PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 1
Muchjidin Rachmat
Naskah diterima: 16 Januari 2015; direvisi: 30 Januari 2015; disetujui terbit: 27 Februari 2015
ABSTRACT
Successful development has been demonstrated by an increase in food production and food supply. But
the success was not followed by a reduction in food insecurity. Number of food-insecure population is still large
and likely to increase. Law 18/2012 on Food mandates establishment of an independent food security and
sovereignty. The goal is to increase production and food self-sufficiency. It also aims to improve food diversity and
to meet safety, quality, and requirement. Food security should also be competitive in both domestic and
international markets. The challenge is to optimize food production resources, management of decentralization
and global environment. It is necessary to accelerate food development through enhancing more distributed,
diverse food production. It is also carried out through development of food and local food culture, food production
system modernization, food trade management, and strengthening public food reserves.
ABSTRAK
Pembangunan pangan telah menunjukkan keberhasilannya seperti dalam peningkatan produksi dan
penyediaan komoditas pangan. Namun keberhasilan tersebut tidak diikuti oleh penurunan tingkat kerawanan
pangan masyarakat. Jumlah penduduk rawan pangan masih cukup besar dan bahkan cenderung meningkat. UU
No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan dibangunnya ketahanan pangan yang mandiri dan
berdaulat, dengan sasaran peningkatan kemampuan produksi dan kecukupan penyediaan pangan secara
mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi
konsumsi masyarakat, dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri
dan luar negeri. Tantangan mewujudkan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat berkaitan dengan
peningkatan produksi, manajemen pembangunan pangan sejalan pelaksanaan otonomi daerah dan pengaruh
dinamika lingkungan global. Diperlukan akselerasi pembangunan pangan melalui peningkatan produksi pangan
yang lebih menyebar dan beragam, pengembangan pangan dan budaya pangan lokal, modernisasi sistem
produksi pangan, pengelolaan perdagangan pangan, dan penguatan cadangan pangan masyarakat.
penyediaan pangan yang cukup dan dapat Makalah ini memaparkan tentang
diakses oleh seluruh rumah tangga setiap saat reorientasi dan strategi percepatan pencapaian
menjadi sangat strategis. Kecukupan pangan ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat
berkaitan erat dengan kemiskinan, gizi, dan dengan memfokuskan kepada pangan pokok
derajat kesehatan (Gie, 2004). Secara yuridis, karbohidrat. Dalam bahasan terlebih dahulu
pemenuhan kebutuhan pangan pokok dalam diuraikan tentang dinamika politik dan kebijakan
rangka melindungi segenap bangsa merupakan pangan nasional dan tantangan mewujudkan
amanat pembukaan UUD 1945, yaitu ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat.
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Secara politis upaya untuk mem- DINAMIKA POLITIK DAN KEBIJAKAN
bangun ketahanan pangan yang kokoh selalu PANGAN NASIONAL
menjadi fokus utama pembangunan pertanian
nasional dari sejak penjajahan, orde lama, orde Pencapaian ketahanan pangan
baru, dan era reformasi sampai saat ini. merupakan cita-cita setiap periode
Keberhasilan pembangunan ketahanan pembangunan sejak masa penjajahan sampai
pangan telah banyak dicapai, seperti saat ini. Belajar dari sejarah, dalam banyak
ditunjukkan oleh peningkatan produksi kasus permasalahan pangan dan
komoditas pangan. Namun, peningkatan melambungnya harga pangan telah berperan
produksi pangan tersebut tidak diikuti oleh dalam kejatuhan suatu pemerintahan. Untuk itu
penanganan kerawanan pangan masyarakat. upaya peningkatan kemampuan produksi
Jumlah penduduk rawan pangan masih cukup pangan dalam negeri (swasembada), stabilisasi
besar dan bahkan cenderung meningkat. Dapat harga pangan, dan mengurangi ketergantungan
dikatakan bahwa tingkat kerawanan pangan terhadap impor dalam rangka terhindar dari
merupakan indikator utama program ketahanan krisis pangan selalu menjadi fokus utama
pangan. Ketersediaan pangan pada tingkat pemerintahan. Setiap rezim yang berkuasa
makro ternyata tidak serta merta dapat menetapkan arah dan kebijakan pangannya
mengatasi kerawanan pangan. Banyak faktor dalam rangka pencapaian ketahanan pangan.
yang memengaruhi kerawanan pangan. Sejak zaman kerajaan, budi daya padi
Kerawanan pangan berkaitan dengan akses sebagai makanan pokok sudah menjadi
pangan, disamping faktor ketersediaan juga prioritas untuk dikembangkan. Pada era
dipengaruhi oleh distribusi pangan, daya beli penjajahan, sejalan dengan kepentingannya
masyarakat, perilaku konsumsi masyarakat dan untuk menguasai perdagangan rempah,
pengetahuan masyarakat akan gizi (Badan pemerintah kolonial Belanda menerapkan
Ketahanan Pangan, 2014; Suryana, 2014). politik monopoli untuk memperoleh komoditas
Dalam kaitan tersebut dibutuhkan dan perdagangan rempah. Melalui pola tanam
reorientasi pembangunan pangan dengan paksa, rakyat diwajibkan untuk menyediakan
memperhatikan aspek kerawanan pangan sebagian lahannya untuk ditanami komoditas
sehingga keberhasilan pembangunan pangan yang diperdagangkan. Sistem tanam paksa
dapat sejalan dengan penurunan masyarakat telah menyebabkan kemiskinan dan kelaparan
rawan pangan. Komitmen pemerintah dalam masyarakat pribumi. Pada era penjajahan
hal ini sudah cukup besar seperti tertuang Jepang, seluruh aset-aset pertanian yang
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda
tentang Pangan. Dalam Pasal 2 Undang- diambil alih oleh Jepang. Pengembangan
Undang Pangan dikemukakan bahwa pertanian diarahkan untuk produksi dan
penyelenggaraan pangan dilakukan antara lain penyediaan makanan untuk keperluan perang
berdasarkan kedaulatan, kemandirian, dan Jepang, akibatnya terjadi kekurangan pangan
ketahanan pangan. Atas dasar amanat dan kelaparan masyarakat pribumi. Penurunan
tersebut, dalam pengertian yang lebih tegas produksi dan kelaparan juga dilaporkan akibat
dari Undang-Undang Pangan menginginkan kekeringan tahun 1944 (Pasandaran et al.,
terwujudnya ketahanan pangan yang mandiri 2014).
dan berdaulat, yang di dalamnya juga terkait Memasuki era kemerdekaan, arah dan
dengan kecukupan pangan, keamanan, kebijakan pembangunan pertanian juga
manfaat, keberlanjutan, dan keadilan terfokus kepada swasembada pangan pada
pembangunan pangan. beberapa komoditas utama seperti beras,
jagung, dan kedelai. Hal ini dibayangi oleh
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 3
Muchjidin Rachmat
adanya kekurangan pangan pokok, kelaparan karena kekeringan tahun 1997 dan anjloknya
dan peningkatan impor pangan. Era Orde nilai tukar mata uang Rupiah (Saubari,1993;
Lama, pemerintah bertekad untuk dapat Pasandaran et al., 2014).
mencapai swasembada pangan terutama Pasca berakhirnya era Orde Baru
beras. Tekad tersebut tercermin dari komitmen ditandai oleh babak baru kebijakan liberalisasi
yang dituangkan dalam pidato Presiden di sektor pertanian yang dimulai dengan
Sukarno (1952) dalam peletakan batu pertama ditandatanganinya Letter of Intent (LoI) dengan
Gedung Fakultas Pertanian UI di Bogor, yang IMF pada tanggal 21 Oktober 1997. Harga
mengemukakan bahwa masalah pangan atau pangan diserahkan kepada mekanisme pasar.
makanan merupakan permasalahan antara Pemerintah hanya berperan sebagai regulator
hidup dan mati, dan untuk itu pentingnya atau mengatur tata kelolanya, tetapi tidak
peningkatan produksi dan pencapaian memiliki kewenangan lagi untuk memengaruhi
swasembada pangan beras. Dalam secara langsung atas harga-harga kebutuhan
peningkatan produksi padi dilakukan melalui pokok. Peran Bulog yang sebelumnya
pola Bimas dengan menerapkan Panca Usaha memonopoli impor beras dihilangkan sehingga
Tani. Untuk menjaga ketersediaan dan pihak manapun dapat mengimpor.
stabilisasi harga pangan masyarakat didirikan Pembangunan era reformasi melanjutkan
Yayasan Bahan Makanan (Bama) yang kesepakatan yang harus dipenuhi dalam LoI.
kemudian berganti menjadi Yayasan Urusan Setelah hak atas monopoli beras dicabut, Bulog
Bahan Makanan (YUBM) pada 1953-1956. tidak memiliki kekuatan untuk turut berperan
Lembaga tersebut merupakan inisiasi dari menjadi penyeimbang pasar perberasan
lembaga Badan Urusan Logistik (Bulog) yang nasional. Dengan diserahkan kepada
didirikan tahun 1967. Bulog didirikan untuk mekanisme pasar, impor produk pangan
menjaga ketahanan pangan masyarakat meningkat tajam (Kasryno dan Soeparno,
melalui dua mekanisme, yakni stabilisasi harga 2012a). Pada tahun 2003 pemerintah kembali
beras dan pengadaan beras untuk Pegawai mengaktifkan Bulog melalui PP No. 7/2003.
Negeri Sipil dan Militer. Bulog ditempatkan sebagai lembaga logistik
Tekad swasembada pangan terutama dengan misi ganda, yaitu misi publik (Public
beras yang diwariskan Orde Lama dilanjutkan Service Obligation–PSO) dan misi komersial.
oleh pemerintah pada era Orde Baru secara Untuk misi PSO, Bulog diarahkan menjadi
lebih serius dan terencana. Presiden Suharto pemasok tunggal bagi program beras miskin
menyadari bahwa pangan merupakan (raskin) yang diharapkan mampu menstabilkan
kebutuhan pokok dan kerawanan pangan dapat harga beras.
menjadi awal dari kesulitan ekonomi serta Pada era kabinet bersatu,
pangkal dari ketidakstabilan sosial. Untuk itu, pembangunan ketahanan pangan merupakan
pada era Orde Baru pembangunan pertanian bagian dari koridor pembangunan four track
menjadi prioritas program kerja kabinet. Guna strategy, yaitu pro-poor, pro-job, pro-growth dan
percepatan pencapaian swasembada beras pro-environment. Pemerintah terus berupaya
dilaksanakan program revolusi hijau dengan mencapai swasembada pangan, tidak hanya
didukung oleh kebijakan: (a) pembangunan untuk beras tetapi juga untuk jagung, kedelai,
lahan dan irigasi, (b) penerapan inovasi gula, dan daging sapi. Untuk padi dicanangkan
teknologi dan intensifikasi usaha, (c) surplus produksi 10 juta ton padi. Untuk
penyediaan sarana produksi, (d) pemberian pencapaian target tersebut kebijakan subsidi
insentif melalui kebijakan subsidi dan harga, sarana produksi yang sempat dihentikan
dan (e) pembangunan kelembagaan kelompok kembali diberlakukan dan tidak hanya untuk
tani, KUD, dan sistem penyuluhan. Upaya pupuk seperti sebelumnya, namun diperluas
tersebut berhasil menjadikan Indonesia kepada subsidi bagi input-input penting, seperti
mencapai swasembada beras pada tahun bibit, bunga kredit, dan penyuluhan. Produksi
1984, 1985, dan 1986. Di luar tahun tersebut pangan mengalami peningkatan, namun tidak
Indonesia adalah negara pengimpor pangan. sampai mencapai surplus seperti yang
Sayangnya, upaya untuk membangun diharapkan. Dengan semakin menguatnya
kemandirian di sektor pertanian justru berakhir liberalisasi perdagangan impor pangan terus
menjadi drama pergantian kekuasaan. melonjak. Dapat dikatakan bahwa upaya
Jatuhnya Orde Baru juga antara lain karena pencapaian kemandirian pangan terancam
membumbungnya harga-harga kebutuhan sejak diberlakukannya liberalisasi pasar
pokok tahun 1998 akibat kegagalan produksi tersebut (Yudoyono, 2013).
4 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Vol. 33 No. 1, Juli 2015: 1–17
Searah dengan UU Nomor 18 Tahun manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal
2012 tentang Pangan, kebijakan dalam lima secara bermartabat (UU No. 18 Tahun 2012).
tahun ke depan dikemas dalam program Kemandirian mengacu kepada peningkatan
peningkatan Kedaulatan Pangan sejalan kemampuan negara dan bangsa untuk dapat
dengan agenda Nawa Cita pembangunan memenuhi kebutuhan pangan yang beragam
nasional. Kedaulatan pangan dijabarkan yang bersumber dari dalam negeri melalui
sebagai bentuk kemampuan dalam mencukupi pendayagunaan sumber daya dalam negeri dan
kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, kearifan lokal secara optimal. Kemandirian
pengaturan kebijakan pangan oleh bangsa dicirikan oleh tiga hal pokok, yaitu (a)
sendiri, peningkatan kemampuan untuk ketersediaan pangan yang berbasis pada
melindungi dan mensejahterakan pelaku utama pemanfaatan sumber daya lokal, (b)
pangan terutama petani. Dalam Renstra keterjangkauan pangan dari aspek fisik dan
Kementerian Pertanian, sasaran 2015-2019 ekonomi oleh seluruh masyarakat, dan (c)
adalah (1) swasembada padi, jagung, dan pemanfaatan pangan.
kedelai serta peningkatan produksi daging dan Sebagai suatu proses, kemandirian
gula; (2) peningkatan diversifikasi pangan; dan juga dicirikan oleh kemampuannya dalam
(3) peningkatan komoditas bernilai tambah, menyelesaikan masalah yang dihadapinya,
berdaya saing dalam memenuhi pasar ekspor hasrat untuk maju dan mampu bersaing dalam
dan substitusi impor (Kementan, 2015). rangka perbaikan dirinya serta martabat.
Kecepatan proses menuju kemandirian sangat
KEINGINAN MEWUJUDKAN KETAHANAN ditentukan oleh cepat atau lambatnya
PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT melepaskan diri dari ketergantungan dan
keterkaitan terhadap pihak luar. Membangun
kemandirian pangan mengandung pula
Keinginan pemerintah dan masyarakat pengertian kemampuan dalam menyediakan
Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan sendiri, mampu memecahkan per-
pangan yang kokoh tercermin dari adanya soalan yang dihadapi melalui pengembangan
Undang-Undang Pangan. Dalam UU No. 18 inovasi dan teknologi menuju peningkatan daya
Tahun 2012 tentang Pangan, secara tegas saing (Kasryno, 2007; Rachmat, 2012a).
mengamanatkan perlunya Indonesia Dengan demikian kemandirian pangan juga
membangun ketahanan pangan mandiri dan merupakan salah satu dimensi pengukuran
berdaulat. Ketahanan Pangan (food security) ketahanan pangan, yaitu ketergantungan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi ketersediaan pangan nasional pada produksi
negara sampai dengan perseorangan, yang pangan domestik, impor, dan kemampuan daya
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, saing pangan (Simatupang, 2001; Amang dan
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, Sawit, 2001).
bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak Kedaulatan pangan (food severegnity)
bertentangan dengan agama, keyakinan dan adalah hak negara dan bangsa yang secara
budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, mandiri menentukan kebijakan pangan yang
aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ada menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
empat komponen yang harus dipenuhi untuk yang memberikan hak bagi masyarakat untuk
mencapai kondisi ketahanan pangan sesuai menentukan sistem pangan yang sesuai
dengan UU Nomor 18 Tahun 2012, yaitu (a) dengan potensi sumber daya lokal. Istilah
kecukupan ketersediaan pangan; (b) stabilitas kedaulatan pangan lebih kepada penegasan
ketersediaan pangan; (c) aksesibilitas terhadap bahwa sebagai negara merdeka dan berdaulat
pangan; dan (d) kualitas termasuk keamanan maka Indonesia mempunyai kebebasan secara
pangan. Indikator keberhasilan membangun berdaulat untuk menentukan strategi, kebijakan
ketahanan pangan dapat diukur dari kombinasi dan program, serta sistem pangan sesuai
keempat komponen tersebut. dengan potensi yang dimilikinya, tidak dapat
Kemandirian pangan (food resilience), diatur, didikte, atau diintervensi oleh negara
adalah kemampuan negara dan bangsa dalam lain.
memproduksi pangan yang beraneka ragam Pokok-pokok pembangunan ketahanan
dari dalam negeri yang dapat menjamin pangan yang mandiri dan berdaulat secara jelas
pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup dituangkan dalam Pasal 3 UU No. 18 Tahun
sampai di tingkat perseorangan dengan 2012 dalam istilah Penyelenggaraan Pangan.
memanfaatkan potensi sumber daya alam,
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 5
Muchjidin Rachmat
pun lingkungan strategis terus mengalami pangan harus menjadi bagian dari politik
perubahan, namun upaya penanggulangan pembangunan nasional. Permasalahan dan
masalah pangan harus tetap dapat diatasi dari tantangan yang dihadapi dalam memperkuat
produksi dalam negeri dan tidak mengandal- ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat
kan impor. Impor pangan hanya dilakukan bersifat kompleks, maka pilihan kebijakan yang
apabila produksi pangan dalam negeri tidak mendukung dan lingkungan kelembagaan yang
mencukupi dan atau pangan tersebut tidak diperlukan mau tidak mau harus dilaksanakan
diproduksi di dalam negeri, sebagaimana melalui komitmen politik pangan yang kuat.
diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 2012 Dukungan dan komitmen politik yang kuat
tentang Pangan. diperlukan sebagai penggerak (driving force)
Dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang untuk memungkinkan munculnya politik pangan
Pangan juga dikemukakan bahwa pangan yang sehat (Pasandaran, 2012; Baharsyah,
adalah segala sesuatu yang berasal dari 2014). Adanya UU No. 18 Tahun 2012
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, merupakan bentuk nyata dari dukungan
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, komitmen politik pemerintah/eksekutif dan
dan air, yang diperuntukkan sebagai makanan legislatif dalam mewujudkan ketahanan
atau minuman bagi konsumsi manusia. Dengan pangan. Selanjutnya UU tersebut harus
demikian arah pemenuhan pangan dalam diimplementasikan dengan dijabarkan dalam
rangka membangun ketahanan pangan harus bentuk peraturan, kebijakan, program, dan
mengarah kepada pemenuhan keseluruhan anggaran.
produk pangan tersebut.
TANTANGAN MEWUJUDKAN KETAHANAN
Membangun Budaya Pangan Lokal PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT
Pilar kedua yaitu budaya pangan lokal
memberikan arahan bahwa pengembangan Agenda pemerintah untuk mewujudkan
produksi pangan nasional harus didasarkan kedaulatan pangan melalui swasembada
dengan memperhatikan dan memperkuat pangan strategis padi, jagung, kedelai, gula,
budaya pangan lokal. Kepentingan dan arti dan daging dalam kurun waktu lima tahun yang
strategis pengembangan pangan lokal juga akan datang patut dihargai dan didukung
terutama bagi wilayah pulau kecil dan kawasan sepenuhnya. Disadari bahwa mewujudkan
pulau terluar yang relatif mempunyai risiko swasembada pangan tersebut tidaklah mudah
kerawanan pangan lebih besar akibat kendala karena kompleksnya interaksi faktor-faktor yang
aksesibilitas dan bencana. memengaruhi permintaan pangan seperti
Kebijakan pemenuhan pangan pokok jumlah penduduk yang terus meningkat dan
masyarakat yang selama ini bertumpu kepada peningkatan pendapatan masyarakat yang
beras telah berakibat ditinggalkannya memengaruhi pola konsumsi dengan faktor-
pengembangan dan pola makan yang sebelum- faktor yang memengaruhi suplai pangan seperti
nya berbasis pangan lokal dan beralih ke beras. ketersediaan lahan, adopsi teknologi, dan
Pola makan masyarakat semakin menyukai hal- keragaman iklim.
hal yang bersifat impor, instan, dan praktis. Dari perspektif sejarah, walaupun
Dibalik budaya pangan instan yang Indonesia dalam suatu kurun waktu berhasil
berkembang, adanya kecenderungan terjadinya mencapai swasembada suatu komoditas
arus balik kecenderungan pola pangan kembali seperti beras, namun tidak dapat dihindari
menyukai pola pangan lokal, terutama di terjadinya krisis pangan pada tahun tertentu
kalangan menengah ke atas karena alasan yang disebabkan oleh berbagai faktor baik yang
kesehatan dan kerinduan akan budaya pangan bersifat internal maupun eksternal dari sistem
nenek moyang menjadi penyebabnya. Titik produksi nasional. Pada hakikatnya
balik pola konsumsi pangan dengan budaya kemampuan berswasembada pangan suatu
lokal tersebut harus dijadikan landasan negara dapat diukur dari kemampuannya untuk
kebijakan pola pangan kedepan. dapat menghasilkan produksi pangan tertentu
secara mencukupi atau melebihi kebutuhan
masyarakat. Sebaliknya, suatu negara yang
Dukungan Politik Pangan terus menerus mengimpor kebutuhan
Pilar ketiga politik pangan, pangannya dan belum pernah dapat mencukupi
mensyaratkan bahwa pembangunan ketahanan kebutuhan konsumsi masyarakatnya dari
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 7
Muchjidin Rachmat
produksi dalam negeri boleh dikatakan negara tangga/ individu untuk memperoleh pangan
tersebut belum mampu berswasembada. yang cukup, (c) tidak tercukupinya pangan
Dalam perspektif tersebut dapat dikatakan untuk kehidupan yang produktif rumah tangga/
bahwa Indonesia mempunyai kemampuan individu, hingga (d) tidak terpenuhinya pangan
berswasembada beras dan jagung. Dalam secara cukup dalam jumlah, mutu, ragam,
komoditas gula, sebelum perang dunia kedua keamanan, serta keterjangkauan harga
Indonesia adalah pengekspor gula terbesar di (Hermanto, 2013; Suryana, 2014; Ikhsan,
dunia sesudah Kuba. Indonesia juga 2015). Dengan demikian, kemampuan akses
mengekspor beras pada era sebelum perang masyarakat terhadap pangan sangat terkait
secara berlanjut sampai terakhir kalinya adalah dengan kerawanan pangan, gizi dan derajat
pada tahun 1941 sebesar 500 ribu ton, dan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.
sesudah itu Indonesia menjadi pengimpor Dalam kaitan itu, maka kemampuan
beras. Dengan demikian, potensi untuk penyediaan menjadi prasyarat utama. Dikaitkan
swasembada pangan terutama beras cukup dengan amanat yang tertuang dalam UU No.
besar. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, penyediaan
Tantangan produksi dan penyediaan pangan tersebut selayaknya disediakan dari
pangan saat ini dan ke depan dihadapkan produksi dalam negeri
kepada tuntutan untuk dapat memenuhi Untuk dapat memenuhi tantangan di
kebutuhan pangan bagi konsumsi rumah atas selayaknya pembangunan pertanian harus
tangga, kebutuhan bahan baku untuk pakan, dapat mendayagunakan seluruh potensi
bahan baku industri pengolahan pangan, dan pertanian nasional. Di samping peningkatan
energi. Peningkatan permintaan konsumsi produksi, upaya mewujudkan ketahanan
pangan rumah tangga terus meningkat sejalan pangan yang mandiri dan berdaulat dihadapkan
dengan peningkatan jumlah penduduk, kepada tantangan manajemen pembangunan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli pangan sejalan pelaksanaan otonomi daerah
masyarakat, dan perubahan selera. dan pengaruh dinamika lingkungan global
Pertumbuhan industri pengolahan pangan yang (Kasryno dan Soeparno, 2012a; Rachmat,
tumbuh cepat telah meningkatkan permintaan 2014).
akan bahan baku pangan untuk industri
pengolahan pangan. Kondisi serupa juga dalam
permintaan bahan baku pangan untuk pakan Peningkatan Produksi Pangan
dan energi/biofuel (Rachmat, 2013; Kementan, Pembangunan pangan selama ini
2015). Dengan demikian, tuntutan pemenuhan dihadapkan kepada kondisi: (1) lebih
produk pangan bukan hanya produk pangan memprioritaskan kepada pangan pokok beras
untuk konsumsi rumah tangga, tetapi juga dibandingkan komoditas pangan lain, (2) lebih
untuk pemenuhan industri pangan secara lebih memberikan perhatian kepada lahan sawah
luas. dibandingkan sumber daya lahan lainnya, (3)
Di balik keberhasilan capaian produksi perhatian ke wilayah kawasan Barat Indonesia
pangan, kerawanan pangan justru menunjuk- terutama Pulau Jawa dibandingkan kawasan
kan peningkatan, baik kerawanan pangan Timur Indonesia, (4) lebih berorientasi kepada
kronis maupun kerawanan pangan sementara ketahanan pangan nasional dibandingkan
(transien). Pada tahun 2009-2013, jumlah ketahanan pangan regional dan rumah tangga,
penduduk rawan pangan meningkat dari 61,57 (5) lebih memprioritaskan komoditas berbasis
juta jiwa menjadi 83,65 juta jiwa atau impor dibandingkan komoditas berbasis lokal,
peningkatan sebesar 35,86%. Jumlah tersebut dan (6) lebih ke orientasi pasar terbuka
termasuk masyarakat yang sangat rawan dibandingkan kepada penguatan daya tahan
pangan yang meningkat dari 33,28 juta jiwa pertanian dalam negeri. Akibat dari kondisi
menjadi 47,02 juta jiwa, atau peningkatan tersebut, hasil pembangunan pangan belum
sebesar 41,28% (Badan Ketahanan Pangan, maksimal yang ditandai oleh ketergantungan
2014). yang besar pangan terhadap beras atau tidak
berhasilnya diversifikasi pangan dari beras ke
Penyebab kerawanan pangan tersebut nonberas, sementara sumber pangan lokal
beragam mulai dari (a) tidak adanya akses kurang berkembang sebagaimana potensinya.
secara ekonomi bagi individu dan rumah
tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, Kebijakan pangan yang selama ini lebih
(b) tidak adanya akses secara fisik bagi rumah terfokus dan berpihak kepada beras dinilai telah
berdampak negatif dalam pengembangan
8 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Vol. 33 No. 1, Juli 2015: 1–17
diversifikasi pangan. Sumber-sumber pangan Rachmat, 2013; Ikhsan, 2015). Pada bagian
karbohidrat nonpadi terutama aneka pangan lain, kebijakan pangan yang bias terhadap
lokal dan sumber protein seperti daging, telur, beras juga berdampak negatif terhadap
susu, serta sumber zat gizi mikro seperti pengembangan komoditas lain, baik sesama
sayuran dan buah cenderung terhambat untuk komoditas pangan (palawija) maupun
dikembangkan. Kondisi ini berkaitan dengan komoditas nonpangan (Nainggolan dan
budaya pangan dan semakin besarnya Rachmat, 2013).
masyarakat yang mengalami rawan pangan Upaya peningkatan produksi pangan
(Ariani, 2010; Ariani dan Pitono, 2013; terutama beras juga dihadapkan kepada
Hermanto, 2013). Sementara itu, upaya adanya kecenderungan peningkatan variabilitas
peningkatan produksi pangan yang terfokus produksi sebagai akibat dari semakin rentannya
kepada padi pada lahan sawah irigasi saat ini usaha tani pangan terhadap perubahan iklim
dihadapkan kepada kendala: (1) dan serangan Organisme Pengganggu
kecenderungan penurunan laju pertumbuhan Tanaman (OPT). Perubahan iklim global yang
produksi, (2) marginalisasi kapasitas usaha menyebabkan anomali iklim berpengaruh
tani, (3) kecenderungan penurunan daya saing, terhadap produksi pertanian akibat banjir,
(4) kecenderungan peningkatan variabilitas kekeringan, dan OPT. Ke depan, peningkatan
produksi, dan (5) diversifikasi pangan. risiko harga dan ketidakpastian harga akibat
Kecenderungan penurunan laju liberalisasi pasar akan semakin memperburuk
pertumbuhan produksi dapat dilihat dari gejala masalah variabilitas produksi dan pendapatan
perpaduan antara perlambatan laju usaha tani (Amang dan Sawit, 2001).
pertumbuhan luas panen dan produktivitas.
Luas baku lahan sawah cenderung semakin
menurun akibat terus berlangsungnya konversi Manajemen Pembangunan Pangan
lahan dan degradasi sumber daya lahan, air, Pelaksanaan otonomi daerah telah
dan lingkungan. Konversi lahan sawah tidak membawa perubahan besar dalam pola dan
hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga terjadi pelaksanaan pembangunan, termasuk
di luar Jawa untuk keperluan pembangunan pembangunan di bidang pangan. Dari aspek
prasarana ekonomi, pemekaran wilayah kebijakan, pendekatan sentralistik
perkotaan, pemukiman, dan kawasan industri. sebagaimana yang dulu pernah sukses dalam
Sementara di luar Jawa juga terjadi pengalihan pencapaian swasembada beras tahun 1984
penanaman dari komoditas padi ke tanaman tidak dapat diterapkan dengan kebijakan
perkebunan terutama kelapa sawit dan kakao desentralisasi saat ini. Peran pemerintah
(Pasandaran et al, 2011; Kasryno dan Taher, daerah akan semakin besar dalam pencapaian
2011; Rachmat dan Muslim, 2012a; Rachmat, tujuan ini dengan pemanfaatan sumber daya
2012b). Pada bagian lain, adanya masalah pertanian secara optimal. Perubahan
dalam pola penguasaan lahan per-tanian di manajemen pemerintahan dari sentralistik
mana luas pemilikan dan penggarapan lahan menjadi desentralistik ternyata membutuhkan
petani semakin menurun, semakin me- masa transisi yang relatif lama dan sampai saat
ningkatnya jumlah petani gurem, meningkatnya ini masih mencari bentuk sinergi optimal antara
petani penggarap, semakin besarnya pemilikan pemerintah pusat dan daerah serta
lahan absentee, serta penguasaan lahan antarpemangku kepentingan (Kasryno, 2007;
secara besar besaran oleh perusahaan besar Rachmat, 2014).
asing (land grabbing) (Kasryno et al, 2010; Dalam UU No. 18 Tahun 2012
Rachmat dan Muslim, 2012b). dikemukakan, untuk membangun ketahanan
Marginalisasi kapasitas usaha tani pangan yang mandiri dan berdaulat diperlukan
berakibat usaha tani menjadi tidak efisien peran pemerintah dan pemerintah daerah. Di
akibat penerapan teknologi yang cenderung bidang penyediaan pangan, kewajiban
over intensifikasi, penggunaan input produksi pemerintah termasuk pemerintah daerah
yang tidak efisien atau penurunan nilai produk tersebut antara lain (1) memenuhi kebutuhan
marginalnya serta penurunan profitabilitas pangan dengan cara (a) mengatur,
usaha tani. Kondisi ini berakibat penurunan mengembangkan, dan mengalokasikan lahan
daya saing usaha tani terutama dalam pertanian, dan sumber daya air, (b)
persaingannya untuk menahan produk impor memberikan penyuluhan dan pendampingan,
sejenis ataupun keinginannya untuk dapat (c) menghilangkan berbagai kebijakan yang
ekspor (Simatupang, 2001; Kasryno, 2007; berdampak pada penurunan daya saing, dan
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 9
Muchjidin Rachmat
(d) melakukan pengalokasian anggaran (Pasal memberdayakan petani, dan pelaku usaha
18); (2) mengelola stabilisasi pasokan dan pangan sebagai produsen pangan (Pasal 17,
harga pangan pokok, mengelola cadangan Pasal 130); (2) mengembangkan kelembagaan
pangan pokok pemerintah, dan distribusi pangan masyarakat untuk meningkatkan
pangan pokok untuk mewujudkan kecukupan produksi pangan (Pasal 21); dan (3)
pangan pokok yang aman dan bergizi bagi mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
masyarakat (Pasal 13); (3) memfasilitasi pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan
penggunaan dan pengembangan sarana dan produksi pangan (Pasal 19).
prasarana dalam upaya meningkatkan produksi
pangan (Pasal 20); dan (4) mengantisipasi dan
menanggulangi ancaman produksi pangan Dinamika Lingkungan Global
melalui bantuan teknologi dan regulasi (Pasal Situasi pembangunan ketahanan
22 ayat 2). pangan yang mandiri dan berdaulat juga sangat
Dalam peningkatan akses pangan dipengaruhi oleh dinamika lingkungan global.
masyarakat, peran pemerintah adalah (1) Liberalisasi telah berakibat semakin kuatnya
menetapkan cadangan pangan nasional, yang persaingan pasar, saling ketergantungan,
terdiri dari cadangan pangan pemerintah, pemanfaatan teknologi tinggi, dan tuntutan
cadangan pangan pemerintah daerah, dan konsumen yang lebih tinggi dalam kualitas
cadangan pangan masyarakat (Pasal 23); (2) produk, isu lingkungan, dan hak asasi manusia.
melakukan tindakan untuk mengatasi krisis Liberalisasi perdagangan juga telah
pangan (Pasal 44) melalui (a) pengadaan, memunculkan berbagai kesepakatan
pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan internasional, regional, dan bilateral yang
pemerintah dan pemerintah daerah, (b) mengikat, yang mempunyai konsekuensi bagi
mobilisasi cadangan pangan masyarakat di pelaksanaan pembangunan pertanian dan
dalam dan antardaerah, (c) menggerakkan ketahanan pangan. Saat ini, yang perlu menjadi
partisipasi masyarakat, dan (d) menerapkan perhatian pembangunan pertanian Indonesia
teknologi untuk mengatasi krisis pangan dan adalah dengan diberlakukannya Masyarakat
pencemaran lingkungan; dan (3) mewujudkan Ekonomi ASEAN (MEA) dan Asia-Pacific
keterjangkauan pangan bagi masyarakat, Economic Cooperation (APEC).
rumah tangga, dan perseorangan (Pasal 46) Dalam era globalisasi, maka
dengan cara melaksanakan kebijakan di bidang perdagangan produk-produk pertanian dan jasa
distribusi, pemasaran, perdagangan, stabilisasi antarnegara akan semakin bebas dan terbuka.
pasokan dan harga pangan pokok, dan bantuan Keputusan para pemimpin negara-negara
pangan. ASEAN dalam kesepakatan MEA 2015
Dalam aspek konsumsi pangan, menyebutkan bahwa semua hambatan tarif dan
kewajiban pemerintah adalah (1) meningkat- nontarif secara bertahap akan dihapuskan
kan pemenuhan kuantitas dan kualitas kecuali hambatan teknis perdagangan yang
konsumsi pangan masyarakat melalui (a) disyaratkan oleh suatu negara. Hambatan
pencapaian angka konsumsi pangan sesuai teknis tersebut selanjutnya dapat diwujudkan
dengan angka kecukupan gizi; (b) penyediaan dalam bentuk penerapan standar dalam
pangan yang beragam, bergizi seimbang, perdagangan. Arus barang diatur dalam
aman, dan tidak bertentangan dengan agama, protokol dan prosedur notifikasi ASEAN yang
keyakinan, dan budaya masyarakat; dan (c) disepakati. Pada kondisi demikian, maka
pengembangan pengetahuan dan kemampuan produk pertanian harus berkualitas dan
masyarakat dalam pola konsumsi pangan yang didasarkan kepada standar yang disepakati
beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman agar dapat bersaing di pasar regional. Dalam
(Pasal 59); (2) mewujudkan penganeka- konteks inilah produk pertanian Indonesia perlu
ragaman konsumsi pangan untuk memenuhi menerapkan standar dan sertifikasi dengan
kebutuhan gizi masyarakat dan mendukung memenuhi persyaratan mutu yang dibutuhkan
hidup sehat, aktif, dan produktif (pasal 60); dan agar memiliki daya saing untuk memasuki
(3) terwujudnya keamanan pangan melalui pasar global, khususnya pasar terintegrasi
penerapan norma, standar, prosedur, dan ASEAN 2015.
kriteria keamanan pangan dan penerapan Pada sisi lain, tidak dapat diabaikan
sistem jaminan keamanan pangan dan mutu terjadinya dinamika gaya hidup dan cara
pangan (Pasal 86). Pemerintah juga pandang terhadap pangan masyarakat yang
berkewajiban (1) melindungi dan terus mengalami perubahan. Tuntutan
10 FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Vol. 33 No. 1, Juli 2015: 1–17
konsumen terhadap keamanan, nilai gizi, cita membangun keserasian pemerintah pusat dan
rasa, dan ketersediaan pangan semakin daerah, dan (5) peningkatan komitmen politik
meningkat. Pola makan masyarakat akan pangan.
berkembang ke arah situasi semakin banyak
orang yang makan di luar rumah dan semakin
banyak makanan cepat saji (instant food) di Dari Swasembada Menjadi Kemandirian
rumah. Dalam kaitan itu, aspek keamanan dan Pangan
mutu pangan akan menjadi isu yang penting di Program pembangunan pangan selama
samping isu ketahanan pangan yang mandiri ini bertumpu kepada peningkatan produksi
dan berdaulat. dalam rangka pencapaian swasembada
Sejalan dengan perkembangan pasar beberapa bahan pangan utama seperti beras,
dewasa ini, pertumbuhan pasar modern jagung, kedelai, gula, dan daging. Pengertian
(hypermarket, supermarket, minimarket) juga swasembada mengacu kepada suatu keadaan
semakin tumbuh pesat, sehingga kekuatan di mana suatu negara dapat mencukupi seluruh
pasar produk akan bergesar dari atau sebagian besar kebutuhan pangan
produsen/petani ke perusahaan nasional dan penduduknya dari produksi dalam negeri.
multinasional. Pada kondisi demikian maka Penyediaan pangan pada nasional tidak serta
akan dan telah terjadi kecenderungan kompetisi merta juga berarti terpenuhinya pangan pada
secara langsung antara produk domestik tingkat rumah tangga karena berkaitan dengan
dengan produk impor yang pada akhirnya distribusi pangan dan daya beli rumah
merujuk pada pentingnya aspek mutu, harga, tangga/individu.
dan keamanan pangan atas produk yang Mengacu pada UU No. 18 Tahun 2012
dikonsumsi hingga menjadi sangat menentukan tentang Pangan, kemandirian pangan (food
kekuatan daya saing masing-masing. resilience), adalah kemampuan negara dan
Pernyataan produk bermutu dan aman bangsa dalam memproduksi pangan yang
dikonsumsi tersebut dituangkan dalam bentuk beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat
sertifikasi produk yang sangat erat kaitannya menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang
dengan manajemen produksi dan sistem cukup sampai di tingkat perseorangan dengan
standarisasi produk. Perlu adanya upaya memanfaatkan potensi sumber daya alam,
peningkatan kapasitas dan strategi bersaing manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal
agar pembangunan pertanian Indonesia dapat secara bermartabat. Kemandirian mengacu
mengambil manfaat dari liberalisasi tersebut kepada peningkatan kemampuan negara dan
(Amang dan Sawit, 2001; Rachmat, 2013). bangsa untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan yang beragam yang bersumber dari
dalam negeri melalui pendayagunaan sumber
REORIENTASI PENCAPAIAN KETAHANAN daya dalam negeri dan kearifan lokal secara
PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT optimal.
Kemandirian pangan juga dicirikan oleh
Keberhasilan pembangunan ketahanan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah
pangan telah banyak dicapai seperti yang dihadapinya, hasrat untuk maju, dan
ditunjukkan oleh peningkatan produksi pangan. mampu bersaing dalam rangka perbaikan
Namun, keberhasilan tersebut tidak diikuti oleh dirinya serta martabat di bidang pangan.
penurunan kerawanan pangan. Dibutuhkan Membangun kemandirian pangan mengandung
reorientasi pembangunan ketahanan pangan pula pengertian kemampuan dalam menyedia-
agar keberhasilan produksi pangan juga diikuti kan pangan sendiri, mampu memecahkan
oleh penurunan masyarakat rawan pangan. persoalan yang dihadapi melalui pengembang-
Reorientasi pembangunan pangan diarahkan an inovasi dan teknologi menuju peningkatan
kepada terbangunnya ketahanan pangan yang produkivitas dan daya saing serta kemampuan
mandiri dan berdaulat sebagaimana untuk melepaskan diri dari ketergantungan dan
diamanatkan dalam UU No. 18 Tahun 2012 keterkaitan terhadap pihak luar.
tentang Pangan. Reorientasi pembangunan Sebagaimana konsep swasembada,
pangan mencakup (1) pergeseran fokus ketersediaan pangan yang cukup merupakan
pembangunan dari swasembada kepada prasyarat terbangunnya kemandirian pangan.
kemandirian pangan, (2) membangun budaya Ketersediaan pangan tersebut harus dibangun
pangan lokal, (3) peningkatan partisipasi atas dasar kemampuan produksi dalam negeri
masyarakat dalam ketahanan pangan, (4)
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 11
Muchjidin Rachmat
Ikhsan, A, Wihardja, dan Taufik. 2015. Apa yang dalam Mendukung Ketahanan Pangan.
salah dengan kebijakan perberasan kita? Jakarta: IAARD Press.
Makalah disampaikan pada Seminar Pasandaran, E., M. Syam, dan I. Las. 2011.
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Degradasi sumber daya alam: ancaman
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan bagi kemandirian pangan nasional. hlm. 34-
Pertanian. Bogor, 11 Maret 2015. 53. Dalam: S. Pasaribu, H.P. Saliem, E.
Kasryno, F. 2007. Mengembalikan kemandirian Pasandaran, dan F. Kasryno (eds.).
petani sebagai penggerak pembangunan Konversi dan Fragmantasi Lahan Ancaman
ekonomi pedesaan berkelanjutan. Dalam: F. terhadap Kemandirian Pangan. Bogor: IPB
Kasryno, E. Pasandaran, dan M. Fagi, Press. Badan Litbang Pertanian.
(eds.). Membalik Arus Menuai Kemandirian Pasandaran, E., Haryono, dan T. Pranadji. 2014.
Petani. Bogor: Yayasan Padi Indonesia. Reformasi kebijakan dalam perspektif
Kasryno, F., M. Badrun, dan E. Pasandaran. 2010. sejarah politik pertanian Indonesia. Dalam:
Land Grabbing, Ancaman Bagi Kedaulatan E. Pasandaran, M. Rachmat, S. Mardianto,
Pangan Nasional. Bogor: Yayasan Sumedi, H.P. Saliem, dan Haryono (eds.).
Pertanian Mandiri. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi
Kasryno, F. dan H. Soeparno. 2012a. Pelaksanaan Pembangunan Pertanian. Jakarta: IAARD
PM3EI koridor Jawa akan menyebabkan Press. Badan Litbang Pertanian.
ketahanan pangan nasional semakin parah. Rachmat, M. 2014. Reposisi perencanaan
hlm. 16-58. Dalam: E. Ananto, S. Pasaribu, pembangunan pertanian. hlm. 189-206.
M. Ariani, B. Sayaka, dan N. Sutrisno (eds.). Dalam: Haryono, E. Pasandaran, M.
Kemandirian Pangan Indonesia dalam Rachmat, S. Mardianto, Sumedi, H.P.
Perpektif Kebijakan PM3EI. Jakarta: IAARD Saliem, dan A. Hendriadi (eds.). Reformasi
Press. kebijakan Menuju Transformasi
Kasryno, F. dan H. Soeparno. 2012b. Pertanian Pembangunan Pertanian. Jakarta: IAARD
lahan kering sebagai solusi untuk Press.
mewujudkan kemandirian pangan masa Rachmat, M. dan Nuryanti, S. 2014. Daya saing
depan. hlm. 11-34. Dalam: A. Dariah, B. produk olahan pertanian: ubikayu, pisang
Kartiwa, N. Sutrisno, K. Suradisastra, M. dan jeruk. hlm. 401-425. Dalam: Haryono,
Sarwani, H. Soeparno, dan E. Pasandaran E. Pasandaran, K. Suradisastra, M. Ariani,
(eds.). Prospek Pertanian Lahan Kering N. Sutrisno, S. Prabawati, M.P. Yufdy, dan
dalam Mendukung Ketahanan Pangan. A. Hendriadi (eds.). Memperkuat Daya
Jakarta: IAARD Press. saing Produk Pertanian. Jakarta: IAARD
Kasryno, F. dan A. Taher. 2011. Perubahan Press
peruntukan lahan sawah menjadi lahan Rachmat, M. 2013. Perspektif pengembangan
perkebunan: kasus irigasi Batang Hari. hlm. industri pengolahan pangan di Indonesia.
175-186. Dalam: S. Pasaribu, H.P. Saliem, hlm. 303-325. Dalam: M. Ariani, K.
H. Soeparno, E. Pasandaran, dan F. Suradisastra, N. Sutrisno, Saad, R.
Kasryno (eds.). Konversi dan Fragmentasi Hendayana, H. Soeparno, dan E.
Lahan, Ancaman terhadap Kemandirian Pasandaran (eds.). Diversifikasi Pangan
Pangan. Bogor: IPB Press. dan Trans-formasi Pembangunan
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Strategi Pertanian. Jakarta: IAARD Press.
Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045: Rachmat, M. dan C. Muslim. 2012. Peran dan
Menuju Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan. tantangan implementasi UU 41/2009 dalam
Jakarta: Kementerian Pertanian. melindungi lahan pertanian pangan
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana berkelanjutan. hlm. 59-81. Dalam: E.
Strategis Kementerian Pertanian Tahun Ananto, S. Pasaribu, M. Ariani, B. Sayaka,
2015-2019. Jakarta: Kementerian Pertanian. dan N. Sutrisno (eds.). Kemandirian Pangan
Indonesia dalam Perspektif Kebijakan
Nainggolan, K. dan M. Rachmat. 2013. Prospek MP3EI. Jakarta: IAARD Press.
swasembada kedelai Indonesia. Pangan
23(1):83-92. Rachmat, M. dan C. Muslim. 2012. Dinamika
penguasaan lahan dan kelembagaan kerja
Pasandaran, E., M. Sarwani, dan Haryono. 2012. pertanian. hlm. 93-108. Dalam: S. Pasaribu,
Fase-fase perkembangan pertanian: H.P. Saliem, H. Soeparno, E. Pasandaran,
implikasi bagi kebijakan investasi lahan dan F. Kasryno (eds.). Konversi dan
kering. hlm. 35-52. Dalam: A. Dariah, B. Fragmentasi Lahan: Ancaman terhadap
Kartiwa, N. Sutrisno, K. Suradisastra, M. Kemandirian Pangan. Bogor: IPB Press
Sarwani, H. Soeparno, dan E. Pasandaran
(eds.). Prospek Pertanian Lahan Kering Rachmat, M. 2012a. Potensi lahan pertanian
perkotaan dalam penyediaan pangan. hlm.
139-152. Dalam: K. Suradisastra, B.
PERCEPATAN PEMBANGUNAN PANGAN MENUJU PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN YANG MANDIRI DAN BERDAULAT 17
Muchjidin Rachmat