Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH EKONOMI PANGAN

DIVERSIFIKASI PANGAN

Disusun Oleh :

1. Aprilia Setiyanti P07131117005


2. Eka Nurjanah P07131117014
3. Khalida Melani P07131117019
4. Lini Nur Arifiani P07131117023
5. Peggy Belinda Permatasari P07131117026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI YOGYAKARTA
TAHUN 2018/2019
BAB. I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia
untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber zat
gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air) menjadi
landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan
sepanjang siklus kehidupan.
Ketahanan pangan Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Menurut
Organisasi Pangan sedunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), ketahanan pangan berarti akses setiap rumah tangga atau individu
untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang
sehat.
Ketahanan pangan terwujud bila dua kondisi terpenuhi yaitu setiap
saat tersedia pangan yang cukup (baik jumlah maupun mutu), aman,
merata dan terjangkau dan setiap rumah tangga, setiap saat, mampu
mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya,
untuk menjalani hidup sehat dan produktif.
Keamanan pangan (food safety) merupakan kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia (Kantor Menteri Negara Urusan
Pangan). Pengertian keamanan pangan dan kesehatan manusia. Makanan
sehat adalah memenuhi syarat sanitasi di setiap rantai makanan produksi
yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, penyebaran,
dan konsumsi yang benar.
Produksi pangan di Asia Tenggara terus meningkat, tetapi banyak
penduduknya yang tidak memperoleh makanan, sehingga banyak
penduduk yang tetap menderita kelaparan. Kekurangan pangan bukanlah
suatu hal yang baru, persoalan baru tentang kekurangan pangan adalah
kecenderungan para petani di negara-negara bukan industri beralih ke
tanaman perdagangan dan pada saat bersamaan jumlah penduduk yang
meningkat secara cepat.
Indonesia sebagai salah satu negara agraris semestinya dapat
memenuhi sumber kebutuhan pangannya sendiri. Dengan memanfaatkan
semua potensi sumber daya manusia, sumberdaya alam, modal sosial dan
pemerintah, seharusnya Indonesia mampu menjadi salah satu negara
swasembada pangan, tetapi dibeberapa daerah masih terjadi kekurangan
pangan. Pangan merupakan masalah yang sangat penting dalam
pembangunan, karena jumlah pengeluaran untuk pangan merupakan
bagian terbesar dari biaya hidup masyarakat.
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan
keluar yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Melalui penataan pola makan yang
tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan memungkinkan
masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, sehingga dapat
membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing yang berujung
pada peningkatan ketahanan pangan secara nasional.
Konsep penganekaragaman pangan yang dianggap benar adalah upaya
untuk meningkatkan mutu gizi makanan keluarga sehari-hari dengan cara
menggunakan bahan-bahan makanan yang beragam dan terdapat di daerah
yang bersangkutan, sehingga ketergantungan kepada salah satu bahan
pangan terutama beras dapat dihindari.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi diversifikasi pangan.
2. Untuk mengetahui manfaat diversifikasi pangan.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi diversifikasi pangan.
4. Untuk mengetahuihambatan dalam upaya diversifikasi pangan.
5. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam percepatan
diversifikasi pangan.
6. Untuk mengetahui kelompok yang menjadi sasaran diversifikasi
pangan.
BAB. II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Diversifikasi Pangan


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalam
pengertian pangan adalah bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan-bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan dan minuman. Pengertian
pangan di atas merupakan definisi pangan yang dikeluarkan oleh badan
dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and Agricultural Organization
(FAO).
Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk
mengadakan lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di
bidang pangan, diversifikasi memiliki dua makna, yaitu diversifikasi
tanaman pangan dan diversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk
diversifikasi tersebut masih berkaitan dengan upaya untuk mencapai
ketahanan pangan. Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan
teknis pengaturan pola bercocok tanam, maka diversifikasi konsumsi
pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi masyarakat dalam
rangka mencukupi kebutuhan pangan.
Menurut Suhardjo dan Martianto dalam Budiningsih (2009), semakin
beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi
semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya
terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga
makanan pendamping.
Soetrisno dalam Budiningsih (2009), mendefinisikan diversifikasi
pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai
upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup
pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan
pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas
maupun kualitasnya.
Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998 menyebutkan pengertian
tentang diversifikasi pangan sebagai berikut:
1. Diversifikasi pangan dalam rangka pemantapan produksi padi.
Hal ini dimaksudkan agar laju peningkatan konsumsi beras dapat
dikendalikan, setidaknya seimbang dengan kemampuan peningkatan
produksi beras.
2. Diversifikasi pangan dalam rangka memperbaiki mutu gizi makanan
penduduk sehari-hari agar lebih beragam dan seimbang.
Menurut Hafsah dalam Widowati dan Darmardjati dalam Supadi
(2004), pangan perlu beragam karena beberapa alasan yaitu:
a. Mengkonsumsi pangan yang beragam adalah alternative terbaik
untuk pengembangan sumber daya manusia berkualitas
b. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pertanian dan
kehutanan
c. Memproduksi pangan yang beragam mengurangi ketergantungan
kepada impor pangan
d. Mewujudkan ketahanan pangan yang merupakan kewajiban bersama
pemerintah dan masyarakat.
3. Diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras,
tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat sehingga masyarakat akan
mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya.
Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi diharapkan
konsumsi beras akan menurun
B. Manfaat Diversifikasi Pangan
Manfaat diversifikasi pada sisi konsumsi adalah semakin
beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, untuk menunjang
pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat. Keragaman
pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta penawar
terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di
samping itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada
masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.
Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin
beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus
pada pangan tertentu saja.
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan
keluar yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Melalui penataan pola makan yang
tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan memungkinkan
masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, sehingga dapat
membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing yang berujung
pada peningkatan ketahanan pangan secara nasional.
Dalam hal konsumsi pangan, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang dikonsumsi
penduduk, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan gizi.
Keanekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu
sederhana berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok terutama
pangan nonberas. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya
mengkonsumsi aneka pangan dari berbagai kelompok pangan, baik pangan
pokok, lauk-pauk, sayur, maupun buah dalam jumlah yang cukup.
Tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk
meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan dan mengurangi
ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok
pangan tertentu. Kedua tujuan utama tersebut, baik secara langsung
maupun tidak langsung akan berdampak pada perbaikan kesehatan
penduduk. Berbagai studi menunjukkan bahwa makan beraneka ragam
konsumsi pangan dapat meningkatkan konsumsi berbagai antioksidan
pangan, konsumsi, serta menurunkan risiko hiperkolesterol, hipertensi, dan
penyakit jantung koroner.
C. Faktor yang mempengaruhi Diversifikasi Pangan
Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain: faktor yang bersifat internal (individual) seperti
pendapatan, preferensi, keyakinan (budaya dan religi) serta pengetahuan
gizi, maupun faktor eksternal seperti faktor agro-ekologi, produksi,
ketersediaan dan distribusi, anekaragam pangan serta promosi/iklan

D. Hambatan diversifikasi pangan


Upaya penganekaragaman atau diversifikasi konsumsi pangan
walaupun sudah dicanangkan sejak lama, namun hingga saat ini masih
belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualitas,
konsumsi penduduk Indonesia masih rendah, kurang beragam dan masih
didominasi oleh pangan sumber karbohidrat terutama dari padi-padian.
Permasalahan utama diversifikasi pangan adalah ketidakseimbangan
antara pola konsumsi pangan dengan penyediaan produksi atau
ketersediaan pangan di masyarakat. Produksi berbagai jenis pangan tidak
dapat dihasilkan oleh semua wilayah dan tidak dapat dihasilkan pada
setiap saat dibutuhkan. Sementara konsumsi dilakukan oleh semua
penduduk setiap saat.
Menurut Anang dalam Supadi (2004), kendala pengembangan
diversifikasi pangan adalah sebagai berikut:
1. Pangan non-beras (jagung, sorghum, dan umbi-umbian) adalah pangan
inferior, berkurang tingkat konsumsinya seiring dengan peningkatan
pendapatan masyarakat. Banyak orang memandang bahwa beras
sebagai bahan pangan mempunyai status yang lebih tinggi dari pada
jagung, sorghum dan umbi-umbian. Kondisi ini menimbulkan anggapan
bahwa apabila beralih kepada bahan pangan jagung, shorgum dan umbi-
umbian sebagai pengganti sebagian beras yang dimakan, akan
merupakan suatu kemunduran.
2. Kebanyakan komoditas pangan non beras tidak siap dikonsumsi secara
langsung.
3. Untuk mendorong kembali ke menu makanan tradisional harus
disesuakan dengan perkembangan zaman.
4. Upaya diversifikasi pangan hingga kini belum memberikanhasil yang
memuaskan. Produksi tanaman pangan masih sangat didominasi oleh
beras.
5. Upaya diversifikasi konsumsi pangan melalui kebijakan harga dan
subsidi banyak mengalami kesulitan. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya
kemungkinan konsumen untuk melakukan substitusi pangan dari beras
ke non beras (jagung atau ubi kayu). Sebsidi memerlukan biaya besar,
sedangkan penerima subsidi mungkin dari golongan orang yang
berpendapatan menengah ke atas.
Selain itu, masih banyak masalah yang dihadapi dalam distribusi
pangan untuk menjamin upaya penganekaragaman konsumsi pangan,
antara lain menyangkut sarana transportasi (jalan, angkutan), pergudangan,
sarana penyimpanan dan teknologi pengolahan untuk memudahkan
distribusi pangan antarwilayah. Pengembangan penganekaragaman
konsumsi pangan penduduk juga tidak lepas dari tingkat pengetahuan
tentang pangan dan gizi. Hal ini terkait dengan masalah bahwa baik
kekurangan maupun kelebihan pangan dan gizi akan menimbulkan
masalah kesehatan.

E. Upaya Percepatan Diversifikasi Pangan

Pada perkembangan terakhir Departemen Pertanian mengupayakan


percepatan diversifikasi pangan yang diharapkan tercapai pada tahun 2015
melalui dua tahap, yaitu Tahap I tahun 2007-2010 dan Tahap II tahun
2011-2015. Untuk kurun waktu tahun 2007-2010 kegiatan difokuskan
kepada penciptaan pasar domestik untuk pangan olahan sumber
karbohidrat nonberas, sayuran dan buah serta pangan sumber protein
nabati dan hewani melalui suatu kegiatan konstruksi sosial proses
internalisasi diversifikasi konsumsi pangan yang dilaksanakan melalui
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pentingnya
diversifikasi konsumsi pangan yang disertai dengan pengembangan sisi
suplai aneka ragam pangan melalui pengembangan bisnis pangan. Kurun
waktu 2010-2015 difokuskan pada penguatan kampanye nasional
diversifikasi konsumsi dan pendidikan gizi seimbang di sekolah dan
masyarakat sejak usia dini (Badan Ketahanan Pangan, 2006).
Terdapat empat kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu :
1. Kampanye nasional diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumberdaya
pangan lokal baik untuk aparat pemerintahan tingkat pusat dan daerah,
individu, kelompok masyarakat maupun industri.
2. Pendidikan diversifikasi konsumsi pangan secara sistematis sejak dini.
3. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak memproduksi,
menyediakan atau memperdagangkan, dan mengkonsumsi pangan yang
tidak aman.
4. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan melalui fasilitasi pengembangan
aneka pangan segar, industri pangan olahan dan pangan siap saji
berbasis sumberdaya lokal.
Pelaksanaan diversifikasi pangan harus dilakukan secara serentak,
dapat dimulai di pedesaan dengan memperhatikan perilaku rumah tangga
termasuk rumah tangga petani sebagai produsen sekaligus konsumen
pangan. Selain itu juga dengan memberdayakan kelembagaan lokal
sebagai modal sosial dalam upaya percepatan diversifikasi pangan di
pedesaan. Keragaman sumberdaya alam, keanekaragamaan hayati serta
berbagai jenis makanan tradisional yang dimiliki oleh seluruh wilayah
masih dapat dikembangkan untuk memenuhi diversifikasi konsumsi
pangan masyarakat. Tingkat pendidikan dan perkembangan teknologi
informasi serta strategi komunikasi publik dapat memberikan peluang bagi
percepatan proses peningkatan kesadaran masyarakat menuju pangan yang
beragam dan bergizi seimbang. Prograam-program pengentasan
kemiskinan juga diharapkan mampu meningkatkan kemamupuan ekonomi
masyarakat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kuantitas maupun
kualitas konsumsi pangan (Rachman dan Mewa, 2008).
Menurut Pasandaran dan Simatupang dalam Supadi (2004),
diversifikasi pangan dapat berjalan baik bila dikaitkan dengan
pembangunan agroindustri, khususnya yang berlokasi di pedesaan. Ini
berarti pembangunan agroindustri tersebut berbasis usaha pertanian
domestik, sehingga memiliki keterkaitan kuat dengan upaya memajukan
perekonomian pedesaan. Peran agroindustri di pedesaan sangat penting,
selain menyerap hasil pertanian dan meningkatkan nilai tambah komoditas
juga menciptakan kesempatan kerja baru di pedesaan, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan kualitas
hidup masyarakat dan tentunya dapat meningkatkan mutu gizi masyarakat.
Apabila diversifkasi pangan dapat berjalan dengan baik, maka
diharapkan persoalan-persoalan pangan dapat diatasi. Pembangunan
ketahanan pangan yang berbasis sumberdaya dan kearifan lokal harus terus
digali dan ditingkatkan, mengingat penduduk terus bertambah dan
aktivitas ekonomi pangan terus berkembang secara dinamis. Ketahanan
pangan yang mantap akan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi pembangunan. Tanpa ketahanan pangan yang mantap, tidak mungkin
tersedia sumberdaya manusia berkualitas tinggi yang sangat diperlukan
sebagai motor penggerak pembangunan. Ketahanan pangan yang mantap
merupakan syarat bagi stabilitas politik, sedangkan stabilitas politik
merupakan syarat mutlak bagi pelaksanaan pembangunan.

F. Kelompok Sasaran Diversifikasi Pangan


Kelompok masyarakat yang tergolong rawan pangan atau miskin,
yaitu masyarakat yang mengkonsumsi kurang dari 70 persen dibanding
kebutuhan kalori sesuai standar kebutuhan hidup sehat sebesar 2200
kkal/kap/hari.
Kelompok masyarakat yang tergolong makan kurang beragam, atau
yang berpenghasilan menengah yaitu masyarakat yang mengkonsumsi
kalori antara 70 sampai dengan 100 persen dari kebutuhan kalori, namun
susunan makanannya kurang beragam, sehingga belum sesuai dengan
kebutuhan gizi untuk hidup sehat.
BAB. III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan
keluar yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah
dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Melalui penataan pola makan
yang tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan memungkinkan
masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, sehingga dapat
membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing yang
berujung pada peningkatan ketahanan pangan secara nasional.
2. Pembangunan ketahanan pangan yang berbasis pada sumberdaya dan
kearifan lokal melalui upaya diversifikasi pagan harus terus digali dan
ditingkatkan.
3. Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain faktor internal dan eksternal.
4. Permasalahan utama diversifikasi pangan adalah ketidakseimbangan
antara pola konsumsi pangan dengan penyediaan produksi atau
ketersediaan pangan di masyarakat.
5. Upaya percepatan divertifikasi pangan diantaranya pelaksanaan
diversifikasi pangan harus dilakukan secara serentak, dapat dimulai di
pedesaan dengan memperhatikan perilaku rumah tangga termasuk
rumah tangga petani sebagai produsen sekaligus konsumen pangan.
6. Kelompok sasaran diversifikasi pangan yakni, kelompok masyarakat
yang tergolong rawan pangan atau miskin dan kelompok masyarakat
yang tergolong makan kurang beragam

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya masyarakat
dapat meemenuhi asupan nutrisi dengan gizi yang seimbang melalui
diversifikasi atau keragaman pangan agar masyarakat lebih produktif.
DAFTAR PUSTAKA

http://emi3astuti.blogspot.com/2013/05/diversifikasipanganberupakacang12.html.

http://www.kotabogor.go.id/kantor/kantor-ketahanan-pangan.

http://agronobisunbara.files.wordpress.com/2012/11/7endangpangan-hal-11-18
oke.pdf .

Anda mungkin juga menyukai