Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN HASIL SURVEY


ANALISIS KETERSEDIAAN KONSUMSI PANGAN DI RUMAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Matakuliah

Oleh :

FINA KRISMAYANTI
NIM:174101149/D

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NEGERI SILIWANGI
KOTA TASIKMALAYA
2019
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar mausia yang harus terpenuhi.
Ketersediaan pangan yang cukup secara makro dan secara mikro merupakan
persyaratan penting dalam terwujudnya ketahanan pangan. Oleh karena itu,
ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional serta
identik dengan ketahanan nasional. Alasan penting yang melandasi kesadaran
semua komponen bangsa atas pentingya ketahanan pangan yaitu adalah akses atas
pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu
pemenuhan hak asasi manusia, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan
basis bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, ketahanan
panganmerupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional
suatu negara berdaulat. Untuk mencapai kondisi ini, perilaku mengkonsumsi
pangan tidak lagi cukup asal perut kenyang, akan tetap harus memperhatikan
kebutuhan tubuh akan zat gizi pangan. Orientasi mengkonsumsi pangan harus
digeser dari orientasi komoditas menjadi orientasi nutrisi (kecukupan gizi) yang
bersumber dari berbagai komoditas.
Pemenuhan kebutuhan tubuh akan gizi pangan akan berdampak pada
terbentuknya daya saing sebuah rumah tangga. Keberhasilan dalam proses
pembentukan sumberdaya manusia terletak pada keberhasila memenuhi
kecukupan pangan dan perbaikan pola konsumsi. Pada rumah tangga miskin yang
sebagian dari pendapatannya (60%) masih dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan
sumber karbohidrat (Gunawan, 1991). Berdasarkan data Susenas (2010),
konsumsi beras penduduk indonesia tahun 2009 mencapai urutan tertinggi di
dunia yaitu sebesar 102,2 kilogram/kapita/tahun atau hampir dua kali lipat rata-
rata konsumsi beras pendudduk dunia yang hanya 60 kilogram/kapita/tahun.
Upaya pemenuhan kebutuhan gizi tubuh dari sumber-sumber protein, mineral, dan
vitamin merupakan permasalahan memprihatinkan dan kondisi ini akan berakibat
lebih lanjut pada kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Partisipasi dan
produktifitas sumberdaya manusia yang kurang gizi sangat tidak mendukung daya
saing rumah tangga dalam rangka pembangunan di segala bidang. Kondisi ini
seolah-olah menciptakan suatu gambaran bahwa pangan sumber karbodidrat
hanya bersumber dari beras, sehingga memaksa pemerintah untuk selalu
melakukan pengawalan ketat terhadap komoditas ini. Bahkan pemerintah tidak
segan untuk melakukan impor beras hanya demi menjaga stabilitas pasokan beras.
Menurut World Trade Organization impor pangan dalam jangka pendek bisa
menjadi obat kelaparan namun dalam jangka panjang tak hanya menguras devisa,
tetapi mengabaikan aneka sumberdaya lokal (Suyastri, 2008).
Disamping itu, dengan adanya peningkatan harga pangan yang ekstrim di
tingkat dunia yang saat ini terjadi (inflasi), akan mengakibatkan semakin
terpuruknya kondisi ketahanan pangan nasional. Hal ini tentunya menimbulkan
efek yang cukup besar khususnya pada masyarakat miskin, dimana proporsi
pengeluaran rumah tangga untuk pangan di Indonesia masih di atas 50%.
Sedangkan bagi rumah tangga miskin proporsi pengeluaran untuk makanan lebih
tinggi lagi yaitu sekitar 70% (Susenas, 2009).Berdasarkan persentase penduduk
miskin, Indonesia terus mengalami penurunan, walaupun jumlahnya masih sangat
tinggi. Jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 31,03 juta orang atau
13,33%. Sekitar 65% atau sebanyak 19,93 juta orang dari total penduduk miskin
tersebut bertempat tinggal di wilayah pedesaan (BPS, 2010). Penduduk miskin
daerah-daerah pedesaan umumnya bermata pencaharian pokok di bidang
pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat berhubungan dengan sektor
ekonomi tradisional (Toadaro et al., 2006).
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara
tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atu sekelompok orang yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis, dan sosiologi. Tujuan
fisiologis adalah upaya untuk memenuhi makan (rasa lapar). Tujuan psikologis
adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan
sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Sedioetama 1996). Konsumsi pangan berperan sebagai salah satu
faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya berfungsi
menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki
jaringan tubuh serta pertumbuhan. Konsumsi, jumlah dan jenis pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al (1986), faktor-faktor yang
sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi, dan
ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi lebih lebih banyak ditentukan oleh
kualitas dsn kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan
adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam suatu bahan
pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam
suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualita
dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Konsumsi makanan yang dikonsumsi oleh
masyarakat atau oleh keluarga tergantung pada jumlah dan jenis pangan yang
dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara
perorang. Hal ini tergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan
pendidikan masyarakar yang bersangkutan.
Kegiatan sosial, ekonomi, dan sosial budaya dalam suatu keluarga, suatu
kelompok masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang
kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk mengkonsumsi
pangan tersebut. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang
mengikutinya, berkembang dalam batasan apa arti pangan dan bagaimana
penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam
memilih pangan, jenis pangan yang diproduksi, pengolahan, penyaluran,
penyiapan, serta penyajian.

2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Subsistem Konsumsi Pangan


Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk hidup yang harus
diselenggarakan sadar ataupun tidak sadar, manusia mengkonsumsi makanan
demi kelangsungan hidupnya. Manusia dapat bergerak melakukan kerja fisik,
tumbuh dan berkembang karena mengkonsumsi makanan. Makanan yang kita
konsumsi sebaiknya mengandung zat gizi yang penting bagi tubuh seperti protein,
karbohidrat , lemak, vitamin, mineral dan air. Terpenuhi atau tidaknya zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh manusia tergantung pada makanan dan jenis makanan
yang dikonsumsi.
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara
tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.
Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau
untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah
untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis
adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat
(Suryono, 2007).
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses
metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan. Hal ini
terkait dengan fungsi makanan yaitu :
1. Fungsi gastronomik
Secara umum pangan berfungsi untuk mengisi perut yang kosong.
2. Pangan sebagai Identitas Budaya
Jenis pangan yang biasa dikonsumsi seseorang atau komunitas tertentu dapat
dijadikan indikator asal budaya mereka.
3. Pangan sebagai fungsi religi dan magis
Dalam hal ini pangan dikaitkan dengan upacara khusus, seperti kambing untuk
akikah atau khitanan bagi yang beragama Islam.

4. Pangan sebagai fungsi komunikasi


Pangan tertentu sering kali diberi peranan sebagai sarana komunikasi
nonverbal dalam peristiwa tertentu. Misalnya pada hari raya idul fitri terdapat
kebiasaan mengirim pangan dalam bentuk ketupat dan lauk pauknya atau
berupa bingkisan parcel.
5. Pangan sebagai lambang status ekonomi
Roti tawar berwarna putih biasanya dikonsumsi oleh seseorang dengan status
ekonomi tinggi, roti tawar berwarna biasanya dikonsumsi oleh buruh.
6. Pangan sebagai simbol kekuasaan dan kekuatan
Jika terjadi interaksi yang kurang wajar antara pembantu dan majikan antara
lain dapat dicermati dari pangan baik jumlah dan jenis yang diberikan kepada
pembantu.

Subsistem konsumsi pangan adalah himpunan berbagai unsur atau faktor


yang saling berinteraksi dan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Tejasari,
2004). Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi
dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi menurut
tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan faktor dari
pemerintah (negara).

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Subsistem Konsumsi Pangan


Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat dibagi
menurut tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari masyarakat dan
faktor dari pemerintah (negara). Berikut akan dijelaskan tentang berbagai faktor
yang berinteraksi dalam subsistem konsumsi pangan:

1.3.1 Faktor dari Individu


Gambar. Keterkaitan antara faktor individu dengan subsistem konsumsi
pangan.

a. Pengetahuan gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat
pengetahuan gizi seseorang maka perilaku gizinya juga akan makin
baik (Hardinsyah, 2007). Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap perilaku dalam memilih makanan yang akan
berdampak pada asupan gizinya. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan asupan
makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, setiap individu
akan tahu bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan.
Memperbaiki konsumsi pangan merupakan salah satu bantuan
terpenting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
penghidupan. (Syah, 2007).

Pengetahuan gizi didapatkan dari pendidikan formal dan informal.


Antara lain:
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal menentukan kompetensi seseorang dalam
pengetahuannya tentang gizi. Dari pendidikan formal yang
menentukan kompetensinya tentang gizi akan mempengaruhi pola
konsumsi pangan yang memenuhi gizi baik sehingga pangan yang
dikonsumsi memenuhi kecukupan dan kebutuhan gizi.
b. Pengalaman
Pengalaman yang dimiliki seseorang bisa memberikan
pengetahuan tentang gizi. Segi psikologi terhadap makanan banyak
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respons yang
diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-
kanak. Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi sikap suka atau
tidak suka individu terhadap makanan.
Perilaku konsumsi makan seperti halnya perilaku lainnya
dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu berkaitan dengan
informasi tentang makanan dan gizi yang pernah diterimanya dari
berbagai sumber. Misalnya, pada seorang ibu yang mempunyai anak
yang pernah terkena gizi buruk maka akan berusaha memberikan
konsumsi pangan yang memenuhi gizi yang baik agar anaknya tidak
lagi menderita gizi buruk.
c. Media massa elektronik dan non elektronik
Media massa baik elektronik maupun non elektronik memberikan
informasi akan kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh. Melalui
informasi tersebut masyarakat luas terutama para pembaca
mendapatkan pengetahuan gizi yang baik yang nantinya dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu media elektronik
berupa internet pada saat ini semakin menambah kemudahan bagi
masyarakat untuk mengakses informasi tentang pangan & gizi
dengan cepat.
Dari pendidikan informal misalnya sesorang yang hanya lulusan
SD namun orang tersebut menjadi kader-kader kesehatan di
lingkungannya, sehingga pengetahuan gizinya didapatkan dari
pengalaman serta pelatihan-pelatihannya sebagai kader kesehatan di
lingkungan masyarakat.
Tingkat pengetahuan gizi yang baik dapat mewujukan perilaku atau
kebiasaan makan yang baik pula. Tingkat pengetahuan gizi yang
baik secara konsisten terwujud menjadi perilaku makan yang baik.
Dengan demikian konsumsi pangan akan semakin bertambah.
b. Aktivitas
Aktivitas tiap individu berbeda satu sama lain. Ada individu yang
beraktivitas berat, ada yang sedang dan adapula individu yang
beraktivitas ringan. Tentunya konsumsi pangan yang dibutuhkan satu
individu dengan individu yang lain berbeda. Untuk melakukan aktivitas
yang berat, seseorang membutuhkan energi dalam jumlah yang besar,
sehingga kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang dibutuhkan juga
tinggi.
Dan sebaliknya, seseorang yang memiliki aktivitas ringan, energi
yang dibutuhkan juga sedikit sehingga konsumsi pangan yang
dibutuhkan juga sedikit. Faktor aktivitas dipengaruhi pula oleh usia tiap
individu. Antara anak-anak, remaja, dewasa dan lansia memiliki
aktivitas yang berbeda sehingga pangan yang dikonsunsumsi pun tidak
sama. Pada anak-anak dan remaja yang memiliki aktivitas berat, lebih
banyak membutuhkan pangan untuk dikonsumsi dibandingkan dengan
pangan yang dikonsumsi bagi lansia.
c. Status kesehatan
Status kesehatan ini berhubungan dengan keadaan fisik seseorang.
Seseorang dengan status kesehatan yang rendah (misalnya: sakit)
menyebabkan menurunnya nafsu makan sehingga tingkat konsumsi
pangan menurun. Dan apabila seseorang dalam keadaan sehat atau
status kesehatannya baik, maka konsumsi pangan yang dibutuhkannya
akan meningkat.
d. Preferensi
Preferensi/ kesukaan pangan biasanya merujuk pada daya terima
dari pangan tersebut, yang dipengaruhi oleh kebiasaan, kualitas rasa
pangan dan zat gizi yang terkandung dalam pangan tersebut
(Hardinsyah, 2007). Preferensi pangan ada yang bersifat tetap
sepanjang waktu dan ada juga yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
Selain itu preferensi pangan juga dapat berbeda di antara kelompok
umur dan jenis kelamin, seperti pada anak-anak dan orang dewasa.
Kebiasaan makan pada satu atau kelompok orang terbentuk karena
faktor ekologi dimana kelompok tersebut tinggal. Tanah dan iklim
menentukan produksi dan ketersediaan pangan. Lebih lanjut, faktor
tradisi dan kepercayaan mengatur penerimaan pangan, pengelolaannya
serta preferensi pangan. Preferensi pangan selanjutnya diturunkan dari
generasi ke generasi lewat pengalaman dalam keluarga dan hal itu dapat
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dari waktu ke waktu. Sebagai
contoh, susu sapi tidak dianggap sebagai bagian yang penting dalam
susunan menu makanan di China sehingga etnis China kurang suka
minum susu. Contoh yang lain adalah wanita hamil yang tidak suka
aroma dan rasa bakso padahal ketika tidak hamil sangat menyukai
bakso (Hardinsyah, 2007).
e. Tingkat Pendapatan
Pendapatan merupakan determinan yang dikenal luas dalam model
perilaku konsumen, dan juga termasuk dalam model penawaran pangan.
Apabila tingkat pendapatan seseorang naik, maka daya beli seseorang
tersebut terhadap makanan cenderung meningkat. Pendapatan dari
sesorang terutama pendapatan tunggal dari seorang kepala keluarga
yang menjadi tulang punggung kehidupan nmempengaruhi besarnya
konsumsi dalam sebuah rumah tangga. Hal ini terkait dengan jumlah
makanan yang akan dikonsumsi. Pandangan umum mengenai hubungan
antara pendapatan dan konsumsi pangan berasal dari bukti empiris
umum bahwa ada perbedaan pola konsumsi pangan pada kelompok
masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah. Umumnya pola
konsumsi pangan kelompok menengah ke bawah lebih sederhana
dimana mereka lebih mengutamakan mengonsumsi sumber kalori yang
murah (bahan pangan pokok), sedangkan pada kelompok menengah ke
atas pola konsumsi pangannnya lebih beragam dengan lebih banyak
mengonsumsi pangan sumber protein dan vitamin (Hardinsyah, 2007).
f. Gaya hidup
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana
seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan
merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah
bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya
yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan
terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial
selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian.
Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana
menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka.
Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif
internal,yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan
persepsi mereka terhadap sesuatu.
Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi
perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan
mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.
Pada intinya, apabila seseorang bergaya hidup sehat maka
seseorang tersebut akan memperhatikan kuantitas dan kualitas makanan
yang akan dikonsumsi seseorang tersebut sesuai dengan kebutuhan
gizinya.

1. Faktor Budaya
a. Pola konsumsi pangan
Pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap
terhadap pangan dan kebiasaan makan. Seringnya suatu bahan pangan
dikonsumsi oleh masyarakat maka akan besar pula peluang pangan
tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau
masyarakat.
b. Preferensi
Konsumsi bahan pangan dengan kategori sangat menyukai pada
masyarakat lebih berorientasi pada alasan selera, mereka lebih
mempertahankan mengkonsumsi bahan pangan berasal dari sumberdaya
lokal. Dan makanan sebagai sumberdaya lokal tersedia di masyarakat
sebagai realitas sosial, diinternalisasi dari lingkungan ke individu, ke
keluarga (di praktekkan oleh orang tua, kakek dan nenek), dan ke
masyarakat yang akhirnya melahirkan selera. Sikap terhadap pangan
terutama preferensi mempengaruhi komsumsi pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan berpusat pada
karakteristik individu, lingkungan dan pangan itu sendiri (Suhaimin,
2006). Tingginya preferensi sekelompok orang terhadap makanan
menyebabkan tingginya pula tingkat konsumsi terhadap makanan
tersebut. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi dan kepercayaan
tertentu yang berhubungan dengan pangan, apakah bersifat rasional atau
irasional, menguntungkan atau merugikan, yang pada mulanya
berkembang karena ketersediaan pangan di tempat tersebut dan juga
berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan agama kelompok etnik
tersebut. Preferensi atau kesukaan dan kesukaan terhadap jenis pangan
tertentu baik yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada
beberapa kelompok agama, etnis atau fisiologis tertentu. Pangan yang
tidak halal, meskipun bergizi tidak dimakan kelompok agama Islam.
Secara umum, menu makanan barat biasanya terdiri atas susu, daging,
roti dan sereal, buah dan sayur. Seluruh susunan menu makanan orang
Asia biasanya terdiriatas nasi, ikan, seafood dan kacang-kacangan serta
sayur dan buah. Susu hanya digunakan dalam jumlah terbatas karena
kemungkinanadanya prevalensi laktos intolerans dan kurangnya
ketersediaan susu.

2. Faktor Ekonomi
Tingkat Pendapatan
Peningkatan pendapatan rumah tangga terutama bagi kelompok
rumah tangga miskin dapat meningkatkan status gizi, karena
peningkatan pendapatan tersebut memungkinkan mereka mampu
membeli pangan berkualitas dan berkuantitas yang lebih baik. Keadaan
ekonomi merupakan faktor yang penting dalam menentukan jumlah dan
macam barang atau pangan yang tersedia dalam rumah tangga. Bagi
Negara berkembang pendapatan adalah factor penentu yang penting
terhadap status gizi. (Syah, 2007).
Pendapatan rumah tangga akan mempengaruhi sikap keluarga
dalam memilih barang-barang konsumsi. Pendapatan menentukan daya
beli terhadap pangan dan fasilitas lain. Semakin tinggi pendapatan maka
cendrung pengeluaran total dan pengeluaran pangan semakin tinggi.
(Syah, 2007).
Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan
berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas
dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan
menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang
dibeli.
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu
sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi.
Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit,
menurunkan produktivitas kerja dan pendapatan. Akhirnya masalah
pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu
hidup membentuk siklus yang berbahaya. (Syah,2007).
Pendapatan yang meningkat tentu saja biasanya otomatis diikuti
dengan peningkatan pengeluaran konsumsi. Contoh : seseorang yang
tadinya makan nasi aking ketika mendapat pekerjaan yang
menghasilkan gaji yang besar akan meninggalkan nasi aking menjadi
nasi beras yang berkualitas tinggi. Orang yang tadinya makan sehari
dua kali bisa jadi tiga kali ketika dapat tunjangan tambahan dari pabrik.

1. Ketersediaan pangan
Negara yang dapat menyediakan kebutuhan pangan dengan baik
maka dapat memudahkan akses untuk memperoleh pangan sehingga
konsumsi pangan meningkat. Ketersediaan pangan juga akan
mempengaruhi kebiasaan makan masyarakat. Kebiasaan makan
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (lingkungan alam, lingkungan sosial
budaya dan agama, dan lingkungan ekonomi ) dan faktor intrinsik
(asosiasi emosional , keadaan jasmani).

2.4. Kendala yang Terdapat pada Subsistem Konsumsi Pangan


Pada umumnya penduduk Indonesia, yang sebagian besar terdiri atas
petani, masih mengandalkan sebagian besar dari konsumsi makanannya pada
makanan pokok. Makanan pokok yang digunakan adalah beras, jagung, umbi-
umbian (terutama singkong dan ubi jalar), dan sagu. Penggunaan makanan pokok
didasarkan atas ketersediaannya di daerah bersangkutan.
Di indonesia sebagian besar penduduknya menggunakan beras sebagai
bahan makanan pokok. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,
Achmad Suryana, mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statitistik (BPS)
tahun 2009 lalu, konsumsi beras Indonesia sebesar 139 kilogram per kapita per
tahun. Padahal, rata-rata konsumsi beras masyarakat dunia hanya 60 kilogram per
kapita per tahun. Serta berdasarkan data SUSENAS, skor PPH tahun 2009
mencapai 75,7 (sasaran 2015 = 95) menunjukkan bahwa keragaman pola
konsumsi pangan masyarakat belum terwujud, dan konsumsi masyarakat masih
didominasi oleh kelompok padi-padian. Pelaksanaan penganekaragaman
konsumsi pangan menuju konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan
aman merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan
pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberikan manfaat yang
besar, apabila mampu menggali dan mengembangkan potensi sumber-sumber
pangan lokal. Selain itu, pola konsumsi pangan yang bergizi seimbang juga
mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu sehari-hari.
Faktor ekonomi juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan
jumlah dan macam barang atau pangan yang dikonsumsi individu. Perubahan
pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan
keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli
pangan keluarga dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya
penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan
kuantitas pangan yang dibeli.
Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab
rendahnya konsumsi pangan serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan
mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja
dan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang
gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya.
Selain itu harga pangan yang tinggi juga menyebabkan seseorang atau
masyarakat akan berpikir dua kali untuk membelanjakan uangnya untuk konsumsi
pangan. Mereka akan lebih memilih makanan yang harganya lebih terjangkau
karena mereka memiliki kebutuhan lain yang juga harus dipenuhi selain
kebutuhan pangan.

KESIMPULAN

2.1 Kesimpulan
 Subsistem Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah
pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang
atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, psikologis dan sosiologis.
 Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak yang
sangat besar bagi kehidupan rakyat Indonesia, terutama bagi kalangan
menengah kebawah. Akibat krisis moneter, harga berbagai kebutuhan
pokok terus melonjak.
 Penderita gizi burukpun semakin bertambah. Jika pada tahun 2005 anak
balita yang menderita gizi buruk sebanyak 1,8 juta jiwa, pada tahun
2007 menjadi 5 juta jiwa (prakarsa-rakyat.org).
 Impor bahan pangan yang berlebihan dapat menyengsarakan para
petani, meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa dan
membunuh sektor pertanian yang mestinya menjadi keunggulan
kompetitif bangsa.
 Konsumsi pangan sendiri mempunyai beberapa faktor yang
mempengaruhi dan saling berinteraksi satu sama lain. Faktor ini dapat
dibagi menurut tingkatannya, yaitu faktor dari individu, faktor dari
masyarakat dan faktor dari pemerintah (negara).
 Factor individu terdiri dari pengetahuan gizi, aktivitas, status
kesehatan, preferensi, tingkat pendapatan, dan gaya hidup.
 Factor dari keluarga dan masyarakat terdiri dari factor social yaitu
besar keluarga, pendidikan kepala keluarga, status dan jenis pekerjaan
ibu ; factor budaya yaitu pola konsumsi pangan, preferensi, status
dalam keluarga, akseptibilitas pangan ; factor ekonomi yaitu tingkat
pendapatan.
 Faktor Negara terdiri dari kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan,
produksi pangan, letak geografis, kondisi perekonomian Negara.
 Pola konsumsi pangan masyarakat di Indonesia masih belum sesuai
dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH. Konsumsi di
kelompok padi-padian (beras, jagunga, terigu) masih dominan baik
dalam kota maupun desa. Pangsa konsumsi energi seharusnya dari
kelompok padi-padian hanya 50 persen, namun pada kenyataannya
masih sebesar 60,7 persen di kota dan 63,9 persen di desa. Sebaliknya,
pangsa energi dari umbi-umbian masih sekitar setengahnya dari yang
dianjurkan, padahal di Indonesia tersedia berbagai jenis umbi-umbian
dengan harga yang relatif murah.
 Diversivikasi konsumsi pangan pada hakekatnya tidak hanya sebagai
upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga sebagai
upaya perbaikan gizi masyarakat untuk mendapatkan manusia yang
berkualitas dan mampu berdaya saing dalam era globalisasi dan juga
meningkatkan ketahanan pangan.

2.2 Saran
 Hendaknya pemerintah lebih serius menangani masalah atau kendala
konsumsi di Indonesia, seperti kasus kekurangan gizi yang terjadi di
masyarakat.
 Pemerintah juga harus memperhatikan pendapatan masyarakat
indonesia jika akan menaikkan harga pangan.

ANALISIS FOOD RECALL MAKANAN 24 JAM

A. HASIL
Identitas Survey

Name : FY
Sex : Perempuan
TT/BB : 156cm/49kg
Usia : 17 tahun
Pekerjaan : -

Bahan Makanan Pokok


Nasi
Mie
Roti
Lauk-pauk
Telur
Ayam
Daging
Tempe
Buah – buahan
Jeruk
Pepaya
Minuman
Teh manis
Susu

Table Konsumsi Makanan

Waktu Jenis Berat Karbohidrat Protein Lemak


Makan Makanan (gram) (gram) (gram)
/Hari
ke
Pagi - Sepiring 125 78,9 6,8 0,7
(satu) nasi putih
- 3 potong 3 x 25 3 x 3,2 3 x 4,6 3 x 5,8
tempe
goreng
Siang - Sepiring 170 24,4 7,5 3,8
(satu) Somai
- 2 potong 2 x 100 2 x 6,9 2 x 0,5 2 x 0,2
semangka

Malam - Segelas teh 200 4,3 3,2 3,5


(satu) manis
Pagi - Sepiring 125 78,9 6,8 0,7
(hari nasi putih
kedua) - 1 telor 100 - 11,70 -
dadar
Siang - 2 roti isi 2 x 100 2 x 44,95 2 x 5,29 2 x 1,9
(hari coklat
kedua)

Malam - Sepiring 50 15,1 1,6 1,6


(hari nasi goreng
kedua) - 3 potong 3 x 100 3 x 12,2 3 x 0,5 -
pepaya

Perhitungan kalori per hari


a. Hari pertama
1. Sepiring nasi
- Karbohidrat
100% x 25/100 x 78,9 x 4 = 394,5 Kkal
- Protein
100% x 25/100 x 6,8 x 4 = 9,6 Kkal
- Lemak
100% x 25/100 x 0,7 x 9 = 7,875 Kkal

2. 3 potong tempe goreng


- Karbohidrat
100% x 3 x 25/100 x 3,2 x 4 = 9,6 Kkal
- Protein
100% x 3 x 25/100 x 4,6 x 4 = 13,8 Kkal
- Lemak
100% x 3 x 25/100 x 5,8 x 9 = 39,15 Kkal

3. Sepiring somai
- Karbohidrat
100% x 170/100 x 24,4 x 4 = 165,92 Kkal
- Protein
100% x 170/100 x 7,5 x 4 = 51 Kkal
- Lemak
100% x 170/100 x 3,8 x 9 = 58,14 Kkal

4. 2 potong semangka
- Karbohidrat
46% x 2 x 100/100 x 6,9 x 4 = 27,392 Kkal
- Protein
46% x 100/100 x 0,5 x 4 = 1,84 Kkal
- Lemak
46% x 2 x 100/100 x 0,2 x 9 = 1,62 Kkal

5. Segelas susu
- Karbohidrat
100% x 200/100 x 4,3 x 4 = 34,4 Kkal
- Protein
100% x 200/100 x 3,2 x 4 = 25,6 Kkal
- Lemak
100% x 200/100 x 3,5 x 9 = 63 Kkal

Total energi hari pertama adalah 903,437 Kkalori


b. Hari Kedua
1. Sepiring nasi
- Karbohidrat
100% x 125/100 x 78,9 x 4 = 394,5 Kkal
- Protein
100% x 25/100 x 6,8 x 4 = 9,6 Kkal
- Lemak
100% x 25/100 x 0,7 x 9 = 7,875 Kkal

2. 1 buah telor dadar


- Protein
100% x 100/100 x 11,70 x 4 = 46,8 Kkal

3. 2 buah roti isi


- Karohidrat
100% x 2 x 100/100 x 44,95 x 4 = 359,6 Kkal
- Protein
100% x 2 x 100/100 x 5,29 x 4 = 42,32 Kkal
- Lemak
100% x 2 x 100/100 x 1,9 = 34,2 Kkal

4. Sepiring nasi goreng


- Karbohidrat
100% x 2 x 50/100 x 15,1 x 4 = 30,2 Kkal
- Protein
100% x 2 x 50/100 x 1,6 x 4 = 3,2 Kkal
- Lemak
100% x 2 x 50/100 x 1,6 x 9 = 14,4 Kkal

5. 3 potong pepaya
- Karbohidrat
75% x 3 x 100/100 x 12,2 x 4 = 36,6 Kkal
- Protein
75% x 3 x 100/100 x 0,5 x 4 = 73,2 Kkal
Total energi hari kedua adalah 1052,375 Kkalori.

Survei konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
survei pangan secara kuantitatif yaitu metode recall. Survei konsumsi pangan
bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seorang.
Penelitian knsumsi pangan yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
keadaan gizi, menentukan jumlah dan sumber zat gizi yang dimakan.
Dari hasil di atas, energi yang diperoleh dari survei secara metode recall hari
pertama adalah 903,437 Kkalori dan hari kedua adalah 1052,375 Kkalori maka
penilaian konsumsi pangan menunjukkan tingkat kedaan gizi kurang terpenuhi,
jumlah zat gizi dan sumber zat gizi kurang. Perlunya tambahan asupan gizi yang
cukup sehingga terpenuhi zat gizi yang diperlukan tubuh yang sehat.

a. Pendapatan rumah tangga


Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang
tersedia akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran
keluarga. Keluarga yang berpenghasilan rendah, sebagian besra
pendapatannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sehingga
presentase pengeluran untuk pangan akan relatif besar. Akan tetapi karena
kebutuhan pangan relative terbatas, maka mulai pada tingkat pendapatan
tertentu pertambahan pendapatan akan dialokasikan lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan nonpangan, sehingga pada kondisi tersebut
persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun.
b. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga
Tingkat pendidikan dapat juga dijadikan cerminan keadaan social ekonomi
di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan yang
dimiliki seseorang semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat
pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam menunjang
perekonomian keluarga juga berperan dalam penyususnan pola makan
keluarga. Selain itu tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan
perawatan kesehatan, hygiene sanitasi makanan, kesadaran terhadap
keluarga. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan
gizi.
c. Jumlah anggota keluarga
Keluarga yang sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan
makanan apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga yang mempunyai
jumlah anggota besar apabila persediaan pangan cukup belum tentu dapat
mencegah gangguan gizi, karena dengan bertambahnya jumlah anggota
keluarga maka pangan untuk setiap anggota keluarganya berkurang. Besar
keluarga mempunyai pengaruh pada belanja pangan. Pendapatan perkapita
dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah
anggota keluarga. Sehingga mengalami penurunan rata-rata asupan energy
dan protein per kapita per hari.
d. Jarak Rumah dengan pasar / sumber pangan
Akses fisik pangan dapat berupa jumlah maupun jarak pasar ataupun
warung, serta ketersediaan pangan secara fisik di warung / pasar. Semakin
baik / semakin dekat akses untuk mendapatkan pangan maka semakin
kecil juga pengeluaran pangan untuk mendapatkan pangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Suhaimi, ahmad.2006.Konsumsi Pangan dan Status Gizi Pada Penduduk Asli di


Kalimantan Timur :Pendekatan Sosial-Budaya, dan Ekonomi [Serial Online]
http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf/sc_6_1/01-Ahmad%20suhaimi.pdf (18
februari 2011)

Hardinsyah.2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan


[Serial online] http://fema.ipb.ac.id/en/wp-content/uploads/2010/03/Review-
determinan-konsumsi.pdf (18 februari 2011)

Wulandari, Yeyen. 2010. Pengembangan Pola Pangan di Indonesia. [serial


online].http://www.replubica.co.id/berita/breaking-
news//international/10/09/16/135002-wah-konsumsi-beras-indonesia-
tertinggi-di-dunia. (17 februari 2011)

Fatmawati, Suju. 2010. Stop Krisis Pangan Dan Ketergantungan Impor


Indonesia.[serial online]
http://NegaraTerkayadiDuniaDenganKekayaanAlamYangBerlimpahduniqpost
.htm. (17 februari 2011)

Syarif, hidayat, dkk. 1992. Kaji Tindak Partisipatif dalam Sistem Pangan dan
Gizi Masyarakat. Bogor : Institute Pertanian Bogor.

Buckle, K.A, dkk. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-press.

Hardiansyah. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Institute Pertanian Bogor.


Suhardjo. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia.
Suyastri Y.P, N.M. 2008. Diversifikasi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal
dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan
Semin, Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13, 51-60.
Todarap et al., 2006. Pembangunan Ekonomi : Edisi Sembilan, Jilid 1. Erlangga.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai