Anda di halaman 1dari 18

PK 1 SURVEI KONSUMSI PANGAN

Pengertian survei konsumsi pangan adalah serangkaian kegiatan pengukuran konsumsi makanan
pada individu, keluarga dan kelompok masyarakat dengan menggunakan metode pengukuran
yang sistematis, menilai asupan zat gizi dan mengevaluasi asupan zat gizi sebagai cara penilaian
status gizi secara tidak langsung.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Kementan 2016),
(Kemenkumham 2015).

Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-
rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Jenis
bahan pangan dibedakan menurut berbagai cara. Salah satu cara membedakan bahan pangan
adalah berdasarkan sumbernya. Berdasarkan sumbernya bahan pangan dibedakan menjadi bahan
pangan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-buahan. Jenis bahan makanan yang
dikonsumsi idealnya memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas pangan yang
dikonsumsi harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan zat gizi. Bahan pangan yang dikonsumsi
apabila telah mampu menyediakan semua jenis zat gizi yang dibutuhkan maka ia disebut
berkualitas. Fakta yang adalah bahwa tidak ada satu bahan makanan yang mampu memenuhi
seluruh zat gizi. Atas alasan inilah maka perlu dilakukan penganekaragaman konsumsi pangan
dan harus berbasis makanan lokal. Banyak pertimbangan logis sederhana yang harus dipahami
pada kebijakan pemerintah terkait penganekaragaman dan konsumsi makanan lokal. (Kementan
2016), (Mahfi et al. 2008), (Kementerian Pertanian 2014). Pemerintah telah menetapkan
peraturan terkait dengan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal melalui peraturan menteri pertanian nomor 43/Permentan.OT.140/10/2009.
Penganekaragaman konsumsi pangan adalah ditujukan untuk memenuhi konsumsi gizi
seimbang. Gizi seimbang adalah syarat untuk dapat bekerja secara aktif dan produktif.
(Kemenkumham 2013)
Alasan pemerintah menetapkan konsep penganekaragaman pangan adalah dominasi beras
sebagai sumber makanan pokok bagi seluruh penduduk Indonesia. Dominasi beras adalah sangat
besar menyebabkan ketergantungan pada komoditas padi juga tinggi. Konsumsi beras yang
tinggi tidak disertai dengan produksi yang cukup. Kesenjangan antara kebutuhan beras dan
produksi padi dalam negeri menjadi tidak seimbang. Pemerintah mengantisipasinya dengan
berbagai cara. Salah satu caranya adalah aneka ragam konsumsi pangan termasuk pangan non
beras. Makanan pokok selain beras, secara historis di Indonesia adalah cukup potensial. Berbagai
sentra produksi sagu, singkong dan jagung sudah dikenal sejak lama. Daerah seperti kawasan
timur Indonesia dikenal sebagai sentra produksi sagu dan nusa tenggara dikenal sebagai sentra
produksi jagung. Kekhususan setiap daerah dengan makanan pokoknya dapat dikembalikan
sebagaimana kondisi geografis dan sosial masyarakat setempat. Adanya pergeseran konsumsi
non beras menjadi beras di sentra produksi sagu, singkong dan jagung saat ini dikembalikan ke
konsep makanan non beras. Hal ini bertujuan agar ketahanan pangan penduduk Indonesia tetap
terpenuhi dengan baik. (Suyastiri 2008)

Dinamika konsumsi pangan yang berubah secara terus menerus sesuai dengan perkembangan
berbagai sektor termasuk sektor pendapatan adalah harus dipantau setiap periode waktu tertentu,
Pemantauan ini dijelaskan sebagai salah cara untuk mendeteksi secara dini kemampuan sektor
produksi untuk menjamin pasokan guna mengatasi gejolak harga yang dapat memicu inflasi.
Makanan adalah pemicu inflasi yang paling potensial. Jika inflasi naik karena kenaikan harga
makanan pokok maka ini dapat memicu lahirnya masalah gizi dan kesehatan. Perubahan itu
layaknya dapat dimonitor melalui survei konsumsi pangan penduduk secara berkala.

Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka, survei konsumsi pangan penduduk menjadi salah
satu alasan penting dalam menelaah dinamika konsumsi pangan serta dampak penyerta bagi gizi
dan kesehatan. Pengukuran konsumsi pangan adalah beragama sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Pengukuran konsumsi pangan dibedakan salah satunya menurut individu, keluarga dan
kelompok.

Pengukuran konsumsi individu adalah pengukuran konsumsi makanan hanya pada satu orang.
Hasil pengukuran konsumsi makanan individu juga digunakan untuk menilai asupan zat gizi
secara individu. Hasil ini hanya dapat dijadikan acuan untuk memberikan nasehat gizi kepada
subjek yang diukur, karena berkesuaian dengan kondisi fisiologi, psikologi sosial dan budayanya
sendiri (Suyastiri 2008).

Pengukuran konsumsi makanan keluarga adalah gabungan dari pengukuran konsumsi makanan
individu dalam satu keluarga. Satu keluarga dalam pandangan ini adalah keluarga yang tinggal
dalam satu rumah tangga. Hal ini tidak menganut definisi keluarga sebagai garis keturunan,
karena keluarga dalam satu garis keturunan dapat saja tidak tinggal serumah. Tinggal serumah
dalam konsep ini adalah berkesesuaian dengan konsep unit analisis konsumsi. Unit analisis
konsumsi keluarga adalah satu rumah tangga. (Sukandar et al. 2009)

TUJUAN SURVEI KONSUMSI PANGAN

Survei konsumsi pangan sebagai fungsi dari penilaian status gizi secara tidak langsung bertujuan
untuk memberikan informasi awal tentang kondisi asupan zat gizi individu, keluarga dan
kelompok masyarakat saat ini dan masa lalu. Pada sisi ini diketahui bahwa informasi tentang
kualitas dan kuantitas asupan zat gizi saat ini dan masa lalu adalah cerminan untuk status gizi
masa yang akan datang. Konsumsi hari ini akan memengaruhi kondisi kesehatan dan gizi dimasa
yang akan datang. Status asupan gizi saat ini yang diketahui dari kuantitas dan kualitas makanan
di meja makan, adalah bermanfaat untuk mendeskripsikan status gizi dimasa yang akan datang.

Kualitas makanan adalah gambaran umum yang makanan yang dikonsumsi berdasarkan
ketersediaan semua sumber bahan makanan dan semua sumber zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Secara kualitas maksudnya adalah ketersediaan semua zat gizi yang dibutuhkan dari bahan
makanan yang idealnya tersedia. Perbedaan dengan pendekatan kuantitas adalah pada jumlahnya.
Jika secara kualitas hanya dilihat apakah semua zat gizi sudah tersedia sedangkan secara
kuantitas melihat apakah semua zat gizi sudah memenuhi jumlahnya. Baik sudut pandang
kuantitas maupun kualitas tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus dilihat seperti dua sisi
mata uang.

Tujuan Umum

Tujuan umum survei konsumsi pangan adalah untuk mengetahui gambaran umum

konsumsi pangan individu, kelompok dan masyarakat baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif dalam rangka menilai status gizi secara tidak langsung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui asupan zat gizi individu baik mikro maupun makro untuk keperluan terapi gizi.

b. Mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi individu pada periode waktu tertentu.

c. Mengetahui kebiasaan makan individu.

d. Mengetahui kekerapan konsumsi bahan makanan tertentu sebagai risiko timbulnya masalah
gizi.

e. Mengetahui jumlah zat gizi sebagai fortifikan dan jenis bahan makanan pembawa vehicle
untuk mengatasi defisiensi zat gizi.

f. Mengetahui kualitas dan kuantitas asupan gizi keluarga.

g. Mengetahui besarnya risiko kerawanan pangan dan cara intervensi dalam rangka ketahanan
pangan wilayah.

C. SASARAN SURVEI KONSUMSI PANGAN

Sasaran SKP dapat diketahui berdasarkan tujuan penilaian SKP. Tujuan yang berkaitan dengan
Survei Konsumsi Pangan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu secara tidak
langsung (Indirect/ecological) dan langsung (direct). Secara rinci dijelaskan oleh Ruth E
Peterson dan Pirjo Pieinen (2004) sebagai berikut:

Berdasarkan skema di atas diketahui bahwa penilaian konsumsi pangan secara tidak langsung
adalah neraca bahan makanan, dan pada skala rumah tangga dengan metode food account
(pencatatan jumlah makanan). Pada sudut pandang lain yang merupakan penilaian konsumsi
pangan pada sasaran secara langsung adalah fokus pada penilaian konsumsi masa yang akan
datang (prospektif) dan fokus pada penilaian konsumsi masa kini dan masala.

Sasaran SKP adalah individu, keluarga dan kelompok.

Pengukuran konsumsi pangan individu adalah subjek yang disurvei adalah individu tunggal dan
hasilnya hanya dapat digunakan untuk menilai asupan gizi yang bersangkutan, tidak berlaku
untuk anggota keluarga ataupun kelompoknya. Penilaian konsumsi gizi individu adalah berguna
untuk memberikan edukasi asupan gizi yang tepat guna meningkatkan status gizi secara optimal.

Sasaran konsumsi individu adalah hasilnya untuk individu yang bersangkutan dan bukan pada
aspek prosesnya. Alasannya adalah semua metode SKP, prosesnya adalah selalu menggunakan
subjek individu, meskipun hasilnya dapat digunakan untuk penilaian keluarga dan kelompok.
Sekumpulan individu yang disurvei di tingkat rumah tangga disebut sebagai sasaran keluarga
tangga, sedangkan sekumpulan individu yang sama karakteristiknya disebut sasaran kelompok.

Sasaran pengukuran konsumsi pangan keluarga adalah subjek yang disurvei mencakup semua
individu dalam satu keluarga. Jumlah anggota keluarga disesuaikan dengan jumlah masing-
masing rumah tangga yang menjadi unit contoh dalam SKP. Biasanya dalam sebuah survei selalu
ditentukan rumah tangga yang menjadi sasaran melalui proses pemilihan yang subjektif ataupun
objektif. Secara subjektif adalah secara sengaja dengan tujuan untuk menilai asupan gizi
keluarga untuk kepentingan investigasi khusus. Misalnya pada kasus keracunan makanan pada
satu keluarga, maka sasaran SKP harus secara subjektif ditentukan khusus pada rumah tangga
kasus bukan semua rumah tangga dalam populasinya. Sasaran yang ditentukan secara objektif
apabila investigasi ditujukan untuk menilai asupan gizi secara umum, dan dapat mewakili
keluarga yang lain, atas alasan inilah maka dia disebut penilaian secara objektif.

Sasaran pengukuran konsumsi makanan kelompok berbeda dengan konsumsi keluarga, meskipun
keluarga adalah juga anggota kelompok dan pada unit terkecilnya adalah juga individu.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang tinggal dalam satu intitusi penyelenggara makanan.
Kelompok penghuni asrama, kelompok pasien, kelompok atlet, kelompok remaja. Kelompok
harus dibatasi pada kesamaan karakter dalam umur, jenis kelamin ataupun dalam kasus. Karakter
yang dimaksud adalah karakter yang langsung berhubungan dengan variable penentuan
kebutuhan gizi individu. Individu yang tergolong dalam satu karakter kebutuhan dianggap
sebagai satu kesatuan sehingga untuk kepentingan analisis perencanaan, monitoring dan evaluasi
gizi selalu menggunakan unit analisis kelompok. Pengukuran konsumsi makanan kelompok
berbeda dengan konsumsi keluarga, meskipun keluarga adalah juga anggota kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang tinggal dalam satu intitusi penyelenggara makanan.
Kelompok penghuni asrama, kelompok pasien, kelompok atlet, kelompok remaja. Kelompok
harus dibatasi pada kesamaan karakter dalam umur, jenis kelamin ataupun dalam kasus. Karakter
yang dimaksud adalah karakter yang langsung berhubungan dengan variable penentuan
kebutuhan gizi individu. Individu yang tergolong dalam satu karakter kebutuhan dianggap
sebagai satu kesatuan sehingga untuk kepentingan analisis perencanaan, monitoring dan evaluasi
gizi selalu menggunakan unit analisis kelompok.

Perubahan pola konsumsi adalah perubahan yang terjadi pada aspek susunan makanan yang
mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi
masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Susunan makanan orang Indonesia adalah makanan
pokok, lauk pauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Susunan ini adalah susunan yang umum
digunakan dalam masyarakat di Indonesia.

Perubahan pola konsumsi pangan perlu dimonitor setiap tahun. Perubahan pola konsumsi pangan
dapat dijadikan informasi penting dalam skema penyediaan pangan secara nasional dan dapat
dijadikan indikator ketahanan pangan penduduk. Perubahan pola konsumsi pangan secara
langsung dengan perubahan status gizi masyarakat. Ketidakseimbangan konsumsi pangan
khususnya dari sumber zat gizi makro adalah indicator dini terhadap kejadian prevalensi
penyakit tidak menular atau penyakit non infeksi. (Mount 2012).

Perubahan pola konsumsi pangan juga dapat dijadikan acuan untuk menyusun kerangka
kebijakan nasional maupun lokal, dalam rangka penyediaan pangan nasional dan lokal yang

mampu bertahan dan mendiri, sebagai penyangga pangan yang mapan. Ketidakmampuan
menyediakan pangan secara cukup adalah indikator kemiskinan. Pencegahan terhadap
kemiskinan inilah maka ditetapkan oleh pemerintah untuk menyediakan desa mandiri pangan.
Petunjuk pelaksanaannya melalui Keputusan Menteri Pertanian RI, nomor
10/KPTS/KM.030/K/02/2016, tentang petunjuk teknis penganekaragaman kawasan mandiri
pangan tahun 2016.

Kerangka kebijakan nasional tentang penyediaan pangan adalah sebuah kebijakan yang
didasarkan pada konsep penyediaan pangan yang berkelanjutan. Berkelanjutan berarti tidak
dapat berubah dengan cepat meskipun kabinet dalam pemerintahan berubah nama. Adanya
kerangka kebijakan yang disepakati sebagai landasan konstitusional memungkinkan pemerintah
mengontrol sektor produksi dan distribusi pangan secara merata. Ancaman terhadap bahaya
kelaparan adalah dapat diantisipasi dengan baik. Pangan selalu dapat di sediakan setiap saat dan
ada mekanisme penyangga pangan (Mount 2012).

Pemerintah dalam menjamin ketersediaan konsumsi pangan adalah juga memakai berbagai
bentuk pendekatan kebijakan, Salah satu contohnya adalah paket beras miskin dan padat karya
pangan. Pemberian harga subsidi beras ditujukan bagi penduduk miskin bertujuan untuk
meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pangan pokok beras. Akses beras adalah salah
satu cara membantu masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok. Paket beras miskin
(Raskin), juga disandingkan dengan paket padat karya pangan. Paket padat karya pangan adalah
paket padat karya yang dilakukan dengan cara memperkerjakan wanita petani di lahan kering
atau lahan tidur yang tidak ditanam komoditas pangan. Lahan kosong

Berbagai Metode Survei Konsumsi Pangan

A. METODE SURVEI KONSUMSI INDIVIDU

Metode survei konsumsi pangan yang dikenal saat ini ada berbagai macam. Identifikasi berbagai
metode dapat dibedakan menurut sasarannya. Metode survei konsumsi pangan menurut
sasarannya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu metode SKP individu dan Metode SKP
kelompok.

Metode SKP individu adalah metode; recal konsumsi 24 jam (Food Recall 24 Hours),
penimbangan makanan (Food Weighing), pencatatan makanan (food record), dan Riwayat
Makanan (Dietary History).

1. Metode Ingatan Makanan (Food Recall 24 Hours)

Metode ingatan makanan (Food Recall 24 Jam) adalah metode SKP yang fokusnya pada
kemampuan mengingat subjek terhadap seluruh makanan dan minuman yang telah
dikonsumsinya selama 24 jam terakhir. Kemampuan mengingat adalah menjadi kunci pokok
pada metode ini, Subjek dengan kemampuan mengingat lemah sebaiknya tidak menggunakan
metode ini, karena hasilnya tidak akan menggambarkan konsumsi aktualnya. Subjek dengan
kemampuan mengingat lemah antara lain adalah lanjut usia, dan anak di bawah umur. Khusus
untuk lanjut usia sebaiknya dihindari penggunaan metode ini pada mereka yang memasuki phase
amnesia karena faktor usia sedangkan pada anak di bawah umur biasanya di bawah 8 tahun atau
di bawah 13 tahun. Usia antara 9-13 tahun sebaiknya metode ini harus didampingi orang ibunya
(Charlebois 2011).

Metode ingatan makanan (food recal 24 hours) adalah dapat dilakukan di semua setting lokasi
survei baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat dan rumah sakit atau instansi. Metode
ini sangat memungkinkan untuk dilakukan setiap saat apabila dibutuhkan informasi yang bersifat
segera. Metode ini juga dilakukan untuk tujuan penapisan (skrining) asupan gizi individu.

Metode ini dilakukan dengan alat bantu minimal yaitu hanya menggunakan foto makanan sudah
dapat digunakan. Secara institusi ataupun secara individu. Beberapa metode SKP tidak dapat
dilakukan ditingkat komunitas tetapi dengan metode ini keterbatasan itu dapat diatasi karena
metode ini sangat luwes. Kesederhanaan metode ini memerlukan cara yang tepat untuk
mengurangi kesalahan. Cara yang dianggap paling baik adalah mengikuti metode lima langkah
dalam recall konsumsi makanan atau yang dikenal dengan istilah Five Steps Multi Pass Method.
Metode lima langkah ini adalah metode yang paling sering digunakan pada berbagai penelitian
konsumsi pangan. Metode lima langkah ini diawali dengan daftar singkat menu makanan yang
akan dikonsumsi. Daftar singkat inilah yang kemudian dielaborasi untuk menguraikan jenis
bahan makanan yang dikonsumsi oleh subjek. Berikut contoh formulir daftar singkat (quick list).

2. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Metode penimbangan makanan adalah metode SKP yang fokusnya pada penimbangan makanan
dan minuman terhadap subjek, yang akan dan sisa yang telah dikonsumsi dalam sekali makan.
Penimbangan makanan dan minuman adalah dalam bentuk makanan siap konsumsi. Makanan
yang ditimbang adalah makanan yang akan dimakan dan juga sisa makanan yang masih tersisa.
Jumlah makanan yang dikonsumsi adalah selisih antara berat makanan awal dikurangi berat
makanan sisa.
Metode penimbangan makanan, dapat dilakukan pada instalasi penyelenggara makanan yang
terintegrasi dengan pelayanan makanan. Pelayanan makanan yang terintegrasi adalah pelayanan
makanan yang memadukan distribusi makanan dan ruang makan, seperti di rumah sakit.
Makanan di produksi di instalasi gizi dan distribusikan ke seluruh pasien dalam satu unit
pengelola. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam prosedur penimbangan makanan. Jika
makanan diproduksi dari luar dan dikonsumsi dalam rumah sakit maka, akan sulit untuk
melakukan penimbangan makanan. Kondisi dimana ruang distribusi dan konsumsi agak terpisah
maka penimbangan sulit dilakukan. Penimbangan dilakukan.

Metode penimbangan makanan tidak dapat dilakukan di masyarakat, dengan alas an waktu
makan dapat tidak seragam antar rumah tangga. Kesulitan yang dialami oleh enumerator adalah
dalam hal pengumpulan data secara efektif. Metode ini memerlukan persiapan yang sempurna
dengan subjek.

3. Metode Pencatatan Makanan (Food Record)

Metode pencatatan makanan (Food Record) adalah metode yang difokuskan pada proses
pencatatan aktif oleh subjek terhadap seluruh makanan dan minuman yang telah dikonsumsi
selama periode waktu tertentu. Pencatatan adalah fokus yang harus menjadi perhatian karena
sumber kesalahannya juga adalah pada proses pencatatan yang tidak sempurna. Jika pencatatan
dilakukan dengan sempurna maka hasil metode ini adalah sangat baik (Cheng et al. 2012).

Metode pencatatan ini dapat dilakukan di rumah tangga ataupun di institusi. Syarat umum
pencacatan adalah literasi subjek harus baik. Konsistensi dalam proses pencatatan juga menjadi
aspek yang harus ditekankan agar informasi terhadap makanan dan minuman akurat dan dapat
memberikan informasi jumlah makanan yang dikonsumsi secara tepat. Literasi merupakan syarat
utama sehingga pada subjek dengan kemampuan baca tulis tidak ada tidak dapat dilakukan.
Pencacatan hanya dapat dilakukan oleh subjek yang diukur dan tidak dapat dilakukan oleh orang
lain, karena alasan tidak efisien (Roy et al. 1997).

Metode pencatatan makanan tidak dapat dilakukan pada subjek yang tidak memiliki tempat
tinggal menetap dalam periode waktu tertentu. Alasannya adalah karena informasi makanan dan
minuman yang dikonsumsi harus dapat dicatat dalam periode waktu. Periode waktu yang
dimaksud adalah lima dan tujuh hari. Jika pada periode tersebut tidak dapat dilakukan pencatatan
maka metode ini tidak dapat digunakan. Selain itu kondisi subjek dalam periode waktu tersebut
harus konsisten sehat. Jika pada periode pencatatan subjek sakit maka pencatatan dapat
dihentikan karena alasan subjek sakit (Aang Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody Izwardy 2017).

4. Metode Riwayat Makanan

Metode Riwayat Makanan adalah metode yang difokuskan pada penelusuran informasi riwayat
makan subjek. Riwayat makanan meliputi kebiasaan makan subjek. Bukti telusur atas kebiasaan
makan subjek adalah selalu dapat diketahui setelah pengamatan selama satu bulan. Semakin
lama pengamatan maka akan semakin jelas terlihat kebiasaan makan subjek.

Pengamatan yang dilakukan dalam waktu singkat akan mengurangi ketepatan metode ini.
Mengapa demikian?. Kebiasaan makan tidak melalui dapat dipraktikkan oleh subjek dalam
waktu satu minggu yang disebabkan oleh banyak faktor di antaranya ketersediaan makanan
karena pengaruh musim atau karena subjek tidak berada di habitatnya yang asli.

Metode riwayat makanan dapat dilakukan di rumah tangga dan di rumah sakit. Informasi yang
diperoleh adalah berhubungan dengan cara individu membeli bahan, mengolah dan
mengonsumsi makanan dari kebiasaan sehari hari. Pencatatan riwayat makanan di rumah sakit
(pasien) biasanya untuk mengetahui kebiasaan makan yang berhubungan dengan penyakit
pasien.
Metode riwayat makanan dapat dilakukan pada semua situasi baik rumah tangga maupun di
masyarakat. Persiapan relatif lebih mudah dilakukan sehingga memungkinkan untuk dilakukan
secara cepat dan tepat. Informasi yang diperoleh adalah untuk menilai kebiasaan makan subjek
menurut kecenderungan jangka panjang. Kecenderungan jangka panjang adalah refleksi
kebiasaan yang konsisten dilakukan. Inilah fokus yang harus digali pada metiode pencatatan ini.

METODE SURVEI KONSUMSI PANGAN KELOMPOK

Metode SKP yang digolongkan ke dalam metode kelompok adalah metode frekuensi makan
(Food Frequency Questionnaire), Pencacatan Jumlah Makanan (Food Account) dan Neraca
Bahan Makanan (Food Balance)

1. Metode Frekuensi Makan (Food Frequency Questionnaire)


Metode frekuensi makan (Food Frequency Questionnaire) adalah metode yang difokuskan pada
kekerapan konsumsi makanan pada subjek. Kekerapan konsumsi akan memberikan informasi
banyaknya ulangan pada beberapa jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Ulangan
(repetition), diartikan sebagai banyaknya paparan konsumsi makanan pada subjek yang akhirnya
akan berkorelasi positif dengan status asupan gizi subjek dan risiko kesehatan yang
menyertainya.

Metode frekuensi makan dapat dilakukan di rumah tangga dan juga rumah sakit. Metode ini,
terutama dipilih saat sebuah kasus penyakit diduga disebabkan oleh asupan makanan tertentu
dalam periode waktu yang lama. Asupan makanan khususnya yang berhubungan dengan
kandungan gizi makanan, secara teoritis hanya akan berdampak pada subjek jika dikonsumsi
dalam jumlah banyak dan frekuensi yang sering. Jika dikonsumsi dalam jumlah sedikit dan
frekuensi rendah, maka efek fisiologis dan patologisnya adalah sangat kecil.

Metode frekuensi makan tidak dapat dilakukan untuk tujuan mengetahui tingkat asupan gizi.
Informasi yang dikumpulkan meliputi makanan yang paling sering dikonsumsi. Metode ini
memerlukan persiapan yang matang. Persiapan yang baik meliputi survei awal makanan dan
minuman yang berada di lokasi survei. Metode frekuensi makan, tidak dibandingkan dengan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) sehingga itulah sebabnya metode ini tidak digunakan untuk
menilai persentase asupan gizi. Informasi akhir yang diperoleh dari metode ini adalah sebuah
penyakit berhubungan atau tidak berhubungan dengan frekuensi makan makanan tertentu atau
tidak.

2. Semi Frekuensi Makan (Food Frequency Questionnaire)

Metode semifrekuensi makan (Food Frequency Questionnaire) adalah metode yang difokuskan
pada kekerapan konsumsi makanan pada subjek ditambah dengan informasi kuantitatif jumlah
makanan yang dikonsumsi setiap porsi makan. Kekerapan konsumsi akan memberikan informasi
banyaknya ulangan pada beberapa jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Informasi
tambahan adalah takaran saji atau porsi yang biasa digunakan untuk setiap jenis makanan. Pada
metode ini ulangan (repetisi), diartikan tidak hanya sebagai ragam jenisnya (kualitatif) tetapi
banyaknya (kuantitatif) paparan konsumsi makanan pada subjek yang akhirnya akan berkorelasi
positif dengan status asupan gizi subjek dan risiko kesehatan yang menyertainya (Slater et al.
2003).

Metode ini biasanya digunakan untuk studi awal fortifikasi zat gizi tertentu pada bahan makanan
yang potensial sebagai wahana (vehicle). Hanya dengan metode ini dapat dilakukan estimasi
yang tepat terhadap dosis fortifikan. Contoh di Indonesia metode ini pernah dipakai saat
melakukan fortifikasi provitamin A pada minyak goreng. Dilakukan studi konsumsi pangan
dengan metode Semi FFQ untuk mengetahui berapa konsumsi minyak goreng dan seberapa
sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Informasi yang dibutuhkan adalah kekerapan konsumsi
dan dosis konsumsi, sebagai dasar menghitung banyaknya vitamin A yang akan dimasukkan ke
dalam menyak goreng agar memberikan efek positif terhadap pengurangan defisiensi vitamin A
di Indonesia.

Metode ini tidak cocok dilakukan di skala individu, selain kurang efektif juga fortifikasi jarang
dilakukan untuk skala individu. Metode ini unit analisisnya adalah individu akan tetapi hasilnya
adalah untuk populasi. Jika metode ini dilakukan pada tingkat individu maka informasi yang
diperoleh sebatas untuk individu dimaksud. Misalnya seorang pasien DM rawat jalan dilakukan
metode semi FFQ untuk mengetahui selisih gula murni yang dapat dikonsumsi setiap hari agar
kenaikan gula darahnya terkontrol. Pada kasus ini semi FFQ dapat memberikan informasi
kuantitatif rerata asupan gula setiap kali makan dan informasi pada bahan makanan apa saja gula
itu disuplai. Informasi ini berguna untuk anjuran dan terapi gizi yang bersangkutan, tetapi tidak
dapat digunakan untuk jumlah dan jenis yang sama pada pasien lain.

3. Metode Jumlah Makanan (food Account)

Metode jumlah makanan (food account) adalah metode yang difokuskan untuk mengetahui
jumlah makanan dan minuman yang di konsumsi dalam skala rumah tangga. Prinsip dasar dalam
metode ini adalah makanan yang disediakan dalam skala rumah tangga adalah dikonsumsi
sebagian besar oleh seluruh anggota rumah tangga yang sedang berada dalam satu dapur. Prinsip
bahwa semua anggota rumah tangga sangatlah terbiasa dengan makanan yang dibeli dan diolah
di dalam dapur keluarga. Prinsip pengadaan makanan dalam rumah tangga adalah
memperhatikan kesukaan semua orang atau sebagian besar anggota rumah tangga. Fokus dari
metode ini adalah mengidentifikasi jumlah makanan yang dikonsumsi individu dalam rumah
tangga menurut apa yang disediakan di rumah tangga, bukan menurut apa yang sering
dikonsumsi diluar rumah.

Metode jumlah makanan (food account) dapat dilakukan di rumah tangga khususnya rumah
tangga indikator. Pada negara dengan sistem monitoring ketahanan pangan yang sudah demikian
maju adalah selalu ditetapkan rumah tangga indikator. Rumah Tangga indikator adalah rumah
tangga yang dapat dijadikan acuan untuk menilai ketahanan pangan wilayah. Jika rumah tangga
indikator mengalami kurang makanan maka rumah tangga lain diwilayah yang sama akan
mengalami hal yang sama. Jika rumah tangga indikator mengalami defisit asupan maka rumah
tangga yang lain akan defisit.

Metode jumlah makanan ini tidak cocok dilakukan di rumah sakit atau puskesmas rawat inap,
karena tujuan dan mekanismenya berbeda. Rumah sakit sebagai unit beroperasi sama dengan
industri jasa, akan sangat hati-hati dan tepat dalam menyediakan makanan dan minuman untuk
pasien, sehingga sangat kecil kemungkinannya kekurangan makanan. Metode pencatatan
makanan ini adalah untuk mendeteksi apakah jumlah makanan yang disediakan cukup atau tidak
di sebuah rumah tangga (Puckett 2004).

4. Neraca Bahan Makanan (food balance sheet)

Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah metode penilaian konsumsi makanan pada kelompok
yang lebih luas. Kelompok yang lebih luas paling rendah adalah kabupaten. Metode ini fokus
pada penilaian ketersediaan pangan ditingkat wilayah dibandingkan dengan banyaknya
penduduk sebagai konsumen. Metode ini umumnya digunakan oleh ahli gizi yang fokus
pekerjaannya di level manajemen pelayanan gizi masyarakat. Sumber data dan informasi adalah
dihimpun dari sektor pertanian. Data produksi pangan pokok ditingkat wilayah dan juga data
konsumsi baik untuk konsumsi manusia maupun untuk kepentingan dunia industri dan pakan
dikumpulkan dari sektor terkait. Prinsip utama metode ini adalah data dan informasi ketersediaan
pangan ditingkat wilayah (Androniiki 2009).

Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode lainnya karena dapat memotret kondisi
ketersediaan pangan dalam skala makro. Kondisi ketersediaan pangan skala makro adalah
bermanfaat untuk deteksi dini munculnya kasus kelaparan, yang dapat berakibat pada malnutrisi.
Manfaat dan penggunaan metode ini memungkinkan digunakan pada wilayah dengan ketahanan
pangan yang rendah, sebagai fungsi monitoring dan evaluasi berkelanjutan penyediaan pangan
penduduk (Purwaningsih 2008; Fao 2002).

BUKU PSG

ALAT UKUR SURVEI KONSUMSI

Survei konsumsi terdiri dari kata survei yang berarti penyelidikan/peninjauan dan konsumsi
berarti barang-barang yang digunakan untuk memenuhi keperluan atau kebutuhan hidup.
Selanjutnya tentang makanan atau pangan, yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (PP
RI No. 28 Th. 2004). Dengan demikian survei konsumsi pangan berarti suatu cara atau strategi
menentukan status gizi individu maupun kelompok dengan cara menghitung konsumsi atau
asupan zat gizi yang terdapat pada makanan dan minuman yang dikonsumsi atau yang diasup
oleh seseorang. Survei yang dirancang untuk mendapatkan informasi pangan yang dikonsumsi
baik kuantitas maupun kualitas. Survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan faktor selain
pangan dalam pengumpulan datanya (Camreon dan Wija, 1998). Misalnya faktor
budaya,ekonomi, dan faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pangan.

faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pangan.

Tujuan Survei konsumsi pangan. Untuk memperoleh informasi mengenai gambaran tingkat
kecukupan dan zat gizi mikro (arti sempit), sedangkan secara luas ditujukan untuk (arti luas) : 1).
Mempelajari kebiasaan makan, 2).Menilai seberapa jauh angka kecukupan gizi (AKG) terpenuhi,
3). Bahan perencanaan program gizi, 4). Bahan pengembangan program gizi, 5). Bahan
pendidikan gizi. Sedangkan sasarannya adalah: a). Individu: Bayi, Anak usia Bawah Dua Tahun
(Baduta), Anak usia Bawah Tiga Tahun (Batita), Anak usia Bawah Lima Tahun (Balita), Anak
usia Sekolah, Remaja, Dewasa, Ibu hamil (Bumil), Ibu menyusui (Busui) atau ibu meneteki
(Buteki), dan Atlet, b). Keluarga: Keluarga Inti/batih (ayah, ibu, anak), keluarga besar (keluarga
inti ditambah kakek/nenek), dan c). Institusi: asrama, panti (jompo) dengan penghuni homogen.
Metode pengukuran konsumsi makanan antara lain:
1. Metode penimbangan/Food Weighing

Metode penimbangan/Food Weighing adalah menimbang kuantitas makanan dan minuman yang
dikonsumsi sehari-hari. Makanan dan minuman diukur dengan cara ditimbang sebelum
dikonsumsi, setelah selesai makan ketika masih mentah baik dalam keadaan kotor maupun sudah
bersih. Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat
seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1hari. Penimbangan makanan ini biasanya
berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia.

2. Metode pencatatan/Food Record

Metoda pencatatan/Food Record adalah pengukuran konsumsi pangan dengan cara mencatat
makanan dan minuman yang dikonsumsi. Metode ini disebut juga food records atau diary
records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Responden diminta untuk
mencatat semua yang makanan dan minuman setiap kali sebelum dikonsumsi dalam Ukuran
Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4
hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

3. Metode mengingat-ingat/Food Recall 24 jam

Metode mengingat-ingat/Food Recall 24 jam adalah cara pengukuran konsumsi dengan cara
menanyakan kepada responden terhadap makanan dan minuman yang dikonsumsi selama 24 jam
yang lalu. Responden ditanya semua jenis dan kuantitas makanan dan minuman yang dikonsumsi
sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Petugas pengumpul data harus mengenal betul ukuran
rumah tangga (URT) makan dan minuman agar kemudian mampu menerjemahkan variasi
ukuran, misal sendok, mangkok, potong, irisan, buah, ikat dan lain-lain makanan yang
dikonsumsi responden untuk diterjemahkan ke dalam ukuran secara kuatitatif, yaitu dalam
ukuran berat misal ke dalam gram atau ke dalam ukuran volume seperti mililiter. Untuk
mendapatkan informasi yang representatif, survei ini dilakukan 3 hari dalam satu minggu secara
tidak berturut-turut. Hasil survei konsumsi metode food recall sering terjadi hasil yang lebih
rendah (underestimate) dari yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena adanya anggapan di
masyarakat terhadap makanan yang dinilai bernilai sosial rendah sehingga masyarakat cenderung
mengatakan konsumsi lebih rendah dari sebenarnya. Sebaliknya berisiko terjadi perkiraan yang
lebih tinggi (overestimate) terhadap makanan yang dinilai mempunyai nilai sosial tinggi.
4. Metode kekerapan mengonsumsi/Food Frequensi

Metoda kekerapan atau keseringan mengkonsumsi/Food frequensi adalah cara mengukur


konsumsi makanan yang dikaitkan dengan suatu kasus atau kelainan yang terkait dengan
konsumsi makanan. Sebagai contoh penelitian tentang kaitan antara konsumsi sayur hijau dan
anemia. Maka dibuat daftar sayur hijau sebagai sumber zat besi antara lain daun singkong, daun
pepaya, daun katuk, kangkung, daun kelor, dan seterusnya. Selanjutnya dibuat formulir
kekerapan atau keseringan jensi sayur tersebut apakah dikonsumsi setiap kali makan, setiap hari,
2 kali seminggu, 1 kali seminggu, dan seterusnya.

5. Metode Riwayat Makanan/Dietary History

Dietary history merupakan cara mengukur konsumsi makanan secara kualitatif dengan cara
menanyakan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Teknis pelaksanaan survey responden
diminta mengisi sendiri kuesioner yang didisain untuk menunjukkan variasi atau keragaman
makanan dan minuman yang dikonsumsi, termasuk informasi tentang pengolahan, penyimpanan
dan pengolahan atau pemasakan. Survei konsumsi metode dietary history dapat menggambarkan
pola makan seseorang dalam waktu yang relatif lama. Selain menggambarkan pola makan juga
dapat mengungkap adanya kesalahan makan, yaitu pola makan yang tidak sesuai dengan prinsip
gizi seimbang.

Sebagaimana dijelaskan oleh Gibson, R.S, (2005) dalam Sirajuddin, dkk (2015) bahwa penilaian
konsumsi pangan merupakan metode paling awal yang harus digunakan untuk menilai tahapan
difisiensi gizi. Defisiensi gizi dimulai dari rendahnya asupan zat gizi dalam makanan. Jika dapat
diketahui lebih awal bahwa defisiensi zat gizi konsisten terjadi dalam makanan yang dikonsumsi.
Survei konsumsi pangan merupakan cara efektif untuk lebih awal terjadinya ketidakseimbangan
asupan zat gizi. Kelebihan asupan zat gizi dala periode

Pengertian
1. Gizi Seimbang Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip
keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan
secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah
masalah gizi.
2. DBMP adalah suatu daftar yang berisi daftar nama bahan makanan, berat dalam ukuran
rumah tangga (URT), berat dalam gram serta kandungan energi, protein, karbohidrat dan
lemak dari makanan tersebut. DBMP dibagi dalam delapan gol. Sumber buku psg
3. CARA MENGGUNAKAN DBMP
DBMP terdiri dari delapan golongan. Bahan makanan dengan nilai gizi yang sama hanya
dapat ditukar dengan bahan makanan pada golongan yang sama. Bahan makanan tidak
dapat ditukar dengan bahan makanan pada golongan lain karena kandungan gizinya
berbeda.
4. DBMP dapat menghitung kandungan energi dan zat gizi dari makanan sehari kita
dengan cepat jika dibandingkan dengan TKPI. Namun kekurangannya DBMP tidak dapat
menghitung kandungan vitamin dan mineral.
5. Ukuran Rumah Tangga (URT) merupakan satuan jumlah pangan yang dinyatakan dalam
peralatan dan ukuran yang biasa digunakan di rumah tangga, seperti piring, gelas, sendok,
mangkok, buah, ikat, dan sebagainya. URT digunakan untuk membantu mengestimasi
jumlah makanan yang dikonsumsi secara kualitatif untuk merubah data URT menjadi
kuantitatif diperlukan identifikasi standar pembanding, sehingga dapat dihitung nilai
gizinya.
Data base yang menggabungkan semua data komposisi zat gizi
makanan Indonesia menjadi satu buku disebut TKPI. Data komposisi bahan makanan
ini memiliki berbagai jenis nama antara lain daftar komposisi bahan makanan (DKBM)
atau TKPI. Manfaat TKPI adalah untuk mengkaji asupan gizi klien, klien dan konsumen
serta merencanakan dan evaluasi pemenuhan kecukupan makanan dan diet

6. Berbagai Alat Bantu dan Cara Penggunaannya untuk Meningkatkan Akurasi Hasil
Pengukuran Konsumsi Pangan metode Food Recall 24 Jam
a. Bahan pangan sesungguhnya
b. FOOD MODELS TIGA DIMENSI
FOOD MODELS atau Replika Makanan adalah contoh bahan makanan/makanan
yang dibuat dari bahan lilin atau resin atau kayu sedemikian rupa sehingga
menyerupai bahan makanan/makanan aslinya. Food model dikembangkan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan (PUslitbang) Gizi Bogor (sekarang Puslitbang Gizi dan
Makanan Bogor) pada tahun 1960-an. Food models dibuat dengan tujuan untuk dapat
digunakan sebagai media (alat bantu) dalam memberikan penyuluhan gizi kepada ibu
pasien balita penderita gizi buruk yang dating
c. MODEL UKURAN DAN BENTUK TIGA DIMENSI
Model ukuran dan bentuk tida dimensi merupakan media pembelajaran yang
tampilannya dapat diamati dari arah pandang mana saja dan mempunyai dimensi
panjang, lebar, dan tinggi atau tebal. Keuntungan model ini adalah sangat mudah
dibawa. Dapat menggantikan food models
d. BUKU FOTO ATAU GAMBAR
Buku foto adalah buku yang terdiri dari berbagai foto. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI mengembangan buku foto
makanan dalam rangka Studi Diet Total di Indonesia pada tahun 2014.
Dalam buku foto makanan tersebut, setiap foto makanan dilengkapi dengan berat
makanan matang (gram). Pada beberapa makanan terdapat ukuran dimensinya
(panjang atau lebar). Keuntungan menggunakan buku foto makanan sebagai alat
bantu dalam mendeskripsikan jumalh dan besaran porsi pangan yang dikonsumsi
adalah mudah dibawa, murah dan dapat membantu subyek atau sasaran survey dalam
mengingat ukuran dan jumlah pangan yang dikonsumsi.
e. ALAT MAKAN – MINUM DAN ALAT PENGGARIS

Anda mungkin juga menyukai