Oleh :
FINA KRISMAYANTI
NIM:174101149/D
2. PEMBAHASAN
a. Pengetahuan gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat
pengetahuan gizi seseorang maka perilaku gizinya juga akan makin
baik (Hardinsyah, 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan
berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan
makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, setiap individu
akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan.
Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan
terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
penghidupan. (Syah, 2007).
1. Faktor Budaya
a. Pola konsumsi pangan
Pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap
terhadap pangan dan kebiasaan makan. Seringnya suatu bahan pangan
dikonsumsi oleh masyarakat maka akan besar pula peluang pangan
tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau
masyarakat.
b. Preferensi
Konsumsi bahan pangan dengan kategori sangat menyukai pada
masyarakat lebih berorientasi pada alasan selera, mereka lebih
mempertahankan mengkonsumsi bahan pangan berasal dari sumberdaya
lokal. Dan makanan sebagai sumberdaya lokal tersedia di masyarakat
sebagai realitas sosial, diinternalisasi dari lingkungan ke individu, ke
keluarga (di praktekkan oleh orang tua, kakek dan nenek), dan ke
masyarakat yang akhirnya melahirkan selera. Sikap terhadap pangan
terutama preferensi mempengaruhi komsumsi pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan berpusat pada
karakteristik individu, lingkungan dan pangan itu sendiri (Suhaimin,
2006). Tingginya preferensi sekelompok orang terhadap makanan
menyebabkan tingginya pula tingkat konsumsi terhadap makanan
tersebut. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi dan kepercayaan
tertentu yang berhubungan dengan pangan, apakah bersifat rasional atau
irasional, menguntungkan atau merugikan, yang pada mulanya
berkembang karena ketersediaan pangan di tempat tersebut dan juga
berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan agama kelompok etnik
tersebut. Preferensi atau kesukaan dan kesukaan terhadap jenis pangan
tertentu baik yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada
beberapa kelompok agama, etnis atau fisiologis tertentu. Pangan yang
tidak halal, meskipun bergizi tidak dimakan kelompok agama Islam.
Secara umum, menu makanan barat biasanya terdiri atas susu, daging,
roti dan sereal, buah dan sayur. Seluruh susunan menu makanan orang
Asia biasanya terdiriatas nasi, ikan, seafood dan kacang-kacangan serta
sayur dan buah. Susu hanya digunakan dalam jumlah terbatas karena
kemungkinanadanya prevalensi laktos intolerans dan kurangnya
ketersediaan susu.
2. Faktor Ekonomi
Tingkat Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok
rumah tangga miskin dapat meningkatkan status gizi, karena
peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu
membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan
ekonomi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan
macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi
Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang penting
terhadap status gizi. (Syah, 2007).
Pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga
dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya
beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka
cendrung pengeluaran total dan pengeluaran pangan semakin tinggi.
(Syah, 2007).
Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan
berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas
dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan
menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang
dibeli.
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu
sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi.
Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit,
menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah
pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu
hidup membentuk siklus yang berbahaya. (Syah,2007).
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti
dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang
tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang
menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi
nasi beras yang berkualitas tinggi. Orang yang tadinya makan sehari
dua kali bisa jadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.
1. Ketersediaan pangan
Negara yang dapat menyediakan kebutuhan pangan dengan baik
maka dapat memudahkan akses untuk memperoleh pangan sehingga
konsumsi pangan meningkat. Ketersediaan pangan juga akan
mempengaruhi kebiasaan makan masyarakat. Kebiasaan makan
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (lingkungan alam, lingkungan sosial
budaya dan agama, dan lingkungan ekonomi ) dan faktor intrinsik
(asosiasi emosional , keadaan jasmani).
KESIMPULAN
2.1 Kesimpulan
Subsistem Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah
pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang
atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak yang
sangat besar bagi kehidupan rakyat Indonesia, terutama bagi kalangan
menengah kebawah. Akibat krisis moneter, harga berbagai kebutuhan
pokok terus melonjak.
Penderita gizi burukpun semakin bertambah. Jika pada tahun 2005 anak
balita yang menderita gizi buruk sebanyak 1,8 juta jiwa, pada tahun
2007 menjadi 5 juta jiwa (prakarsa-rakyat.org).
Impor bahan pangan yang berlebihan dapat menyengsarakan para
petani, meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa dan
membunuh sektor pertanian yang mestinya menjadi keunggulan
kompetitif bangsa.
Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat
dibagi menurut tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari
masyarakat dan faktor dari pemerintah (negara).
Factor individu terdiri dari pengetahuan gizi, aktivitas, status
kesehatan, preferensi, tingkat pendapatan, dan gaya hidup.
Factor dari keluarga dan masyarakat terdiri dari factor social yaitu
besar keluarga, pendidikan kepala keluarga, status dan jenis pekerjaan
ibu ; factor budaya yaitu pola konsumsi pangan, preferensi, status
dalam keluarga, akseptibilitas pangan ; factor ekonomi yaitu tingkat
pendapatan.
Faktor Negara terdiri dari kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan,
produksi pangan, letak geografis, kondisi perekonomian Negara.
Pola konsumsi pangan masyarakat di Indonesia masih belum sesuai
dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH. Konsumsi di
kelompok padi-padian (beras, jagunga, terigu) masih dominan baik
dalam kota maupun desa. Pangsa konsumsi energi seharusnya dari
kelompok padi-padian hanya 50 persen, namun pada kenyataannya
masih sebesar 60,7 persen di kota dan 63,9 persen di desa. Sebaliknya,
pangsa energi dari umbi-umbian masih sekitar setengahnya dari yang
dianjurkan, padahal di Indonesia tersedia berbagai jenis umbi-umbian
dengan harga yang relatif murah.
Diversivikasi konsumsi pangan pada hakekatnya tidak hanya sebagai
upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga sebagai
upaya perbaikan gizi masyarakat untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan mampu berdaya saing dalam era globalisasi dan juga
meningkatkan ketahanan pangan.
2.2 Saran
Hendaknya pemerintah lebih serius menangani masalah atau kendala
konsumsi di Indonesia, seperti kasus kekurangan gizi yang terjadi di
masyarakat.
Pemerintah juga harus memperhatikan pendapatan masyarakat
indonesia jika akan menaikkan harga pangan.
A. HASIL
Identitas Survey
Name : FY
Sex : Perempuan
TT/BB : 156cm/49kg
Usia : 17 tahun
Pekerjaan : -
3. Sepiring somai
- Karbohidrat
100% x 170/100 x 24,4 x 4 = 165,92 Kkal
- Protein
100% x 170/100 x 7,5 x 4 = 51 Kkal
- Lemak
100% x 170/100 x 3,8 x 9 = 58,14 Kkal
4. 2 potong semangka
- Karbohidrat
46% x 2 x 100/100 x 6,9 x 4 = 27,392 Kkal
- Protein
46% x 100/100 x 0,5 x 4 = 1,84 Kkal
- Lemak
46% x 2 x 100/100 x 0,2 x 9 = 1,62 Kkal
5. Segelas susu
- Karbohidrat
100% x 200/100 x 4,3 x 4 = 34,4 Kkal
- Protein
100% x 200/100 x 3,2 x 4 = 25,6 Kkal
- Lemak
100% x 200/100 x 3,5 x 9 = 63 Kkal
5. 3 potong pepaya
- Karbohidrat
75% x 3 x 100/100 x 12,2 x 4 = 36,6 Kkal
- Protein
75% x 3 x 100/100 x 0,5 x 4 = 73,2 Kkal
Total energi hari kedua adalah 1052,375 Kkalori.
Survei konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
survei pangan secara kuantitatif yaitu metode recall. Survei konsumsi pangan
bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seorang.
Penelitian knsumsi pangan yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
keadaan gizi, menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang dimakan.
Dari hasil di atas, energi yang diperoleh dari survei secara metode recall hari
pertama adalah 903,437 Kkalori dan hari kedua adalah 1052,375 Kkalori maka
penilaian konsumsi pangan menunjukkan tingkat kedaan gizi kurang terpenuhi,
jumlah zat gizi dan sumber zat gizi kurang. Perlunya tambahan asupan gizi yang
cukup sehingga terpenuhi zat gizi yang diperlukan tubuh yang sehat.
Syarif, hidayat, dkk. 1992. Kaji Tindak Partisipatif dalam Sistem Pangan dan
Gizi Masyarakat. Bogor : Institute Pertanian Bogor.