Anda di halaman 1dari 11

LITERATURE REVIEW: UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN

PANGAN MELALUI DIVERSIFIKASI BUDAYA PANGAN


Ceri Yulia Witri, Najwa Lailatul Syahida, Farla Octe Kania,
Nadya Novianti Putri*)

ABSTRAK Artikel ini menjelaskan mengenai dampak dari ketidakstabilan ketahanan


pangan melalui pemanfaatan metode diversifikasi pangan yang ditinjau dari aspek sosial
budaya serta upaya dari penanganan nya. Analisis pengumpulan data yang digunakan pada
artikel ini berupa studi pustaka dari berbagai sumber kajian ilmiah. Suatu ketahanan pangan
yang stabil dapat mendorong akan kestabilan pemenuhan pangan serta ketersediaan nya dapat
dipastikan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan di lingkungan masyarakat sehingga
ketahanan pangan dapat tercapai secara menyeluruh. Deskripsi ketahanan pangan menurut
FAO (Food and Agriculture Organization), serta dikuatkan dengan UU No.12 tahun 2012
bahwasanya suatu bangsa dapat disebut memiliki ketahanan pangan apabila setiap rakyat nya
dapat mengakses baik secara fisik dan ekonomi pangan sehingga terpenuhi dengan cukup,
serta nilai gizi nya dapat terpenuhi secara preferensial. Adapun dua faktor utama yang
mempengaruhi rendah nya tingkat ketahanan pangan nasional yaitu faktor internal yang
bersinggungan langsung dengan petani seperti hal nya konversi lahan, mobilisasi pekerjaan
dan tanaman musiman.Selain itu juga terdapat pemicu dari eksternal yang menyebabkan
rendah nya tingkat ketahanan pangan diantaranya seperti pengaruh pasar bebas, revitalisasi
pertanian, dan pemanfaatan riset teknologi, jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap
tahun nya,dan juga urbanisasi yang tidak bisa dikontrol. Berdasarkan Global Hunger Index
(GHI), pada tahun 2021 Indonesia berada pada peringkat tertinggi di Asia Tenggara dengan
skor indeks sebesar 18 point atau yang setara dengan level moderat dan juga sudah melampaui
rata-rata global dengan nilai 17,9 poin.Sehingga dalam menanggapi dampak yang disebabkan
oleh rendahnya ketahanan pangan tersebut, muncul inovasi diversifikasi pangan yang dapat
menunjang ketersediaan sementara pangan nasional. Diversifikasi pangan merupakan suatu
inovasi terhadap pengadaan pangan dengan memvariasikan pangan pokok menjadi variasi
lain sehingga tidak hanya terpaku pada satu jenis pangan pokok saja.

Kata Kunci: Ketahanan pangan, komoditas pangan pertanian, diversifikasi pangan.

PENDAHULUAN

Pangan ialah kebutuhan utama yang sangat mendasar bagi manusia sehingga sangat
diperlukan adanya pemenuhan pangan secara maksimal di setiap saat. Pemenuhan akan
pangan menjadi salah satu hak asasi manusia yang juga ditegaskan dalam pasal 27 UUD 1945
yang membahas mengenai cadangan pangan pemerintah,dan juga di kuat kan dengan terbit
nya Deklarasi Roma (1996). Kedua dasar hukum tersebut lah yang mendasari diterbitkannya
UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan. Pangan adalah suatu hal yang harus terpenuhi, jika
pangan yang tersedia jumlahnya kecil sedangkan kebutuhan nya yang besar maka hal itu akan
menyebabkan ketidakstabilan di bidang ekonomi. Berbagai masalah ekonomi, sosial dan
politik juga akan terganggu jika ketersediaan pangan tidak tercukupi. Kondisi seperti ini lah
yang dapat mengancam stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Jurnal ini membahas
mengenai (1) Faktor-faktor penyebab ketidakstabilan pangan, (2). Kebijakan yang diambil
untuk menanggulangi dampak ketidakstabilan pangan, (2). Upaya penanggulangan nya
dengan diversifikasi budaya. Indonesia sering disebut sebagai negara Agraris yang
mengedepankan sektor pertanian sebagai sarana terpenting bagi pembangunan nasional yaitu
sebagai mata pencaharian utama dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Pangan sering
diidentikan dengan beras yang merupakan makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Ketika produksi beras yang menurun maka akan berdampak bagi
pangan nasional yang dapat memicu berbagai permasalahan ekonomi yang dapat mengancam
stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.

Pengertian Ketahanan Pangan

Definisi ketahanan pangan menurut Undang-Undang no.7 tahun 1996, merupakan


suatu situasi terhadap ketersediaan pangan yang cukup dan terpenuhi baik secara jumlah
maupun mutu dari kualitas gizi nya, aman, merata dan terjangkau. Secara nasional, ketahanan
pangan dapat mencakup skala makro dan mikro. Ditinjau dari skala makro, hal ini mencakup
ketersediaan nya yang cukup, sedangkan jika ditinjau dari level mikro dapat mencakup
pemenuhan ketersediaan pangan yang cukup di setiap rumah tangga untuk menjalani
kehidupan yang sehat dan bergizi. Ketahanan pangan dapat nasional merupakan suatu sistem
yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan
pangan dapat dijadikan pasokan pangan dalam memenuhi ketersediaan pangan yang dapat
memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat baik dari segi kualitas, kuantitas, dan
keragamannya. Sedangkan untuk subsistem distribusi dijadikan sebagai perwujudan sistem
distribusi yang efektif dan juga efisien dalam menjamin seluruh pemenuhan pangan dari
jumlah dan kualitas dengan harga yang terjangkau. Dan juga dari segi subsistem konsumsi
berperan sebagai pengarah pola pemanfaatan pangan secara nasional yang dapat memenuhi
kaidah dari kandungan gizi mutu, keragaman, keamanan dan kehalalan nya. Selain itu,
pengertian ketahanan pangan menurut FAO (Federation of Agriculture Organization) 1996
dan juga masih berkesinambungan dengan UU RI No.7 tahun 1996 di atas,terdapat empat
komponen yang harus dipenuhi dalam mencapai situasi ketahanan pangan,yaitu (1)
kecukupan ketersediaan pangan, (2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari tahun
ke tahun, (3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan, (4) kualitas keamanan
pangan. Di Indonesia, sektor pangan merupakan hal yang krusial yang dapat menentukan
tingkat kesejahteraan dikarenakan sebagian besar masyarakat indonesia bertumpu pada sektor
pertanian sehingga banyak nya penduduk yang menghabiskan pendapatannya untuk
pemenuhan pangan nya, sedangkan jumlah manusia yang ada Indonesia seiring waktu
semakin meningkat, akan tetapi pertambahan dan ketersediaan pangan hanya meningkat
secara aritmatika. Ketahanan pangan menurut USAID (United State Agency for International
Development) 1992, merupakan suatu kondisi ketika setiap orang dapat memiliki akses baik
secara fisik, dan ekonomi dalam memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
produktif. Sedangkan pengertian ketahanan pangan menurut FIVIMS (2005) yang
menyampaikan bahwa terdapat suatu kondisi dimana semua orang dapat mengakses segala
sesuatu baik secara fisik,sosial dan ekonomi pangan yang cukup,aman dan bergizi untuk
pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan selera nya untuk mencapai kehidupan
yang aktif dan sehat. Dan jika dilihat dari pengertian pangan menurut Mercy Corps (2007)
bahwasanya keadaan pada suatu kondisi pada setiap orang yang dapat mempunyai akses
secara fisik,sosial,dan ekonomi terhadap pemenuhan pangan yang aman dan bergizi sesuai
selera. Dari pengertian diatas yang dikutip dari berbagai sumber ilmiah mengenai pengertian
ketahanan pangan dapat ditarik secara sederhana bahwasanya terdapat lima unsur ketahanan
pangan yaitu yang berorientasi kepada rumah tangga dan individu, memiliki dimensi waktu
setiap saat terhadap akses pangan, lebih menekankan akses rumah tangga maupun individu
secara fisik,ekonomi,dan sosial yang berorientasi pada pemenuhan kandungan gizi yang
ditujukan untuk mencapai kehidupan yang sehat dan produktif.

Hubungan Aspek Sosial Budaya terhadap Ketahanan Pangan


Menurut Koentjaraningrat (2004) menyatakan suatu kebudayaan yaitu semua sistem
gagasan,ras,tindakan maupun karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat sebagai
perwujudan dari suatu budaya atau kebudayaan baik secara fisik,nonfisik,tingkah
laku,maupun pola sosial suatu daerah.Kerapuhan akan ketahanan pangan sangat
berpengaruh terhadap keberlanjutan kehidupan yang ditinjau dari aspek sosial budaya
yang menyebabkan berbagai masalah sosial seperti adanya keterbelakangan,
ketergantungan, konflik sosial bahkan juga dapat berdampak dari segi politik.Pangan dan
ketahan pangan tidak dapat dipungkiri merupakan suatu aspek empiris seperti hal nya pada
eksistensi dari komoditas beras. Beragam nya kebudayaan, dan suku banggsa yang
terdapat di indonesia merupakan tantangan tersendiri terhadap ketahanan pangan secara
nasional. Pola pangan konsumsi masyarakat dapat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya,
demografi, gaya hidup,serta juga dapat berkaitan dari resiko pangan yang bersifat
degenerative (Park dkk,2005).Salah satu metode penilaian konsumsi masyarakat dapat
dilihat secara kualitatif dengan menilai kandungan gizi serta kecukupan gizi adalah
dengan keanekaragaman dan kuantitas zat (swindale & Billinsky,2005). Bersumber dari
situs iNews.id, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Dukcapil baru saja merilis data
terbaru dari jumlah penduduk Indonesia saat ini terbilang sebanyak 273 juta tepat nya
273.879.790 jiwa. Hal ini sangat berdampak akan perkembangan kebutuhan pangan setiap
tahun nya,dan pemerintah sesuai dengan UU No.7 tahun 1996 tentang pangan harus
mampu memenuhi pangan secara menyeluruh untuk mencapai ketahanan pangan secara
nasional. Sosial budaya dapat mempengaruhi kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah
tangga maupun individu. Menurut Koentjaraningrat terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi nya seperti, apa yang dipikirkan, diketahui, dan dirasakan yang akan
menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan ,dipraktekan orang
tentang makanan.Selain itu,juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan makan
yaitu, faktor lingkungan seperti ekologi, kependudukan dan ekonomi, serta ketersediaan
pangan yang tersedia.

Penyebab Penurunan Ketahanan Pangan pada Tahun 2018-2021

Sumber : Global Food Security Index(GFSI)


Dari data yang ditampilkan di atas menunjukan bahwa pada tahun 2021 Indonesia
mengalami pelemahan terhadap ketahanan pangan dibanding dengan tahun-tahun sebelum
nya. GFSI mencatat skor dari indeks pangan di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 61,4,
akan tetapi pada tahun 2021 indeks nya menurun menjadi 59,2. Penilaian ini didasarkan
atas beberapa aspek penilaian seperti keterjangkauan harga pangan (affordability),
ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi dan keamanan makanan (Quality and
safety), dan juga ketahanan sumber daya alam (natural resources and resilience). Indeks
di bawah 9,9 poin menunjukkan kelaparan yang rendah, indeks 10-19,9 level moderat, dan
indeks 20-34,9 dalam level serius. Selanjutnya, indeks 35-49,9 dalam level
mengkhawatirkan dan di atas 50 sangat mengkhawatirkan. Harga pangan di Indonesia
yang cukup terjangkau dan ketersediaan nya yang cukup memadai sehingga Indonesia
dinilai cukup baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Akan tetapi dinamika
sosial yang terlihat dan muncul kepermukaan membuat ketersediaan nya menjadi langka
dan menjadi permasalahan sosial dari segi pangan. Selain itu juga infrastruktur pertanian
pangan di indonesia yang dinilai masih rendah dari rata-rata global. Penyebab lain yang
mengakibatkan menurunnya angka ketahanan pangan di Indonesia sejak tahun 2019-2021
adalah jumlah angka penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahun nya. Terhitung
selama empat bulan terakhir terhitung dari bulan November 2020 hingga Februari 2021,
terjadi pertambahan penduduk dengan angka kelahiran sebesar 501.319 jiwa.

Dari diagram yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai data sensus
penduduk di Indonesia bahwasanya perkiraan jumlah penduduk yang semakin melonjak tiap
tahun nya menjadi tantangan baru bagi ketahanan pangan nasional. Berdasarkan kepada
sensus penduduk tahun 2020, tercatat saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 270,2 juta
jiwa. Dan jika dibandingkan dengan tahun 2010, angka yang tercatat sejumlah 237,63 juta
jiwa. Persoalan ketahanan pangan merupakan isu yang sangat krusial. Krisis ekonomi adalah
hal yang tidak bisa terhindarkan jika tidak adanya tindak lanjut yang mendalam mengenai isu
ini. Dengan adanya penambahan jumlah penduduk yang melonjak, hal ini berdampak kepada
angka impor pangan terutama beras. Dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras
Indonesia menyentuh angka 114,45 ribu ton dengan harga senilai US$ 51,76 juta dari periode
September sampai Desember 2021. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 24,4 %. Indonesia
sempat tercatat telah mengimpor beras terbesar hingga mencapai 981,99 ribu ton pada kuartal
1 di tahun 2016.

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan penurunan ketahanan pangan yaitu alih fungsi lahan
pertanian menjadi daerah pemukiman. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian semakin meluas seiring dengan maraknya gerakan pembangunan yang menekankan
kepada aspek pertumbuhan dan perkembangan daerah dengan adanya pembangunan tersebut,
akan tetapi kebijakan pembangunan tersebut malah mengambil alih lahan pertanian
masyarakat sehingga seiring dengan berjalanya waktu lahan pertanian di Indonesia semakin
menyempit. Dengan adanya pembangunan tersebut membuat fokus masyarakat akan sektor
pertanian teralihkan kepada sektor non pertanian dengan harapan akan mendapatkan imbalan
yang lebih dari sektor pembangunan tersebut.
Sumber : BPS

Dari diagram diatas terlihat bahwa dari tiga tahun


kebelakang dari tahun 2019 telah terjadi
penyempitan lahan pertanian. Akibat dari
kebijakan pembangunan ini juga berdampak pada
kesuburan tanah sehingga semakin berkurang nya
tanah yang subur untuk ditanami padi, maka
semakin berkurang pula hasil pangan di sektor
pertanian, sehingga untuk terus menunjang ketahanan pangan nasional, diambil lah kebijakan
impor beras. Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui bahwasanya telah terjadi
penurunan luas lahan baku sawah baik yang irigasi maupun yang non irigasi seluas 650 ribu
Ha per tahun atau dengan ekuivalen dengan total 6,5 juta ton beras. Sehingga akibat dari
penyempitan lahan pertanian ini mengakibatkan turunnya jumlah hasil produksi pangan pada
komoditas padi sehingga terjadi ketergantungan pada impor pangan, selain itu hilangnya
investor dalam hal pembangunan prasarana irigasi. Konversi lahan pertanian juga berdampak
kepada sosial ekonomi rumah tangga komoditas pertanian, seperti halnya para buruh tani yang
kehilangan pekerjaan nya, meningkat nya angka petani gurem yang hanya memiliki ataupun
menyewa lahan pertanian kurang dari 0,5 Ha. Urbanisasi penduduk dari desa ke kota juga
menjadi penyebab penurunan ketahanan pangan nasional.

Tabel di atas merupakan data penduduk yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota. Proses
Urbanisasi dari tahun 2015 sampai 2020 mengalami lonjakan setiap tahunnya. Badan Pusat
Statistik (BPS) telah memprediksi sekitar 56,7% penduduk Indonesia pada tahun 2020 telah
melakukan urbanisasi ke daerah perkotaan dan angka ini diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan menjadi 66,6% pada tahun 2035. Hal ini sejalan dengan prediksi yang
disampaikan oleh Bank Dunia bahwa sebanyak 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di
perkotaan di tahun 2045, angka ini setara dengan jumlah populasi penduduk di Indonesia yaitu
sekitar 70%.

Dampak Ketidakstabilan Pangan Terhadap Aspek Sosial Budaya

1. Dampak Terhadap Produksi

Berbagai kendala masih dihadapi produksi pangan di Indonesia. Terus berlanjutnya


alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, ketersediaan sumber daya udara
untuk pertanian yang semakin langka, makin tidak menentunya fenomena iklim, terjadinya
defisit ketersediaan beras nasional yang diperkirakan disebabkan oleh adanya pertumbuhan
permintaan beras yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya adalah beberapa Kendala
peningkatan produksi komoditas tanaman pangan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan perubahan selera menyebabkan
peningkatan permintaan beras. Dinamika dari sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan
beras jumlah, mutu, dan keragaman. Sementara itu, kapasitas produksi beras nasional
pertumbuhannya lambat atau dapat dikatakan stagnan.

2. Dampak Terhadap Ketersediaan dan Ketergantungan Impor

Dari sisi ketersediaan, ketersediaan pangan nasional belum menunjukkan tanda-tanda


perbaikan. Untuk kebutuhan pangan, pemerintah memiliki kebijakan impor untuk memenuhi
komoditas dalam negeri. Susu, kedelai, gula, dan beras memiliki rasio ketergantungan impor
yang relatif tinggi, dengan beras sebagai yang terbesar.

3. Dampak Terhadap Pola Konsumsi Rumah Tangga

Kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok rumah
tangga. Dampak negatif kenaikan harga pangan dirasakan oleh sebagian besar rumah tangga.
Beras memiliki dampak yang lebih rendah pada rumah tangga di daerah pedesaan dalam hal
makanan. Hal ini dikarenakan rata-rata pola konsumsi pangan rumah tangga di daerah
penelitian relatif sederhana dan usaha tani padi masih bersifat subsisten. Petani sudah terbiasa
menyimpan gabah sebagai cadangan pangan pokok rumah tangga, namun dampak kenaikan
harga pangan bagi petani di desa penelitian sangat bervariasi.
Upaya Penanganan dengan Metode Diversifikasi Budaya Pangan

Keanekaragaman, sering dikenal sebagai diversifikasi, adalah strategi untuk


mengkonsumsi berbagai jenis barang atau komoditas. Diversifikasi konsumsi pangan akan
membantu mengatur dan mengelola kebiasaan makan masyarakat agar dapat memenuhi
kebutuhan pangannya. Diversifikasi pangan merupakan upaya mendorong individu untuk
mengonsumsi makanan pokok yang beragam daripada hanya terpaku pada satu jenis saja.
Konsep diversifikasi terbatas pada makanan pokok, oleh karena itu diversifikasi pangan
diartikan sebagai penurunan konsumsi beras yang diimbangi dengan peningkatan konsumsi
makanan non beras. Diversifikasi pangan juga berguna untuk memperoleh nutrisi dari sumber
makanan yang lebih luas dan seimbang. Karena sebagian besar kawasan Asia Tenggara
merupakan negara penghasil beras, maka pada umumnya masyarakat kawasan ASEAN dan
Indonesia pada khususnya melakukan diversifikasi pangan berupa beras. Indonesia
menegaskan kembali komitmennya untuk melaksanakan program tersebut dengan
memperjelas konsep pangan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan, yang bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan menjamin
konsumsi tidak melebihi produksi.Perilaku konsumsi di tingkat rumah tangga yang tercermin
melalui kebiasaan makan, akan sangat menentukan keberhasilan diversifikasi pangan secara
nasional. Selain mampu memproduksi, diharapkan rumah tangga petani juga dapat
memanfaatkan apa yang mereka produksi sebagai bahan pangan pokok. Dalam penelitiannya
di menemukan bahwa lebih dari 50% rumah tangga di Kabupaten Bengkulu Utara memiliki
kebiasaan makan pangan lokal yang rendah. Selain itu di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT),
diversifikasi pangan dilakukan pada makanan pokok berupa jagung. Jagung merupakan salah
satu makanan pokok hasil diversifikasi selain beras yang dikonsumsi oleh masyarakat NTT.
Di Daerah Jawa, sebagian masyarakatnya menggunakan singkong menjadi pangan
diversifikasi,dan juga di daerah Papua menjadikan umbi umbian menjadi salah satu makanan
pokoknya. Indonesia yang merupakan daerah seribu pulau dengan berbagai kemajemukan dan
memiliki pola konsumsi yang yang beragam pula. Proses diversifikasi pangan yang telah
dilaksanakan di berbagai daerah menjadi kan salah satu cara untuk menjadikan budaya
diversifikasi pangan salah satu untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tanah Indonesia yang
merupakan tanah subur dapat menjadi salah satu faktor dan upaya dalam pemenuhan
kebutuhan pangan di Indonesia. Menurut Bulog.co.id, Kemandirian Pangan merupakan suatu
kemampuan yang dimiliki oleh suatu negara dalam memenuhi pangan nasional dengan cara
memproduksi pangan melalui diversifikasi pangan sehingga menghasilkan pangan yang
beraneka ragam.
Namun demikian, rumah tangga sudah mulai membiasakan diri dengan sesekali
mengkonsumsi pangan lokal, seperti singkong, ubi jalar dan jagung.Dalam implementasi
program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) oleh Pemerintah Provinsi
Bengkulu, strategi komunikasi tidak secara signifikan mempengaruhi sikap terhadap
kebiasaan makan pangan lokal. Tidak berpengaruhnya strategi komunikasi secara signifikan
dikarenakan tidak semua saluran yang digunakan dalam usaha membangun kebiasaan makan
pangan lokal rumah tangga bekerja dengan baik. Selain itu, Kementerian Pertanian telah
mengembangkan inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan akses pangan melalui beberapa
program seperti program P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), Mandiri
Pangan, Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), Pengembangan
Lumbung Pangan Masyarakat, Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi. Dalam
penanganan pangan nasional sudah tercantum dalam UU pasal 12 ayat 1 mengenai pihak yang
bertanggung jawab atas ketersediaan pangan adalah pemerintah pusat dan daerah. Pasal 16
ayat 1 mengenai pengembangan potensi produksi pangan nasional,dan yang bertindak dalam
mengatasi krisis pangan yang diatur dalam pasal 44 ayat 1. Pemerintahan pusat maupun
daerah harus mampu menyediakan pangan yang terjangkau bagi masyarakat,rumah
tangga,dan perorangan yang diatur dalam Pasal 46 ayat 1. Surplus Beras dari tahun 2016
sampai saat ini memberikan kedudukan daerah yang memiliki ketahanan pangan yang cukup
baik diduduki oleh daerah Kalimantan Selatan yang mampu mengenjot produksi beras
nya.Daerah ini dapat menghasilkan 2 juta ton gabah atau sebanding dengan 1,4 juta ton beras
dari tahun 2016,dan setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini membuat Kementerian Pertanian
(Kementan) memberikan kedudukan bahwasanya Provinsi Kalimantan Selatan merupakan
daerah yang menjadi provinsi penyangga pangan nasional.

DAFTAR PUSTAKA
Gunadi, F, dkk. 2018. Analisis Faktor-faktor Teknologi dan Sosial Budaya yang Mengancam
Keberlanjutan KemandirianPangan Pokok di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Journal of
Natural Resources and Environmental Management. 9(3).
Kinseng, Rilus A. 2011. Aspek Sosial Budaya dalam Peningkatan Ketahanan Pangan. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Pujiati, S, dkk. 2020. Analisis Ketersedian Keterjangkauan dan Pemanfaatan Pangan dalam
Mendukung Tercapainya Ketahanan Pangan Masyarakat di ProvinsiJawa Tengah. Jurnal
Sosial Ekonomi Pertanian. 32(2). 123-135.
Purwaningsih, T. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi Permasalahan, Kebijakan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 9(1). 1-27.
Rachman, P. S. 2010. Dampak PEF Terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal
Forum Penelitian Agro Ekonomi. 28(2). 107-121.
Suryana, A. 2014. Menuju Ketahanan Pangan Indonesia Berkelanjutan 2025: Tantangan dan
Penangannya. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. 32(2). 1234-135.
Suyastiri, M. N. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam
Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin
Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 13(1). 51-60.
Tanziha, I., Herdianan, E. 2009. Analisis Jalur Faktor yang Memengaruhi Ketahanan Pangan
Rumah Tangga di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jurnal Gizi dan Pangan. 4(2). 106-
115.
Ulfani, H.D, dkk. 2011. Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat Kaitannya
dengan Masalah Gizi Underweight, Stunted dan Watced di Indonesia: Pendekatan
Ekologi Gizi. Jurnal Gizi dan Pangan. 6(11). 59-65.
Wigna, W., Khomsan A. 2009. Sosio-Budaya Pangan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan.
4(2). 63-71.

Anda mungkin juga menyukai