Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dewasa ini Indonesia masih dihadapkan dengan masalah kelaparan

dan kekurangan gizi, masalah gizi tidak terjadi hanya di indonesia saja

namun mencakup sebagian besar belahan dunia sehingga hal ini menjadi

masalah global. Status gizi merupakan salah satu permasalahan kesehatan

di dunia. Pada sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia,

sudah terjadi modernisasi dan globalisasi yang berpengaruh terhadap

perkembangan dan penerimaan makanan tradisional di masyarakat yang

bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan yang banyak

mengandung energi, lemak, gula dan garam tetapi kurang vitamin, mineral

dan serat (Dwiningsih dan Pramono, 2013).

Hasil riset yang dilakukan oleh Unicef menyatakan bahwa jumlah

penduduk yang menderita kekurangan gizi di dunia mencapai 767,9 juta

orang pada 2021. Jumlah itu naik 6,4% dibandingkan pada tahun

sebelumnya yang sebesar 721,7 juta orang. Berdasarkan kawasan, jumlah

penduduk kekurangan gizi di Asia menjadi yang terbanyak, yakni 418 juta

orang pada 2020. Secara rinci, ada 305,7 juta penduduk yang menderita

kekurangan gizi di Asia Selatan. Kemudian, 48,8 juta orang menderita

kekurangan gizi di Asia Tenggara.


Data Unicef juga menunjukan penduduk kekurangan gizi di Asia

Barat dan Asia Tengah masing-masing sebesar 42,3 juta orang dan 2,6 juta

orang. Sementara, jumlah penduduk kekurangan gizi di Asia Timur tidak

dilaporkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kekurangan

gizi menjadi salah satu ancaman berbahaya bagi kesehatan penduduk

dunia. Kekurangan gizi diperkirakan menjadi penyebab utama dari 3,1 juta

kematian anak setiap tahun.(FAO, 2020).

Berdasarkan data Riskesdas 2013 gizi kurang di Indonesia

memiliki prevalensi sebesar 13,9% sedangkan pada data Riskesdas 2018

memiliki prevalensi sebesar 13,8% dengan arti hanya 0,1% prevalensi

penurunan gizi kurang dalam 5 tahun terakhir. Sehingga masalah ini

menjadi masalah yang harus diperhatikan oleh pihak tenaga kesehatan

maupun pemerintah setempat (Kemenkes, 2018).

Prevalensi permasalahan gizi di Indonesia berdasarkan hasil

Riskesdas 2018 terdapat 17,7% kasus balita kekurangan gizi dan jumlah

tersebut terdiri dari 3,9% gizi buruk dan 13,8% gizi kurang (Kemenkes,

2018). Berdasarkan SSGI 2022 Dari prevalensi balita stunting tinggi badan

menurut umur Provinsi Nusa Tenggara Timur menduduki peringkat

pertama sebagai provinsi dengan status kejadian balita stunting yakni 35.3

% diantara provinsi lainnya dan menduduki peringkat ke lima untuk

prevalensi balita wasting 10,7% setelah Maluku Utara, Aceh, Sulawesi

Tengah dan Papua Barat.


Meningkatnya status gizi yang baik akan menjadi pondasi yang

sangat penting dan memiliki peran besar dalam bebagai aspek yang pada

akhirnya memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu bangsa,

berbagai faktor baik secara langsung maupun tidak langsung mampu

mempengaruhi status gizi suatu masyarakat. Masalah gizi yang terjadi saat

ini salah satunya disebabkan karena kebiasaan konsumsi makanan yang

dinilai tidak sesuai akibat perubahan gaya hidup kurang aktivitas atau

sedentary lifestyle, sehingga menyebabkan asupan gizi yang tidak

seimbang. Kebiasaan makan yang tidak sesuai yaitu mengonsumsi

makanan dalam jumlah yang besar, memilih makanan yang tinggi energi,

karbohidrat, lemak dan rendah serat menjadi pencetus terjadinya

peningkatan berat badan.

Berdasarkan data yang didapat dari

Kebiasaan makan (foodhabit) dalam suatu kelompok masyarakat

akan memberikan dampak pada status gizi masyarakat setempet. Oleh

karena itu, dalam program-program perbaikan gizi harus diupayakan agar

kebiasaan makan yang baik dapat dilestarikan guna menunjang program

pemerintah dalam diversifikasi pangan. Sedangkanke biasaan makan yang

jelek harus diganti dengan ide-ide baru untuk menunjang tercapainya gizi

masyarakat.
Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Abd. Kadir A. 2016,

dipaparkan bahwa kebiasaan makan Remaja sangat dipengaruhi faktor

ekstrinsik dan faktor intrinsic dimana Kebiasaan makan remaja di

perkotaan masih dalam batas kewajaran, namun perlu diwaspadai bahwa

akibat kemajuan teknologi dan pergaulan bebas, maka kemungkinan

kebiasaan makan yang masih relatif baik akan bergeser kekebiasaan

makan makanan modern yang akan mempengaruhi status gizi remaja.

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, penelitipun tertarik

melakukan penelitian untuk mengetahui kebiasaan makan dan

pengaruhnya terhadap status gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Busalngga kabupaten Rote Ndao.


I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka penelitipun

merumuskan masalah dalam usulan penelitian ini sebagai berikut;

Bagaimanakah kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status gizi

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Busalngga kabupaten Rote Ndao?

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitan ini adalah agar dapat diketahuinya

kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status gizi masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Busalngga kabupaten Rote Ndao?

I.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari usulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diketahuinya perilaku kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status

gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Busalngga kabupaten Rote

Ndao.

2. Diketahuinya Frekuensi kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap

status gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Busalngga kabupaten

Rote Ndao.

3. Diketahuinya Pantangan makan dan pengaruhnya terhadap status gizi

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Busalngga kabupaten Rote Ndao.


I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Terkait

Sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan di di wilayah

kerja Puskesmas Busalngga kabupaten Rote Ndao terrkait upaya

preventif kebiasaan makan yang berpotensi memengaruhi status

gizi masyarakat.

2. Bagi Masyarakat

Menambah pemahaman dan menjadi pedoman bagi masyarakat

untuk mengetahui tentang masalah gizi dan apakah kebiasaan

makanan mereka mempengaruhi status gizi mereka.

I.4.2 Manfaat Teoritis

Dapat menjadi sumber pustaka dan bahan rujukan dalam penelitian

lain di masa mendatang seperti dalam riset untuk menguji

hubungan antara kebiasaan makan dan status gizi masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Kebiasaan Makan & Pola Makan

II.1.1 Kebiasaan Makan

Kebiasaan Makan adalah ekspresi setiap individu dalam

memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan.

Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan

akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004). Kebiasaan

makan adalah sebuah perilaku yang dilakukan individu atau

kelompok terhadap suatu makanan yang sering dimakan.

Kebiasaan makan dalam suatu kelompok akan memberikan

dampak pada status gizi masyarakat setempet. Oleh karena itu,

dalam program perbaikan gizi harus diupayakan agar kebiasaan

makan yang baik dapat dilakukan guna menunjang program

pemerintah dalam diversifikasi pangan. Sedangkan kebiasaan

makan yang jelek harus diganti dengan ide-ide baru untuk

menunjang tercapainya gizi masyarakat.(Abd. Kadir A,2016)


Kebiasaan makan yang sering menyantap makanan siap saji

akibat gencarnya iklan dan ajakan teman yang dapat

mempengaruhi status gizi anak karena makanan instan seperti mie

instan ini cenderung rendah serat, rendah vitamin serta mineral,

tapi tinggi kalori, tinggi lemak serta tinggi garam natrium serta

kolestrol.( Suhardjo,C,2003).

II.1.2 Pola Makan

Pola makan adalah informasi yang mengambarkan berbagai

macam dan jumlah makanan yang dikonsumsi seharihari oleh

seseorang. Ketidakseimbangan dalam pengaturan pola makan akan

mengakibatkan zat gizi yang masuk kedalam tubuh juga tidak

seimbang (Andriani M, Wiratmaji B. 2016 dalam Christia Dora

dkk,2021)

Pola makan merupakan cara atau usaha pada pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan tambahan informasi gambaran

dengan tetap mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah

atau membantu kesembuhan suatu penyakit (Depkes RI, 2009

dalam Ayumi,2021)

Sedangkan menurut Selistyoningsih, 2011 dalam Ayumi,

2021 mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai

karakteristik dari kegiatan yang berulangulang individu setiap

makan dalam memenuhi kebutuhan makanan.


Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang

terdiri dari :

a. Jenis Makan

Jenis makan merupakan sejenis makanan pokok yang

dimakan individu setiap hari yang terdiri terdiri dari makanan

pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah yang

dikonsumsi setiap hari sebagai sumber makanan utama yang

dikonsumsi setiap individu atau sekelompok masyarakat yang

terdiri dari beras, jagung, umbi-umbian dan tepung

(Sulistyoningsih, 2011).

b. Frekuensi Makan

Frekuensi makan di definisikan berapa banyaknya makan

individu dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan

malam dan makan selingan (Depkes, 2013).

c. Jumlah Makan

Jumlah makan merupakan berapa banyaknya makanan yang

dikonsumsi dalam setiap orang atau setiap individu dalam

kelompok (Willy, 2011).


II.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan Tidak

Langsung

a. Faktor lingkungan sosial.

Lingkungan sosial memberikan gambaran yang jelas tentang

perbedaan perbedaan kebiasaan makan. Tiap-tiap bangsa dan suku

bangsa mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda seseuai

dengan kebudayaan yang dianut secara turun-temurun.

b. Faktor lingkungan budaya dan agama /pantangan

Faktor lingkungan budaya yang berkaitan dengan kebiasaan

makan biasanya meliputi nilai-nilai kehidupan rohani dan

kewajiban - kewajiban social. Pada masyarakat ada kepercayaan

bahwa nilai spiritual yang tinggi akan dapat dicapai oleh seorang

ibu atau anaknya apabila ibu tersebut sanggup memenuhi

pantangan-pantangan dalam hal makanan. Agama juga

memberikan batasan batasan tertentu dan pantangan – pantangan

untuk setiap agama yang di anut oleh masyarakat. (Abd. Kadir

A.2016).
II.1.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Langsung

II.1.4.1 Asupan makan

a. Kebiasaan/perilaku

Suasana dalam keluarga, menjadi salah satu faktor kebiasaan

makan, hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya

kebiasaan makan bersama, oleh karena itu kebiasaan makan

bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling berkumpul,

apalagi makan bersama.(khomsan,2003).

b. Daya beli

Remaja menjadi sasaran yang tepat untuk pasar makanan , karena

umumnya remaja mempunyai uang saku, hal ini dimanfaatkan

sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak

maupun elektronik untuk menarik perhatian remaja. (khomsan,

2003) menurut Islamiyati (2014) bahwa usia remaja cenderung

akan memilih makanan instan untuk dikonsumsi karena memiliki

harga terjangkau.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). Tingkat

pengetahuan gizi seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku dalam memilih makanan. Pengetahuan gizi juga


membuat seseorang dapat lebih memahami manfaat kandungan

gizi dari makanan yang dikonsumsi (Sediaoetama, 2000).

d. Sikap

Remaja yang mendapat pengaruh dari teman sebaya tentu akan

memiliki kecenderungan mengkonsumsi mie instan. Ditambah

lagi remaja mendapat pengaruh lain dari luar dirinya seperti

media massa, uang saku yang relatif rendah dan ketersediaan mie

instan disekitar yang tergolong mudah diperolehn harga nya

terjangkau. (Arza A. E. I. 2017).

II.1.4.2 Asupan gizi

Asupan makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi

kebutuhan gizi sebagai sumber tenaga, mempertahankan ketahanan

tubuh dalam menghadapi serangan penyakit dan untuk

pertumbuhan (Departemen FKM UI, 2008). Manusia

membutuhkan 20 energi untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Asupan tersebut

diperoleh dari bahan makanan yang mengandung karbohidrat,

lemak dan protein (Almatsier, 2004).


a. Pola makan

Pola makan menunjukkan budaya dan kebiasaan serta

kepercayaan suatu kelompok masyarakat tertentu. Seperti halnya

yang terjadi pada remaja umumnya remaja memiliki kebiasaan

yang kurang baik, beberapa remaja khususnya remaja putri sering

mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang

dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut mengalami

kegemukan (Saufika, Retnaningsih, & Alfiasari, 2012).

b. Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi mempengaruhi pola konsumsi seseorang dimana

apabila pengetahuan tentang gizi seseorang tinggi, maka

kesadaran akan pentingnya makan makanan bergizi juga

meningkat sehingga kebutuhan gizi akan terpenuhi. Semakin baik

pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya

untuk dikonsumsi (Soediaoetama, 2000).

c. Aktifitas fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah sesuatu

yang menggunakan tenga atau energi untuk melakukan berbagai

kegiatan fisik, seperti berjalan, berlari, olahraga, dan lain-lain.

(Huriyati, 2009). Remaja yang aktif dan banyak melakukan

olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar

dibandingkan yang kurang aktif. Angka Kecukupan Gizi (AKG)


energi untuk remaja dan dewasa muda perempuan 2000-2200

kkal, sedangkan untuk laki-laki antara 2400-2800 kkal setiap hari.

AKG energi dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber

karbohidrat (Yulia, 2012).


II.2 Tinjauan Status Gizi

II.2.1 Pengertian status gizi

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh

seseorang yang dapat dilihat dari konsumsi makanannya (Almatsie,

2005). Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi. status

gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan dan penggunaan makanan. Klasifikasi status gizi

digolongkan menjadi lima kategori yaitu : berat badan

kurang/Underweight, normal, overweight, gemuk/obese I dan

sangat gemuk/obese II(WHO 2000).

II.2.2 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah parameter yang ditetapkan

oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) sebagai perbandingan berat

badan dengan kuadrat tinggi badan (Sarwono S, 2001). IMT juga

diyakini mempunyai hubungan erat terhadap penyakit karena

obesitas ataupun kekurangan energi pada remaja putri (Rini S,

2006).
Rumus perhitungan IMT:

BB(kg)
IMT¿
TBxTB(m)

Keterangan :

BB : berat badan dalam kilogram (kg)

TB : Tinggi badan dalam meter (M)

Klasifikasi IMT

Tabel IMT

Kategori IMT (kg/m2)

Berat badan kurang/Underweight < 18,5

Normal 18,5 – 22,9

Overweight 23 – 24,9

Gemuk/Obese I 25,0 – 29,9

Sangat Gemuk/Obese II >=30,0

Sumber WHO
II.2.3 Penilaian status Gizi

Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi merupakan penjelasan

yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai

macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang

memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan

Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :

II.2.3.1 Penilaian Langsung

a. Antropometri

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi

yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan

umur dan tingkat gizi seseorang. (Gibson,2005).

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi

berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat

dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.

Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang

terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang

dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan

Triyanti, 2007).
c. Biokimia

Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium.

Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk

mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah

lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi

sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya simpanan di

jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini disebut uji

biokimia statis. (Baliwati, 2004).

II.2.3.2 Penilaian Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi

Makanan Survei konsumsi makanan merupakan salah satu

penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan

yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang

didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data

kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang

dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi

makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh

pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).


b. Statistik Vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi

melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan

dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka

penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan,

dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan

gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

c. Faktor Ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena

masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor

ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan

budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk

mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu

masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan

intervensi gizi (Supariasa, 2001).

II.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Marni (2013) Faktor external yang mempengaruhi

status gizi antara lain :

a. Pendapatan masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah

taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli

keluarga tersebut.
b. Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan,

sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi

yang baik.

c. Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu akan

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

d. Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku

dan kebiasaan.

Menurut Marni (2013) Faktor internal yang mempengaruhi

status gizi antara lain:

a. Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang

dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi pada anak dan remaja.

b. Kondisi fisik Seseoarang yang sakit, yang sedang dalam

penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan

pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Anak

dan remaja pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan

untuk pertumbuhan cepat.

c. Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan

atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.


II.3 Teori perubahan perilaku

Teori determinan terbentuknya perilaku salah satunya adalah teori

Lawrence Green yang menjelaskan bahwa perilaku manusia berangkat dari

tingkat kesehatan dimana dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor

perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour

causes) selanjut untuk perilaku terbentuk adanya 3 faktor diantaranya

sebagai berikut:

II.3.1 Faktor predisposisi

Faktor prediposisi merupakan hal yang terwujud dan berasal

dari dalam individu seperti pengetahuan, kepercayaan, jenis

kelamin, pekerjaan, usia, nilai-nilai dan sebagainya. Pada

kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status gizi masyarakat

yang menjadi faktor predisiposisi ialah asupan makanan aktifitas

fisik dimana aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap pergerakan

jasmani yang dihasilkan otot skelet yang memerlukan pengeluaran

energi. Dimana aktifitas fisik mempengaruhi aktifitas sehari hari

yang dapat berdampak dengan kejadian premenstruasi sindrom

baik itu aktifitas ringan, sedang ataupun berat.


II.3.2 Faktor pemungkin

Faktor pemungkin merupakan hal yang berkaitan dengan

karakteristik lingkungan menyebabkan petugas dalam berperilaku

kesehatan dan setiap keterampilan atau sumber daya untuk

melaksanakan perilaku seperti adanya media massa informasi,

ketersediaan sarana prasarana dan SDM yang berkualitas. Pada

kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status gizi masyarakat

yang menjadi faktor pemungkin ialah perilaku, frekuensi dan

patangan dalam kebiasaan makan dimana Kebiasaan Makan adalah

ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan

membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap

individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang

lain (Khomsan, 2004).


II.3.3 Faktor penguat

Faktor Penguat merupakan hal yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat serta variabel

dukungan masyarakat, tokoh masyarakat, pemerintah sangat

tergantung dari sarana dan jenis program yang dilaksanakan.

Pada Pada kebiasaan makan dan pengaruhnya terhadap status

gizi masyarakat yang menjadi faktor penguat ialah status gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan

antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi

yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu

membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarin dividu, hal ini

tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh

dalam sehari, dan berat badan (Par’I, Holil M. dkk, 2017).


II.4 Kerangka Konsep

II.4.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan berbagai konsep dan dasar berpikir yang dipaparkan

diatas maka kerangka teori dalam usulan penelitian ini disajikan dalam

skema berikut:

Faktor prediposisi Faktor Pemungkin Faktor Penguat

1. Pendapatan 1. Perilaku Status Gizi


2. Pendidikan kebiasaan
3. Pekerjaan makan 1. Kurus
4. Budaya 2. Frekuensi 2. Normal
kebiasaan 3. Gemuk
makan. 4. Obesitas
3. Pantangan
kebiasaan
makanan

Kebiasaan Makan Dan Pengaruhnya Terhadap Status Gizi


Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Busalangga
Kabupaten Rote Ndao
II.4.2 Kerangka Hubungan Antar Variabel

Faktor yang mempengaruhi


kebiasaan makan

Faktor prediposisi Faktor pemungkin

1. Pendapatan 1. Perilaku
2. Pendidikan 2. Frekuensi
3. Pekerjaan 3. Pantangan
4. Budaya

Status Gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja


Puskesmas Busalangga Kabupaten Rote Ndao

Keterangan;

: Variabel independen yang diteliti

: Variabel independen yang tidak diteliti

: Variabel dependen yang diteliti


II.4.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang akan di uji

kebenarannya oleh peneliti. Hipotesis merupakan jawaban

sementara dari peneliti berdasarkan pada teori yang belum bisa

dibuktikan dengan data atau faktanya (Anggita, 2018).

Dari kerangka konsep diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut : H1 :

1. Ada Pengaruh perilaku kebiasaan makan terhadap status

Gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Busalangga

Kabupaten Rote Ndao

2. Ada pengaruh frekuensi kebiasaan makan terhadap status

status gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Busalangga Kabupaten Rote Ndao

3. Ada pengaruh pantangan kebiasaan makan makan

terhadap status status gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja

Puskesmas Busalangga Kabupaten Rote Ndao

Anda mungkin juga menyukai