Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PRINSIP PROSES PENGOLAHAN PANGAN


PRINSIP PROSES PENGOLAHAN NUGGET AYAM

Dosen Pengampu : 1. Ir.Surhaini, M.P


2. Ir. Indriyani, M.P
3. Ika Gusriani, S.TP., M.P

Asisten Dosen : 1. Novita Sari (J1A1160)


2. Steven Wellynton (J1A1160)

Disusun oleh
Nia Devita Sari
J1A117092
R002/SHIFT 2
Kelompok 3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada
konsumsi peningkatan konsumsi bahan pangan, salah satunya bidang peternakan
(dagingm telur, susu). Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran akan
pemenuhan zat gizi khususna protein hewani juga turut meningkatkan angka
permintaan produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
karena mempunyai rasa yang enak dan kandungan zat gizi yang tinggi. Salah satu
daging yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu daging ayam.
Berbagai produk olahan daging antara lain bakso, sosis, dendeng, nugget dan
lain-lain. Bahan pangan hewani memiliki karakteristok yang membedakan dengan
bahan pangan nabati. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh
lebih pendek daripada bahan pangan nabati apabila dalam keadaan segar(kecuali
telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani
dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan
kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan
lembek sehingga mudah terpenetrasu oleh faktor tekanan dari luar. Karakteristik
masing-masing bahan pangan sangat spesifi sehingga tidak bisa digeneralisasi.
Nugget ayam tergolong dalam produk makanan beku siap saji yang cukup
populer, namun nugget ayam memiliki cita rasa yang kurang gurih. Kekurangan
cita rasa nugget ayam dapat diperbaiki dengan mensubsitusi daging ayam. Ayam
memiliki rasa yang gurih karena ayam kaya akan berbagai jenis asam amino,
terutama asam glutamat dan asam aspartat sebesar 3.264 mg dan 1.769 mg per
100 gram bahan (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996). Asam
glutamat dan asam aspartat berperan sebagai senyawa penyumbang rasa umami,
sehingga cita rasa nugget yang dihasilkan akan lebih gurih (Ensyclopedia of
Amino Acids, 2003). Pensubsitusian daging ayam akan memberikan perbaikan
dari segi cita rasa dengan memanfaatkan bahan pangan alami dibandingkan
dengan bahan aditif seperti MSG (Monosodium Glutamat).
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menjelaskan prosedur dan
metode pembuatan nugget, mengetahui peran masing-masing bahan dalam
proses pembuatan nugget serta mengetahui mutu nugget yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nugget
Nugget merupakan produk restructured meat yaitu teknik pengolahan daging
yang menggunakan potongan daging dengan ukuran yang relatif kecil dan tidak
beraturan (cacahan), kemudian disatukan kembali menjadi ukuran yang lebih
besar (Amertaningtyas, 2000).
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging
giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak
membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan
diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan
dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Astawan,
2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu
produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked),
kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku siap saji ini hanya
memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur
nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).
2.2 Nugget Ayam
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), nugget ayam adalah produk
olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling
yang diberi pelapis, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia
dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut
Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi
kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi
aroma, rasa, dan tekstur.
2.3 Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai
oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan,
pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-
frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai
berikut :
1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tanoto, 1994). Pendinginan ini
bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses
penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air
yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging
keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan
temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi
dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan
sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati
yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan
granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula
(Winarno, 1997).
3. Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang
terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk
mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading)
merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan
beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk
melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk
dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat
produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang
pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam
pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak
mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak
berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan
tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang
dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng
mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton,
yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau
penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein.
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses
aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk
menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut
dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan
awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk
setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta
berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal dilakukan
dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang.
Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang.
Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu
untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan
karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau
tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin
et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan
panas dan massa.
2.4 Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada
waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung
dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat
terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan
tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan
(Afrisanti, 2010).
2.5 Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan
pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno
(1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi
amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam
pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang
elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan
pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti,
2010).
2.6 Bahan Tambahan
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001).
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,
bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan
makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan
pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi
asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari
berat daging yang digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat
mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang
berlebihan (Buckle et al, 1987).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami
yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan
serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat 10 fungistotik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.
Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh
adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan
dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 10 Mei 2019 pukul 08.00
WIB hingga pukul 10.00 WIB di Laboratorium Pengolahan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Jambi.

3.2 Alat dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah blender (food
processor), parutan keju, sendok, piring, loyang, panic pengukus, kain, pisau,
kuali, spatula, kompor. Bahan-bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah
dada ayam (tanpa tulang), roti tawar (tanpa pinggiran), telur ayam, keju, bawang
bombay, putih telur, tepung panir, bawang putih, merica, garam, dan minyak
sayur.

3.3 Prosedur Kerja


Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya 300 gram dada
ayam cincang dimasukkan ke dalam blender dan ditambahakan dengan dua butir
telur ayam, kemudian diblender hingga halus. Setelah itu tuang adonan dada ayam
ke dalam loyang yang telah diolesi dengan minyak sayur. Selanjutnya dengan
blender yang sama dimasukkan dua lembar roti tawar yang telah disobek menjadi
kecil-kecil, keju parut, garam, merica, satu butir telur ayam, bawang bombay dan
bawang putih (telah halus), kemudian diblender hingga halus. Dituangkan adonan
roti yang telah halus ke dalam loyang yang sama, adonan diaduk hingga
tercampur merata dan diratakan dengan menggunakan sendok agar ketebalan
adonan rata. Langkah berikutnya loyang dimasukkan ke dalam panic pengukus
yang telah diisi dengan air sebelumnya, dialaskan kain pada penutup panci agar
uap air tidak menetes pada adonan. Adonan dikukus hingga matang, setelah
matang diangkat dan didinginkan. Selanjutnya adonan dipotong kotak, lalu
dilumuri dengan tepung panir, dicelup dengan putih telur dan dilumuri kembali
dengan tepung panir. Adonan digoreng dalam minyak panas hingga kuning
keemasan (kering), diangkat dan ditiriskan. Nugget ayam siap untuk disajikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Parameter
Kelompok Perlakuan
Warna Aroma Tekstur Rasa
300 gram dada ayam + 1
1 butir telur ayam + 1 lembar 3 4 2 4
roti tawar
300 gram dada ayam + 2
2 butir telur ayam + 3 lembar 3 2 3 3
roti tawar
300 gram dada ayam + 1
3 butir telur ayam + 2 lembar 2 4 2 3
roti tawar
300 gram dada ayam + 2
4 butir telur ayam + 4 lembar 4 3 4 3
roti tawar
Keterangan :
5 : sangat suka
4 : suka
3 : biasa
2: kurang suka
1 : tidak suka

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan nugget untuk mengetahui
prinsip proses pembuatannya dengan perlakuan yang berbeda-beda. Perlakuan
pertama 300 gram dada ayam + 1 butir telur ayam + 1 lembar roti tawar.
Perlakuan kedua 300 gram dada ayam + 2 butir telur ayam + 3 lembar roti tawar.
Perlakuan ketiga 300 gram dada ayam + 1 butir telur ayam + 2 lembar roti tawar.
Sedangkan perlakuan keempat 300 gram dada ayam + 2 butir telur ayam + 4
lembar roti tawar. Kemudia nugget digoreng dalam minyak panas.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada uji intensitas


sensorik  terhadap warna. Warna yang terlihat setelah melakukan penggorengan
dengan tepung roti pada perlakuan pertama biasa, perlakuan kedua biasa,
perlakuan ketiga kurang suka, dan perlakuan keempat suka. Warna ini terbentuk
disebabkan karena proses penggorengan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartika
(1988) yang mengatakan bahwa warna nugget dipengaruhi oleh proses
penggorengan dan tepung roti yang digunakan untuk melapisi adonan. Proses
penggorengan menyebabkan warna produk berubah menjadi kuning kecokelatan
hingga cokelat. Penggunaan tepung roti sebagai pelapis produk bertujuan agar
tekstur dan kerenyahan produk sesuai dengan yang diinginkan.
Pada uji intensitas sensorik terhadap aroma menunujukkan perlakuan
pertama suka, perlakuan kedua kurang suka, perlakuan ketiga suka, dan perlakuan
keempat biasa. Hal ini menunjukkan bahwa dari kuantitas bahan yang sama yakni,
300 gram daging ayam didapatkan hasil uji yang berbeda beda. Artinya bahwa uji
secara aroma ini sangat subjektif karena ada yang suka dengan bau khas daging
ayam ada yang tidak terlalu suka. Aroma yang timbul normal yaitu khas daging
ayam.
Pada uji intensitas sensorik terhadap tekstur menunjukkan perlakuan
pertama kurang suka, perlakuan kedua biasa, perlakuan ketiga kurang suka,
perlakuan keempat suka. Hal ini disebabkan karena berbedanya jumlah roti tawar
yang ditambahkan ke dalam adonan pada masing-masing perlakuan. Menurut
Hendronoto (2009), bahwa tekstur pada nugget secara keseluruhan meliputi aspek
diantaranya mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam nugget, mudah
atau tidaknya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, dan jumlah
residu yang tertinggal setelah dikunyah.
Tekstur pada chicken nugget dipengaruhi bahan pengikat yang digunakan
atau dalam hal ini roti tawar yang berfungsi memperbaiki stabilitas emulsi,
menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang,
meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air
dalam adonan.
Penggunaan telur ayam selain sebagai emulsifier, bersama dengan tepung
roti juga memberikan tekstur pada chiken nugget. Hal ini karena adonan dilapisi
dengan telur dan tepung roti. Tujuannya dilakukannya pelapisan adalah untuk
menghasilkan nugget dengan kenampakan yang menarik, bertekstur agak kasar
dan crispy.
Pada uji sensorik terakhir, dengan skala intensitas sensorik terhadap rasa
menunjukkan perlakuan pertama suka, perlakuan kedua, ketiga dan keempat
biasa. Hal ini dikarenakan penambahan garam pada proses pengolahan adonan.
Dimana garam ini berfungsi untuk memberikan cita rasa. Garam pada umumnya
digunakan untuk memantapkan rasa dalam pembuatan makanan termasuk dalam
pembuatan nugget, fungsi garam adalah memberi rasa gurih pada nugget.
Pernyataan tersebut juga sependapat dengan  Lisdiana (1999) yang mengatakan
bahwa garam berfungsi sebagai pengawet dan perangsang cita rasa pada produk,
dimana sebaiknya dipilih yang murni atau minimum 99%, karena bila mutu garam
dibawah 99% akan mengurangi kecepatan garam masuk kedalam jaringan bahan
dan dapat menurunkan kualitas warna, rupa dan tekstur produk. Bumbu-bumbu
berupa lada dan bawang putih selain memberikan bau dan rasa yang khas, juga
mampu memperpanjang umur simpan serta meningkatkan flavor spesifik pada
produk akhir.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah proses pembuatan
nugget meliputi penggilingan daging ayam, pencampuran bumbu, pencetakan,
pengukusan, pengirisan, pelumuran tepung roti, dan penggorengan. Sedangkan
penggunaan bahan telur yakni sebagai emulsifier atau bahan pengikat dan pemberi
tekstur bersama dengan tepung roti dan roti tawar sebagai bahan pengisi. Produk
dengan warna cokelat (brown), rasa daging yang khas, serta tekstur yang agak
kasar adalah kriteria nugget dengan nilai penerimaan yang tinggi.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah praktikan menyiapkan bahan
sedemikian rupa sebelum hari pelaksanaan praktikum sehingga saat praktikum
tidak harus mencari bahan yang masih kurang.
DAFTAR PUSTAKA
.
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging
Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi
Peternakan. Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Amertaningtyas. 2003. Peran Bawang Putih (Alliumsativum) dalam


Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging.  Bagian Ilmu
Kedokteran Dasar Veteriner, Fakkultas Kedokteran Hewan,
Universitas Airlangga : Surabaya

Astawan, M. 2007. Sehat Dengan Makanan Berkhasiat. Buku Kompas. Jakarta

Aswar. 2005. Pembuatan FishNugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis


Sp).Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor : Bogor.

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta


: Badan Standardisasi Nasional.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan


Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget
Ikan Sapu – Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd


ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England. Terjemahan Ristanto.W
dan Agus Purnomo.

Hendronoto, A. 2009. Pengaruh penggunaan berbagai tingkat persentase pati


ganyong (Canna edulis Ker) terhadap sifat fisik dan akseptabilitas
nugget ayam. Seminar Nasional Pengembangan Sumberdaya Lokal
untuk Kemandirian Pangan Asal Hewan. Fakultas Peternakan
Universita Padjajaran, Jawa Barat. ISBN : 978-602-95808-0-8.

Jamaluddin, Budi R, Pudji H dan Rochmadi. 2008. Model Matematik


Perpindahan Panas dan Massa Proses Penggorengan Buah pada
Keadaan Hampa. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Kartika. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta. UDM

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan


ke VI. 2001. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Lisdiana. 1999. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya. Wardiyanta, M. 2006. Metode Penelitian Pariwisata.

Palungkun, R., A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.

Rahayu, R.Y. 2007. Komposisi Kimia Rabbit Nugget dengan Komposisi Filler
Tepung Tapioka yang Berbeda. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada .

Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tata Niaganya. Penerbit Penebar


Swadaya, Jakarta.

Tanoto, E. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor : Bogor

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka


Utama.
LAMPIRAN

Gambar 1. Hasil parutan gambar 2. Penimbangan gambar 3. Penimbangan

keju 300 gr daging 50 gr bawang bombai.

Gambar 4. Proses pencam- Gambar 5. Proses penam- Gambar 6. Proses


puran bahan. bahan telur. blenderan.

Gambar 7. Proses pe- Gambar 8. Proses pe- Gambar 9. Proses pe-

ngolesan telur. ngolesan tepung panir. nggorengan nugget.

Anda mungkin juga menyukai