Anda di halaman 1dari 6

Nama : Yoga Rakasiwi Pratama

Nim : 1704111302
Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan
Mata Kuliah : Diversifikasi Hasil Perikanan

MENCIPTAKAN PRODUK DIVERSIFIKASI BERBAHAN SURIMI

Diversifikasi adalah Penganekaragaman Jenis produk olahan hasil perikanan dari bahan

baku yang belum / sudah dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan faktor – faktor mutu dan

gizi, sebagai usaha penting bagi peningkatan konsumsi produk perikanan baik kualitas

maupun kuantitas dan peningkatan nilai jual. Produk bernilai tambah yang dapat

dikembangkan antara lain : Surimi Fish Jelly Produk. Contoh : bakso, sosis, fish nugget/fish,

breaded, fish cake, otak – otak, chikuwa dll. Produk kering. Contoh : fish bakwa dan fish

cookies. Produk dari rumput laut Produk bioteknologi. Contoh : Khitin, Squalen. Produk

olahan tradisional. Contoh : ikan asin dll. Pengembangan produk adalah merupakan suatu

proses untuk menciptakan produk – produk baru yang biasanya dikaitkan dengan kebutuhan

konsumen atau pasar, dapat berupa produk inovatif, produk modifikatif dan produk imitatif.

Surimi adalah hancuran daging ikan yang telah dibersihkan dari bahan yang tidak

diinginkan seperti tulang, sisik, kulit dll, dicuci, dipres untuk mengeluarkan air yang

berlebihan. Surimi dengan mutu yang paling baik adalah surimi dengan derajat putih yang

paling tinggi dan kekuatan gelnya paling baik. Kriteria mutu yang digunakan sebagai acuan

pada penelitian ini adalah tingkatan kekuatan gel, derajat putih dan uji gigit berdasarkan

standar mutu surimi pada pengujian kamaboko. Standar mutu ini ditetapkan oleh Surimi

Workshop di Seattle, Jepang pada tahun 1984. Standar tersebut membagi mutu surimi

menjadi enam grade surimi (Wijayanti 2012 dalam Hamdani 2015).


Pencucian lumatan daging ikan selama proses pembuatan surimi dapat menghilangkan

protein sarkoplasma dan meningkatkan konsentrasi protein miofibril yang memegang

peranan penting dalam kemampuan membentuk gel. Keberadaan protein sarkoplasma

meskipun dalam jumlah kecil dapat berpengaruh terhadap kekuatan gel surimi yang

dihasilkan (Chaijan 2004 dalam Hamdani 2015). Di sisi lain Park dan Morrissey (2000)

menyatakan proses pencucian merupakan tahapan kritispada pembuatan surimi. Air

digunakan untuk menghilangkan protein sarkoplasma, darah, dan lemak dari daging lumat

ikan. Proses pencucian akan mempengaruhi karakteristik kekuatan gel dan derajat putih

surimi yang dibuat.

Menurut Wibowo (2004) narium klorida (NaCl) digunakan untuk mempercepat

pengurangan air, penghilangan lendir, darah dan kotoran lain dari daging ikan. Ikan yang

dicuci dalam larutan garam (0,3%) dapat mengekstrak protein aktomiosin sehingga

terbentuk pasta sol aktomiosin. Selain itu, garam juga digunakan sebagai bumbu untuk

menambah cita rasa asin. Menurut Bledso (2000) dalam Ramadhan (2013), pencucian

daging menggunakan NaHCO3 0,5% dapat mengurangi kandungan lemak, mengurangi

kandungan air dari daging dan dapat merubah warna daging menjadi lebih terang karena

sifat dari NaHCO3 dapat menghasilkan karbon dioksida yang dapat mendegradasi

kandungan lemak dan mengurangi kadar air.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu surimi adalah kesegaran bahan baku, namun

komposisi kimia ikan khususnya protein dan lemak (tergantung spesies) juga berperan

terhadap pembentukan gel. Surimi merupakan konsentrat dari protein miofibrilar yang

mempunyai kemampuan pembentukan gel, pengikatan air, pengikat lemak dan sifat-sifat

fungsional yang baik yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk bakso, sosis,

otak-otak dan sebagainya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel.
Cara pengolahan surimi meliputi tahapan sebagai berikut (BPPMHP 1987) seperti

penyiangan dan pencucian. Proses penyiangan dilakukan dengan pemotongan kepala dan

pembuangan isi perut menggunakan mesin pemotong kepala atau dapat juga dilakukan secara

manual dengan memakai pisau. Ikan dicuci bersih menggunakan mesin pembersih ikan atau

dapat juga dilakukan secara manual dengan air mengalir dan dilakukan dengan cepat (prinsip

penanganan ikan). Daging ikan dapat dipisahkan dari kulit dan tulang dengan menggunakan

mesin pemisah daging dan tulang mekanis. Ikan kecil dapat langsung dipisahkan tulangnya

secara mekanik, tetapi untuk ikan-ikan besar dianjurkan untuk disiangi dan dipisahkan

kepalanya sebelum dipisahkan tulangnya. Pengerjaan proses ini harus dilakukan dalam

keadaan dingin (suhu chilling). Air yang digunakan sebagai medium pencuci harus benar-

benar bersih. Hasil yang didapat dari tahap ini berupa potongan ikan tanpa kepala dan isi

perut serta telah bebas dari kotoran, darah maupun lendir.

Setelah itu ada tahap pemisahan daging dimana ikan yang telah disiangi dan dicuci

bersih, diambil dagingnya dengan cara memisahkan bagian kulit dan tulang dengan memakai

mesin “meat bone separator”. Pemisahan ini juga dapat dilakukan secara manual, dengan cara

menfilet terlebih dahulu dengan memakai pisau, kemudian bagian daging dikerok dengan

menggunakan sendok. Hasil yang didapat dari proses ini berupa hancuran daging (minced

fish) yang besarnya berkisar antara 30-50% dari berat ikan utuh, tergantung dari jenis ikan,

dan efektifitas pengerjaan. Pengerjaan yang dilakukan secara tidak efektif, akan

menyebabkan banyak daging yang terbuang selama proses.

Kemudian masuk ke tahap pelumeran (Leaching) dimana daging ikan cincang tersebut

kemudian dicuci dengan air dingin. Hancuran daging yang didapat, dimasukkan kedalam bak

perendaman yang telah diisi air, hancuran es, dan garam 0,2- 0,3%. Perbandingan air dan

daging 4:1, sedangkan suhu air diusahakan tidak lebih dari 50C. Selama proses ini harus

dilakukan pengadukan sebanyak 2-3 kali, sedangkan waktu perendaman masing-masing ± 15


menit. Proses pertama menuju ke proses berikutnya air harus selalu dibuang dengan cara

menyaring dengan menggunakan kasa plastik. Kapasitas bak perendaman untuk proses

leaching ini harus disesuaikan sedemikian rupa, dan dilengkapi dengan statip dan sumbu pada

kedua sisinya, sehingga memudahkan penanganan secara manual.

Perendaman biasanya dilakukan 3 kali dengan perbandungan air dan daging 5 : 1. Hal

ini bertujuan untuk menghilangkan darah, enzim-enzim, protein sarkoplasma dan lemak.

Tujuan pencucian untuk meningkatkan warna dan bentuk serta menggunakan karbonat atau

larutan phyrophospat pada akhir pencucian. Cryoprotektant, gula pasir, polyols ditambahkan

pada daging cincang yang kurang berwarna dan kurang berbau untuk melindungi protein dari

denaturasi selama penyimpanan dan pembekuan. Sebelumnya, sukrosa (10%) digunakan

sebagai cryoprotektant. Namun, untuk mengurangi rasa manis, jumlah sukrosa dikurangi

sampai 4% dengan penambahan sorbitol. Polyphospat pada konsentrasi 0,2-0,3%

ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas peningkatan air.

Proses leaching ini dapat memperbaiki rupa, dan mengurangi bau, serta rasa, terutama

dari hasil dekomposisi, kandungan bakteri dapat tereduksi cukup besar. Hasil analisa kimia

terlihat adanya penurunan kadar protein (terutama dalam bentuk “water soluble protein” yang

besarnya sekitar 20% total N), kadar lemak, dan kadar abu. Sedangkan senyawa-senyawa

hasil dekomposisi seperti TVB (Total Volatile Bases) dan TMA (Tri Metil Amin) lebih jelas

lagi penurunan kadarnya. Perlakuan untuk dapat memperbaiki kemampuan pembentukan gel:

1. Leaching.

2. Pemanasan bertingkat.

3. Bahan tambahan.

Hasil proses leaching ini didapat hancuran daging yang warnanya lebih bersih, berbau

netral (tidak amis), tidak berlemak, dan bebas dari sisa-sisa kulit, dan kotoran lain. Adapun

tujuan proses leaching ialah menghilangkan garam-garam an-organik seperti protein yang
larut dalam air, pigmen-pigmen, kontaminan yang berasal dari organ isi perut, serta sisa darah

dan kotoran, memperbaiki tekstur dan rupa produk seperti melakukan pencucian yang

berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan, pengepresan dan hasil akhir

dari proses leaching masih terdapat sejumlah air yang tercampur dengan hancuran daging

ikan. Untuk mengekstrak cairan ini mula-mula dilakukan penyaringan dengan kasa plastik

dan selanjutnya dilakukan pengepresan dengan menggunakan “screw press” (proses

kontinyu) atau dengan “hydraulic press” (batch process) hingga didapat daging pres (pressed

meat). Untuk pengepresan menggunakan hydraulic press, hancuran daging harus dibungkus

dengan kain kasa agar tidak terkontaminasi oleh alat pengepres tersebut maupun oleh

lingkungan.

Salah satu olahan diversifikasi berbahan surimi ialah Kamaboko. Kamaboko atau fish

cake adalah suatu produk hasil olahan daging ikan berbentuk gel protein yang homogen,

bersifat kenyal dan elastis. Produk ini berasal dari Jepang dan telah dikenal sejak sekitar 1500

tahun yang lalu. Produk semacam kamaboko tersebut juga dikenal di Indonesia, misalnya

seperti baso ikan, otak-otak, dan empek-empek. Pempek merupakan produk pangan

tradisional yang dapat digolongkan sebagai gel ikan, sama halnya seperti otak-otak atau

kamaboko di Jepang (Hardoko, 2014).

Proses pengolahan kamaboko melalui tahap-tahap dressing, pencucian, perendaman,

penggilingan daging ikan, pembuatan adonan, pencetakan dan pengukusan (pemasakan).

Berdasarkan cara pemasakan dan bentuk kamaboko, bahwa kamaboko terbagi menjadi 3

macam yaitu, Itatsuki Kamaboko merupakan kamaboko yang dicetak pada potongan kayu

kecil sehingga menghasilkan bentuk seperti lempengan (slab), dipanaskan dengan cara

pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan bergantung pada ukurannya, biasanya

80-90 menit untuk ukuran besar dan 20-30 menit untuk ukuran kecil.
Fried Kamaboko adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan tambahan,

dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya

disebut satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan untuk membuat kamaboko jenis

ini mutunya lebih rendah dibanding bahan untuk itatsuki.

Chikuwa adalah kamaboko yang dibuat pada cetakan yang berbentuk tabung,

pembentukannya biasanya otomatis oleh mesin dan dimasak dengan cara

dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya berwarna putih disebelah dalam dan

coklat keemasan disebelah luar dan permukaannya. Mutu bahan baku untuk bahan

baku kamaboko jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan itatsuki.

Anda mungkin juga menyukai