Anda di halaman 1dari 10

Soal logbook acara 1 kamaboko :

1. Apa yang dimaksud curdlan dan jelaskan fungsinya

Curdlan adalah homopolisakarida yang dihasilkan dari Alcaligenes faecalis


var. myxogenesyang komposisinya merupakan rantai glukosa dengan ikatan
(1,3)-D-glukosa. Pullulans adalah EPS dari Aurebasidium pullulan berupa
ikatan linier (1-6) maltotriosil (Malaka, 1997; Malaka, 2005).Senyawa ini
memiliki fungsi utama sebagai bahan pemantap, penstabil, pengemulsi,
pengental, pengisi, pembuat gel dan lain-lain. Hal inilah yang menyebabkan
agar banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri pangan maupun non-pangan
(Widyastuti, 2009).

Wiraswanti I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan


Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu
Dingin dan Beku. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Institut
Pertanian Bogor.
Malaka, R. 2005. Produksi Polisakarida Ekstraselular dari Lactobacillus
bulgaricus (Starter Kultur Susu Fermentasi) dan Aplikasinya pada Produk Ikan
dan Daging. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Makassar.

2. Jelaskan syarat ikan yang digunakan dalam pembuatan kamaboko


Biasanya dalam pembuatan kamaboko menggunakan surimi dari jenis ikan berdaging
putih dan berprotein tinggi, sedangkan bahan tambahan (pengisi) untuk memperkuat
ashi yang sering digunakan adalah pati singkong (tapioka), pati kentang, terigu, dan
jagung (Suzuki 1981; Park 2005; Mao et al. 2006).

3. Jelaskan cara membuat kamboko (teori)


Secara teknis, kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan utama dengan
penambahan bahan-bahan, seperti pati, gula, garam dan sodium glutamat. Proses
pembuatan kamaboko pada prinsipnya melalui tahap-tahap penggilingan daging ikan,
pencucian, pembuatan adonan, pencetakan dan pemanasan (pemasakan). Daging
ikan didinginkan sebagai sumber protein aktomiosin (miofibril). Selama penanganan,
pengilingan dan pembentukan emulsi aktomiosin tidak boleh mengalami denaturasi.
Oleh karena itu selama proses tersebut suhu daging dipertahankan dibawah 15 OC.
Pencucian daging ikan dilakukan untuk memisahkan kotoran, lemak, darah,
lendir.protein larut air dan komponen flavor. Pencucian harus dilakukan berkalikali
dengan menggunakan air dingin (air es) dalam jumlah banyak. Untuk menghindari
pengembangan daging ikan karena menyerap air, maka sebaiknya digunakan air
pencuci dengan pH 6-7 dan pada pencucian terakhir digunakan larutan NaCl 0,01 -
0,3 persen. Pada pembuatan adonan (emulsi) ditambahkan garam dapur, pati dan
bumbubumbu. Pada saat pernanasan, adonan (sol aktomiosin) akan berubah
membentuk gel "suwari". Selanjutnya pada suhu sekitar 60 C terjadi pelunakan gel
(madori) pada suhu diatas 70C terbentul gel kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis.
Pemanasan dapat dilakukan dengan perebusan, pengukusan, penggorengan atau
pemanggangan.

Soal logbook acara 2 furikake :


1. Jelaskan cara pembuatan furikake mnrt teori!
Semua bahan yang ingin dibuat furikake dihancurkan hingga agak
halus dan diberi bumbu. Setelah dikeringkan, isi lain (seperti nori, biji wijen, atau
sayur yangdikeringkan) ditambahkan ke dalam furikake sebagai
penyedap. Furikake segar (nama furikake) adalah variasi dari furikakeyang tidak
dikeringkan. Semua bahan-bahan hanya dicampur dan diaduk menjadi satu.
Bahan-bahan untuk furikake segar adalah ikan teri, serutan katsuobushi,
potongan kecil rumput laut, kombu, abon ikan atau makanan laut lain.

2. Sebutkan syarat ikan yg dapat digunakan utk furikake


Dibanding ikan lainnya, daging ikan salmon memang terasa sangat
lembut. Ini dikarenakan kandungan lemak tak jenuhnya (lemak Omega-
3) yang terdapat pada salmon cukup tinggi.

3. Jelaskan alasan penggunaan ikan tongkol sbg bahan baku furikake


Ikan tongkol memiliki kandungan protein yang tinggi dan juga sangat
kaya akan kandungan asam lemak omega-3. (Milo, et al., 2013).

Pertanyaan logbook acara 3 nugget


1. Jelaskan pengertian nugget menurut berbagai sumber (min 2)!
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling
yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung
berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget dikonsumsi setelah
proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et al, 2002).

Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk
yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian
dibekukan (Afrisanti, 2010).

Nugget adalah makanan yang pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat sebagai
makanan yang praktis dan cepat saji sesuai dengan aktivitas masyarakat yang padat
(Nurzainah dan Namida, 2005). Nugget merupakan produk olahan dari daging giling,
diberi penambahan bumbu, dicetak kemudian dilumuri dengan tepung roti pada
bagian permukaannya dan digoreng (Syamsir, 2008).

2. Jelaskan proses pembuatan nugget menurut teori!


Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh
pencampuran bumbu, es, bahan tambahan, pencetakan, pelapisan perekat tepung
dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar,
1995). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat,

kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat


tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah
matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan
(Astawan, 2007).

3. Jelaskan apa itu filler dan binder serta pengaruhnya terhadap nugget yang
dibuat!
Filler (bahan pengisi) dan binder (bahan pengisi)

Bahan pengisi adalah bahan yang mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh
yang kecil terhadap emulsifikasi, umumnya digunakan pati dan tepung-tepungan
(Soeparno,1994). Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat
meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak. Contoh filler dan binder yang dapat
digunakan untuk membuat nugget adalah tepung tapioka dan tepung terigu.
Penambahan pati akan membuat tekstur produk lebih kompak karena ikatan yang
terbentuk lebih kuat. Pati akan mengalami gelatinisasi pada saat proses pemanasan.
Gel yang terbentuk akan berikatan dengan protein daging sehingga membentuk
matriks protein-pati dan akan dihasilkan produk daging yang saling melekat dan
kompak (Hamdhani, 2001). Binder adalah bahan pengikat pada pembuatan nugget
biasannya sebagai bahan pengikat digunakan telur.

Hasil penelitian yang menggunakan tepung terigu dan tepung tapioka sebagai
filler, serta karagenan dan telur sebagai binder menunjukan adanya pengaruh
yang tidak nyata terhadap nilai pH, keempukan, namun nilai daya ikat air
terdapat perbedaan nyata terhadap penggunaan karagenan dan telur sebagai
binder.
Pertanyaan logbook acara 4 bakso
1. Jelaskan tahapan pembuatan bakso
Membuat Bakso Sehat Pada prinsipnya, pembuatan bakso terdiri atas empat tahap,
yaitu: (1) penghancuran daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencetakan bakso; dan (4)
pemasakan. Pada proses penggilingan daging, suhu akan meningkat akibat panas saat
penggilingan. Suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah
kurang dari 20o C. Bakso dicetak secara manual atau dengan alat cetak bakso, lalu
direbus dalam air mendidih atau dikukus. Cara tersebut akan menghasilkan bakso
yang sehat, bergizi, dan aman dikonsumsi (Sri UsmiatI

2. Jelaskan fungsi bahan dalam pembuatan bakso

Tepung terigu/ tapioka menjadi bahan pengisi yang berfungsi sebagai pengikat
air

Garam berfungsi mengekstraksi protein miofibril daging dan meningkatkan daya


simpan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Garam juga
menentukan tekstur bakso karena dapat meningkatkan kelarutan protein daging.

Bumbu rempah-rempah bermanfaat untuk meningkatkan cita rasa bakso. Rempah-


rempah juga berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengurangi ketengikan dan
sebagai antimikroba yang dapat memperpanjang umur simpan bakso

STPP antara lain berfungsi untuk meningkatkan keasaman (pH) daging, mengurangi
penyusutan se lama pemasakan, meningkatkan keempukan, dan menstabilkan warna.

Bumbu berfungsi meningkatkan cita rasa dan mengawetkan bakso.


Es/Air Es Penambahan es/air es dapat (1) melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging; (2) memudahkan
ekstraksi protein serabut otot; (3) membantu pembentukan emulsi; dan (4)
mempertahankan suhu adonan tetap rendah akibat pemanasan selama proses
pembuatan bakso.

Soal logbook acara 5 pengemasan dan penyimpanan daging :


1. Apa itu WHC dan bagaimana prinsip kerjanya?
Water-holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah satu dari
beberapa sifat daging yang sangat penting untuk membentuk mutu
teknologi daging. WHC adalah kemampuan daging untuk
mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat diberikan tekanan
dari luar (seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak
dari sifat fisik daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging
mentah, dipengaruhi oleh WHC daging.
Elvira Syamsir, 2007

Water holding capacity (WHC) (Grau dan Hamm 1972 dalam Faridah et al. 2006)
Prinsip pengujian daya ikat air (WHC) adalah pengepresan pada tekanan
tertentu, air bebas yang terdapat pada daging atau bahan dilepaskan ke kertas
saring yang digunakan untuk pengepresan. Cairan yang terpisah membentuk
lingkaran pada kertas saring antara air yang terikat dengan air bebas yang
dilepaskan akibat perlakuan pengepresan, berbanding terbalik dengan
kemampuan bahan untuk mengikat air bebas sebagai akibat dari perlakuan
pengepresan atau berbanding terbalik dengan WHC atau daya ikat airnya.

2. Bagaimana pengaruh pengemasan terbuka dan tertutup terhadap kualitas


daging?

Pengemasan Ikan Sistem Terbuka

Yaitu ikan hidup yang diangkut dengan wadah atau tempat yang media airnya
masih dapat berhubungan dengan udara bebas. Pengankutan system ini biasa
digunakan untuk pengangkutan jarak dekat dan membutuhkan waktu yang tidak
begitu lama.

Pengemasan Ikan Sistem Tertutup

Yaitu pengemasan kan hidup yang dilakukan dengan tempat atau wadah tertutup,
udara dari luar tidak dapat masuk kedalam media tersebut. Pengemasan dengan
cara ini dapat dilakukan untuk pengangkutan berjarak jauh.

3. Bagaimana pengaruh penyimpanan suhu dingin dan suhu ruang terhadap


kualitas daging?

Seperti perlakuan pengawetan yang lain, penanganan ikan dan daging dengan
suhu rendah dimaksudkan untuk menjaga kesegaran ikan dan daging,
mengurangi atau menghambat pertumbuhan mikroba, memperpanjang umur
simpan bahan, dan mencegah penurunan kualitas yang besar. Perlakuan dengan
suhu rendah ini merupakan salah satu cara penanganan yang paling banyak
dipakai karena mudah dan cepat untuk dilakukan. Untuk mencegah kebusukan
pada ikan dan daging, terdapat beberapa jenis perlakuan suhu rendah yang
digunakan.

Semakin lama penyimpanan pada suhu ruang akan semakin banyak basa yang
dihasilkan akibat semakin meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya pembusukan. Proses pembusukan akan
diikuti dengan peningkatan pH, dan keadaan ini akan diikuti pula dengan
peningkatan pertumbuhan bakteri (Jay, 1978).

Jay, J.M. 1978. Modern Food Microbiology, second Ed. Wayne State University,
D. Van Nastrand Co, New York.

Abadi, Arief. 2004. Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Daging Sapi dengan Kombinasi Minyak Jagung dan
Wortel yang Berbeda. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Aberle, E.D., J.C. Forrest, D.E.Gerrard, E.W. Mills, H.B. Hendrick., M.D. Judge, dan R.A. Markel. 2001.
Principles of Meat Science 4th Edition. Hunt Publishing. Lowa.

Ariyani, Fajar R. 2005. Sifat Fisik dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi dengan Penambahan Karagen.
Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Barley, M.E. 1998. Flavour of Meat Product and Seafood. : 2 nd Edition. Blackre Academis and Prefesional.
New York.
Deptan. 2009. Bakso Sehat. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.31. No.6.2009.
Direktorat Gizi. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI. Jakarta.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi dan Yudha
Amwila. Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). Jakarta.
Mega, Olfa, D. Kaharuddin, Kususiyah, dan Y. Fenita. 2009. Pengaruh Beberapa Level Daging Itik Manila dan
Tepung Sagu terhadap Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Bakso
Mega, Olfa. 2010. Pengaruh Substitusi Susu Skim oleh Tepung Kedelai Sebagai Binder terhadap Beberapa
Sifat Fisik Sosis yang Berbahan Dasar Surimi-Like Kerbau. Sains Peternakan Indonesia. Vol. 5.
No1.
Rahmat, Rukmana. 2001. Membuat sosis: Daging Kelinci, Daging Ikan Tempe Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Ridwanto, I. 2003. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi dengan Substitusi Tepung Tulang
Rawan Ayam Pedaging sebagai Bahan Pengisi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan II. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suharyanto. 2009.Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu.
Bengkulu
Tamal, Mey A., E. Abustam, dan L. Rahim. 2011. Kajian Kualitas Bakso Sapi Hasil Rendaman dengan
Pengawet dari Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum, L) Secara Fisiokimia dan Mikrobiologi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasauddin. Makasar.
Vouling dan William. 2000. Meat and Meat Product: Faktor and Affecting Quality Control. Appliend Science
Publishing. London.
Widjanarko, Simon B., E. Martati, dan P.N. Andhina. 2005. Mutu Sosis Lele Dumbo Akibat Penambahan Jenis
dan Konsentrasi Binder. Vol.5.No.3:106-115
Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Arief HS, Pramono YB, Bintoro VP. 2012 Pengaruh Edible Coating dengan
Konsentrasi Berbeda terhadap Kadar Protein, Daya Ikat Air dan Aktivitas
Air Bakso Sapi selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1. No. 2 : 100-108.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta : UI
Press.
Chrismanuel A, Pramono YB, Setyani BE. 2012. Efek Pemanfaatan Karaginan
Sebagai Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba Dan H2S Pada
Bakso Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal. Vol. 1.
No. 2 : 286 292.
Effendi MS. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Hasrati E, Rusnawati R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi.
Agromedia. Vol. 29, No. 1 Maret : 17-31.
Hatta M, Murpiningrum E. 2012. Kualitas Bakso Daging Sapi dengan
Penambahan Garam (NaCl) Dan Fosfat (Sodium Tripolifosfat/STPP) pada
Level dan Waktu yang Bebeda. JITP. Vol. 2 No.1, Januari:30-38.
Huda, N., Y.H. Shen., Y. L. Huey., R. Ahmad., A. Mardiah. 2010. Evaluation of
Phsyco-Chemical Properties of Malaysian Commercial Beef Meatballs.
American Journal of Food Technology. Vol. 5 No. 1: 13-21.
Kharismawan MB. 2002. Kandungan Gizi Bakso Daging Ayam Broiler yang
Dibuat dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Sagu dan Wortel yang
Berbeda. Skripsi. Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Institut
Pertanian Bogor.
Kurniawan AB, Al-Baarri AN, Kusrahayu. 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat
Air, dan Rendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2 : 23-27.
Petracci M, Bianchi M. 2012. Functional ingredients for poultry meat products.
Pp 1-14. XXIV Worlds Poultry Congress. Salvador, 5 - 9 August 2012.
Puspitasari, Desi. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut
(Eucheuma Cottoni) pada Pembuatan Bakso. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Saricoban C, Yilmaz MT. 2010. Modelling the Effects of Processing Factors on
the Changes in Colour Parameters of Cooked Meatballs Using Response
Surface Methodology. World Applied Sciences Journal. 9 (1) : 14-22.
Serdarolu M. , Yildiz-Turp G. , Ergezer H. 2008. Effects of Reducing Salt
Levels on Some Quality Characteristics of Turkey Meatball. EJPAU.
11(2), #26.
Sirait DW, Sukesi. 2012. Antioksidan dalam Bakso Rumput Laut Merah
Eucheuma Cottonii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1, No. 1: 1-4.
Suksomboon K, Rawdkuen S. 2010. Effect of microbial transglutaminase on
physicochemical properties of ostrich meat ball. As. J. Food Ag-Ind. 3(05):
505-515.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Bogor : M-Brio Press.
Wiraswanti I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan
Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu
Dingin dan Beku. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Institut Pertanian Bogor.
Zakaria, Hendrayati, Rauf S, Alam S. 2010. Daya Terima dan Kandungan Protein
Bakso Ikan Pari (Dasyatis sp.) dengan Penambahan Karaginan. Media
Gizi Pangan. Vol. X, Edisi 2, Juli-Desember : 21-25.

DAFTAR PUSTAKA

Arief HS, Pramono YB, Bintoro VP. 2012 Pengaruh Edible Coating dengan
Konsentrasi Berbeda terhadap Kadar Protein, Daya Ikat Air dan Aktivitas
Air Bakso Sapi selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculture Journal.
Vol. 1. No. 2 : 100-108.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta : UI
Press.
Chrismanuel A, Pramono YB, Setyani BE. 2012. Efek Pemanfaatan Karaginan
Sebagai Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba Dan H2S Pada
Bakso Selama Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal. Vol. 1.
No. 2 : 286 292.
Effendi MS. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Hasrati E, Rusnawati R. 2011. Kajian Penggunaan Daging Ikan Mas (Cyprinus
Carpio Linn) terhadap Tekstur dan Cita Rasa Bakso Daging Sapi.
Agromedia. Vol. 29, No. 1 Maret : 17-31.
Hatta M, Murpiningrum E. 2012. Kualitas Bakso Daging Sapi dengan
Penambahan Garam (NaCl) Dan Fosfat (Sodium Tripolifosfat/STPP) pada
Level dan Waktu yang Bebeda. JITP. Vol. 2 No.1, Januari:30-38.
Huda, N., Y.H. Shen., Y. L. Huey., R. Ahmad., A. Mardiah. 2010. Evaluation of
Phsyco-Chemical Properties of Malaysian Commercial Beef Meatballs.
American Journal of Food Technology. Vol. 5 No. 1: 13-21.
Kharismawan MB. 2002. Kandungan Gizi Bakso Daging Ayam Broiler yang
Dibuat dengan Penambahan Konsentrasi Tepung Sagu dan Wortel yang
Berbeda. Skripsi. Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Institut
Pertanian Bogor.
Kurniawan AB, Al-Baarri AN, Kusrahayu. 2012. Kadar Serat Kasar, Daya Ikat
Air, dan Rendemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2 : 23-27.
Petracci M, Bianchi M. 2012. Functional ingredients for poultry meat products.
Pp 1-14. XXIV Worlds Poultry Congress. Salvador, 5 - 9 August 2012.
Puspitasari, Desi. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut
(Eucheuma Cottoni) pada Pembuatan Bakso. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Saricoban C, Yilmaz MT. 2010. Modelling the Effects of Processing Factors on
the Changes in Colour Parameters of Cooked Meatballs Using Response
Surface Methodology. World Applied Sciences Journal. 9 (1) : 14-22.
Serdarolu M. , Yildiz-Turp G. , Ergezer H. 2008. Effects of Reducing Salt
Levels on Some Quality Characteristics of Turkey Meatball. EJPAU.
11(2), #26.
Sirait DW, Sukesi. 2012. Antioksidan dalam Bakso Rumput Laut Merah
Eucheuma Cottonii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 1, No. 1: 1-4.
Suksomboon K, Rawdkuen S. 2010. Effect of microbial transglutaminase on
physicochemical properties of ostrich meat ball. As. J. Food Ag-Ind. 3(05):
505-515.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Bogor : M-Brio Press.
Wiraswanti I. 2008. Pemanfaatan Karagenan dan Kitosan dalam Pembuatan
Bakso Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) pada Penyimpanan Suhu
Dingin dan Beku. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Institut Pertanian Bogor.
Zakaria, Hendrayati, Rauf S, Alam S. 2010. Daya Terima dan Kandungan Protein
Bakso Ikan Pari (Dasyatis sp.) dengan Penambahan Karaginan. Media
Gizi Pangan. Vol. X, Edisi 2, Juli-Desember : 21-25.
1. Aberle, E.D, J.C. Forrest, D.E. Gerrard, dan E.W. Mills. 2001.
Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing Company,
Iowa
2. Bechtel, P.J. 1986. Muscle As Food. Academic Press, Inc.,
Orlando
3. Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat
Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V.,
Amsterdam
4. Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press, Oxford
1. Soeparno 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
2. Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat
Animals. Prentice-Hall, Inc., New Jersey
3. Wismer-Pedersen, J. 1971. Pada The Science of Meat and
Meat Products. 2nd Ed. J.F. Price and B.S. Schweigert, W.H.
Frreeman and Co., San Fransisco.

Anda mungkin juga menyukai