Anda di halaman 1dari 24

SURVEI KONSUMSI PANGAN

DI SUSUN OLEH:

IMROATUL FAIZAH FITRY (70120005)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT AHLI JENJANG

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANEJEMEN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN

BHAKTI WIYATA KEDIRI

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan
makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu
tertentu. Jenis bahan pangan dibedakan menurut berbagai cara. Salah satu cara membedakan
bahan pangan adalah berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya bahan pangan dibedakan
menjadi bahan pangan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-buahan. Jenis bahan
makanan yang dikonsumsi idealnya memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas
pangan yang dikonsumsi harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi. Bahan pangan
yang dikonsumsi apabila telah mampu menyediakan semua jenis zat gizi yang dibutuhkan maka
ia disebut berkualitas. Fakta yang adalah bahwa tidak ada satu bahan makanan yang mampu
memenuhi seluruh zat gizi. Atas alasan inilah maka perlu dilakukan penganekaragaman
konsumsi pangan dan harus berbasis makanan lokal. Banyak pertimbangan logis sederhana yang
harus dipahami pada kebijakan pemerintah terkait penganekaragaman dan konsumsi makanan
lokal. (Kementan 2016), (Mahfi et al. 2008), (Kementerian Pertanian 2014).
Pemerintah telah menetapkan peraturan terkait dengan gerakan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal melalui peraturan menteri
pertanian nomor 43/Permentan.OT.140/10/2009. Penganekaragaman konsumsi pangan adalah
ditujukan untuk memenuhi konsumsi gizi seimbang. Gizi seimbang adalah syarat untuk dapat
bekerja secara aktif dan produktif (Kemenkumham 2013).
Alasan pemerintah menetapkan konsep penganekaragaman pangan adalah mendominasi
beras sebagai sumber makanan pokok bagi seluruh penduduk Indonesia. Dominasi beras
menyebabkan ketergantungan pad akomoditas padi menjadi tinggi. Konsumsi beras tinggi yang
tidak disertai produksi yang cukup akan membuat kesenjangan antara kebutuhan beras dengan
produksi padi dalam negeri menjadi tidak seimbang. Pemerintah mengantisipasinya dengan
berbagai cara. Salah satunya adalah aneka ragam konsumsi pangan termasuk pangan non beras.
Makanan pokok selain beras, secara historis di Indonesia adalah cukup potensial.
Berbagai sentra produksi sagu, singkong dan jagung sudah dikenal sejak lama. Daerah seperti
kawasan timur Indonesia dikenal sebagai sentra produksi sagu dan nusa tenggara dikenal sebagai
sentra produksi jagung. Kekhususan setiap daerah dengan makanan pokoknya dapat
dikembalikan sebagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat setempat. Adanya
pergeseran konsumsi non beras menjadi beras di sentra produksi sagu, singkong dan jagung saat
ini dikembalikan ke konsep makanan non beras. Hal ini bertujuan agar ketahanan pangan
penduduk Indonesia tetap terpenuhi dengan baik. (Suyastiri 2008)
Dinamika konsumsi pangan yang berubah secara terus menerus sesuai dengan
perkembangan berbagai sektor termasuk sektor pendapatan adalah harus dipantau setiap periode
waktu tertentu, Pemantauan ini dijelaskan sebagai salah cara untuk mendeteksi secara dini
kemampuan sektor produksi untuk menjamin pasokan guna mengatasi gejolak harga yang dapat
memicu inflasi. Makanan adalah pemicu inflasi yang paling potensial. Jika inflasi naik karena
kenaikan harga makanan pokok maka ini dapat memicu lahirnya masalah gizi dan kesehatan.
Perubahan itu layaknya dapat dimonitor melalui survei konsumsi pangan penduduk secara
berkala.
Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka, survei konsumsi pangan penduduk
menjadi salah satu alasan penting dalam menelaah dinamika konsumsi pangan serta dampak
penyerta bagi gizi dan kesehatan. Pengukuran konsumsi pangan adalah beragama sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Pengukuran konsumsi pangan dibedakan salah satunya menurut
individu, keluarga dan kelompok.
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dapat diketahui dari metode survei konsumsi dan bagaimana penerapannya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah metode survei konsumsi pangan dan penerapannya adalah untuk
mengetahui informasi apa saja yang didapatkan dari survei konsumsi pangan dan bagaimana
penerapannya.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah metode survei makanan ini adalah
sebagai berikut:
a. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang metode survei makanan bagi masyararakat
luas
b. Memberikan informasi mengenai metode survei makanan dan penerapannya
c. Dengan pengetahuan dan informasi ini maka dapat menerapkannya dengan baik dan
benar.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Survei Konsumsi Makanan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Kementan 2016),
(Kemenkumham 2015).
Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan
rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
Jenis bahan pangan dibedakan menurut berbagai cara. Salah satu cara membedakan bahan
pangan adalah berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya bahan pangan dibedakan
menjadi bahan pangan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-buahan. Jenis bahan
makanan yang dikonsumsi idealnya memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas
pangan yang dikonsumsi harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi. Bahan pangan
yang dikonsumsi apabila telah mampu menyediakan semua jenis zat gizi yang dibutuhkan maka
ia disebut berkualitas. Fakta yang adalah bahwa tidak ada satu bahan makanan yang mampu
memenuhi seluruh zat gizi. Atas alasan inilah maka perlu dilakukan penganekaragaman
konsumsi pangan dan harus berbasis makanan lokal. Banyak pertimbangan logis sederhana yang
harus dipahami pada kebijakan pemerintah terkait penganekaragaman dan konsumsi makanan
lokal. (Kementan 2016), (Mahfi et al. 2008), (Kementerian Pertanian 2014).
Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penentuan statug gizi perorangan atau kelompok. Banyak pengalaman membuktikan
bahwa dalam melakukan penilaian konsumsi makanan (survei dietetik) banyak terjadi bias
tentang hasil yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat,
instrumen tidak sesuai dengan tujuan, ketelitian alat timbang makanan, kemampuan petugas
pengumpulan data, daya ingat responden, daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai
dengan makanan yang dikonsumsi responden dan interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh
karena itu, diperlukan pemahaman yang baik tentang cara-cara melakukan survei konsumsi
makanan, baik untuk individu, kelompok maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi
makanan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, sebenamya survei
konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Hasil
survei hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi
pada seseorang.
2.2 Tujuan Survei Konsumsi Makanan

Secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan


makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok,
rumah tangga dan perorangan serta faktor – faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
makanan tersebut.

Secara khusus, survei konsumsi digunakan untuk berbagai macam tujuan antara lain:

a. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat.


b. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu.
c. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan.
d. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi.
e. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat khususnya golongan yang berisiko tinggi
mengalami kekurangan gizi.
f. Mennetukan perundang – undangan yang berkenaan dengan makanan, kesehatan dan gizi
masyarakat.
2.3 Sasaran Survei Konsumsi Pangan

Sasaran SKP dapat diketahui berdasarkan tujuan penilaian SKP. Tujuan yang berkaitan
dengan Survei Konsumsi Pangan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu secara
tidak langsung (Indirect/ecological) dan langsung (direct). Secara rinci dijelaskan oleh Ruth E
Peterson dan Pirjo Pieinen (2004) sebagai berikut:
Sasaran SKP adalah individu, keluarga dan kelompok. Pengukuran konsumsi pangan
individu adalah subjek yang disurvei adalah individu tunggal dan hasilnya hanya dapat
digunakan untuk menilai asupan gizi yang bersangkutan, tidak berlaku untuk anggota keluarga
ataupun kelompoknya. Penilaian konsumsi gizi individu adalah berguna untuk memberikan
edukasi asupan gizi yang tepat guna meningkatkan status gizi secara optimal.
Sasaran konsumsi individu adalah hasilnya untuk individu yang bersangkutan dan bukan
pada aspek prosesnya. Alasannya adalah semua metode SKP, prosesnya adalah selalu
menggunakan subjek individu, meskipun hasilnya dapat digunakan untuk penilaian keluarga dan
kelompok. Sekumpulan individu yang disurvei di tingkat rumah tangga disebut sebagai sasaran
keluarga tangga, sedangkan sekumpulan individu yang sama karakteristiknya disebut sasaran
kelompok.
Sasaran pengukuran konsumsi pangan keluarga adalah subjek yang disurvei mencakup
semua individu dalam satu keluarga. Jumlah anggota keluarga disesuaikan dengan jumlah
masing-masing rumah tangga yang menjadi unit contoh dalam SKP. Biasanya dalam sebuah
survei selalu ditentukan rumah tangga yang menjadi sasaran melalui proses pemilihan yang
subjektif ataupun objektif. Secara subjektif adalah secara sengaja dengan tujuan untuk menilai
asupan gizi keluarga untuk kepentingan investigasi khusus. Misalnya pada kasus keracunan
makanan pada satu keluarga, maka sasaran SKP harus secara subjektif ditentukan khusus pada
rumah tangga kasus bukan semua rumah tangga dalam populasinya. Sasaran yang ditentukan
secara objektif apabila investigasi ditujukan untuk menilai asupan gizi secara umum, dan dapat
mewakili keluarga yang lain, atas alasan inilah maka dia disebut penilaian secara objektif.
Sasaran pengukuran konsumsi makanan kelompok berbeda dengan konsumsi keluarga,
meskipun keluarga adalah juga anggota kelompok dan pada unit terkecilnya adalah juga
individu. Kelompok adalah sekumpulan orang yang tinggal dalam satu intitusi penyelenggara
makanan. Kelompok penghuni asrama, kelompok pasien, kelompok atlet, kelompok remaja.
Kelompok harus dibatasi pada kesamaan karakter dalam umur, jenis kelamin ataupun dalam
kasus. Karakter yang dimaksud adalah karakter yang langsung berhubungan dengan variabel
penentuan kebutuhan gizi individu. Individu yang tergolong dalam satu karakter kebutuhan
dianggap sebagai satu kesatuan sehingga untuk kepentingan analisis perencanaan, monitoring
dan evaluasi gizi selalu menggunakan unit analisis kelompok. Pengukuran konsumsi makanan
kelompok berbeda dengan konsumsi keluarga, meskipun keluarga adalah juga anggota
kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang tinggal dalam satu intitusi penyelenggara
makanan. Kelompok penghuni asrama, kelompok pasien, kelompok atlet, kelompok remaja.
Kelompok harus dibatasi pada kesamaan karakter dalam umur, jenis kelamin ataupun dalam
kasus. Karakter yang dimaksud adalah karakter yang langsung berhubungan dengan variabel
penentuan kebutuhan gizi individu. Individu yang tergolong dalam satu karakter kebutuhan
dianggap sebagai satu kesatuan sehingga untuk kepentingan analisis perencanaan, monitoring
dan evaluasi gizi selalu menggunakan unit analisis kelompok.
2.4 Jenis Metode Pengukuran Survei Konsumsi Makanan

Jenis data yang diperoleh maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis
data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.

a. Metode Kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan
(food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode
pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain: Metode frekuensi makanan
(food frequency); Metode dietanJ histonJ; Metode telepon; Metode pendaftaran makanan
(food list).
b. Metode Kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar
Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi MentahMasak (DKMM) dan Daftar
Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara
lain: Metode recall 24 jam; Perkiraan makanan (estimated food records); Penimbangan
makanan (food weighing); Metode food account; Metode inventaris (inventory method);
Pencatatan Oiouseliold food records).
c. Metode Kualitatif dan Kuantitatif

Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Metode tersebut antara lain metode recall 24 jam dan metode dietary history.

2.4 Macam – Macam Metode Survei Konsumsi


1. Metode Survei Konsumsi Tingkat Nasional
Untuk menghitung tingkat konsumsi masyarakat dan perkiraan kecukupan persediaan
makanan secara nasional pada suatu wilayah atau negara dilakukan dengan cara Food
Balance Sheet (FBS). Langkah – langkah perhitungan FBS:
1) Menghitung kapasitas produksi makanan dalam satu tahun (berasal dari persediaan/
cadangan, produksi dan impor bahan makanan dari negara atau wilayah lain).
2) Dikurangi dengan pengeluaran untuk bibit, ekspor, kerusakan pascapanen dan
transportasi, diberikan untuk makanan temak dan untuk cadangan.
3) Jumlah makanan yang ada tersebut dibagi dengan jumlah penduduk.
4) Diketahui ketersediaan makanan per kapita per tahun secara nasional.
Data Food Balance Sheet tidak dapat memberikan informasi tentang distribusi dari
makanan yang tersedia tersebut untuk berbagai daerah, apalagi gambaran distribusi di
tingkat rumah tangga atau perorangan. Selain itu juga tidak menggambarkan perkiraan
konsumsi pangan masyarakat berdasarkan status ekonomi, keadaan ekologi, keadaan musim
dan sebagainya. Oleh karena itu FBS tidak boleh dipakai untuk menentukan status gizi
masyarakat suatu negara atau wilayah. Berdasarkan kegunaannya, data FBS dapat dipakai
untuk:
a) Menentukan kebijaksanaan di bidang petanian seperti produksi bahan makanan dan
distribusi.
b) Memperkirakan pola konsumsi masyarakat.
c) Mengetahui perubahan pola konsumsi masyarakat.
2. Metode Survei Konsumsi Tingkat Rumah Tangga

Konsumsi makanan rumah tangga adalah makanan dan minuman yang tersedia untuk
dikonsumsi oleh anggota keluarga atau institusi. Metode pengukuran konsumsi makanan
untuk keluarga atau rumah tangga adalah sebagai berikut:

1) Metode Pencatatan (food account)

Pencattan makanan terdiri dari catatan harian, yang dicatat oleh anggota rumah
tangga tentang semua bahan makanan atau makanan yang masu ke rumah baik dibeli,
diterima sebagai hadiah atau diolah dirumah. Untuk digunakan selama periode tertentu
yang biasanya tujuh hari. Metode ini berasumsi bahwa tidak ada perubahan yang berarti
pada pola makan rumah tangga selama periode survei yang dilakukan. Pelaporan makanan
tingkat rumah tangga ini dapat dilakukan untuk mengumpulkan data dari sampel yang
besar, sering pada bulan yang berbeda sepanjang tahun untuk mengantisipasi variasi
musim, dengan demikian dapat diperoleh data tentang rata-rata konsumsi makanan setahun
dan pola memilih makan suatu kelompok penduduk.

Kelebihan metode pencatatan :

a) Cepat dan relatif murah.


b) Dapat diketahui tingkat ketersediaan bahan makanan keluarga pada periode tertentu.
c) Dapat diketahui daya bell keluarga terhadap bahan makanan.
d) Dapat menjangkau responden lebih banyak.

Kelebihan metode pencatatan :

a) Kurang teliti, sehingga tidak dapat menggambarkan tingkat konsumsi rumah tangga.
b) Sangat tergantung pada kejujuran responden untuk melaporkan/ mencatat makanan
dalam keluarga.
2) Metode Pendaftaran (food list)
Metode pendaftaran ini dilakukan dnegan menanyakan dan mencatat seluruh bahan
makanan yang digunakan keluarga selama periode survei dilakukan (biasanya 1 – 7 hari).
Metode ini tidak memperhitungkan bahan makanan yang terbuang, rusak atau diberikan
pada binatang piaraan. Jumlah bahan makanan diperkirakan dengan ukuran berat atau
URT. Selain itu dapat dipergunakan alat bantu seperti food model atau contoh lainnya
(gambargambar, contoh bahan makanan aslinya dan sebagainya) untuk membantu daya
ingat responden. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yang dibantu
dengan formulir yang telah disiapkan, yaitu kuesioner terstruktur yang memuat daftar
bahan makanan utama yang digunakan keluarga. Karena data yang diperoleh merupakan
taksiran atau perkiraan maka data yang diperoleh kurang teliti. Langkah – langkah
metode pendaftaran makanan :
a) Catat semua jenis makann atau makanan yang masuk ke rumah. Dalam URT
berdasarkan jawaban dari responden selama periode survei.
b) Catat jumlah makanan yang dikonsumsi masing – masing anggota keluarga baik
dirumah maupun diluar rumah.
c) Jumlahkan smeua bahan makanan yang diperoleh.
d) Catat umur dan jenis kelamin anggota keluarga yang ikut makan.
e) Hitung rata – rata perkiraan konsumsi bahan makanan sehari untuk keluarga.
f) Bila ingin mengetahui perkiraan konsumsi per kapira dibagi dengan jumlah anggota
keluarga.

Kelebihan metode pendaftaran :

Relatif murah karena hanya membutuhkan waktu yang singkat.

Kekurangan metode pendaftaran :

a) Hasil yang diperoleh kurang teliti, karena berdasarkan estimasi atau perkiraan.
b) Sangat subyektif tergantung kejujuran dari responden
c) Sangat bergantung pada daya ingat.
3) Metode Inventaris (inventory method)
Metode inventaris ini juga sering disebut log book method. Prinsipnya dengan
caranya menghitung/ mengukur semua persediaan makanan di rumah tangga (berat dan
jenisnya) mulai dari awal sampai akhir survei. Semua makanan yang diterima, dibeli dan
dari produksi sendiri dicatat dan dihitung/ ditimbang setiap hari selama periode
pengumpulan data (biasanya sekitar satu minggu). Semua makanan yang terbuang, tersisa
dan busuk selama penyimpanan dan diberikan pada orang lain atau binatang peliharaan
juga diperhitungkan. Pencatatan dapat dilakukan oleh petugas atau responden yang sudah
mampu/ telah dilatih dan tidak buta huruf. Langkah metode inventaris :
a) Catat dan timbang/ukur semua jenis bahan makanan yang ada di rumah pada hari
pertama survei.
b) Catat dan ukur semua jenis bahan makanan yang diperoleh (dibeli, dari kebun,
pemberian orang lain dan makan di luar rumah) keluarga selama hari survei.
c) Catat dan ukur semua bahan makanan yang diberikan kepada orang lain, rusak,
terbuang dan sebagainya selama hari survei.
d) Catat dan ukur semua jenis bahan makanan yang ada di rumah pada hari terakhir
survei.
e) Hitung berat bersih dari tiap-tiap bahan makanan yang digunakan keluarga selama
periode survei
f) Catat pula jumlah anggota keluarga dan umur masing-masing yang ikut makan.
g) Hitung rata-rata perkiraan konsumsi keluarga atau konsumsi perkapita dengan
membagi konsumsi keluarga dengan jumlah anggota keluarga.
Peralatan yang diperlukan dalam metode inventaris antara lain: Kuesioner,
Peralatan atau alat timbang dan Ukuran rumah tangga. Kelebihan dari metode inventaris:
Hasil yang diperoleh lebih akurat, karena memperhitungkan adanya sisa dari makanan,
terbuang dan rusak selama survei dilakukan. Kekurangan metode inventaris:
a) Petugas harus terlatih dalam menggunakan alat ukur dan formulir pencatatan.
b) Tidak cocok untuk responden yang buta huruf, bila pencatatan dilakukan oleh
responden.
c) Memerlukan peralatan sehingga biaya relatif lebih mahal.
d) Memerlukan waktu yang relatif lama
4) Pencatatan makanan rumah tangga (household food record)
Pengukuran dengan metode household food record ini dilakukan sedikitnya dalam
periode satu minggu oleh responden sendiri. Dilaksanakan dengan menimbang atau
mengukur dengan URT seluruh makanan yang ada di rumah, termasuk cara
pengolahannya. Biasanya tidak memperhitungkan sisa makanan yang terbuang dan
dimakan oleh binatang piaraan. Metode ini dianjurkan untuk tempat/ daerah, dimana
tidak banyak variasi penggunaan bahan makanan dalam keluarga dan masyarakatnya
sudah bisa membaca dan menulis.
Langkah-langkah metode household food record:
a) Responden mencatat dan menimbang/mengukur semua makanan yang dibeli
dan diterima oleh keluarga selama penelitian (biasanya satu minggu)
b) Mencatat dan menimbang/mengukur semua makanan yang dimakan keluarga,
termasuk sisa dan makanan yang dimakan oleh tamu.
c) Mencatat makanan yang dimakin anggota keluarga di luar rumah.
d) Hitung rata-rata konsumsi keluarga atau konsumsi per kapita.

Kelebihan metode household food record :

Hasil yang diperoleh lebih akurat, bila dilakukan dengan menimbang makanan dan dapat
dihitung intake zat gizi keluarga.
Kekurangan metode house/told food record:

a) Terlalu membebani responden.


b) Memerlukan biaya cukup mahal, karena responden harus dikunjungi lebih sering.
c) Memerlukan waktu yang cukup lama.
d) Tidak cocok until responden yang buta huruf.
5) Metode telepon
Dewasa ini survei konsumsi dengan metode telepon semakin banyak digunakan
terutama untuk daerah perkotaan dimana sarana komunikasi telepon sudah cukup
tersedia. Untuk negara berkembang metode ini belum banyak dipergunakan karena
membutuhkan biaya yang cukup mahal untuk jasa telepon. Langkah-langkah metode
telepon:
a) Petugas melakukan wawancara terhadap responden melalui telpon tentang
persediaan makanan yang dikonsumsi keluarga selama periode survei.
b) Hitung persediaan makanan keluarga berdasarkan hasil wawancara melalui
telepon tersebut dan Tentukan pola konsumsi keluarga.

Kelebihan metode telepon adalah Relatif cepat, karena tidak harus mengunjungi
responden dan Dapat mencakup responden lebih banyak. Kekurangan metode telepon
adalah Biaya relatif mahal untuk rekening telepon, Sulit dilakukan untuk daerah yang
belum mempunyai jaringan telepon, Dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
interpretasi dari basil informasi yang diberikan responden, Sangat tergantung pada
kejujuran dan motivasi serta kemampuan responden untuk menyampaikan makanan
keluarganya.

3. Metode Survei Konsumsi Tingkat Individu

Metode survei konsumsi pangan yang dikenal saat ini ada berbagai macam.
Identifikasi berbagai metode dapat dibedakan menurut sasarannya. Metode survei konsumsi
pangan menurut sasarannya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu metode SKP individu
dan Metode SKP kelompok.
Metode SKP individu adalah metode; recal konsumsi 24 jam (Food Recall 24 Hours),
penimbangan makanan (Food Weighing), pencatatan makanan (food record), dan Riwayat
Makanan (Dietary History).
a. Metode Ingatan Makanan (food recall 24 hours)
Metode ingatan makanan (Food Recall 24 Jam) adalah metode SKP yang fokusnya
pada kemampuan mengingat subjek terhadap seluruh makanan dan minuman yang telah
dikonsumsinya selama 24 jam terakhir. Kemampuan mengingat adalah menjadi kunci
pokok pada metode ini, Subjek dengan kemampuan mengingat lemah sebaiknya tidak
menggunakan metode ini, karena hasilnya tidak akan menggambarkan konsumsi aktualnya.
Subjek dengan kemampuan mengingat lemah antara lain adalah lanjut usia, dan anak di
bawah umur. Khusus untuk lanjut usia sebaiknya dihindari penggunaan metode ini pada
mereka yang memasuki phase amnesia karena faktor usia sedangkan pada anak di bawah
umur biasanya di bawah 8 tahun atau di bawah 13 tahun. Usia antara 9-13 tahun sebaiknya
metode ini harus didampingi orang ibunya (Charlebois 2011).
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Pada dasarnya metode ini
dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa
lalu (Suharjo dkk, 1986 dalam Sisiliay, 2015). Wawancara dilakukan sedalam mungkin
agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa
hari yang lalu. Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan
menggunakan kuesioner terstruktur. Hal penting yang perlu diketahui adalah dengan recall
24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara
teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran
lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa et al, 2012).
Metode ini dilakukan dengan alat bantu minimal yaitu hanya menggunakan foto
makanan sudah dapat digunakan. Secara institusi ataupun secara individu. Beberapa
metode SKP tidak dapat dilakukan ditingkat komunitas tetapi dengan metode ini
keterbatasan itu dapat diatasi karena metode ini sangat luwes. Kesederhanaan metode ini
memerlukan cara yang tepat untuk mengurangi kesalahan. Cara yang dianggap paling baik
adalah mengikuti metode lima langkah dalam recall konsumsi makanan atau yang dikenal
dengan istilah Five Steps Multi Pass Method. Metode lima langkah ini adalah metode yang
paling sering digunakan pada berbagai penelitian konsumsi pangan. Metode lima langkah
ini diawali dengan daftar singkat menu makanan yang akan dikonsumsi. Daftar singkat
inilah yang kemudian dielaborasi untuk menguraikan jenis bahan makanan yang
dikonsumsi oleh subjek. Berikut contoh formulir daftar singkat (quick list).
Langkah – langkah food recal 24 jam menurut Supariasa et al (2016) :
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT), dengan
menggunakan food models terstandar atau foto/gambar alat terstandar, atau sampel
nyata makanan serta dengan menggunakan alat makanan yang digunakan responden
tersebut selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden/ibu atau
pengasuh (jika anak masih kecil) diminta menceritakan semua makanan yang dimakan
dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya, waktu yang diambil
dimulai sejak responden bangun pagi kemarin sampai istirahat tidur malam harinya,
atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang
sampai 24 jam penuh. Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi,
siang, malam, dan snack serta makanan jajanan. Pengelompokan bahan makanan dapat
beupa makanan pokok, sumber protein nabati, sumber protein hewani, sayuran, buah-
buahan, dll. Makanan yang dikonsumsi diluar rumah juga dicatat.
2. Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam
menaksir/memperkirakan URT kedalam ukuran berat (gram) pewawancara
menggunakan berbagai alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring,
mangkok, gelas, sendok, dan lain-lain) atau model makanan (food model). Makanan
yang dikonsumsi dapat dihitung denga alat bantu ini atau dengan menimbang langsung
contoh makanan yang akan dimakan berikut informasi tentang komposisi makanan
jadi.
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Food Recall 24 jam
Menurut Supariasa et al (2016) metode food recall memiliki kelebihan dan kekurangan
sebagai berikut :
a. Kelebihan :
Kelebihan dari metode recall 24 jam yaitu mudah melaksanakannya serta tidak
terlalu membebani responden, biaya relatif murah karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat sehingga dapat
mencakup banyak responden, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
dan dapat memberikan gambaran nyata yang benar – benar dikonsumsi individu
sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
b. Kekurangan :
1) Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh sebab itu
responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak
cocok dilakukan pada anak usia <8 tahun (wawancara dapat dilakukan kepada
ibu atau pengasuhnya), lansia, dan orang yang hilang ingatan atau orang yang
pelupa.
2) Sering terjadi kesalaahan dalam memperkirakan ukuran porsi yang
dikonsumsi sehingga menyebabkan over atau underestimate. Hal ini
disebabkan oleh The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi
responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over
estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih
sedikit (under estimate).
3) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara
tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-
cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara
umum.
4) Dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan
recall satu hari.
4. Kesalahan yang sering terjadi dalam Metode Recall 24 Jam
Dalam melakukan pengukuran konsumsi makanan atau survey diet, sering
terjadi kesalahan atau bias terhadap hasil yang diperoleh. Macam bias ini secara
umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Bias secara acak
Bias acak terjadi karena kesalahan pengukuran tapi hasilnya tidak
mempengaruhi nila rata – rata.
2. Bias sistematik
Bias sistematik terjadi karena:
a. Kesalahan dari kuesioner, misal tidak memasukkan bahan makanan yang
sebetulnya penting.
b. Kesalahan pewawancara yang secara sengaja dan berulang melewatkan
pertanyaan tentang makanan tertentu.
c. Kesalahan dari alat yang tidak akurat dan tidak distandarkan sebelum
penggunaan.
d. Kesalahan dari daftar komposisi bahan makanan.
Sumber bias dalam pengukuran konsumsi makanan berasal dari beberapa faktor,
antara lain:
a. Kesalahan atau bias dari pengumpul data
b. Kesalahan atau bias dari responden
c. Kesalahan atau bias karena alat
b. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan adalah metode SKP yang fokusnya pada
penimbangan makanan dan minuman terhadap subjek, yang akan dan sisa yang telah
dikonsumsi dalam sekali makan. Makanan yang ditimbang adalah makanan yang akan
dimakan dan juga sisa makanan yang masih tersisa. Jumlah makanan yang dikonsumsi
adalah selisih antara berat makanan awal dikurangi berat makanan sisa.
Metode penimbangan makanan, dapat dilakukan pada instalasi penyelenggara
makanan yang terintegrasi dengan pelayanan makanan. Pelayanan makanan yang
terintegrasi adalah pelayanan makanan yang memadukan distribusi makanan dan ruang
makan, seperti di rumah sakit. Makanan di produksi di instalasi gizi dan distribusikan ke
seluruh pasien dalam satu unit pengelola. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
prosedur penimbangan makanan. Jika makanan diproduksi dari luar dan dikonsumsi dalam
rumah sakit maka, akan sulit untuk melakukan penimbangan makanan. Kondisi dimana
ruang distribusi dan konsumsi agak terpisah maka penimbangan sulit dilakukan.
Penimbangan dilakukan.
Metode penimbangan makanan tidak dapat dilakukan di masyarakat, dengan alasan
waktu makan dapat tidak seragam antar rumah tangga. Kesulitan yang dialami oleh
enumerator adalah dalam hal pengumpulan data secara efektif. Metode ini memerlukan
persiapan yang sempurna dengan subjek.
Kelebihan metode Penimbangan Makanan:
Data yang diperoleh lebih akurat/teliti.
Kekurangan metode Penimbangan Makanan:
1. Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan
2. Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka
responden dapat merubah kebiasaan makan mereka
3. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil
4. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden

c. Metode Riwayat Makanan (Dietary History Method)


Metode Riwayat Makanan adalah metode yang difokuskan pada penelusuran
informasi riwayat makan subjek. Riwayat makanan meliputi kebiasaan makan subjek.
Bukti telusur atas kebiasaan makan subjek adalah selalu dapat diketahui setelah
pengamatan selama satu bulan. Semakin lama pengamatan maka akan semakin jelas
terlihat kebiasaan makan subjek.
Metode riwayat makanan dapat dilakukan di rumah tangga dan di rumah sakit.
Informasi yang diperoleh adalah berhubungan dengan cara individu membeli bahan,
mengolah dan mengonsumsi makanan dari kebiasaan sehari hari. Pencatatan riwayat
makanan di rumah sakit (pasien) biasanya untuk mengetahui kebiasaan makan yang
berhubungan dengan penyakit pasien.
Langkah-langkah pelaksanaan Metode Riwayat Makan:
1. Petugas menanyakan kepada responden tentang pola kebiasaan makanannya. Variasi
makan pada hari-hari khusus seperti hari libur, dalam keadaan sakit dan sebagainya
juga dicatat. Termasuk jenis makanan, frekuensi penggunaan, ukuran porsi dalam
URT serta cara memasaknya (direbus, digoreng, dipanggang dan sebagainya).
2. Lakukan pengecekan terhadap data yang diperoleh dengan cara mengajukan
pertanyaan untuk kebenaran data tersebut.
d. Estimated Food Records
Metode ini disebut juga “food record” atau “dietary record” yang digunakan untuk
mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat
semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam URT atau menimbang
dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara
persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true
intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.
Kelebihan metode Estimated Food Record:
1. Metode ini relative murah dan cepat
2. Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar
3. Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari
4. Hasilnya relative lebih akurat
Kekurangan metode Estimated Food Record:
1. Metode ini terlalu membebani responden sehingga sering menyebabkan
responden merubah kebiasaan makannya
2. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf
3. Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan
memperkirakan jumlah konsumsi.
e. Metode Frekuensi Makanan
Metode Frekuensi Makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama priode tertentu seperti hari,
bulan atau tahun. Selain itu dengan metode Frekuensi Makanan dapat memperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode
pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat
konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi
gizi. Kuesioner Frekuensi Makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makana
dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yanga
ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup
sering responden.
Kelebihan Metode Frekuensi Makanan:
1. Relatif murah dan sederhana
2. Dapat dilakukan sendiri oleh responden
3. Tidak membutuhkan latihan khusus
4. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan
kebiasaan makan.
Kekurangan Metode Frekuensi Makanan:
1. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari
2. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data
3. Cukup menjemukan bagi pewawancara
4. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.
5. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2.5 Pemilihan Metode Pengukuran Konsumsi Makanan


Masing-masing metode pengukuran konsumsi mempunyai keunggulan dan kelemahan
sehingga tidak ada satu metode yang paling sempurna untuk satu tujuan survey. Akan tetapi
untuk setiap tujuan tentunya memiliki salah satu metode yang paling mendekati. Oleh karena itu
pemilihan metode yang sesuai ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Tujuan penelitian
b. Jumlah responden yang diteliti
c. Umur dan jenis kelamin responden
d. Keadaan sosial ekonomi responden
e. Ketersediaan dana dan tenaga
f. Kemampuan tenaga pengumpul data
g. Pendidikan responden
h. Bahasa yang dipergunakan oleh responden sehari-hari
i. Pertimbangan logistic pengumpulan data
Apabila penelitian bertujuan untuk memperoleh angka akurat mengenai jumlah zat gizi
yang dikonsumsi, terutama bila jumlah sampel kecil, maka metode penimbangan makanan
selama beberapa hari adalah metode yang terbaik. Bila hanya bertujuan untuk menentukan
jumlah konsumsi rata-rata daris ekelompok responden maka recall 24 jam atau penimbangan
selama satu hari sudah cukup memadai.
Sedangkan kalau tujuan penelitian hanya untuk mengetahui kebiasaan atau pola konsumsi
dari sekelompok masyarakat, maka metode frekuensi makanan dapat dilakukan.
2.6 Kesalahan Dalam Pengukuran Konsumsi Makanan
1. Bias secara acak (Random Bias)
Bias acak terjadi karena kesalahan pengukuran tapi hasilnya tidak mempengaruhi nilai
rata – rata.
2. Bias sistematik
Bias sistematik terjadi karena sebagai berikut:
a. Kesalahan dari kuesioner, misalnya tidak memasukkan bahan makanan yang
sebetulnya penting.
b. Kesalahan pewawancara yang secara sengaja dan berulang melewatkan pertanyaan
tentang makanan tertentu.
c. Kesalahan dari alat yang tidak akurat dan tidak distandarkan sebelum pengguanaan.
d. Kesalahan dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3. Sumber bias dalam pengukuran konsumsi makanan
Sumber bias dalam pengukuran konsumsi makanan berasal dari bebarapa faktor, antara lain:
a. Kesalahan atau bias dari pengumpulan data dapat terjadi karena:
1) Pengaruh sikap dalam bertanya, dalam mengarahkan jawaban, mencatat hasil
wawancara, atau sengaja membuat sendiri data tersebut.
2) Pengaruh situasi, misalnya perbedaan sikap pewawancara di rumah responden karena
ada orang lain yang ikut mendengarkan, dan keinginan untuk merahasiakan data
responden.
3) Pengaruh hubungan timbale balik antara pewawancara dengan responden; misalnya
perbedaan status, dan penerimaan masyarakat kurang baik terhadap pewawancara.
4) Kesalahan dalam melakukan survey makanan masak ke mentah dan dari ukuran
rumah tangga ke ukuran berat (gram).
b. Kesalahan / bias dari responden:
1) Gangguan atau terbatasnya daya ingat.
2) Perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi.
3) Kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsii dan
menambah makanan yang sedikit dikonsumsi (the flat slope syndrome).
4) Membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai social tinggi.
5) Keinginan untuk menyenangkan pewawancara
6) Keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan
7) Kesalahan dalam mencatat (food records)
8) Kurang kerjasama, sehingga menjawab asal saja atau tidak tahu dan lupa
c. Kesalahan / bias karena alat
1) Penggunaan alat timbang yang tidak akurat karena belum distandarkan sebelum
digunakan
2) Ketidaktepatan memilih Ukuran Rumah Tangga (URT)
d. Keasalahan / bias dari daftar komposisi bahan makanan
1) Kesalahan penentuan nama bahan makanan/jenis bahan makanan yang digunakan
2) Perbedaan kandungan zat gizi dari makanan yang sama, karena tingkat kematangan,
tanah atau pupuk yang dipakai tidak sama
3) Tidak adanya informasi mengenai komposisi makanan jadi atau jajanan
e. Kesalahan/bias karena kehilangan zat gizi dalam proses pemasakan, perbedaan
penyerapan dan penggunaan zat gizi tertemtu berdasarkan perbedaan fisiologis tubuh.
4. Mengurangi bias dalam pengukuran konsumsi makanan
Untuk dapat mengurangi kesalahan yang bersifat sistematik dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a) Gunakan sampel dlaam jumlah besar (semakin besar sampel semakin kecil variasinya)
b) Ulangi pengukuran intake konsumsi terhadap subyek atau responden yang sama dalam
beberapa waktu
c) Usahakan selalu melakukan kalibrasi terhadap alat-alat ukur
Untuk mengurangi bias yang berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai
ukuran porsi, gunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar, model atau contoh bahan
makanan langsung dan alat makan yang biasa dipergunakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Survei konsumsi makanan adalah rangkaian kegiatanpengukuran konsumsi makanan pada
individu, keluarga dan kelompok masyarakat luas dengan berbagai macam metode yang dapat
digunakan. Yang bertujuan untuk memberikan informasi awal tentang konsidi asupan zat gizi
individu, keluarga dan kelompok masyarakat pada saat ini dan masa lalu. Sasaran survei
konsumsi pangan yaitu sesuai dengan tujuan survei konsumsi pangan terdiri dari individu, rumah
tangga, dan kelompok masyarakat.

Jenis metode pengukuran survei konsumsi makanan terdiri dari metode kualitatif dan
metode kuantitatif. metode kualitatif untuk mengetahui frekuensi makan menurut jenis bahan
makanan dan informasi tentang kebiasaan makan dan cara memperoleh bahan makanan tersebut.
Metode – metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi
makanan, metode dietary history, metode pendaftaran makanan, dan metode telepon. Metode
kuantitatif untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
konsumsi zat gizinya. Metode – metode yang termasuk ke dalam metode kuantitatif adalah
metode recall 24 jam, metode perkiraan makanan, metode penimbangan makanan, metode food
account, metode inventaris dan metode pencatatan.

Semua metode yang digunakan memiliki keunggulan dan kelemahan masing – masing.
Tetapi untuk setiap tujuan memiliki salah satu metode yang paling mendekati. Maka dari itu
untuk memilih metode yang sesuai tergantung dari beberapa faktor yaitu tujuan dilakukannya
metode, jumlah responden yang akan digunakan, umur dan jenis kelamin sasaran, keadaan sosial
ekonomi, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Charlebois, S., 2011. Food recalls, systemic causal factors and managerial implications The case
of Premiere Quality Foods.,113(5), pp.625–636.

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Survey-Konsumsi-
Pangan_SC.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2021)

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/18e4ebf2c0ccd280a198372d113cd91f.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/941/3/BAB%202.pdf (diakses tanggal 26 Maret 2021)

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1503000015/13._BAB_2_.pdf (diakses
tanggal 27 Maret 2021

Kemenkumham, 2015. Undang Undang Pangan. ,53(9), pp.1689–1699.


Kementerian Pertanian, 2014. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Tingkat Kabupaten/Kota.
pp.1–36.

Kementan, 2016. Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Panganekaragaman Konsumsi Pangan


Tahun 2016, Jakarta.

Mahfi, T., Setiawan, B. & Baliwati, Y.F., 2008. Analisis Situasi Pangan dan Gizi Untuk
Perumusan Kebijakan Operasional Ketahanan Pangan dan Gizi Kabupaten Lampung Barat.
Jurnal Gizi dan Pangan, 3(November), pp.233–238.
Suyastiri, N.M., 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam
Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten
Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13(1), pp.51–60.

Supariasa, I Dewa Nyoman., B. Bakri dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.

Sirajuddin,Surmita, dkk. 2018. Survey Konsumsi Pangan. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan. Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia.
Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai