Anda di halaman 1dari 21

1

1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap karakteristik surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Surimi
Kelompok Perlakuan
WHC
(mg)
Sensoris
Kekenyalan Aroma
C1
Daging ikan bawal +
sukrosa 2,5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,1 %
91515,400 + +++
C2
Daging ikan bawal +
sukrosa 2,5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,1 %
77240,506 + ++
C3
Daging ikan bawal +
sukrosa 2,5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,3 %
140421,941 ++ ++
C4
Daging ikan bawal +
sukrosa 5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,3 %
70325,949 + +++
C5
Daging ikan bawal +
sukrosa 5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,5 %
209843,882 ++ ++


C6
Daging ikan bawal +
sukrosa 5% +
garam 2,5 % + polifosfat
0,5 %

150864,979

++

++
Keterangan:
Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
++ : kenyal ++ : amis
+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa daging ikan dengan perlakuan berbagai konsentrasi
sukrosa, garam dan polifosfat menghasilkan WHC (Water Holding Capacity ), dan
analisa sensori (kekenyalan dan aroma) yang berbeda-beda pada tiap masing-masing
kelompok. Pada kelompok C1 dengan WHC sebesar 91515,400. Pada C2 sebesar
77240,506 pada C3 140421,941 pada kelompok C4 sebesar 70325,949 dan pada
kelompok C5 sebesar 209843,882. Serta pada kelompok C6 sebesar 150864,979.
Sedangkan untuk analisa sensori kekenyalan pada kelompok C1,C2 dan C4 memiliki
2

tekstur tidak kenyal. Dan pada C3, C5 dan C6 dengan terkstur kenyal. Sedangkan untuk
aroma pada C1 dan C4 dengan aroma sangat amis dan pada C2,C3,C5 dan C6 memiliki
aroma Amis.
3

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai pembuatan surimi. Bahan yang
digunakan oleh kloter C adalah daging ikan bawal (fillet). Surimi merupakan salah saru
produk olahan ikan yang memiliki sifat setengah jadi atau disebut juga intermediate
product (produk perantara). Surimi memiliki nilai guna yang tinggi dalam
pengembangan produk olahan ikan, karena surimi biasanya digunakan untuk produk
olahan lanjut atau digunakan sebagai campuran makanan bersama dengan bahan
makanan yang lain. Contoh produk surimi antara lain adalah bakso ikan, sosis ikan,
abon ikan, dan produk olahan lainnya. Surimi yang biasa diproduksi dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu Mu-en surimi dan Ka-en surimi. Mu-en surimi adalah produk surimi
yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam, sedangkan ka-en surimi dibuat
dengan penambahan garam pada konsentrasi tertentu (Agustiani et al, 2006). Suzuki
(1981) mengatakan, selain Mu-en surimi dan Ka-en surimi, terdapat satu jenis surimi
yang lain yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan. Surimi ini biasanya
memiliki ketersediaan bahan baku yan melimpah dan biasannya akan langsung diolah
menjadi produk jadi karena umur simpan yang pendek. Menurut Tanaka (2001), surimi
merupakan produk pangan olahan ikan yang terbuat dari lumatan daging ikan yang telah
mengalami proses pencucian (leaching) seacara berulang-ulang, pengepresan,
penambahan bahan tambahan, pengepakan dan pembekuan. Surimi memiliki
karakteristik tekstur yang elastis dan kenyal. Hal ini disebabkan karena surimi memiliki
kandungan konsentrasi protein miofibril yang tinggi.

Proses pengolahan surimi meliputi dua cara yaitu, cara konvensional (manula) dan cara
mekanik ( dengan menggunakan mesin). Dalam skala industri, produksi secara masal
untuk pengolahan surimi dilakukan secara mekanik dengan menggunaka mesin. Jenis
mesin seperti fish washer yaitu mesin pencuci ikan, meat separator yang berfungsi
dalam pemisahan daging ikan dari komponen lain yang tidak digunakan seperti kuit,
tulang/duri, sirip, dan kepala, leaching tank yang berfungsi dalam proses pemutihan
ikan, rotary screen yang berfungsi dalam proses pencampuran daging ikan dengan
bahan-bahan lain, refiner yang digunakan dalam proses pemurnian daging ikan dari
4

senyawa lain yang tidak banyak diinginkan seperti lemak/minyak, dan screw press
yang berfungsi untuk mengepres atau memeras fase cair (Agustiani et al.,2006).

dalam pembuatan surimi secara konvensional, tahapan proses yang dapat dilakukan
adalah penerimaan bahan baku, pencucian, pemisahan daging terhadap tulang dan kulit,
leaching, straining, pengepresan, penambahan gula dan sodium polyphosphate,
pencetakan dan pembekuan, dan yang terakhir pengemasan. Bahan baku yang tepat
dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan surimi adalah ikan yang memiiki
kemampuan pembentukan gel yang baik (Dahar, 2003). Beliau juga menambahkan,
prses pemotongan kepala dan pembuangan isi perut biasa dilakukan dengan cara manual
menggunakan pisau. Ikan yang sudah dipisahkan terbsebut kemudian dicuci bersih
menggunakan mesin pembersih, selain itu pencucian dapat dilakukan secara manual
dengan menggunakan air mengalir. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan air
bersih dalam pencucian ikan, karena hal ini akan mempengarui kualitas surimi yang
dihasilkan.

Selanjutnya adalah melalui proses leaching atau pencucian berulang-ulang. Pemutihan
yang dimaksud ialah pencucian berulang-ulang untuk menghilangkan bahan-bahan atau
senyawa-senyawa yang mengganggu tekstur akhir surimi. Proses leaching dilakukan
dengan menggunakan air dingin (air Es). Daging yang sudah di-fillet dibilas dalam air
dingin dengan tujuan menghilangkan bau, lemak, darah, dan kotoran lainnya. Tahapan
proses selanjutnya ialah straining. Dahar (2003) mengatakan, bahwa proses straining
bertujuan untuk menghilangkan sisa sisik, jaringan ikan, membran, duri, dan bagian
lainnya yang tidak digunakan dalam pembuatan surimi. Hal ini dilakukan agar surimi
yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Proses berikutnya adalah proses pengepresan
yang dilakukan dengan menggunakan alat pengepres, sentrifuge, atau menggunakan
screw press (dalam proses mekanis menggunakan mesin). Proses ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air sampai sekitar 85% (Dahar, 2003).

Menurut Agustiani et al (2006), proses pembuatan surimi, sebaiknya pemilihan daging
ikan berdasarkan pada kandungan lemak dan kadar airnya. Ikan yang digunakan untuk
pengolahan surimi adalah ikan yang memiliki kandungan lemak yang rendah dan kadar
5

air yang rendah. Hal ini dikarenakan, apabila ikan mengandung lemak yang tinggi maka
pengolahan akan menjadi lebih rumit dan surimi tidak akan memiliki umur simpan yang
lama dan bahkan mudah tengik. Koswara et al., (2001) mengatakan bahwa ikan yang
memiliki kandungan lemak tinggi tetap dapat digunakan, namun harus mengalami
proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Lemak dapat mempengaruhi daya
gelatinasi dan menyebabkan produk surimi cepat mengalami ketengikan. Terkait pula
dengan kadar airnya, olahan ikan yang tinggi kadar air akan mudah busuk dan dalam
pembuatan surimi, kekenyalan yang diiginkan sulit untuk dicapai.

Menurut teori Peranginangin et al (1999), pemilihan ikan yang digunakan untuk
pembuatan surimi berdasar pada keadaan daging yang berwarna putih, tidak berbau
lumpur, dan tidak terlalu amis. Dengan pemilihan bahan baku ikan yang benar, produk
surimi yang tepat dihasilkan memiliki karakteristik berwarna putih, flavor yang baik,
dan elastisitas tinggi. Dengan elastisitas yang tinggi secara tidak langsung produk
surimi juga memiliki tingkat kekenyalan yang tinggi. Kandungan protein miofibril yang
tinggi merupakan faktor utama dalam pembentukan gel yang baik. Tingkat kesegaran
ikan yang digunakan untuk proses pengolahan surimi sangat mempengaruhi elastisitas
dari produk surimi yang dihasilkan (Koswara et al., 2001). Semakin segar ikan yang
digunakan maka tingkat elastisitasnya akan semakin tinggi. Ikan yang memiliki
elastisitas rendah biasanya ditingkatkan dengan penambahan daging ikan jenis yang lain
yang elastisitas dagingnya tinggi, dapat juga diberikan penambahan gula, pati, atau
protein nabati (Koswara et al., 2001). Ikan paling baik untuk proses pembuatan surimi
memiliki pH 6,5 sampai dengan pH 7.

Salah satu tahapan proses yang paling penting dalam pembuatan surimi adalah
penambahan gula serta garam sodium polyphosphate. Lanier (1992) mengatakan, surimi
sebaiknya disimpan dalam keadaan beku. Penyimpanan dalam keadaan beku dapat
menyababkan proses kerusakan struktur pada protein. Maka dari itu perlu ditambah
bahan tambahan berupa garam yang disebut dengan cryoprotectant atau cryoprotective
agent. Beberapa bahan yang termasuk dalam kelompok cryprotectant adalah gula,
misalnya sukrosa yang merupakan pemanis alami dan sorbitol yang merupakan pemanis
buatan (artificial). Wu et al, (2008), mengatakan perbandingan yang tepat digunakan
6

untuk gula sukrosa dan sorbitol adalah 1 :0,6. Tahapan proses selanjutnya adalah
pencetakan dan pembekuan. Menurut peranginangin et al (1999), setelah dicampurkan
bahan baku, gula dan garam menjadi homogen, surimi di cetak menjadi bentuk kotak
dengan cara memasukkan surimi kedalam pan sambil sedikit dipadatkan. Sedangkan
pada proses pembekuan dilakukan dalam freezer hingga beberapa jam. Diagram alir
proses pembuatan surimi dapat dilihat dibawah ini :
Ikan Segar

Pencucian (dalam air es)

Pemisahan Daging

Hancuran / Lumatan Daging (Minced Meat)

Leaching

Pengepresan

Lumatan Daging yang Telah Dicuci (Leached Meat)

Straining

Pencampuran (gula dan polifosfat)

Pembekuan (suhu -30C)

Surimi Beku (suhu (10C 20C)

Dalam pengolahan surimi yang dilakukan pada prktikum ini, bahan dasar ikan yang
digunakan adalah ikan bawal. Ikan Bawal (Colossoma macropomum) merupakan ikan
dalam familia Characidae yang memiliki ciri-ciri badan agak bulat, bentuk tubuh pipih,
sisik kecil, kepala hampir bulat, sirip dada di bawah tutup insang, sirim perut dan sirip
dubur terpisah, sirip ekor bertipe homocercal, punggung bewarna abu-abu tua, serta
perut putih abu-abu dan merah (Saint-paul dalam Supriatna, 1998). Ikan bawal temsuk
pemakan plankton besar (invertebrata), yang hidup didasar perairan air payau, air laut,
dan air tawar yang berlumpur sampai batas kedalaman 100 meter. Ikan bawal
mngandung energi sebesar 96 kkal, protein 19 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 1,7
gram, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, dan zat besi 2 mg. Salain itu didalam ikan bawal
7

juga mengandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin B1 0,05 mg, dan vitamin C 0
miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan
Bawal, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 80 % (Saint-paul dalam Supriatna,
1998). Berdasarkan data tersebut maka ikan bawal dapat digolongkan sebagai ikan yang
memiliki kadar lemak yang cukup rendah, namun teori ini kurang menunjukkan
seberapa ketinggian kadar air pada ikan bawal. Dalam pengolahan surimi, ikan bawal
termasuk dalam salah satu bahan dasar yang cukup tepat untuk pembuatan surimi
karena kandungan lemak yang tidak terlalu tinggi.

Tahapan proses pengolahan untuk pembuatan surimi yang dilakukan dalam praktikum
ini sesuai dengan teori Dahar (2003), perangingangin et al (1999), dan agustiani et al
(2006), namun tahapan yang dilakukan selama praktikum menggunakan cara yang lebih
sederhana, sehingga terdapat beberapa tahaan yang dihilangkan (tidak dilakukan) atau
dilakukan dengan metode sederhana. Dalam pembuatan surimi pertama-tama ikan
bawal di-fillet dan dari daging fillet ikan bawal tersebut digunakan sebanyak 100 gram.
Selanjutnya, fillet ikan bawal dihaluskan dengan menggunakan blender. Pada tahapan
ini, tidak digunakan es batu untuk merusak struktur protein ikan karena ikan
sebelumnya sudah disimpan dalam freezer dan di-thawing sebelum diolah menjadi
surimi. Dengan melewati tahapan tersebut, tahapan selanjutnya langsung dilakukan
dengan penambahan sukrosa. Jumlah sukrosa yang diberikan pada setiap kelompok
berbeda-beda. Pada kelompok C1,C2 dan C3 diberi sukrosa 2,5%, sedangkan kelompok
C4, C5, dan C6 diberi sukrosa 5%. Setelah penambahan sukrosa, fillet ikan bawal
dilakukan penambahan dengan garam sebanyak 2,5% untuk semua kelompok, dan
setelah itu ditambahkan dengan polyphosphate 0,1% untuk kelompok C1 dan C2,
penambahan polyphosphate 0,3% untuk kelompok C3 dan C4, serta polyphosphate
0,5% untuk kelompok C5 dan C6. Polyphosphate yang ditambahkan di dalam
praktikum ini adalah jenis natrium tripolifosfat atau sering disebut STPP (sodium
tripolyphosphat). Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam freezer selama 1 malam dan
dilakukan pengamatan terhadap hardness, water holding capacity, dan sensoris yang
meliputi kekenyalan dan aroma.

8

Dalam praktikum ini, surimi yang dibuat adalah ka-en surimi, karena menurut Suzuki
(1981), ka-en surimi merupakan surimi yang dapat dibuat dengan penambahan garam
pada kosentrasi tertentu. Dalam praktikum ini, dilakukan penambahan garam sebesar
2,5%. Dalam hal ini, penambahan garam berfungsi untuk mempercepat proses
penurunan jumlah air dari daging ikan bawal yang lumat (Park, 2005). Selain itu,
penambahan garam juga berfungsi agar surimi membentuk gel yang fleksibel dan
elastis. Jika surimi dicampurkan dengan garam, maka dengan bantuan proses pelumatan
akan terbentuk sol dan jika dilakukan dengan pemanasan dapat terbentuk gel (Roussel
dan Cheftel, 1988).

Menurut Lan et al (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel adalah
bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu serta laju pemanasan, dan jenis ikan. Penggunaan
garam pada proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut miofibril. Apabila
konsentrasi garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka miofibril tidak dapat
terlarut, sedangkan apabila konsentrasinya lebih dari 12% maka miofibril akan
terhidrasi dan menyebabkan salting out atau keluarnya garam ke permukaan jaringan
ikan. Konsentrasi garam yang paling umum digunakan untuk membuat produk surimi
adalah sebesar 2-3%. Penambahan garam yang berlebihan akan menyebabkan
timbulnya rasa (Tan et al., 1988; Shimizu et al., 1992).

Menurut Park (2005), surimi merupakan konsentrat protein miofibril yang diperoleh
dari pemisahan daging ikan baik secara mekanik, dicuci dengan air dan dicampur
dengan cryoprotectant. Lanier (1992) menambahkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat fungsional protein yang berkaitan dengan proses pembuatan surimi
adalah proses pencucian, cryoprotectant, fosfat yang ditambahkan, dan proses
pembekuan. Cryoprotectant merupakan zat tertentu yang apabila terdapat dalam
konsentrasi tinggi (> 0,5 M) akan menstabilkan protein miofibrilar selama pembekuan
dan penyimpanan pada suhu freezing (Park, 2005). Cryoprotectant yang umum
digunakan dalam industri pengolahan surimi adalah campuran 1:1 dari sukrosa dan
sorbitol (Zhou et al., 2006). Pada praktikum ini, cryoprotectant yang digunakan hanya
dari sukrosa saja. Menurut Lanier (1992), cryoprotectant berupa sukrosa dapat
9

meningkatkan tingkat N-aktomiosis dari 350 mg% menjadi 520 mg% dan
meningkatkan kekuatan gel dari 400 gram menjadi 480 gram.

Selain penambahan cryoprotectant yang berupa sukrosa, pada pengolahan surimi juga
ditambahkan polyphosphate yang dapat memperbaiki sifat surimi, terutama sifat
elastisitas dan kelembutannya. Polifosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan
makanan antara lain adalah dinatrium fosfat (disodium monophosphate), natrium
heksametafosfat dan natrium tripolifosfat (sodium tripoliphosphate). Polifosfat sering
ditambahkan untuk memperbaiki daya ikat air (water holding ability) dan memberikan
sifat pasta yang lebih lembut dari pada produk-produk olahan surimi. Jumlah
polyphosphate yang biasa ditambahkan adalah sebanyak 0,2-0,3% dalam bentuk garam
natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat (Lanier, 1992).

Water Holding Capacity (WHC) berkaitan dengan penambahan sukrosa sebagai
kelompok cryoprotectant yang memiliki kemampuan untuk mengikat air (Lanier, 1992).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, WHC yang paling tinggi didapatkan
pada kelompok C5 dengan perlakuan penambahan sukrosa sebesar 5% dan polifosfat
sebesar 0,5%. (konsentrasi tertinggi). Sedangkan WHC paling rendah didapatkan pada
kelompok C4 dengan perlakuan penambahan sukrosa sebesar 5% dan polifosfat sebesar
0,3% (konsentrasi terendah). Fungsi penambahan cryoprotectant, pada hal ini adalah
sukrosa yang digunakan dalam praktikum, berfungsi untuk menghambat proses
denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Sukrosa mampu
menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen.
Pada sukrosa memiliki gugus polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh
ikatan hidrogen, agar dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah
keluarnya molekul air dari protein serta mampu menjaga stabilitas protein (Fennema,
1985). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah
cryoprotectant (sukrosa) yang ditambahkan seiring atau berbanding lurus dengan water
holding capacity atau daya ikat air. Hal ini sesuai dengan teori di atas bahwa semakin
besar konsentrasi sukrosa yang diberikan maka nilai WHC akan semakin tinggi. Pada
hasil pengamatan, kelompok C1 dan C2 dengan konsentrasi sukrosa terendah (2,5%)
memiliki nilai WHC yang rendah pula, begitu juga dengan kelompok dengan
10

konsentrasi tertinggi (5%) memiliki nilai WHC yang tinggi pula. Dapat dilihat bahwa
konsentrasi sukrosa 5% lebih baik dalam daya pengikatan terhadap air daripada
konsentrasi sukrosa 2,5%.

Karakteristik produk surimi secara sensori juga dipengaruhi oleh penambahan polifosfat
yang diberikan. Dapat diamati bahwa produk surimi yang dihasilkan pada kelompok
C1, C2, dan C4 adalah tidak kenyal, sedangkan produk surimi pada kelompok C3, C5
dan C6 bersifat kenyal. Berdasarkan teori Peranginangin et al (1999) seperti yang telah
disebutkan di paragraf sebelumnya, dimana produk yang memiliki kekenyalan yang
semakin tinggi tentu akan memiliki tingkat kekerasan yang semakin rendah. Dimana
kekenyalan sangat berkebalikan dengan kekerasan. Dalam produk surimi ini maka,
semakin besar atau tinggi penambahan polifosfat yang diberikan maka kekenyalan akan
semakin tinggi atau meningkat pula. Pernyataan ini sesuai dengan hasil pengamatan
yang didapatkan bahwa pemberian polifosfat sebesar 0,5% (kelompok C5 dan C6)
menghasilkan karakteristik surimi yang lebih kenyal dibandingkan dengan produk
surimi dengan pemberian polifosfat sebesar 0,1% dan 0,3% (kelompok C1, C2, dan C3,
C4). Ditinjau dari konsentrasinya, polifosfat 0,1% dan 0,3% ternyata tidak mempu
membuat tekstur yang kenyal pada surimi. Hal ini mungkin disebabkan karena sifat-
sifat bawaan dari ikan bawal, karena dengan pemberian polifosfat pada konsentrasi
tersebut dirasa belum mampu membuat tekstur kenyal pada surimi. Sehingga
dibutuhkan konsentrasi polifosfat yang lebih tinggi untuk dapat menyeimbangkan dan
memperoleh tekstur kenyal dari ikan bawal yang dibuat menjadi surimi. Tetapi terjadi
kejanggalan pada kelompok C3 dengan polifosfat 0,3% bersifat kenyal.

Dilihat dari segi karakteristik aroma secara sensori, produk surimi pada kelompok C1,
dan C4, menghasilkan parameter aroma yang sangat amis, sedangkan pada kelompok
C2, C3, C5 dan C6 menghasilkan karakteristik aroma yang amis. Hal ini kurang sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Peranginangin et al (1999), dimana ikan berdaging
putih seperti ikan bawal seharusnya tidak terlalu amis, serta memiliki kemampuan
pembentukan gel yang baik dan mampu menghasilkan surimi yang baik. Produk surimi
yang diinginkan tentunya memiliki aroma yang tidak amis. Mungkin pada kelompok C1
dan C4 produk surimi yang dihasilkan masih terbilang amis karena bahan baku ikan
11

bawal yang memang pada awalnya memiliki aroma yang cukup amis, sehingga dengan
penambahan garam yang hanya 2,5% sebagai penghilang aroma amis masih kurang
cukup untuk menetralkan aroma amis pada ikan bawal. Mungkin diperlukan adanya
penambahan konsentrasi garam agar aroma amis pada ikan bawal dapat lebih dikurangi
atau bahkan dihilangkan.

Pada jurnal : Effect of reducing agents on physicochemical properties and gel-forming
ability of surimi produced from frozen fish dijelaskan bahwa efek yang berbeda dapat
mengurangi sistein, asam askorbat serta natrium bisulfit pada berbagai tingkat secara
fisikokimia dari sifat protein, transglutaminase dan sifat gel pada surimi dihasilkan dari
Frozen Croaker. Penambahan sistein mengakibatkan kenaikan yang tinggi dan terjadi
deformasi gel surimi, surimi dari Frozen Croakerdengan penambahan sisten
mengkibatkan kekuatan dan deformasi dari ikan tersebut. Dengan penambahan sistein,
dapat meningkatkan sulfhydryl konten dengan penurunan ikatan disulfida, aktifitas
Ca2+ATPase juga meningkat, menunjukkan renatuation myosin molekul. Aktivitas
tranglutaminase diamati dengan penambahan sistein yang mengarah pada peningkatan
gel untuk membentuk surimi yang dihasilkan dari ikan beku.

Pada jurnal : Gelling characteristics of surimi from yellow stripe trevally (Selaroides
leptolepis) dijelaskan bahwa surimi gel disusun dibawah kondisi ruangan yang hangat,
suhu optimal transglutaminase (Tgase) ditentukan dengan monodansyl cadaverine
penggabungan metode. Yellow stripe trevally (Selaroides leptolepis) digunakan untuk
pembuatan surimi yang menghasilkan gel dengan devormasi tinggi. Dapat dikatan
bahwa jurnal ini tidak cocok (sesuai) saat praktikum.

Pada Jurnal: Technology for Production of Surimi Powder and Potential of
Applications, dijelaskan mengenai peran serta bahan tambahan dalam fungsinya untuk
mencegah denaturasi protein selama proses pengeringan dalam pembuatan surimi
powder. Surimi tergolong produk pangan tinggi protein, yaitu lebih dari 65%. Maka dari
itu, selama pengeringan, denaturasi dalam protein surimi sangat mungkin terjadi
sehingga untuk tetap memaksimalkan kandungan nutrisinya dilakukan pencegahan
dengan menambahkan cryoprotectants seperti sukrosa, sorbitol, dan poliol. Diketahui
12

bahwa dengan konsentrasi cryoprotectants sebesar 8% akan efektif dalam mengurangi
kehilangan potensi membentuk gel selama penyimpanan beku. Aplikasi ini biasanya
digunakan dalam skala industri yang bermanfaat ketika proses penanganan (handling),
untuk menghemat biaya, dan memperpanjang umur simpan surimi. Pembuatan surimi
powder ini memiliki sifat fungsional sebagai gelasi, water holding capacity, dan
emulsifier yang sangat bergantung pada spesies ikan dan metode pengeringan yang
digunakan. Metode pengeringan yang bisa digunakan antara lain adalah freeze-drying,
spray-drying, oven-drying, solar-drying atau mechanical drying. Pada jurnal ini ingin
menunjukkan adanya potensi surimi powder sebagai inovasi dalam pengembangan
produk makanan seperti snack ikan.

Pada jurnal : Suitability of chitosan as cryoprotectant on croaker fish (Johnius
gangeticus) surimi during frozen storage dijelaskan bahwa efek chitosan pada
physicochemical pada ikan Croaker selama penyimpanan -20 sampai 2
0
C selama 180
hari, dengan ditambah 1% dengan membandingkan sampel surimi di tambah dengan
4% sukrosa dan 4% sorbitol. Surimi tanpa cryoprotectant diberlakukan secara kontrol.
Chitosan dengan efek cryoprotective mirip dengan cryoprotectants komersial seperti
keduannya diminalkan efek negatif pada saat penyimpanan menjadi beku. Bahwa jurnal
ini kurang cocok utnuk diterapkan di dalam praktikum ini.

Pada jurnal: The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp
(Cyprinus Carpio) Surimi dijelaskan bahwa pengaruh dari berbagai konsentrasi dari
gas chitosan ( 0,5 %, 1.0 % dan 1,5 % ) pada tekstur, warna, WHC, viskositas dan
sensory sifat umum ikan mas surimi itu. Chitosan telah ditambahkan di 0,5 %, 1 persen
dan 1,5 % untuk ikan mas surimi. Perawatan chitosan menunjukkan tingkat signifikan (
p & ini; 0,05 ) efek pada fungsional sifat resultan surimi agar-agar sebagai enhanced
yang viskositas, whc, warna, gel kekuatan, tpa parameter dan sensory karakteristik.
Menurut hasil, ada hubungan antara tekstur kualitas parameter dan berbagai konsentrasi
dari gas menambahkan chitosan. Misalnya, 1,5 % chitosan singnificantly ( p & ini; 0,05
) ditingkatkan yang viskositas, whc, gel kekuatan, kekerasan dan putih surimi gel oleh
35,4 %, 19 %, 50.6 %, 40 % dan 11 %, masing-masing, dibandingkan dengan kontrol
sampel dengan tidak menambahkan chitosan. Akhirnya, angka terbaik ( p & ini; 0,05 )
13

dari sensory evaluasi tersebut dialokasikan ke surimi gel dengan 1,5 % chitosan oleh
panelists, semua menunjukkan efek positif dari menambahkan chitosan pada fungsional
sifat resultan surimi gel.
14

3. KESIMPULAN

Surimi adaah salah satu produk olahan setengah jadi atau intermediate product.
Surimi didapatkan dari lumatan daging ikan yang telah mengalami proses pencucian
(leaching) secara berulang-ulang, pengepresan (straining), penambahan bahan
tambahan (food additive), pengemasan, dan pembekuan.
Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya segar, memiliki daging
berwarna putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, memiliki kadar lemak
rendah, dan memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik.
Ciri-ciri surimi dengan mutu yang baik adalah memiliki warna putih,
flavor yang baik, dan elastisitasnya tinggi.
Kandungan protein miofibril yang tinggi merupakan faktor utama dalam
pembentukan gel yang baik.
Kondisi awal ikan mempengaruhi kualitas produk surimi yang dihasilkan
Penambahan garam dapat membantu penurunan jumlah air dan membentuk gel yang
fleksibel dan elastis.
Semakin banyak jumlah polifosfat yang ditambahkan maka nilai hardness yang
dihasilkan semakin rendah.
Kekenyalan berbanding terbalik dengan nilai hardness.
Konsentrasi polifosfat 0,5% menghasilkan surimi yang lebih kenyal dibandingkan
dengan surimi yang ditambahkan polifosfat 0,1% dan 0,3%.
Cryoprotectant yang memiliki kemampuan untuk mengikat air.
Peningkatan jumlah cryoprotectant (sukrosa) berbanding lurus dengan Water
Holding Capacity.
Konsentrasi sukrosa 5% memiliki daya pengikatan air lebih baik daripada sukrosa
2,5%.

Semarang, 8 September 2014 Asisten Dosen:
Praktikan, - Dea Nathania


Fransiscus Christian Hadi Winata
12.70.0036
15

4. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk
Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, Inc.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri.
Jakarta: UI Press.

Lanier TC. 1992. Measurement of surimi composition and functional properties. Dalam:
Lanier TC, Lee CM (eds). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker
Inc.

Lan,H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple,
Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of
Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve
Antigens. J Histochem Cytochem 43:9710.

Park, J.W. (2005). Surimi Seafood: Products, Market, and Manufacturing. Di dalam:
Surimi and Surimi Seafood 2
nd
edition. J.W. Park (Ed.). Hlm. 375-433. Boca
Raton, FL: CRC Press (ISBN: 0-8247-2649-9).

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan
Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian
Perikanan Laut.

Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from
Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-
623.

Santana, P; Huda, N; dan Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi
Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal
19 (4): 1313-1323..

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-
Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi
Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

16

Supriatna. (1998). Pengaruh Kadar Asam Lemak Omega 3 yang Berbeda pada Kadar
Asam Lemak Omega 6 Tetap dalam Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Bawal
Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. [Tesis]. Program Paska Sarjana
IPB. Bogor

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein : Processing Technology. London: Applied
Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the
Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast
Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries
Development Center. Singapore.

Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and
Technology.Jepang.

Wu, Shaowen, C. Ford and G. Horn. (2008). Stable Natural Color Process, Products and
Use Thereof.

Zhou JF. 2006. Functional of Proteins in Food. Springer-Verlag: Jerman.
17

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

5.1.1. Water Holding Capacity (WHC)
Rumus:
Luas Atas L
A
=

a (h
0
+ 4h
1
+ 2h
2
+ 4h
3
+ h
4
)
Luas Bawah L
B
=

a (h
0
+ 4h
1
+ 2h
2
+ 4h
3
+ h
4
)
Luas Area Basah L
A
- L
B

Kandungan Air Bebas Mg H
2
O =



Kelompok C1
a = 29 mm

La =

(( x )( x )( x ))
= 9,67 x 1120
= 10830,4 mm
2


Lb =

(( x )( x )( x )())
= 9,67 x 222

= 2146,74 mm
2


Luas atas bawah = La Lb
= 10830,4 2146,74
= 8683,66 mm
2


mg H
2
O =
uas area bawah-,
,

=
,-,
,

= 91515,40

Kelompok C2
18


a = 25 mm

LA = (

) . 25 (50 + 4.(98) + 2.(107) + 4.(99) + 54)



= 9212,98 mm
2

LB = (

) . 25 (50 + 4.(11) + 2.(7) + 4.(16) + 54)



= 1882,58 mm
2


Luas area basah = LA - LB
= 9212,98 1882,58
= 7330,4 mm
2



mg H
2
O =



= 77240,506 mg

Kelompok C3
a = 3,6 cm = 36 mm / 26 kotakkecil

Luas Atas =

(3,6) (5,7 + 4(13,5) + 2(14,1) + 4(13) + 2(6,7))


= 1,2 (5,7 + 54 + 28,2 + 42 + 13,4)
= 1,2 (143,3)
= 171,96 cm
2
= 17196 mm
2


Luas Bawah =

(3,6) (5,7 + 4(1,8) + 2(0,2) + 4(1,4) + 2(6,7))


= 1,2 (5,7 + 7,2 + 0,4 + 5,6 + 13,4)
= 1,2 (32,3)
= 38,76 cm
2
= 3876 mm
2


Luas area basah= 17196 - 3876
= 13320
19


mg H20 =

140421,941

Kelompok C4
a = 2,6 cm = 26 mm / 26 kotakkecil
luas atas =

(2,6) (5,5 + 4(8,9) + 2(9,3) + 4(8,9) + 2(5,1))


= 0,867 (5,5 + 35,6 + 18,6 + 35,6 + 10,2)
= 0,867 (105,5)
= 91,4685 cm
2
= 9146,85

Luas bawah =

(2,6) (5,5 + 4(1,2) + 2(1) + 4(1,5) + 2(5,1))


= 0,867 (5,5 + 4,8 + 2 + 6 + 10,2)
=0,867 (28,5)
= 24,7095cm
2
= 2470,95

Luas area basah= 9146,85 - 2470,95
= 6674,90

mg H20 =

70325,949

Kelompok C5
a = 4,2 cm = 42 mm

La =

, (,( x ,)( x ,)( x ,)( x ,))


= 1,4 x (8,3 + 61,6 + 32,6 + 60,8 + 16,6)
= 1,4 x 179,9
= 251,86 cm
2

= 25186 m
2

20


Lb =

, (,( x ,)( x ,)( x ,)( x ,))


= 1,4 x (8,3 + 5,2 + 0,7 + 7 + 16,6)
= 1,4 x 37,8
= 52,92 cm
2
= 5292 mm
2


Luas atas bawah = La Lb
= 25186 5292
= 19894 mm
2


mg H
2
O =
uas atas bawah-,
,

=
-,
,

= 209843,882

Kelompok C6
A = 3,375 cm

Luas atas (L
A
) =

( () () () ())
= 1,125 (6,5 + 54,8 + 29 + 54,8+ 13)
= 1,125 (158,1)
= 177,863 cm
2
= 17786,3 mm
2


Luas bawah (L
B
) =

( () () () ())
= 1,125 (6,5 + 5,2 + 1,4 + 4,8+ 13)
= 1,125 (30,9)
= 34,763 cm
2
= 3476,3 mm
2

21

Luas area basah = L
A
L
B
= 17786,3 3476,3 = 14310 mm
2


Mg H
2
O =


= 150864,979

5.2. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai