Anda di halaman 1dari 5

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari hewan.
Terdapat beberapa jenis daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia yaitu
daging ayam, sapi, domba, kambing dan babi. Menurut Lawri (2003), produksi
ayam, sapi, domba, kambing dan babi di Indonesia pada tahun 1999 secara
berturut-turut 682.000 ton, 354.000 ton, 37.000 ton, 47.000 ton dan
138.000 ton.
Jumlah produksi yang tinggi tersebut tidak sesuai dengan jumlah
pemanfaatan dalam bentuk produk. Sebagian besar produk yang dihasilkan berupa
lauk pauk. Hal ini tidak sejalan dengan kandungan gizi tinggi yang terdapat pada
daging. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemanfaatan jenis sumber daya
hewani ini. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan menggunakan daging
sebagai bahan dalam pembuatan cilok.
Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat yang berasal dari
kata aci dicolok. Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat dengan
bahan utama berupa kanji. Penggunaan bahan berupa kanji menyebabkan
kandungan gizi yang dimiliki oleh bahan rendah sehingga diperlukan adanya
diversisifikasi. Peningkatan gizi dapat dilakukan dengan penambahan bahanbahan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi misalnya daging ayam dan
daging sapi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah;
1. Untuk mengetahui pengaruh jenis daging yang digunakan terhadap sifat
fisik dan organoleptik cilok,
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis tepung yang digunakan terhadap cilok
yang dihasilkan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian, Fungsi dan Kandungan Bahan
2.1.1 Terigu
Terigu berasal bahasa postugis yaitu trigo yang berarti gandum, terigu
merupakan bubuk halus yang berasal dari biji gandum. Jenis tepung ini memiliki
kandungan pati dan protein dalam bentuk gluten. Kedua jenis senyawa tersebut
memiliki peranan sebagai pembentuk kekenyalan pada makanan (Salam, dkk.,
2012).
Kualitas terigu dapat ditentukan dari komposisi kimia yang terdapat
didalamnya. Adapun komposisi kimia pada tepung terigu dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Komposisi kimia terigu dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
kalori (Kal) 365
protein (g) 8,9
lemak (g) 1,3
karbohidrat (g) 77,3
kalsium (mg) 16
fosfor (mg) 106
besi (mg) 1,2
vit. B1(mg) 0,12
air (g) 12
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)

2.1.2 Tapioka
Tapioka merupakan pati yang berasal dari hasil ekstaksi singkong. Jenis
singkong yang digunakan adalah singkong yang berusia 18-20 bulan (Grace, 1977
dalam Rahman, 2011). Bahan ini dapat digunakan sebagai bahan pengikat adonan
(Astawan, 2003).
Kualitas terigu dapat ditentukan dari komposisi kimia yang terdapat
didalamnya. Adapun komposisi kimia pada tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tapioka dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlah
kalori (kkal) 362
protein (g) 0,5
lemak (g) 0,3
karbohidrat (g) 86,9
kalsium (mg) 0,5
fosfor (mg) 0,3
serat (%) 0,2
vitamin B1 (mg) 0,07
air (g) 12
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1996
2.1.3 Daging sapi
Menurut Astawan (2004), daging adalah sekumpulan otot yang melekat
pada bagian kerangka. Daging merupakan jaringan hewan dan produk hasil
pengolahan jaringan yang sesuai serta dapat dimakan dengan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi (Soeparno,1998). Terdapat
beberapa jenis daging yaitu daging ayam, sapi dll.
Daging sapi merupakan jenis daging yang berwarna merah yang memiliki
kandungan protein tiggi. Pada pembuatan cilok daging sapi berfungsi sebagai
sumber protein. Adapun komposisi kimia pada daging sapi dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia pada daging sapi dalam 100 gram
Komposisi Jumlah
air (g) 66
protein (g) 18,8
energi (kal) 207
lemak (g) 14
kalsium (mg) 11
besi (mg) 2,8
vitamin a (SI) 30
2.1.4 Daging Ayam
Menurut Astawan (2004), daging adalah sekumpulan otot yang melekat
pada bagian kerangka. Daging merupakan jaringan hewan dan produk hasil
pengolahan jaringan yang sesuai serta dapat dimakan dengan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi (Soeparno, 1998 dalam Dalilah,
2006). Terdapat beberapa jenis daging yaitu daging ayam, sapi dll.
Daging ayam merupakan salah satu produk yang memiliki kandungan
protein tinggi (Astawan dan Mita 1998). Pada pembuatan cilok daging ayam
berfungsi sebagai sumber protein. Adapun kandungan kimia daging ayam dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia daging ayam dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlah

kalori (kal) 302


protein (g) 18,2
lemak (g) 25
kalsium (mg) 14
fosfor (mg) 400
besi (mg) 1,5
nilai Vit. A (SI) 820
vitamin B1 (mg) 0,08
air (g) 55,9
bdd (%) 58
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996
2.1.5 Bawang putih
Bawang putih merupakan salah datu jenis umbi lapis yang dapat digunakan
sebagai bumbu masak. Penggunaan bahan tersebut sebagai bumbu masak adalah
sebagai pemberi aroma pada produk (Vincent dan Yamaguchi, 1997). Bawang
putih memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan yang berfungsi
sebagai antibakteri, antibiotic, merangsang pertumbuhan sel tubuh (Vincent dan
Yamaguchi, 1997). Adapun kandungan gizi bawang putih dapat dilihat pada
Tabel 4.
dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina.
Penggunaan merica pada masakan adalah sebagai penyedapa masakan dan
meningkatkan daya simpan (Rismunandar, 1993).
2.1.8 Garam
Garam merupakan padatan yang berbentuk kristal dan memiliki sifat
higroskopis (Burhanuddin, 2001). Penggunaan garam dalam bahan pangan adalah
memperbaiki citarasa, pengikat air, pengawet dan menghambat pertumbuhan
mikroba (Eddy dan Lilik, 2007; Suyanti, 2008).
2.2 Teknologi Pengolahan
Prinsip pengolahan cilok pada dasarnya sama dengan proses pengolahan
bakso. Adapun beberapa tahap pengolahan adalah;
a. Pencucian
b. Penggilingan
c. Pengulenan
Proses pengulenan dilakukan untuk menghomogenkan adonan dan bumbu.
d. Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan pembentukan cilok menjadi bulat kecil.
e. Perebusan
Perebusan dilakukan selama 5 menit, proses ini bertujuan untuk
melunakkan dan mengenyalkan tekstur cilok.
2.3 Reaksi pada Setiap Tahap
2.3.1 Penambahan air panas
Pada tahapan penambahan air dan campuran adonan mengalami hidrasi.
Selain itu, pada tahap pengadukan menyebabkan ikatan yang memanjang dan
mampu mengikat air serta udara (Winarno, 1995). Kapasitas hidrasi menunjukkan
jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Sifat demikian memberi pengaruh
besar terhadap sifat adonan yang terbentuk (Sutardi dan Supriyanto, 1996)
Penambahan air panas dalam pembuatan adonan juga menyebabkan
terjadinya proses pragelatinisasi. Tahapan ini dapat terjadi karena pemanasan
yang berasal dari air panas yang ditambahkan (Naivikul, 2006).
2.3.2 Perebusan

Perebusan dilakukan dengan menggunakan pemanasan (heating processes)


dengan suhu tinggi dan penambahan air. perebusan menyebabkan interaksi antara
air dan pati yang terdapat pada bahan sehingga menyebabkan gelatinisasi pati.
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati sehingga tidak dapat
kembali pada kondisi awal (Winarno, 2004).
Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus
reaktif yang terdapat pada rantai polipeptida. Kemudian terjadi pengikatan
kembali pada gugus reaktif yang sama. Semakin banyak jumlah ikatan yang
terbentuk maka protein tidak dapat terdispersi sebagai koloid sehingga
menyebabkan koagulasi. Ikatan reaktif protein yang menahan cairan akan
menyebabkan pembentukan gel. Namun, apabila cairan dan protein yang
terkoagulasi terpisah maka akan terbentuk endapan (Winarno, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Afiati, Fifi. 2009. Pilih-pilih Daging ASUH. BioTrends. Vol. 4 (1): 21.
Astawan M. dan Mita W. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
Astawan, M. 2003. Pembuatan Mie Bihun. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga
Serangkai.
Astuti, E. F. 2009. Pengaruh Jenis Tepung dan Cara Pemasakan terhadap Mutu
Bakso dari Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Burhanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa.
Jakarta: Depkes.
Eddy, S., dan Lilik, N., 2007. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
Montolalu, S., N. Lontann., A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu
Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar.
Jurnal Zootek. Vol. 32 (5): 7.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging.
Ebookpangan.com.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: UIPress.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminudin Parakkasi. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Naivikul, M. 2006. Characterization of Pregelatinized and Hot Moisture Treated
Rice Flour. Thailand: Kasertsart Journal International Science.
Rahman, A. M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung
Tapioka dan MOCAL (Modified Cassava Flour) sebagai Penyalut
Kacang Pada Produk Kacang Salut. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rismunudar, 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Salam, A.R., Haryotejo, B., Mahatama, E., dan Fakhrudin, U. (2012). Kajian
Dampak Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Berbasis SNI. Jurnal
Standardisasi BSN. (14): 117-130.
Soeparno. 1998. Ilmu Dan Teknologi Daging. Cetakan ke 3. Yogyakarta: Gadjah
mada university.
Sutardi dan Supriyanto., 1996. Sifat Tepung Sukun dan Kesesuaiannya untuk
Diolah Menjadi Berbagai Produk Olahan Makanan Kecil. Jakarta:
Majalah Pangan No.2 Vol. VII.

Sutarno dan Agus Handoko. 2005. Budi daya Lada Si Raja Rempah-rampah.
Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Suyanti,. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas dari Pengawet. Jakarta:
Penebar Swadaya.
USDA. 2003. National Nutrient Database for Standard Reference.
http://www.personalhealthzone.com/nutrients/vegetables/lettuce.html.
diakses 2 Juni 2015.
Vincent, E. dan M. Yamaguchi ,.1997. Sayuran Dunia Edisi Pertama. Bandung:
ITB Press.
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai