Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL SOSIALISASI PANGAN LOKAL

OPTIMALISASI PISANG SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF PENGGANTI


KARBOHIDRAT
IBU-IBU RUMAH TANGGA RT:03 RW:02
KECAMATAN MAYANG JEMBER

Oleh:
Kelompok H
Dedi Kurniawan

(141710101021)

Awi Metalisa

(141710101090)

Sofin Murdiana

(141710101111)

Nirmala Audria

(141710101123)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Banyuwangi, Jember dan Lumajang merupakan kabupaten yang
terletak di wilayah Propinsi Jawa Timur, yang berada pada posisi bagian ujung timur
Pulau Jawa, di kawasan tapal kuda Provinsi Jawa Timur. Letak geografis ketiga
kabupaten ini berurutan dan saling berbatasan langsung dimana Banyuwangi
berbatasan langsung dengan Jember dan Jember berbatasan langsung dengan
Lumajang, dengan tipikal kondisi wilayah dan iklim yang bervariasi menjadikan
daerah tersebut mempunyai banyak potensi pangan lokal yang dapat dikembangkan
contohnya pisang, kopi, dan kakao.
Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi setempat (satu wilayah/daerah)
untuk tujuan ekonomi dan atau konsumsi. Pangan lokal tersebut berupa bahan
pangan baik komoditas primer maupun sekunder. Produksi pangan lokal mempunyai
peranan yang sangat strategis untuk memenuhi kebutuhan pangan di daerah
maupun untuk meningkatkan pendapatan petani. Hal ini didukung oleh potensi areal
dan produksi berbagai komoditas pangan lokal yang mempunyai keunggulan
wilayah dan dapat dijamin kesinambungannya. Namun sebagian besar produksi
pangan lokal belum dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga produksi pangan
lokal perlu dikembangkan lebih lanjut dalam rangka memenuhi kebutuhan daerah
sendiri maupun luar daerah.
Pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu komoditas hortikultura yang
berpeluang sangat tinggi sebagai bahan diversifikasi pangan, food security dan
agribisnis di Indonesia. Potensi ini bukan saja karena karbohidrat, nutrisi, mineral
dan kandungan seratnya yang sangat memenuhi persyaratan sebagai komoditi
pangan dan makanan sehat tetapi juga permasalahan yang timbul pada saat panen
raya dimana jumlah pisang melimpah dan menumpuk terutama di sentra produksi
pisang seperti di kabupaten Lumajang dan kabupaten Jember yang kurang optimal
dalam pengolahannya. Sesuai data dari Kementerian Pertanian menyatakan bahwa
Banyuwangi, Jember dan Pasuruan menjadi andalan Jawa Timur dalam penyediaan
pisang dengan kontribusi berkisar antara 5,19% - 5,55% serta Produksi pisang di

Kabupaten Jember sebesar 82,0696 ton (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur,
2013). Produksi buah pisang dimasyarakat desa pada umumnya hanya dikonsumsi
secara langsung, tanpa diolah dijadikan suatu produk yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi. budidaya pisang dapat dilakukan dimana saja dan cepat
tumbuhnya. Selain itu, komoditas pisang juga mempunyai peluang besar untuk
dimanfaatkan dalam aneka industri. Produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan
pisang adalah gethuk pisang dan es krim kulit pisang.
Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi tentang pengolahan buah pisang
kepada kelompok masyarakat agar dapat meningkatkan kesdaran masyrakat untuk
mengkonsumsi pisang yang kaya manfaat.
1.2 Tujuan
1. Untuk memberikan pemahaman tentang pengertian pangan lokal
2. Untuk memberikan pemahaman tentang pengertian diversifikasi pangan
3. Untuk memberikan pemahaman tentang komoditi pisang
4. Untuk memberikan sosialisasi dan arahan kepada kelompok masyarakat tentang
pengolahan dan manfaat buah pisang sebagai produk pangan lokal.
5. Mengoptimalkan buah pisang sebagai aneka produk pangan lokal yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi.
1.3 Manfaat
1. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk megkonsumsi makanan lokal.
2. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang berbagai olahan pangan dari
buah pisang.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pangan Lokal
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi,
berkembang, dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal
tertentu. Produk pangan lokal berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena
itu, produk pangan lokal sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek
jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).
Menurut Undang-Undang RI No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan lokal
adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi
dan kearifan lokal. Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia memang sangat
melimpah.

Indonesia memiliki

setidaknya

77 bahan

makanan

lokal

yang

mengandung karbohidrat yang hampir sama dengan nasi sehingga bisa dijadikan
substitusi (Yuliatmoko dan Artama, 2010).
2.2 Ketahanan, Kemandirian, dan Kedaulatan Pangan
Menurut Undang-Undang RI No.18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif serta berkelanjutan. Definisi lain, ketahanan pangan
adalah keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, social,
dan ekonomi, terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi
sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat (Mercy, 2007)
Sedangkan kemandirian pangan ialah kemampuan Negara dan bangsa dalam
memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin
pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan
lokal secara bermartabat. Konsep kemandirian pangan menitikberatkan pada
pentingnya pemenuhan pangan yang berbasis pada sumber daya lokal. Dalam hal

ini, konsep kemandirian pangan menuntut pemerintah untuk membangun ketahanan


pangan yang berbasiskan kekuatan dan keunikan sumber daya lokal sehingga
terciptalah kemandirian pangan (Hariyadi, 2011).
Menurut Undang-Undang RI No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, kedaulatan
pangan merupakan hak Negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan
kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang
memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai
dengan potensi sumber daya lokal. Kedaulatan pangan tidak hanya menekankan
pada sumber daya lokal sebagai basis pemenuhan kebutuhan pangan, tetapi juga
menekankan pada peranan masyarakat lokal. Sehingga, konsep kedaulatan pangan
tidak semata menitikberatkan pada tercapainya kondisi kecukupan pangan agar
setiap individu mampu hidup sehat dan aktif, tetapi juga setiap individu dalam
masyarakat harus mampu mencapai tingkat kesejahteraan yang memadai (Hariyadi,
2011).
2.3 Diversifikasi Pangan
Berdasarkan Undang-Undang RI No.18 tahun 2012 diversifikasi atau
penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi
pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya
lokal. Menurut Asni dan Novalinda (2013) diversifikasi pangan dimaksudkan untuk
memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas
satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat
memicu ketidakstabilan jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat
menyukai pangan alternative maka ketidakstabilan akan dapat dijaga.
2.4 Pisang
2.3.1 Pengertian Pisang
Pisang (Musa parasidiaca) adalah salah satu komoditas buah unggulan di
Indonesia. Hal ini mengacu pada besarnya luas panen dan produksi pisang yang
selalu menampati posisi pertama (Departemen Pertanian dalam Susanti, 2014).
Menurut Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian RI (2012) produksi buah

pisang sebesar 6.373.533 ton atau sekitar 34,17 persen total produksi buah di
Indonesia memberikan kontribusi terbesar untuk produksi buah nasional. Sentra
produksi pisang terbesar berada di Pulau jawa dengan total produksi sebesar
3.650.455 ton atau sekitar 57,28 persen dari total produksi pisang nasional.
Tanaman pisang memiliki banyak jenis antara lain pisang biji, kapok, emas,
susu, raja, tanduk, dan ambon. Tanaman pisang banyak ditanam di pekarangan dan
di tempat-tempat lain sampai ketinggian 800 m dari permukaan laut. Tanaman
pisang berdaun lebar yang membentuk sundip dan tepi daunnya tak bertulang serta
memiliki batang basah, tinggi tanaman dapat mencapai 6 m (Atun dkk, 2007). Buah
pisang berbentuk bulat memanjang, membengkok, tersusun seperti sisir dua baris
dengan kulit berwarna hijau, kuning, cokelat, atau ungu. Beberapa buah pisang
membentuk kelompok buah atau sisir. Buah pisang ada yang berbiji dan ada yang
tidak. Biji buah pisang berwarna hitam-hitam, kecil dan bulat. Pemanenan buah
pisang dapat dilakukan saat 80-90 hari setelah keluarnya jantung pisang (Kaleka,
2013).
2.3.2 Kandungan Gizi Pisang
Pisang memiliki banyak kandungan gizi seperti karbohidrat, vitamin, dan
mineral. Menurut Asni dan Novalinda, pisang mengandung pati, protein, lemak,
serat, dan gula. Komposisi berbagai jenis pisang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi beberapa Jenis Buah Pisang (Tiap 100g Daging Buah
Segar)
Kandungan Gizi

Jenis Pisang
Ambon
Raja
Raja Sere
Uli
Kalori (kal)
9,90
12,00
118,00
156,00
Protein (g)
1,20
1,20
1,20
2,00
Lemak (g)
0,20
0,20
0,20
0,20
Karbohidrat (g)
25,80
31,80
31,10
38,20
Kalsium (mg)
8,00
10,00
7,00
10,00
Fosfor (mg)
28,00
22,00
29,00
28,00
Zat besi (mg)
0,50
0,80
0,20
0,90
Vit A
146
950
112
75
Vit B1 (mg)
0,08
0,06
0,00
0,05
Vit C (mg)
3,00
10,00
4,00
3,00
Air (g)
72,00
65,80
67,00
59,10
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2003)

Mas
127,00
1,40
0,20
33,60
7,00
25,00
0,80
79
0,09
2,00
64,20

2.3.3 Produk Olahan Pisang


1. Selai Pisang
Selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan cara memasak hancuran
buah yang dicampur gula baik ditambah air atau tanpa penambahan air. Produk
olahan untuk buah pisang adalah keripik, sale, dodol, sari buah, dan selai pisang.
Buah pisang yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk membuat selai adalah
pisang mas (Musa acuminate) yang mempunyai rasa manis, namun mempunyai
warna yang kurang menarik yaitu kuning kecoklatan (Herianto, 2015).. Bahan-bahan
yang digunakan untuk membuat selai pisang seperti yaitu pisang mas, gula pasir,
asam sitrat, dan CMC. Sedangkan alat yang digunakan pisau, panci, timbangan,
blender, baskom, kompor, piring, gelas, mangkok, dan sendok.
Cara pembuatan selai pisang seperti penelitian yang dilakukan oleh Herianto
(2015) yaitu pertama-tama pisang dicuci dengan air mengalir. Kemudian dipisahkan
antara daging buah dan kulitnya. Setelah itu daging buah ditimbang dan dipotong
kecil-kecil. Hal ini berguna untuk memudahkan proses penghancuran. Lalu daging
buah dihancurkan menggunakan blender dan didapatkan bubur pisang. Setelah itu,
bubur buah pisang dipanaskan pada suhu

70C selama 10 menit di dalam

panic. Selanjutnya ditambahkan gula pasir dan asam sitrat. Pada saat proses
pemasakan bubur buah juga ditambahkan CMC sedikit demi sedikit sembari diaduk
agar homogeny bersana bubur pisang. Proses pemasakan dihentikan apabila
adonan meleleh tidak lama setelah sendok diangkat, maka pemasakan telah cukup.
2. Getuk Pisang
Getuk merupakan salah satu diversifikasi olahan buah pisang yang berbentuk
semi basah dan memiliki umur simpan relatif singkat yaitu 3 hari (tanpa bahan
pengawet). Bahan baku yang umum digunakan untuk membuat getuk pisang adalah
jenis pisang raja nangka (Satuhu dan Supriadi, 2000) dengan tingkat kematangan
80%-90 % (tua/matang tetapi masih mengkal/keras). Teknik pembuatan getuk
pisang terdiri atas bahan yang dibutuhkan yaitu pisang yang sudah tua tapi masih
mengkal/keras 500 gram, terigu 25 gram, tepung tapioka 25 gram, margarin 25
gram, gula jawa 150 gram, gula pasir 50 gram, vanili bungkus dan garam sdt.
Sementara alat yang digunakan antara lain kompor, alat pengukus, pisau, baskom,

alat penumbuk, daun pisang, lidi dan timbangan. Untuk cara pembuatan getuk
pisang yaitu pertama pisang segar dicuci bersih kemudian dikukus sampai matang
(kurang lebih 15-20 menit tergantung banyak sedikitnya pisang), kemudian kupas
kulit pisang dan haluskan. Campur pisang yang telah halus dengan bahan-bahan
tambahan lainnya sampai rata. Terakhir bungkus adonan getuk menggunakan daun
pisang lalu dikukus sampai matang.
3. Sale Pisang
Sale pisang merupakan makanan semi basah dibuat dari pisang matang
dengan cara pengeringan dan atau pengasapan dengan atau tanpa penambahan
pengawet. Sale pisang mempunyai cita rasa yang khas dan daya simpan yang
cukup lama. Mutu sale pisang sangat dipengaruhi oleh tingkat keruaan buah, jenis,
dan mutu pisang segar yang diolah. Menurut Prabawati dkk (2008) cara pembuatan
sale pisang adalah pisang yang telah matang dikupas dan dikerok. Untuk langkah
selanjutnya terdapat dua perlakuan berbeda yaitu dapat dilakukan pengasapan
dengan belerang 1g/kg dalam lemari pengasap atau dilakukan pencelupan ke dalam
larutan bisulfit 1% selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pengeringan. Pengeringan
dapat dilakukan menggunakan dua perlakuan yaitu penjemuran dan menggunakan
alat pengering. Namun sebaiknya menggunakan alat pengering agar berlangsung
lebih cepat, produk bersih, tidak tergantung pada sinar matahari sehingga produksi
dapat dilakukan secara terus-menerus. Selanjutnya dilakukan pemipihan secara
bertahap untuk meberi bentuk pipih pada sale dan mempercepat pengeringan. Lalu
proses pengeringan dihentikan bila kadar air mencapai 15-20%. Setelah itu
dilakukan pengemasan.
4. Dodol Pisang
Pembuatan dodol pisang dilakukan untuk memperpanjang daya simpan,
meningkatkan nilai ekonomis produk pertanian serta penganekaragaman pangan.
Untuk membuat dodol pisang, pisang yang digunakan harus yang matang penuh.
Semua jenis pisang dapat diolah menjadi dodol pisang, tetapi yang paling enak
adalah dodol yang diolah dari pisang Ambon karena memiliki rasa enak dan
aromanya kuat. Bahan yang digunakan untuk membuat dodol pisang adalah 1,5 kg
pisang matang, gula merah 1 kg, tepung ketan 250 g, santan kental 1 liter, dan

garam 10 g. pemasakan dodol sebaiknya dilakukan menggunakan api sedang dan


dilakukan pengadukan terus menerus (Prabawati dkk, 2008).
Menurut Prabawati dkk (2008) cara membuat dodol pisang adalah pisang yang
matang dicuci hingga bersih. Setelah itu, kupas pisang untuk memisahkan antara
daging dan kulit. Lalu dilakukan penghancuran hingga menjadi bubur buah.
Kemudian campur dengan santan, tepung, gula, dan garam. Lalu dilakukan
pemanasan dan dilakukan pengadukan terus-menerus hingga menjadi dodol. Tahap
terakhir adalah pembungkusan.
5. Jam Pisang-Coklat
Buah pisang matang dapat diolah menjadi jam pisang coklat untuk memenuhi
selera masyarakat modern. Pembuatan jam pisang coklat ini dengan adanya
penambahan coklat bubuk dan susu kental manis. Cara membuatnya dengan
mengukus buah pisang sebanyak 500 gram. Setelah itu dilakukan penghancurkan
dan penambahan gula pasir sebanyak 250 gram, coklat bubuk 50 gram, susu kental
manis 100 gram. Kemudian masak hingga matang. Agar jam pisang coklat awet
maka wadah yang digunakan harus disterilisasi lebih dahulu kemudian jam
dimasukkan dan dilanjutkan dengan pasteurisasi dengan pengukusan selama 20
menit (Prabawati dkk, 2008).
6. Es Krim Kulit Pisang
Kulit pisang yang biasanya dianggap sebagai limbah ternyata dapat
dimanfaatkan sebagai suatu makanan atau jajanan seperti es krim yang banyak
disukai oleh berbagai kalangan terutama anak-anak. Pembuatan es krim kulit pisang
dilakukan dengan menyiapkan bahan seperti kulit pisang dengan jenis pisang
apapun, namun lebih baik jika menggunakan kulit pisang jenis kapok, tepung es
krim, coklat bubuk, susu dan air secukupnya. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam pembuatan es krim kulit pisang yaitu pertama menyiapkan kulit pisang dan
dicuci bersih. Setelah dicuci, kulit pisang kemudian direbus bersama air rebusan
gula selama 15 menit agar rasa pahit pada kulit pisang menghilang. Lalu dilanjutkan
dengan penghalusan kulit pisang yang telah direbus dan dilakukan penyaringan
hingga mendapatkan ekstrak kulit pisang. Ekstrak yang didapatkan kemudian
ditambah tepung es krim, coklat bubuk dan susu sesuai selera. Setelah itu dilakukan

pengadukan (menggunakan mixer) selama 5 menit agar adonan mengembang. Dan


terakhir yaitu peletakan pada wadah dan penyimpanan dalam freezer kurang lebih
selama 8 jam hingga terbentuk es krim dari kulit pisang.

BAB 3. METODOLOGI SOSIALISASI


3.1 Waktu dan Tempat Sosialisasi
3.1.1 Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan sosialisasi Pangan Lokal dengan Tema Optimalisasi
Pisang Sebagai Pangan Alternatif Pengganti Karbohidrat adalah pada hari Sabtu, 5
Maret 2015 pukul 18.30 20.00 WIB.
3.1.2 Tempat Pelaksanaan Sosialisasi
Adapun Tempat pelaksanaan sosialisasi pangan lokal dengan Tema
Optimalisasi Pisang Sebagai Pangan Alternatif Pengganti Karbohidrat ialah di jalan
Mumbulsari No. 146, RT 03 RW 02 Desa Seputih Kecamatan Mayang, Jember.
3.1.3 Sasaran
Sasaran utama dari diadakannya sosialisasi pangan lokal adalah ibu-ibu
rumah tangga RT:03 RW:02 Mayang, Jember. Diharapkan ibu-ibu rumah tangga
tersebut bisa langsung mengaplikasikan materi sosialisasi.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan untuk melakukan sosialisasi terdiri dari peralatan
untuk pemberian materi dan peralatan yang digunakan untuk demo masak.
Peralatan untuk pemberian materi yaitu alat tulis, print out materi (resep olahan
pisang), dan poster. Kemudian peralatan yang digunakan untuk demo masak
(pembuatan Gethuk Pisang dan Es Krim Kulit Pisang) adalah baskom, mixer, piring,
gelas, cobek, ulekan, mangkok dan sendok.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah bahan untuk membuat Gethuk Pisang
dan Es Krim Kulit Pisang saat demo masak. Bahan-bahannya terdiri atas buah
ekstrak kulit pisang kepok, tepung es krim, coklat bubuk, gula Kristal putih, garam,
air, dan daging pisang kapok yang telah direbus.

3.3 Metode Sosialisasi

Metode sosialisasi yang diterapkan yaitu dengan menggunakan 2 tahapan


utama

dan

satu

tahapan

tambahan.

Secara

umum,

sosialisasi

dengan

menggunakan beberapa tahap tersebut antara lain:


3.3.1 Presentasi
Hal-hal yang akan dipresentasikan oleh penyaji antara lain yaitu perkenalan
penyaji terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai latar
belakang pelaksanaan sosialisasi yang mengangkat Tema Optimalisasi Pisang
Sebagai Pangan Alternatif Pengganti Karbohidrat. Selanjutnya pemberian materi
yang menjelaskan pengertian pangan lokal dan diversifikasi pangan. Setelah itu,
penyaji memberikan gambaran mengenai keunggulan komoditi buah pisang dan
manfaatnya sebagai pengganti karbohidrat seperti beras yang sebelumnya lebih
banyak dikonsumsi masyarakat pada umumnya. Dan materi terakhir ialah memberi
contoh pangan lokal yang ada di Indonesia, terutama aneka olahan dari pisang
misalnya Gethuk Pisang dan Es Krim Kulit Pisang.
3.3.2 Demo cara pembuatan Gethuk Pisang dan Es Krim Kulit Pisang
Demonstrasi ini dilakukan oleh penyaji materi sosialiasi

dengan

mempraktekkan cara pembuatan Gethuk Pisang dan Es Krim Kulit Pisang.


3.3.3 Hiburan
Pada akhir acara, ibu-ibu rumah tangga diberikan hiburan dengan diadakan
tanya jawab mengenai materi sosialisasi yang sebelumnya telah dipaparkan dan
pembagian hadiah bagi peserta sosialisasi yang mampu menjawab pertanyaan dari
pemateri. Dengan adanya sesi hiburan tersebut diharapkan agar ibu-ibu rumah
tangga tersebut mampu memahami lebih dalam dan menerapkan secara langsung
mengenai pangan lokal komoditi pisang dan proses pengolahan produk turunan dari
pisang.

Berikut ini adalah rundown acara sosialisasi yang dilaksanakan, sebagai


berikut :
No
.
1.
2.
3.

Waktu
18.30-18.35
18.35-18.50
18.50-19.20

Kegiatan
Pembukaan
Materi
Demo masak

4.
5.

19.20-19.55
19.55-20.00

Hiburan
Penutupan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pembukaan
Sosialisasi pangan lokal yang bertemakan Optimalisasi Pisang Sebagai
Pangan Alternatif Pengganti Karbohitrat telah diadakan di mushollah tepatnya di
Jalan Mumbulsari no 146 RT 03 RW 02 Desa Seputih kecamatan Mayang
Kabupaten Jember. Kegiatan ini berlangsung selama kurang lebih satu lebih tiga
puluh menit yaitu mulai pukul 18.30-20.00 WIB. Tujuan awal diadakan sosialisasi ini
adalah untuk lebih mengenal pangan lokal terutama pisang beserta olahan yang
beragam kepada masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga, sehingga diharapkan
penganekaragaman makanan dalam masyarakat semakin meningkat dan dapat
mengurangi konsumsi beras.
Sosialisasi diawali dengan pembukaan yang berisi salam, kata-kata
pembuka, dan perkenalan masing-masing anggota kelompok, asal fakultas serta
universitas yaitu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember kepada para ibuibu rumah tangga. Selanjutnya anggota kelompok meminta ijin untuk melakukan
sosialisasi dan menjelaskan tentang tujuan sosialisasi yang akan dilaksanakan. Ibuibu rumah tangga yang hadir dalam acara sosialisasi ini sebanyak 24 orang namun
tidak termasuk anak-anak yang ikut dibawa oleh para ibu-ibu.
4.2 Pemberian Materi
Materi yang diberikan meliputi pangan lokal, diversifikasi pangan dan
mengenai pisang. Pemberian materi dilakukan dengan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan terkadang menggunakan bahasa madura karena para ibu-ibu
rumah tangga di desa seputih tersebut sebagian besar menggunakan bahasa
madura dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, materi yang dipaparkan tidaklah
monoton karena pemberian materi diselingi interaksi dengan para ibu-ibu seperti
menanyakan makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh ibu-ibu. Dari jawaban
warga didapati bahwa makanan pokok mereka adalah beras dan menyantap nasi
setiap hari. Mereka mengkonsumsi pangan lokal lain seperti pisang dan singkong
apabila ada suatu kegiatan atau acara besar saja, sehingga konsumsi para ibu-ibu
terhadap pangan lokal terbilang rendah. Bagi mereka pangan lokal seperti pisang

yang mereka makan hanya sekedar camilan (kue/jajanan) dan tidak sebagai
pengganti makanan pokok. Oleh sebab itu, pemateri menjelaskan kepada para
peserta sosialisasi bahwa sumber karbohidrat tidak hanya berasal dari beras saja
melainkan bisa berasal dari berbagai pangan lokal lain dan salah satunya adalah
pisang. Selain itu pemateri melakukan interaksi kepada para ibu-ibu dengan
memberikan gambar jenis-jenis pisang serta produk olahan pangan dari pisang yang
selanjutnya diharapkan ibu-ibu mampu menebak gambar tersebut sehingga
pemberian materi mengenai pisang lebih dipahami dan mudah diingat oleh peserta
sosialisasi.
4.3 Demo Masak
Acara

selanjutnya

adalah

demo

masak

yang

dilakukan

dengan

mempraktekkan cara pembuatan gethuk pisang dan es krim kulit pisang. Demo
masak dilakukan oleh anggota kelompok dan salah satu dari peserta sosialisasi turut
membantu dalam membuat kedua olahan pangan dari pisang tersebut. Selama
demo masak berlangsung, terjadi sedikit kendala yaitu peserta sosialisasi (ibu-ibu
rumah tangga) bersamaan mninggalkan acara dikarenakan adanya berita duka dari
salah satu warga sekitar yang meninggal dunia sehingga dari 24 orang peserta yang
hadir sebelumnya, hanya tersisa 14 orang yang berlanjut sampai akhir acara.
Namun untuk proses demo masak cukup berjalan lancar dan selama acara
berlangsung para ibu rumah tangga juga mengajukan beberapa pertanyaan seperti
tempat membeli bahan-bahan yang digunakan dan jenis bahan-bahan lain yang
dapat digunakan selain bahan yang disebutkan oleh pelaksana demo masak. Demo
masak yang dilakukan ialah menerangkan dan mempraktekkan cara pembuatan
gethuk pisang dan es krim kulit pisang.
4.3.1 Cara pembuatan gethuk pisang
Bahan yang dibutuhkan adalah 1 kilogram pisang kepok atau pisang raja
nangka yang dicuci bersih dan direbus hingga matang, gula pasir sebanyak 500
gram, satu sendok teh garam halus, daun pisang dan lidi secukupnya. Untuk
pembuatan gethuk pisang yang petama adalah penghalusan buah pisang yang
sudah direbus lalu penambahan gula dan garam hingga merata. Untuk

mendapatkan adonan yang padat dapat dilakukan pendinginan dengan cara


pendiaman adonan. Setelah dingin dilakukan pembungkusan adonan dengan
menggunakan daun pisang yang dibentuk menyerupai tabung silinder dengan kedua
ujung disematkan lidi. Tahapan terahkir yaitu pengukusan adonan yang telah di
bungkus selama 30 menit hingga warna daun dan adonan berubah warna.
4.3.2 Cara pembuatan es krim kulit pisang
Bahan yang digunakan untuk pembuatan es krim kulit pisang yaitu kulit pisang
yang telah dipisahkan dari buah pisang. Dalam sosialisasi ini kulit pisang yang
digunakan adalah kulit pisang dari proses pembuatan gethuk pisang, tepung es krim,
coklat bubuk, susu, dan chocochips. Eskrim kulit pisang ini memanfaatkan ekstrak
kulit pisang yang didapat dari penghancuran kulit pisang yang sebelumnya direbus
dan di ambil sarinya. Kemudian dilakukan pencampuran ekstrak kulit pisang dan
tepung es krim dengan perbandingan 1:150 cc ekstrak kulit pisang. Sebagai
pembetuk flavor dilakukan penambahan susu, bubuk coklat dan chocochips.
Kemudian dilakukan pengadukan dengan menggunakan mixer selama kurang lebih
5 menit dan penuangan kedalam wadah. Tahapan terakhir yaitu pendinginan yang
dilakukan dengan memasukan adonan kedalam kulkas selama lebih dari 8 jam.
4.4 Pembagian Doorprize, Pengisian Kuisioner dan Foto Bersama
Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan hadiah (Doorprize) kepada peserta
sosialisasi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi sosialisasi yang telah
dijelaskan sebelumnya dan peserta yang mampu menjawab dapat diberikan hadiah.
Setelah pembagian doorprize atau sesi hiburan, masing-masing peserta diberi
kuisioner yang didalamnya berisi tentang kesan mengenai adanya kegiatan
sosialisasi serta mengetahui tentang pemahaman peserta akan materi yang telah
disampaikan. Berdasarkan hasil dari pengisian kuisioner, diketahui bahwa dari
seluruh peserta sosialisasi sebanyak 14 orang mengatakan kegiatan sosialisasi
yang dilaksanakan sangat menyenangkan dan materi yang disampaikan telah
mampu dipahami dengan baik oleh peserta. Namun dari 14 orang peserta
sosialisasi, hanya 1 orang yang pernah mengikuti acara sosialisasi sebelumnya,
selebihnya peserta tidak pernah mengikuti kegiatan sosialisasi apapun. Untuk acara

terakhir ialah foto bersama sembari menyantap gethuk pisang dan es krim kulit
pisang yang disediakan sebelumnya.
4.5 Penutupan
Penutupan acara dilakukan dengan cara mengucapkan terima kasih dan
meminta maaf kepada para peserta sosialisasi apabila ada kekurangan dari
pemateri selama berlangsungnya acara sosialisasi. Kemudian para peserta
berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing setelah dilakukan foto bersama
dengan peserta sosialisasi.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sosialisasi dengan tema
Optimalisasi Pisang Sebagai Pangan Alternatif Pengganti Karbohidrat adalah
sebagai berikut :
1. Pangan lokal merupakan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat
sesuai dengan potensi dan kearifan lokal
2. diversifikasi atau penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan
ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan
berbasis pada potensi sumber daya lokal
3. Pisang merupakan komoditi dengan

produktivitas

yang

tinggi

namun

pemanfaatan sebagai pangan lokal sangat terbatas


4. Adanya berbagai macam olahan pisang dapat meningkatkan konsumsi pangan
lokal antara lain gethuk pisang, es krim kulit pisang, sale pisang, selai pisang
dan lain sebagainya
5. Pembuatan berbagai macam olahan pisang dapat meningkatkan daya jual dan
daya pakai pisang.
5.2 Saran
Pelaksana kegiatan sosialisasi memberikan saran kepada ibu-ibu peserta
sosialisasi

agar

mampu

menerapkan

materi

yang

telah

diberikan

meningakatkan kecintaannya terhadap pangan lokal terutama pisang.

Daftar Pustaka

serta

Asni, N dan Novalinda, D. 2013. Teknologi Pengolahan Pangan Lokal. Jambi: Balai
pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Atun, S. A., Handayani, R., Rudyansah, S., dan Garson, M. 2007. Identifikasi dan Uji
Aktivitas Antioksidan Senyawa Kimia dari Ekstrak Metanol Kulit Buah Pisang
(Musa Paradisiaca Linn.). Indo J. Chem 7 (1): 83-87.
Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian RI. 2012. Roadmap Diversifikasi
Pangan Tahun 2011-2015. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Dewan Ketahanan Pangan. 2012 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2003. Vademekum Pisang. Jakarta:
Direktorat Tanaman Buah.
Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan
Daerah. Prosiding Seminar Nasional 2010. Peran Kemanan Pangan produk
Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju
Inflasi Purwokerto 8-9 Oktober 2010.
Hariyadi, P. 2011. Riset dan Teknologi Pendukung Peningkatan Kedaulatan Pangan.
Jurnal Diplomasi Pusdiklat Kementrian Luar Negeri Vol 3 No. 3.
Kaleka, N. 2013. Pisang-Pisang Komersial. Surakarta: Areita.
Mercy, Corps. 2007. Healty Starts Project Developing a Model to Improve Breast
Feeding in Indonesia 3rd Annual Report. Jakarta: Mercy Corps.
Prabawati, S., Suyanti., dan Setyabudi, D. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik
Pengolahan Buah Pisang. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Satuhu S, Supriyadi A. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.


Jakarta: Penebar Swadaya.
Susanti, A. 2014. Outlook Komoditi Pisang. Jakarta: Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian Sekertariat Jendral Kementerian Pertanian.
Yuliatmoko, W. dan Artama, T. 2010. Peran Fmipa Universitas Terbuka Dalam Difusi
Inovasi Teknologi Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar
Nasional FMIPA Universitas Terbuka., 2010. Perspektif STS (Science,
Technology, and Society) dalam Aktualitasi Pembangunan Berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai