi mendatang
(Mulugeta, 2009). Remaja putri yang gemuk memungkinkan untuk tetap gemuk saat dewasa dan
mengalami tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada populasi umum (Singh
AS dkk, 2008).
WHO (2014) mengungkapkan bahwa kelompok remaja di dunia berjumlah 1.2 milyar atau
sekitar 18% dari populasi manusia. Remaja dikenal sebagai kelompok yang rentan mengalami
kekurangan dan kelebihan gizi. Menurut data Riskesdas (2013) hampir separuh proporsi
penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun sekitar 42% tergolong memiliki gaya hidup
tidak aktif (sedentary/ kurang aktivitas fisik). Pada kelompok remaja hingga dewasa muda (15-
24) sebesar 52%. Terkait dengan masalah gizi adalah masalah asupan makanan yang tidak
seimbang. Menurut Riskesdas (2010), prevalensi status gizi remaja usia 16-18 tahun yang
kegemukan sekitar 1,4% sedangkan prevalensi kurus 7,1% dan sangat kurus 1,8%. Menurut
Riskesdas (2013), prevalensi status gizi remaja 16-18 tahun yang kegemukan mengalami
peningkatan yang sangat drastis menjadi 7,3%, sedangkan prevalensi remaja kurus juga
mengalami peningkatan menjadi 7,5% dan prevalensi remaja sangat kurus juga mengalami
peningkatan sedikit menjadi 1,9%. DKI Jakarta memiliki prevalensi kekurusan dan kegemukan
di atas nasional (Riskesdas, 2013).

Prevalensi gemuk pada remaja untuk jenis kelamin laki-laki sekitar 6,6% sedangkan perempuan
sekitar 8,1%. Lalu, untuk kategori kurus prevalensi untuk laki-laki sekitar 13,1% dan untuk
perempuan sekitar 5,7% (Riskesdas, 2013). Proporsi penduduk Indonesia menurut tingkat
kecukupan energi tahun 2014 pada kelompok umur 13-18 tahun adalah sangat kurang 52,5%,
kurang 30,3%, normal 12,2%, dan lebih 5,0% Sedangkan menurut jenis kelamin perempuan
sangat kurang 46,7%, kurang 33,4%, normal 14,1% dan lebih 5,8% (Kemenkes RI, 2016)

Status gizi remaja masih dikatakan tidak seimbang antara konsumsi zat gizi dengan kecukupan
gizi yang dianjurkan yang disebabkan oleh gaya hidup remaja yang terkadang remaja pun masih
suka mengkonsumsi makanan siap saji yang merupakan makanan tinggi lemak, selain itu juga
dapat disebabkan karena body image, apabila body image negatif maka akan melakukan
pembatasan makan dan memuntahkan dengan sengaja. Kebiasaan makan remaja pun dipengaruhi
dengan gaya hidup yang dijalani oleh remaja. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan di Jakarta
Selatan tepatnya di wilayah Kebayoran Lama karena ingin mengetahui bagaimana gambaran
kebiasaan makan dan status gizi remaja di daerah perkotaan.

B. Rumusan Masalah

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak dan
penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan berat badan dan tinggi badan anak.
Kebutuhan gizi untuk remaja sangat besar dikarenakan masih mengalami pertumbuhan.
Kebiasaan makan adalah suatu tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.
Menurut Riskesdas (2010), prevalensi status gizi remaja usia 16-18 tahun yang kegemukan
sekitar 1,4% sedangkan prevalensi kurus 7,1% dan sangat kurus 1,8%. Menurut Riskesdas
(2013), prevalensi status gizi remaja 16-18 tahun yang kegemukan mengalami peningkatan yang
sangat drastis menjadi 7,3%, sedangkan prevalensi remaja kurus juga mengalami peningkatan
menjadi 7,5% dan prevalensi remaja sangat kurus juga mengalami peningkatan sedikit menjadi
1,9%. Prevalensi gemuk pada remaja untuk jenis kelamin laki-laki sekitar 6,6% sedangkan
perempuan sekitar 8,1%. Lalu, untuk kategori kurus prevalensi untuk laki-laki sekitar 13,1% dan
untuk perempuan sekitar 5,7% (Riskesdas, 2013).

C. Tujuan

1. Tujuan Umum : mengetahui gambaran kebiasaan makan dan status gizi remaja putri

2. Tujuan Khusus :

a. mengetahui gambaran kebiasaan makanan remaja putri

b. mengetahui gambaran kebiasaan makan remaja putri dilihat dari aspek sosial
budaya

c. mengetahui gambaran kebiasaan makan remaja putri dilihat dari faktor kondisi
jasmani seseorang

d. mengetahui gambaran status gizi remaja putri

e. mengetahui gambaran status gizi remaja putri dilihat dari body image

f. mengetahui gambaran status gizi remaja putri dilihat dari aktifitas fisik
BAB II

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Teori

STATUS GIZI REMAJA BODY IMAGE


AKTIFITAS FISIK

FAKTOR FAKTOR SOSIAL PENILAIAN TERHADAP FAKTOR KEADAAN


FAKTOR AGAMA
LINGKUNGAN ALAM BUDAYA MUTU MAKANAN JASMANI SESEORANG

KEBIASAAN MAKAN
B. Kerangka Konsep

FAKTOR SOSIAL BUDAYA

FAKTOR KONDISI JASMANI


SESEORANG
STATUS GIZI

AKTIFITAS FISIK

BODY IMAGE
C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi
1. Status Gizi Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh. (Almatsier, 2010).
Dalam penelitian ini, status gizi adalah status gizi remaja putri di wilayah
Jakarta Selatan
2. Faktor Sosial Budaya Sosial budaya adalah seperangkat kaidah atau aturan yang berkaitan dengan
interaksi antar manusia dan antara manusia dan lingkungannya (Wirjatmadi dan
Adriani, 2012)
Dalam penelitian ini, faktor sosial budaya meliputi segi umur, jenis kelamin,
sosial ekonomi, tradisi dan pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat
awal dari proses sosialisasi
3. Faktor Kondisi Jasmani Kebiasaan makan ( food habit) juga sangat dipengaruhi oleh suatu keadaan
(status) kesehatan seseorang. Di samping itu, perasaan bosan, kecewa, putus
asa, stress adalah ketidak seimbangan kejiwaan yang dapat mempengaruhi
kebiasaan makan. Pengaruhnya akan berdampak pada berkurangnya nafsu
makan (Kadir, 2016)
Dalam penelitian ini, kondisi jasmani remaja adalah kondisi gambaran makan
remaja ketika stress atau down
4. Aktifitas Fisik Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh
kontraksi otot yang meningkatkan pengeluaran energi. Seluruh tubuh akan
terasa sehat apabila seseorang memiliki aktivitas fisik yang aktif (Sizer dan
Whitney, 2006)
Dalam penelitian ini, aktifitas fisik adalah aktifitas fisik yang dilakukan remaja
dalam sehari-hari
5. Body Image Body image yaitu gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya
sendiri, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap
bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai
dengan kondisi tubuh aktual maka akan menimbulkan body image negatif
(Anggraeni, 2015).
Dalam penelitian ini, body image adalah body image yang seperti apa bisa
dikatakan negatif ataupun positif
BAB III

METODOLOGI

A. Disain

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam


dan observasi yaitu untuk memperoleh informasi lebih mendalam mengenai kebiasaan makan
dan status gizi remaja putri. Menurut Moleong (2006) mendefinisikan metode kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah Komplek Kostrad Jakarta Selatan yang dilakukan pada
tanggal 14-17 Januari 2021. Alasan dipilihnya tempat ini adalah karena ditemukan remaja dalam
hal kebiasaan makan yaitu memiliki kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan gizi seimbang
dan panduan isi piringku, masih suka mengkonsumsi makanan cepat saji tanpa memperhatikan
kandungan gizinya, selain itu juga status gizi yang mereka miliki termasuk yang tidak seimbang
antara asupan dengan kebutuhan yang seharusnya.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Data kualitatif adalah data
deskriptif yang berbentuk kata-kata dan bukan angka. Data diperoleh melalui studi kepustakaan,
observasi dan wawancara dengan informan dan responden.

2. Sumber Data

Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Yang
dimaksud kata-kata dan tindakan disini yaitu kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancarai merupakan sumber data utama (primer). Sedangkan sumber data lainnya ias
berupa sumber tertulis (sekunder), dan dokumentasi seperti foto.

2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan wawancara
dengan informan atau responden. Peneliti akan wawancara dengan informan untuk menggali
informasi mengenai gambaran kebiasaan makan dan status gizi remaja putri

2.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data tambahan berupa informasi yang akan melengkapi data primer.
Data tambahan yang dimaksud meliputi dokumen atau arsip didapatkan dari berbagai sumber,
foto pendukung yang sudah ada, maupun foto yang dihasilkan sendiri, serta data yang terkait
dalam penelitian ini. Data sekunder pada penelitian ini berupa foto yang dihasilkan sendiri yang
diambil melalui observasi.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan pengumpulan data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara mendalam yaitu keterangan dan
informasi yang di dapat secara lisan dari informan melalui pertemuan dan percakapan serta
observasi dimana dilakukannya pengamatan bagaimana kebiasaan makan dan status gizi remaja
tersebut. Data sekunder yang diperoleh berupa foto yang dihasilkan sendiri melalui observasi.
Untuk membantu selama proses pengumpulan data, peneliti menggunakan panduan wawancara
mendalam yang berisi daftar pertanyaan yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti. Supaya
tidak ada informasi yang terlewat oleh sebab itu selama wawancara menggunakan alat bantu
yaitu perekam dari handphone.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara mendalam, perekam suara,
handphone, alat tulis, daftar hadir dan lembar informed consent.

F. Analisis Data

Pengolahan data penelitian yang digunakan adalah :

1. Mengumpulkan data dari informasi yang didapat baik dari catatan maupun hasil rekaman pada
saat diskusi maupun wawancara mendalam yang telah dilaksanakan.

2. Membuat transkrip catatan dan rekaman hasil diskusi dan wawancara yaitu dengan cara
memindahkan data tersebut ke dalam bentuk tulisan.

3. Melakukan klasifikasi data dengan mengkategorikan data yang mempunyai karakteristik yang
sama dengan mengelompokkan untuk memudahkan interpretasi data.

4. Membuat matriks untuk mengklasifikasikan data yang sesuai dengan data yang diinginkan.

5. Menganalisa data melalui kajian data untuk membuat kesimpulan melalui usaha menemukan
karakteristik pesan yang dilakukan secara objektif dan sistematis.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A Gambaran Umum Wilayah

a. Gambaran Umum Jakarta Selatan

1. Geografi dan Iklim

Wilayah Jakarta Selatan seluas 141,37 km2 meliputi 21,95 persen dari total luas wilayah DKI
Jakarta. Secara administrasi Jakarta Selatan terdiri atas 10 kecamatan dan 65 Kelurahan. Wilayah
Jakarta Selatan secara geografis terletak pada 060 15’ 40.8’’ LS dan 1060 45’ 00.0’’ BT. Jakarta
Selatan berbatasan langsung dengan Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Kota Tangerang
dan Tangerang Selatan (Provinsi Banten) serta Kota Depok (Provinsi Jawa Barat).

Jakarta Selatan memiliki iklim tropis yang hanya mengenal musim hujan dan kemarau.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada tahun 2019,
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan sebesar 382,2 mm dan curah
hujan terendah terjadi pada bulan September dengan curah hujan hanya sebesar 0,0 mm.
Temperatur udara di Jakarta Selatan tergolong bervariasi dengan suhu maksimum berkisar 35,20
C ketika sangat terik. Sedangkan suhu minimum berkisar 23,00 C ketika keadaan dingin.
Kelembaban udara di Jakarta Selatan berkisar antara 92 persen yang terjadi pada bulan
Desember dan 57 persen pada bulan Oktober.

2. Pemerintahan

Secara administrasi Jakarta Selatan terdiri atas 10 kecamatan yang terbagi menjadi 65 kelurahan.
Kecamatan Kebayoran Baru memiliki jumlah kelurahan paling banyak. yakni sebanyak 10
kelurahan. Sedangkan Kecamatan Cilandak, Pesanggrahan, dan Mampang Prapatan memiliki
jumlah kelurahan paling sedikit yakni masing-masing 5 kelurahan

3. Penduduk

Kondisi penduduk merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Penduduk tidak hanya dilihat sebagai obyek pembangunan tapi juga sebagai
subjek pembangunan (people centered development). Dengan demikian penduduk berkualitas
merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk
tahun 2019, penduduk Jakarta Selatan berjumlah 2,264 juta jiwa yakni meningkat sekitar 18 ribu
jiwa dibandingkan tahun 2018.. Penduduk terbanyak tinggal di Kecamatan Jagakarsa yaitu 413,3
ribu jiwa atau 18,25 persen. Sebaliknya, penduduk paling sedikit tinggal di Kecamatan Setiabudi
yaitu 143,5 ribu jiwa atau hanya 6,34 persen. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk yang
berdomisili di suatu wilayah tertentu dalam satuan kilometer persegi. Kepadatan penduduk
Jakarta Selatan adalah 16.020 jiwa per km². Di sisi lain, rasio jenis kelamin atau sex ratio adalah
indikator untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Angka ini dinyatakan
dengan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan di suatu daerah pada
waktu tertentu. Pada tahun 2019, rasio jenis kelamin Jakarta Selatan adalah 99,87. Artinya, setiap
100 penduduk perempuan ada 99-100 penduduk Laki-laki. Kecamatan Cilandak, Kebayoran
Lama, Kebayoran Baru dan Kecamatan Tebet mempunyai rasio jenis kelamin dibawah 100 atau
jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki.

4. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi perhatian pemerintah pusat maupun
daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan
kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam peningkatan pendidikan baik
melalui penyediaan sarana pendidikan maupun peningkatan kualitas guru sebagai tenaga
pendidik. Beberapa indikator yang menggambarkan pencapaian bidang pendidikan adalah Angka
Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Melek Huruf (AMH).
APM adalah proporsi penduduk usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah tepat di jenjang
pendidikan yang seharusnya (sesuai antara umur penduduk dengan ketentuan usia bersekolah di
jenjang tersebut) terhadap penduduk kelompok usia sekolah yang bersesuain. Capaian APM
Jakarta Selatan pada tahun 2019 paling tinggi di jenjang pendidikan SD/MI yang mencapai
98,56%. Artinya, hampir semua penduduk bersekolah usia 7-12 tahun di Jakarta Selatan
bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI. Semakin tinggi jenjang pendidikan makin rendah
capaian APM nya. Sedikit berbeda dengan APM, APK menunjukkan tingkat partisipasi sekolah,
tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya.

Jika nilai APK mendekati atau lebih dari 100 persen menunjukkan bahwa ada penduduk yang
sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya. Hal ini juga dapat
menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu menampung penduduk usia sekolah lebih dari
target yang sesungguhnya. Misalnya,capaian APK Jakarta Selatan untuk jenjang pendidikan
SD/MI yang mencapai 106,90%. Indikator ketiga adalah AMH, AMH adalah roporsi penduduk
berusia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis kalimat sederhana
dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll) terhadap
penduduk usia 15 tahun ke atas. Capaian AMH Jakarta Selatan tahun 2019 sudah cukup baik
dimana secara total untuk semua kelompok umur mencapai 99,84%, Berdasarkan data yang
dihimpun, pada tahun 2019, total jumlah murid yang bersekolah dari tingkat pendidikan TK
hingga SMK/SMA/MA sebanyak 429.235 murid. Sementara itu, total jumlah guru dan sekolah
untuk semua tingkat pendidikan masingmasing 25.848 guru dan 1.861 sekolah. Semakin tinggi
tingkat pendidikan, jumlah sekolah semakin sedikit. Secara rinci, jumlah TK/RA sebanyak 666
sekolah, SD/MI sebanyak 650 sekolah, SMP/MTs sebanyak 284 sekolah dan SMA/SMK/MA
hanya sebanyak 261 sekolah.
5. Kesehatan

Salah satu tujuan pembangunan kesehatan adalah tersedianya pelayanan kesehatan bagi seluruh
lapisan masyarakat demi mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang
bermutu perlu didukung dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai, seperti rumah
sakit, puskesmas maupun posyandu serta ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas
Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) tahun 2019, jumlah fasilitas kesehatan di
Jakarta Selatan sudah cukup memadai terdiri dari 37 rumah sakit, 27 rumah sakit bersalin, 58
poliklinik, 65 puskesmas dan 61 apotek. Jumlah ini sudah mengalami peningkatan dibandingkan
jumlah sarana kesehatan pada tahun 2018 yang hanya terdiri dari 31 rumah sakit, 24 rumah sakit
bersalin, 53 poliklinik, 65 puskesmas dan 58 apotek. Berdasarkan data Sudin Kesehatan Kota
Jakarta Selatan, ketersediaan tenaga kesehatan yang melayani masyarakat terdiri dari 2.432
dokter umum, 1.246 dokter gigi, dan 2.642 dokter spesialis pada tahun 2015. Pada tahun 2019,
jumlah tenaga kesehatan di Jakarta Selatan secara total sebanyak 11.301 tenaga kesehatan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan yang melayani
masyarakat secara rinci terdiri dari 3.650 dokter 4.637 perawat, 1.369 bidan, 1,409 tenaga
farmasi dan 236 tenaga ahli gizi.

6. Kemiskinan

BPS memakai konsep kemiskinan dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
need approach), sehingga yang dikatakan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Indikator kemiskinan yang
dihitung BPS terdiri dari persentase penduduk miskin (P0), indeks kedalaman kemiskinan (P1)
dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Persentase Penduduk Miskin (P0) di Jakarta Selatan
mengalami penurunan dari 3,14 persen pada tahun 2017 menjadi 2,83 persen pada tahun 2018
kemudian menjadi 2,73 persen pada tahun 2019. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) merupakan
indikator yang digunakan untuk mengukur kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap
garis kemiskinan. Pada 2019 kedalaman kemiskinan di wilayah Jakarta Selatan meningkat
dibanding 2018 yakni dari 0.29 menjadi 0.39 persen. Indeks keparahan kemiskinan (P2)
merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin. Pada 2019 ketimpangan pengeluaran penduduk miskin meningkat dibanding 2018, yakni
dari 0,05 menjadi 0,09 persen. Garis kemiskinan meningkat dari 680.167 rupiah/bulan pada
tahun 2018 menjadi 729.256 rupiah/bulan pada tahun 2019.

b. Gambaran Umum Kebayoran Lama

1. Geografi dan Iklim

Kecamatan Kebayoran Lama merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota Administrasi
Jakarta Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun
2007, maka luas wilayah Kecamatan Kebayoran Lama adalah 19,30 km² yang terdiri atas 6
Kelurahan, 77 RW dan 854 RT, dengan luas masing-masing kelurahan sebagai berikut :

a. Kel. Pondok Pinang : 6,84 km²

b. Kel. Kebayoran Lama Selatan: 2,57 km²

c. Kel. Kebayoran Lama Utara : 1,78 km²

d. Kel. Cipulir : 1,93 km²

e. Kel. Grogol Selatan : 2,86 km²

f. Kel. Grogol Utara : 3,32 km²

Batas-batas wilayah Kecaamatan Kebayoran Lama adalah :

- Sebelah Timur : Kecamatan Tanah Abang ( Jakarta Pusat)

- Sebelah Barat : Kecamatan Pesanggrahan dan Kecamatan Ciledug (Tangerang, Banten)

- Sebelah Utara : Kecamatan Grogol Petamburan (Jakarta Barat) dan Tanah Abang (Jakarta
Pusat)

- Sebelah Selatan : Kecamatan Cilandak

Tabel. Luas Kecamatan Kebayoran Lama Menurut Kelurahan, 2017

Kelurahan Luas/Total Area Persentase


Pondok Pinang 6,84 35,42
Kebayoran Lama Selatan 2,57 13,30
Kebayoran Lama Utara 1,78 9,21
Cipulir 1,93 9,99
Grogol Selatan 2,86 14,86
Grogol Utara 3,32 17,24
Jumlah 19,31 100,00
Sumber : Suku Dinas Kependuduk dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Selatan

2. Penduduk

Sumber data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun
sekali. Sensus Penduduk telah dilaksa-nakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka yaitu
tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010 pada bulan Mei yang lalu. Selain itu juga dalam
publikasi ini disajikan data hasil registrasi kependudukan. Di dalam sensus penduduk,
Pencacahan dilakukan terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di wilayah teritorial
Indonesia termasuk warga negara asing kecuali anggota Korps Diplomatik negara sahabat
beserta keluarganya. Penduduk Indonesia adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
teritorial Republik Indonesia. Rata-rata Pertumbuhan Penduduk adalah angka yang menunjukkan
tingkat pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Kepadatan Penduduk
adalah banyaknya penduduk per km persegi.

Tabel. Luas Wilayah, Jumlah Kepala Keluarga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk,
Menurut Kelurahan, 2015

Kelurahan Luas KK Penduduk Kepadatan


Penduduk
Pondok Pinang 6,84 19.284 68.087 9.95
Keb. Lama 2,57 14.603 44.146 17.17
Selatan
Keb. Lama Utara 1,78 15.832 45.225 25.40
Cipulir 1,93 14.178 41.340 21.41
Grogol Selatan 2,86 15.900 51.688 18.07
Grogol Utara 3,32 15.738 54.650 16.46
Jumlah 19,30 95.535 305.136 15.810
Sumber/Source : Suku Dinas Kependuduk dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Selatan.

Tabel. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin, 2017

Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis


Kelamin
Pondok Pinang 32.569 35.746 68.315 0,91
Keb. Lama 22.236 22.199 44.435 1.00
Selatan
Keb. Lama Utara 23.159 22.905 46.064 1.01
Cipulir 20.810 20.419 41.229 1.01
Grogol Selatan 26.492 25.740 52.232 1.02
Grogol Utara 27.824 27.629 55.453 1.00
Jumlah 153.090 154.638 307.728 0,98
Sumber/Source : Proyeksi Penduduk BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan.

c. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Komplek Kostrad, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.


Penelitian dilakukan dengan cara berkunjung kerumah responden yang sudah bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Komplek Kostrad sangat luas yang terdiri dari 14 rt, tetapi
untuk penelitian ini hanya menggunakan 3 rt saja dan hanya terdiri dari 4 responden remaja putri.
Untuk responden pertama berlokasi di Jalan Darma Putra 14 RT 11, responden kedua dan ketiga
berlokasi di Jalan Darma Putra 8 RT 08 dan responden keempat berlokasi di Jalan Darma Putra
10 RT 09.
B. Karakteristik Partisipan

Karakteristik partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 4 remaja putri. Berikut
karakteristik partisipan yang menjadi informan pada penelitian ini :

No Nama Partisipan Usia Pendidikan Metode


1 Nailah 18 SMA Wawancara dan Observasi
2 Indri 18 SMA Wawancara dan Observasi
3 Desti 17 SMA Wawancara dan Observasi
4 Tharissa 17 SMA Wawancara dan Observasi

Data karakteristik nama, usia serta pendidikan didapatkan dengan cara partisipan mengisi lembar
informed consent terkait nama dan usia, lalu untuk pendidikan didapatkan dengan cara
menanyakan secara langsung kepada partisipan. Status gizi partisipan didapatkan dengan
menanyakan secara langsung terkait berat badan dan tinggi badan dan ternyata sebelum
penelitian ini dilakukan mereka sudah melakukan pengukuran untuk berat badan dan tinggi
badan. Dari hasil pengukuran masing-masing partisipan didapatkan kategori status gizi yaitu gizi
kurang, obesitas dan juga normal. Metode yang digunakan berupa wawancara dan observasi
dilakukan di rumah masing-masing partisipan. Situasi tempat penelitian mendukung untuk
dilakukan wawancara tetapi ada juga yang ketika saat wawancara berlangsung menjadi ramai
karena ada orang-orang yang sedang berkumpul dan berbincang. Pada saat wawancara
berlangsung tidak lupa juga untuk merekam apa yang mereka ucapkan agar mempermudah
ketika melakukan pengolahan terhadap informasi yang didapat.

Selain metode wawancara, juga melaksanakan metode observasi. Metode observasi dilakukan
setelah wawancara selesai, pada metode ini hanya memerlukan foto keadaan pada saat dilakukan
penelitian. Observasi yang dilakukan berupa pengambilan foto disaat partisipan sedang makan,
foto yang diambil bersifat diam-diam jadi partisipan tidak mengetahui akan hal tersebut.
C. Hasil Penelitian

1. Wawancara Mendalam

No Pertanyaan Jawaban Kesimpulan


Nailah Indri Desti Tharissa
1 Apa definisi kebiasaan makan menurut definisi kebiasaan Kearah Bagaimana Kebiasaan makan
anda? kebiasaan makan itu 3 hari individunya seorang individu adalah makan sehari
makan menurut sekali ada sendiri, lebih memilih makanan 3 kali setiap kali
ada karbohidrat, sarapan, makan gampang atau untuk dikonsumsi makan ada
protein, sayur- siang dan makan pemilih karbohidrat, lauk,
sayuran dan malam sayur dan buah.
buah-buahan Tetapi terkadang ada
yang seimbangi individu yang sekali
dengan susu makannya tidak
mencakup yang
sudah disebutkan di
atas.
2 Menurut anda, kebiasaan makan remaja kebiasaan Kearah yang Kearah cepat Kearah junkfood Rata-rata remaja
sekarang seperti apa? makan remaja cepat saji saji jaman sekarang lebih
itu lebih kearah menyukai makanan
cepat saji atau junkfood(cepat saji)
junkfood dan
tidak memenuhi
dengan standar
gizi yang
seimbang
3 Faktor apa saja yang mempengaruhi faktornya itu Trend dan Faktor mood Faktor mood Faktor yang
kebiasaan makan remaja? bisa dari agama, lingkungan mempengaruhi ada
alam, aspek dari segi agama,
sosial budaya sosial budaya, alam,
trend dan lingkungan
serta mood diri
sendiri
4 Apakah dampak yang akan timbul apabila Dampaknya Obesitas dan Obesitas, usus Ginjal, usus Dampak yang akan
kebiasaan makan remaja jaman sekarang ke kearah obesitas kekurangan gizi buntu, penyakit buntu, kanker timbul seperti
arah yang tidak sehat? ataupun kearah ginjal, jantung terkena penyakit
anemia degeneratif misal
obesitas, ginjal,
kanker atau penyakit
lainnya misal usus
buntu
5 Bagaimana menu makanan anda sehari- menu makan Tergantung Tergantung Makan nasi, lauk Tergantung
hari? seperti makan ketersediaan mood, makan yang dimasak, ketersediaan pangan
pagi hari ada makan dirumah pun suka milih tetapi jarang dirumah
nasi, sayur makan sayur
mayur, 2 buah
tempe dan tahu
6 Bagaimana kebiasaan makan anda kalau Di keluarga, Tidak ada Dilihat dari Tidak terlalu Sebagian partisipan
dilihat dari aspek sosial? orangtua lebih pembedaan keuangan, kalau memerhatikan tidak terlalu
banyak baik bisa makan memikirkan tetapi
sedangkan makanan mahal ada juga yang
anak-anak lebih tetapi kalau memikirkan
sedikit, dari segi tidak baik
jenis kelamin, makan yang
laki-laki kearah sehat tapi
yang lebih enak murah
makanannya
sedangkan
perempuan
kearah yang
lebih sehat
7 Bagaimana kebiasaan makan anda kalau Tidak terlalu Tidak Tidak terlalu Tidak terlalu Dari keempat
dilihat dari aspek budaya? memerhatikan dipengaruhi oleh memperhatikan memerhatikan partisipan tidak
aspek budaya budaya budaya memerhatikan aspek
budaya
8 Bagaimana kebiasaan makan anda disaat Menaik Sedikit lebih Menurun Menurun 2 orang partisipan
sedang stress atau down? dikarenakan naik kebiasaan makannya
kehilangan naik dan 2 orang lagi
separuh energi menurun
9 Apa definisi aktifitas fisik menurut anda? kebiasaan Kegiatan yang Bergerak dan Bagaimana kita Kebiasaan yang
sehari-hari dilakukan mengeluarkan meningkatkan dilakukan sehari-hari
seperti seseorang keringet kinerja otot-otot yang dapat
menyapu, kita kayak lari, mengeluarkan
mengepel, nyuci voli keringet serta
baju, nyiram meningkatkan
tanaman. kinerja otot
10 Apabila diamati, bagaimana aktifitas fisik Lebih kearah Mayoritas malas Ada yang Malas gerak Mayoritas remaja
remaja zaman sekarang menurut anda? yang malas gerak tetapi ada melakukan jaman sekarang
gerak juga yang yoga, lari, malas bergerak tetapi
produktif senam ada juga yang
produktif
11 Bagaimana aktifitas fisik yang anda Seperti Jalan, naik turun Membersihkan Membersihkan Partisipan rata-rata
lakukan sehari-hari? mengepel, tangga, rumah, keliling rumah menjawab
menyapu, cuci membersihkan komplek membersihkan
piring rumah rumah dalam hal
melakukan aktifitas
fisik
12 Apa definisi body image menurut anda? body image itu Lebih kearah Menjadi diri Bagaimana kita Body image adalah
menggambarka ideal sendiri bisa menerima gambaran bentuk
n kearah positif badan kita tubuh yang dimiliki
dan negatif. seseorang apakah
kalau yang seseorang dapat
positif itu menerima yang ia
sesuatu yang miliki atau tidak
mendorong dia
dan atas
kehendak yang
baik juga
tujuannya, kalau
negatif yang
ingin mengikuti
orang karena
ingin menjadi
tubuh seperti itu
atau menawan
dimata lawan
jenis
13 Bagaimana pandangan anda tentang body body image Mengalami Tidak dapat Tidak dapat Dikarenakan tidak
image yang negatif? negatif yang anorexia atau menerima menerimatubuh dapat menerima
tidak sesuai bullimia bentuk tubuh sendiri jadi bentuk tubuh maka
dengan yang ia miliki berusaha melakukan hal-hal
kebutuhan menyakiti diri yang negatif atau
dirinya sendiri sendiri menyakiti diri
sendiri seperti
semacam anorexia
atau bullimia
14 Apa saja kendala yang dihadapi remaja Kearah body Diri masing- Kurang percaya Pikiran Kendala yang
untuk menerapkan body image yang image yang masing diri dihadapi adalah diri
positif? negatif seperti sendiri seperti dari
anorexia, pikiran yang
bullimia mempengaruhinya,
kurang percaya diri
serta melakukan hal-
hal yang dapat
menyakiti diri
sendiri
15 Apakah anda termasuk ke tipe remaja yang Memperhatikan Belum Memperhatikan Memperhatikan 3 partisipan
sangat memperhatikan body image? body image memperhatikan tetapi tidak menjawab
merubah diri memperhatikan dan
sendiri 1 partisipan
menjawab belum
16 Apa definisi status gizi menurut anda? keseimbangan Asupan dengan Terlihat normal, Kondisi tubuh Antara yang
antara yang kebutuhan harus kurus atau seseorang, gimana dikonsumsi dengan
dimakan dan seimbang kegemukan gizi seseorang jadi kebutuhan yang
kebutuhannya apa yang dimiliki harus
dikonsumsi seimbang
seseorang setiap
hari akan
berpengaruh juga

17 Menurut anda, status gizi yang anda miliki Normal Obesitas Kearah obesitas Kekurangan gizi Ada yang normal,
termasuk kearah yang mana? gizi kurang serta
obesitas
18 Apa saja kegiatan yang anda lakukan untuk Makan buah, Melakukan Melakukan Lebih banyak Ada yang menjawab
mempertahankan status gizi anda atau sayur, susu aktifitas fisik olahraga makan makan makanan
menjadikan kearah yang normal? atau olahraga yang sehat,
melakukan aktifitas
fisik atau olahraga
serta banyak makan
untuk meningkatkan
berat badan untuk
status gizi yang
kurang
19 Menurut anda, bagaimana kaitannya Berkaitan, misal Berkaitan, kalau Berkaitan, Berkaitan, kalau 4 partisipan
kebiasaan makan dengan status gizi? makan junkfood kurang karena pada makan makanan menjawab saling
itu akan kearah memenuhi gizi jaman sekarang berlemak atau berkaitan
kelebihan berat akan menjadi apa-apa lari sehat pun akan dikarenakan apa
badan gizi kurang atau kearah makan memilih pengaruh yang kita konsumsi
kearah obesitas jadi mudah karena tubuh akan sangat
terkena dampak menyerap berpengaruh kearah
berupa obesitas makanan yang status gizi kita
dikonsumsi, setiap
makanan yang
dikonsumsi pasti
memiliki
kandungan dan
kita harus tahu
pengaruh-
pengaruhnya
2. Observasi

Setelah melakukan observasi tentang bagaimana kebiasaan makan dan status gizi responden, jadi
memang kebiasaan makan responden ini sangat bergantung ketersediaan sumber pangan yang
ada dirumah, contoh hal hanya ada masakan sumber protein hewani atau nabati tetapi tidak ada
sayurnya, jadi mereka hanya memakan sumber karbohidrat seperti nasi dan sumber protein
seperti ayam, tempe atau telur. Sedangkan, untuk status gizi keempat responden tidaklah sama,
ada yang berstatus gizi kurang, normal bahkan kelebihan atau disebut obesitas. Status gizi
mereka diketahui melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dilakukan. Jadi,
kebiasaan makan mereka sangatlah berpengaruh kepada status gizi mereka, dikarenakan sangat
bergantung kepada ketersediaan makan yang ada dirumah.
D. Pembahasan

1. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan merupakan cara atau hal yang sering dilakukan oleh seseorang sebagai
karakteristik dari individu dalam memenuhi kebutuhan fisiologis, sosial dan emosional dengan
berulang terhadap makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh (Aritonang, 2011).
Pembentukkan kebiasaan makan dimulai dari orang tua khususnya sewaktu anak masih balita.
Pada waktu anak menginjak usia remaja kebiasaan makan dipengaruhi oleh lingkungan, teman
sebaya, kehidupan sosial, dan kegiatan diluar rumah. Kebiasaan makan pada remaja berkaitan
dengan mengkonsumsi makanan yang mencakup jenis makanan, jumlah makanan, frekuensi
makanan, distribusi makanan dan cara memilih makanan (Aritonang, 2011).

Kebiasaan makan yang ditunjukkan remaja adalah salah satunya mengkonsumsi makanan
jajanan seperti makan gorengan, minum minuman yang berwarna, soft drink dan konsumsi fast
food. Sebuah produk makanan olahan mengandung banyak vitamin dan mineral, namun kerap
pula ditemukan mengandung banyak lemak, gula bahkan zat aditif. Remaja biasanya telah
mempunyai pilihan makanan yang disukainya. Banyak remaja menganggap dengan memakan
banyak makanan dan perut kenyang kebutuhan gizi sudah terpenuhi. Pada masa remaja ini
terkadang terbentuk kebiasaan makan yang tidak sehat, seringnya anak sekolah jajan diluar
rumah,terkadang remaja tidak sarapan pagi saat berangkat kesekolah (Mardalena, 2017).
Makanan cepat saji (fast food) masih menjadi makanan yang paling digemari dikalangan remaja,
mungkin karena para remaja tersebut belum memahami dampak dari seringnya mengonsumsi
makanan tersebut. Selain itu, ketersediaan makanan cepat saji (fast food) yang mudah dijangkau
di sekitar lingkungan tempat tinggal maupun sekolah membuat banyak orang yang gemar
mengonsumsinya. Makanan cepat saji (fast food) merupakan makanan yang lebih cepat dan
praktis sehingga tidak menunggu untuk dikonsumsi (Widawati, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Rina (2008), menyatakan bahwa kebiasaan makan fast food
berisiko terjadi obesitas. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada
kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan besi
dapat menimbulkan anemia dan keletihan, kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu
merebut kesempatan bekerja. Remaja memerlukan lebih banyak besi dan wanita membutuhkan
lebih banyak lagi untuk menggantikan besi yang hilang bersama haid setiap bulannya.

Pada penelitian ini, dari hasil wawancara didapatkan bahwa kebiasaan makan merupakan
mengkonsumsi makanan sebanyak 3x sehari yang terdiri dari karbohidrat, protein, sayur dan
buah. Tetapi, mereka mengkonsumsi makanan tergantung ketersediaan makanan di rumah jadi
tidak setiap hari mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa kebiasaan makan remaja jaman sekarang memang
lebih banyak memilih makanan yang cepat saji atau junkfood dikarenakan mereka hanya ingin
yang lebih simple dalam mengakses makanan. Remaja jaman sekarang memang tidak perduli
terhadap dampak yang akan timbul apabila mengkonsumsi makanan cepat saji secara
berkelanjutan walaupun mereka mengetahuinya dikarenakan memang makanan cepat saji jauh
lebih enak daripada makanan sehat, adapun dampak yang akan timbul seperti obesitas,
kekurangan gizi, usus buntu, kanker, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan juga anemia.

Adapun faktor yang mempengaruhi kebiasan makan remaja yaitu trend, lingkungan, agama,
faktor sosial budaya dan juga faktor mood. Faktor mood inilah yang sangat berpengaruh kepada
kebiasaan makan remaja putri sehari-hari. Dalam penelitian ini, ada 2 orang partisipan yang
memang ketika moodnya sedang menurun ikut menurun juga dalam mengkonsumsi makanan
tetapi ada juga yang melonjak naik.

2. Status Gizi

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak dan
penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan berat badan dan tinggi badan anak.
Kebutuhan gizi untuk remaja sangat besar dikarenakan masih mengalami pertumbuhan. Remaja
membutuhkan energi/kalori, protein, kalsium, zat besi, zinc dan vitamin untuk memenuhi
aktifitas fisik seperti kegiatan-kegiatan disekolah dan kegiatan seharihari. Setiap remaja
menginginkan kondisi tubuh yang sehat agar bisa memenuhi aktifitas fisik. Konsumsi energi
berasal dari makanan, energi yang didapatkan akan menutupi asupan energi yang sudah
dikeluarkan oleh tubuh seseorang (Winarsih, 2018). Banyak remaja tidak mementingkan antara
asupan energi yang dikeluarkan dengan asupan energi yang masuk, hal ini akan mengakibatkan
permasalahan gizi seperti pertambahan berat badan atau sebaliknya jika energi terlalu banyak
keluar akan mengakibatkan kekurangan gizi (Mardalena, 2017).

Masalah gizi remaja banyak terjadi karena perilaku gizi yang salah seperti ketidak seimbangan
antara gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Kekurangan energi dan protein berdampak
terhadap tubuh yang mengakibatkan obesitas, kurang energi kronik (gizi buruk) dan anemia
(Winarsih, 2018).

Penelitian Cakrawati (2012) mengatakan bahwa salah satu penyebab kurang gizi yang berkaitan
dengan kebiasaan makan adalah karena makanan yang tidak cukup jumlahnya serta terlalu
rendah mutu gizinya dan jika berlangsung lama menyebabkan perubahan metabolisme dalam
otak, berakibat pada menurunnya kecerdasan remaja.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa status gizi merupakan keseimbangan antara yang
dikonsumsi dengan kebutuhan zat gizi per orang/hari. Lalu, dilihat dari status gizi yang mereka
miliki ada yang normal, ada yang obesitas dan ada juga yang gizi kurang. Usaha mereka untuk
mempertahankan status gizi yang sudah kategori normal dengan cara makan makanan yang kaya
akan zat gizi seimbang seperti sayur,buah dan juga susu. Untuk yang status gizi obesitas
melakukan usaha untuk mengubah status gizi mereka kearah yang normal dengan cara
melakukan aktifitas fisik dan juga olahraga, dan untuk yang status gizi kurang melakukan usaha
dalam mengubah status gizi yang dimiliki kearah yang normal dengan cara mengkonsumsi
makanan zat gizi seimbang lebih banyak dan teratur.

3. Body Image

Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri, apalagi menyangkut
persepsi terhadap tubuhnya yang meliputi bentuk dan ukuran tubuh (Khomsan, 2010) . Remaja
putri yang memiliki body image negatif berusaha membuat perubahan perilaku makan untuk
mendapatkan kelangsingan tubuh dengan cara melewatkan makan malam dan melewatkan
sarapan (Setyorini, 2010) . Konsep body image pada diri seorang remaja putri diduga akan
berhubungan dengan perilaku makan dan perilaku sehatnya. Seseorang yang menginginkan agar
tubuhnya tetap menarik dan indah dipandang mata (berat badan dan tinggi badan ideal)
seringkali menjaga perilaku makan dan perilaku sehatnya. Konsep body image ini dapat
mengarah ke arah yang positif dan negatif. Konsep body image negatif pada remaja umumnya
menjadikan remaja cenderung menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh penampilan
fisik yang menarik. Remaja melakukan diet tanpa pengetahuan gizi yang benar dan melakukan
aktifitas fisik yang berlebihan agar tubuhnya sesuai dengan yang diinginkannya (Lingga, 2011).

Body image yaitu gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya sendiri, yang
dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran tubuh serta harapan terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang
diinginkan. Apabila harapan tersebut tidak sesuai dengan kondisi tubuh aktual maka akan
menimbulkan body image negatif (Anggraeni, 2015).

Penelitian yang dilakukan di Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 52,9% mengalami
distorsi body image (Savitri, 2015). Penelitian Sahputri (2015) juga menujukkan sebanyak 52,5%
remaja putri di SMA Negeri 3 Cimahi memiliki persepsi body yang negatf. Hal ini menunjukkan
masih banyak siswi yang memiliki body image negatif. Penelitian (Widianti, 2016) menunjukkan
sebanyak 40,3% remaja putri di SMA Theresiana Semarang tidak puas dengan bentuk tubuh
mereka, ada yang mengganggap tubuhnya terlalu gemuk dan terlalau kurus. Hal ini
memperlihatkan bahwa meskipun subjek telah mempunyai tubuh ideal namun mereka cenderung
menilai ukuran tubuhnya lebih besar dari ukuran sebenarnya. Berdasarkan hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa bagi individu yang masih berusia remaja faktor body image merupakan salah
satu faktor penting yang mendapatkan perhatian cukup banyak. Seperti terlihat dalam setiap usia
perkembangan remaja, body image para remaja putri ini cenderung negatif.

Remaja putri awal melalui tahapan pubertas yang disertai dengan peningkatan berat badan.
Selain peningkatan berat badan, tahapan lain yang dialami oleh remaja putri adalah body image
yang negatif dan memiliki keinginan untuk menguruskan berat badan serta melakukan program
diet (Issom, 2018). Perempuan pada fase remaja akhir tidak puas dengan bentuk tubuhnya,
penampilan yang menarik merupakan hal yang penting, dan berusaha menyesuaikan penampilan
tehadap lingkungan sosialnya. Berdasarkan penelitian-penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
body image merupakan hal yang mendapatkan perhatian cukup serius bagi kalangan remaja.
Pada penelitian ini didapatkan hasil tentang body image bagi partisipan yaitu gambaran bentuk
tubuh yang dimiliki seseorang apakah seseorang dapat bentuk tubuh yang ia miliki atau tidak.
Ketika seorang remaja khususnya remaja putri tidak dapat menerima bentuk tubuh yang ia miliki
maka akan menimbulkan body image yang negatif yaitu diman mereka melakukan hal-hal yang
dapat membuat bentuk tubuhnya berubah dengan cara menyakiti dirinya sendiri. Penyebab
mereka melakukan hal itu dikarenakan kurangnya percaya diri yang ada pada dirinya sendiri,
selain itu ada juga faktor pikiran. Faktor pikiran yang sangat mempengaruhi timbulnya body
image yang negatif karena remaja sendiri terlalu memikirkan apa yang dikatakan orang lain
kepada dirinya dan dengan dari itu timbulnya rasa tidak percaya diri. Dari penelitian yang telah
dilakukan, ada yang sangat memperhatikan body image dan ada juga tidak memperhatikan. Bagi
mereka yang sangat memperhatikan body image dapat disebabkan karena mereka ingin
mempunyai bentuk tubuh tetapi yang lebih sehat atau memperhatikan status gizi mereka, selain
itu karena dari faktor pikiran. Untuk yang tidak memperhatikan karena mereka masih enjoy
dengan bentuk tubuh yang ia miliki.

4. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi (WHO, 2010). Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan pergerakan tubuh
yang dihasilkan oleh kontraksi otot yang meningkatkan pengeluaran energi. Seluruh tubuh akan
terasa sehat apabila seseorang memiliki aktivitas fisik yang aktif (Sizer dan Whitney, 2006).
Penelitian Indriawati & Soraya (2009) siswa yang memiliki aktivitas fisik rendah memiliki
peluang untuk menjadi obesitas dibandingkan dengan kelompok siswa dengan aktivitas fisik
tinggi. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam
seminggu dengan tingkatan olahraga sedang samapai berat. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan
minimal 30 menit setiap hari.

Pada penelitian ini, didapatkan hasil tentang aktifitas fisik yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
sehari-hari yang dapat meningkatkan kinerja otot serta menghasilkan keringet yang dikarenakan
proses pembakaran energi di dalam tubuh. Pada penelitian ini juga dihasilkan bahwa remaja
jaman sekarang ada yang sebagian masih produktif dalam kesehariannya yaitu mengerjakan
pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah, membantu orangtua. Tetapi, ada juga yang malas
untuk bergerak. Ketika dilihat dengan kondisi sekarang pada remaja memang mayoritas dalam
melakukan aktifitas fisik tidak mau melakukannya karena malas untuk bergerak ditambah juga
dengan keadaan sekarang yaitu masih dalam pandemi Covid-19.

5. Sosial Budaya

Sosial budaya adalah seperangkat kaidah atau aturan yang berkaitan dengan interkasi antar
manusia dan antara manusia dan lingkungannya (Wirjatmadi dan Adriani, 2012). Faktor sosial
budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan
individu meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang
makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan. Pola konsumsi makan
yang dipengaruhi kebiasaan makan memiliki hubungan yang erat dengan status gizi seseorang.
Pada penelitian ini didapatkan hasil berupa dalam kebiasaan makan mereka tidak dipengaruhi
oleh faktor tersebut, jadi masih setara dalam pembagian makan di keluarganya dan juga tidak
diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan khas daerah masing-masing.
LAMPIRAN

Pertanyaan Wawancara :

1. Bagaimana pendapat anda tentang kebiasaan makan remaja zaman sekarang?

Probing : Apa definisi kebiasaan makan menurut anda?

Menurut anda, kebiasaan makan remaja sekarang seperti apa?

Faktor apa saja yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja?

Apakah dampak yang akan timbul apabila kebiasaan makan remaja jaman
sekarang ke arah yang tidak sehat?

2. Bagaimanakah kebiasaan makan anda sehari-hari?

Probing : Bagaimana menu makanan anda sehari-hari?

Bagaimana kebiasaan makan anda kalau dilihat dari aspek sosial?

Bagaimana kebiasaan makan anda kalau dilihat dari aspek budaya?

Bagaimana kebiasaan makan anda disaat sedang stress atau down?

3. Apa yang anda ketahui tentang aktifitas fisik?

Probing : Apa definisi aktifitas fisik menurut anda?

Apabila diamati, bagaimana aktifitas fisik remaja zaman sekarang menurut anda?

Bagaimana aktifitas fisik yang anda lakukan sehari-hari?

4. Apa yang anda ketahui tentang body image?

Probing : Apa definisi body image menurut anda?

Bagaimana pandangan anda tentang body image yang negatif?

Apa saja kendala yang dihadapi remaja untuk menerapkan body image yang
positif?

Apakah anda termasuk ke tipe remaja yang sangat memperhatikan body image?

5. Apa yang anda ketahui tentang status gizi?

Probing : Apa definisi status gizi menurut anda?


Menurut anda, status gizi yang anda miliki termasuk kearah yang mana?

Apa saja kegiatan yang anda lakukan untuk mempertahankan status gizi anda atau
menjadikan kearah yang normal?

Menurut anda, bagaimana kaitannya kebiasaan makan dengan status gizi?


Berikut daftar hadir dan informed consent :
Berikut dokumentasi dari wawancara mendalam :

Responden pertama Responden kedua


Responden keempat Responden ketiga
Laporan Observasi :
Daftar Pustaka

Abdul Kadir, A. (2016). Kebiasaan makan dan gangguan pola makan serta pengaruhnya terhadap
status gizi remaja. Jurnal Publikasi Pendidikan; vol 4, no 1.

Adinda, D., Sudaryati, E., Siagian, A. (2016). Gambaran Kebiasaan Makan, Body Image dan
Status Gizi Remaja Putri di SMK Negeri 2 Sibolga. Scientific Periodical of Public Health and
Coastal, 2(1), 39-50

Adriani, M., Wirjatmadi, B.(2012).Pengantar Gizi masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana


Prenada Media Group: Cetakan ke-1.

Anggraeni, S. D. (2015). Hubungan Antara Body Image dengan Frekuensi Makan, Jenis
Makanan dan Status Gizi Remaja Putri di SMA Negeri 7 Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M. (2011). Gizi seimbang dalam daur kehidupan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Aritonang, I. (2011). Kebiasaan makan dan gizi seimbang. Yogyakarta: Leutika.

Baliwati, F.Y., Khomsan, A., Dwiriani, M.C.(2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta:
Penerbit Swadaya.

Badan Pusat Statistik. (2018). Kecamatan Kebayoran Lama Dalam Angka 2018. Jakarta: CV
Nario Sari.

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Daerah Kota Jakarta Selatan 2020. Jakarta: CV Nario.

Brown, J E. (2011). Nutrition Through The Life Cycle. Wadsworth (USA): Cengage Learning.

Brown, J.E. (2013). Nutrition Through The Life Cycle. Wadsworth (USA): Cengage Learning.

Cakrawati, D., dan Mustika, N.H., (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung:
Alfabeta

Depkes, RI. (2018). Kenali masalah gizi yang mengancam remaja indonesia.Jakarta

Fikawati S, Ahmad S, Veratamala A. (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok: Rajawali Press.

Indriawati, R., Soraya, F. (2009). Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dan Tingkat
Aktivitas Fisik terhadap Obesitas pada Kelompok Usia 11- 13 Tahun. Jurnal Mutiara Medika.
Vol.9, No.2: 121- 128. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Issom, F. L., Putra, P. P. C. (2018). Gambaran Body Image Pada Atlet Remaja Di Sekolah
Smp/Sma Negeri Ragunan Jakarta. JPPP - Jurnal Penelitian Dan Pengukuran Psikologi, 7(1), 36–
45.

Kalhan dkk. (2009). Nutritional Status of Adolescent Girls of Rural Haryana. The Internet
Journal of Epidemiology, 8(1).

Kemenkes RI. (2012). Strategi Nasional Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik
Untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular.

Kemenkes RI. (2016b). Situasi Gizi, 43.

Khomsan, A. (2010). Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Khumaidi. (2004). Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat. Jakarta: PT BPK Gunung Murka.

Lingga, M. (2011). Studi Tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktifitas Fisik, Status
Gizi dan Body Image Remaja Putri Yang Berstatus Gizi Normal dan Gemuk/ Obes di SMA Budi
Mulia. Bogor.

Majid HA, Ramli L, Ying SP, Su TT, Jalaludin MY, Mohsein NAA. (2016). Dietary Intake
among Adolescents in a Middle-Income Country: An Outcome from the Malaysian Health and
Adolescents Longitudinal Research Team Study (the MyHeARTs Study)

Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar ilmu gizi dalam keperawatan: Konsep dan penerapan pada
asuhan keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Moleong, Lexy. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Offset.

Mulugeta, A., Hagos, F., Stoecker, B, et.al. (2009). Nutritional Status of Adolescent Girls from
Rural Communities of Tigray, Northern Ethiopia. Ethiop J Health Dev, 23: 5-11.

Rina, R., Oktia, Woro. (2008). Kebiasaan Makan Fast Food, Konsumsi Serat, dan Status
Obesitas pada Remaja Putri. Jurnal Kemas, 3(2): 185- 195.

Riset Kesehatan Dasar, (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.
Jakarta

Riset Kesehatan Dasar, (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.
Jakarta .

Savitri, W. (2015). Hubungan Body Image, Pola Konsumsi Dan Aktivitas Fisik Dengan Status
Gizi Siswi Sman 63 Jakarta Tahun 2015. In Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae
Mendelianae Brunensis, Vol. 16, Issue 2.
Sahputri, L. D. (2015). Hubungan Antara Status Gizi dan Gambaran Tubuh Remaja Putri di
SMA Negeri 3 Cimahi.

Serly, Vicennia., Sofian, Amru., Ernalia, Y. (2015). Hubungan Body Image , Asupan Energi
Dan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Angkatan 2014. Jurnal FK, 2(2), 1–14.

Setyorini, K. (2010). Hubungan Body Image Dan Pengetahuan Gizi Dengan Perilaku Makan
Remaja Putri (Studi Kasus Di Kelas X Dan XI SMAN 4 Semarang). Semarang: Artikel
Penelitian.

Siregar, P. A. (2020). Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Asin dan Kejadian Hipertensi
Masyarakat Pesisir Kota Medan. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA), 2(1), 1–8.

Singh, AS., Mulder, C., Twisk, JW., Van Mechelen, W., Chinapaw, MJ. (2008). Tracking of
Chilhood Overweight into Adulthood: A Systematic Review of the Literature. Obesity Review,
9(5): 474-488.

Sizer, F., Whitney, E. (2006). Nutrition Concepts and Controversies, Tenth Edition. Amerika:
Thomson Wadsworth.

WHO. (2010). Global Reccomendations on Physical Activity for Health. Geneva.

World Health Organization (WHO). (2014). Physical Activity and Adults.

World Health Organization (WHO). (2015). Global school-based student health survey (GSHS).

Winarsih. (2018). Pengantar ilmu gizi dalam kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Widawati. (2018). GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN DAN STATUS GIZI REMAJA DI


SMAN 1 KAMPAR TAHUN 2017. Jurnal Gizi, 2(2), 146-159.

Widianti, N., Kusumastuti, A. C. (2016). Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Makan
Dengan Status Gizi Remaja Putri Di Sma Theresiana Semarang. Journal of Nutrition College,
1(1), 398–404.

Anda mungkin juga menyukai