Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
KEWIRAUSAHAAN

A. Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha dari segi etimologi berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti
pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan
berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, berbuat sesuatu. Sedangkan
Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-
perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru
tersebut bisa dalam bentuk : (1) memperkenalkan produk baru, (2)
memperkenalkan metode produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new
market), (4) memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru,
atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri (Kambali, 2015).
Dari arti wirausaha dan wirausahawan tersebut, maka pengertian
kewirausahaan dapat diartikan sebagai berikut :
a. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan
hasil bisnis.
b. Kewirausahaan adalah Wirausaha atau enterpreneur adalah orang yang
memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan kesempatan bisnis
mengumpulkan sumber sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil
keuntungan daripadanya serta mengambil tindakan yang tepat, guna
memastikan kesuksesan.
c. Kewirausahaan adalah Enterpreneur atau wirausaha adalah seseorang yang
mengambil risiko yang diperlukan untuk mengorganisasikan dan mengelola
suatu bisnis menerima imbalan jasa berupa profit nonfinancial.
d. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha
(starup phase) dan perkembangan usaha (venture growth).
e. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
2

meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik


dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
f. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan (ability) dalam berfikir kreatif dan
berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak
tujuan, 3 siasat kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
g. Kewirausahaan adalah suatu sifat keberanian, keutamaan dalam keteladanan
dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri.
Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-employment).

B. Etika Wirausaha
Suatu kegiatan haruslah dilakukan dengan etika atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat bisnis. Etika atau norma-norma ini digunakan agar para
pengusaha tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dan usaha yang telah
dijalankan memperoleh simpati dari berbagai pihak. Pada akhirnya, etika tersebut
ikut membentuk pengusaha yang bersih dan dapat memajukan serta membesarkan
usaha yang dijalankan dalam waktu yang relatif lebih lama. Dalam etika berusaha
perlu ada ketentuan yang mengaturnya. Adapun ketentuan yang diatur dalam etika
wirausaha secara umum adalah sebagai berikut :
a. Sikap dan perilaku seorang pengusaha harus mengikuti norma yang berlaku
dalam suatu negara atau masyarakat.
b. Penampilan yang ditunjukan seseorang pengusaha harus selalu apik, sopan,
terutama dalam menghadapi situasi atau acara-acara tertentu.
c. Cara berpakain pengusaha juga harus sopan dan sesuai dengan tempat dan
waktu yang berlaku.
d. Cara berbicara seorang pengusaha juga mencerminkan usahanya, sopan, penuh
tata krama, tidak menyinggung atau mencela orang lain.
e. Gerak-gerik pengusaha juga dapat menyenangkan orang lain, hindarkan gerak-
gerik yang dapat mencurigakan.
Kemudian, etika atau norma yang harus ada dalam benak dan jiwa setiap
pengusaha adalah sebagai berikut :
a. Kejujuran Seorang pengusaha harus selalu bersikap jujur, baik, dalam berbicara
maupun bertindak. Jujur ini perlu agar berbagai pihak percaya terhadap apa
3

yang akan dilakukan. Tanpa kejujuran, usaha tidak akan maju dan tidak di
percaya konsumen atau mitra kerjanya.
b. Bertanggung Jawab Pengusaha harus bertangungjawab terhadap segala
kegiatan yang dilakukan dalam bidang sahanya. Kewajiban terhadap berbagai
pihak harus segera diselesaikan. Tanggung jawab tidak hanya terbatas pada
kewajiban, tetapi juga kepada seluruh karyawannya, masyarakat dan
pemerintah.
c. Menepati Janji Pengusaha dituntut untuk selalu menepati janji, misalnya dalam
hal pembayaran, pengiriman barang atau penggantian. Sekali seorang
pengusaha ingkar janji hilanglah kepercayaan pihak lain terhadapnya.
Pengusaha juga harus konsisten terhadap apa yang telah dibuat dan disepakati
sebelumnya.
d. Disiplin Pengusaha dituntut untuk selalu disiplin dalam berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan usahanya, misalnya dalam hal waktu pembayaran atau
pelaporan kegiatan usahanya.
e. Taat Hukum Pengusaha harus selalu patuh dan menaati hukum yang berlaku,
baik yang berkaitan dengan masyarakat ataupun pemerintah. Pelanggaran
terhadap hukum dan peraturan telah dibuatkan berakibat fatal dikemudian hari.
Bahkan, hal itu akan menjadi beban moral bagi pengusaha apabila tidak
diselesaikan segera.
f. Suka Membantu Pengusaha secara moral harus sanggup membantu berbagai
pihak yang memerlukan bantuan. Sikap ringan tangan ini dapat ditunjukan
kepada masyarakat dalam berbagai cara. Pengusaha yang terkesan pelit akan
dimusuhi oleh banyak orang.
g. Komitmen dan Menghormati Pengusaha harus komitmen dengan apa yang
mereka jalankan dan menghargai komitmen dengan pihak-pihak lain.
Pengusaha yang menjungjung komitmen terhadap apa yang telah diucapkan
atau disepakati akan dihargai oleh berbagai pihak.
h. Mengejar Prestasi Pengusaha yang sukses harus selalu berusaha mengejar
prestasi setinggi mungkin tujuannya agar perusahaan dapat terus bertahan dari
waktu ke waktu. Prestasi yang berhasil dicapai perlu terus ditingkatkan. Di
4

samping itu, perusaha juga harus tahan mental tidak mudah putus asa terhadap
berbagai kondisi dan situasi yang dihadapi.
Etika yang berlakukan oleh pengusaha terhadap berbagai pihak memiliki
tujuan-tujuan tertentu. Tujuan etika tersebut harus sejalan dengan tujuan
perusahaan. Di samping memiliki tujuan, etika juga sangat bermanfaat bagi
perusahaan apabila dilakukan secara sungguh-sungguh.

C. Tujuan dan Manfaat Etika


Wirausaha Etika yang diberlakukan oleh pengusaha terhadap berbagai
pihak memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan etika tersebut harus sejalan dengan
tujuan perusahaan. Di samping memiliki tujuan, etika juga sangat bermanfaat bagi
perusahaan apabila dilakukan secara sungguh-sungguh. Berikut ini beberapa
tujuan etika yang selalu ingin dicapai oleh perusahaan :
a. Untuk persahabatan dan pergaulan Etika dapat meningkatkan keakraban dengan
karyawan, pelanggan atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
b. Menyenangkan orang lain Sikap menyenangkan orang lain merupakan sikap
yang mulia, menyenangkan orang lain berarti membuat orang menjadi suka
dan puas terhadap pelayanan kita.
c. Membujuk pelanggan Setiap calon pelanggan memiliki karakter tersendiri,
berbagai cara dapat dilakukan perusahaan untuk membujuk calon pellanggan.
Salah satu caranya adalah melalui etika yang di tunjukkan seluruh karyawan.
d. Mempertahankan pelanggan Melalui pelayanan etika seluruh karyawan,
pelanggan lama dapat dipertahankan karena mereka sudah merasa puas atas
layanan yang diberikan.
e. Membina dan menjaga hubungan Hubungan yang sudah berjalan baik harus
tetap dan terus dibina, hindari adanya perbedaan paham atau konflik, ciptakan
dalam suasana akrab.
Dengan etika hubungan yang lebih baik dan akrab pun dapat terwujud.
Manfaat kewirausahan:
a. Menambah daya tampung tenaga kerja sehingga mengurangi pengganguran
b. Sebagai generator pembagunan lingkungan, pribadi, distribusi, pemeliharaan
lingkungan dan kesejahteraan
5

c. Mengerikan contoh bagaimana harus bekerja keras, tekun dan memiliki pribagi
yang unggul yang patut untuk diteladani
d. Berusaha menidik karyawannya menjadi orang yang mnadiri, disiplin, tekun
dan jujur dalam menghadapi pekerjaan
e. Berusaha menididik masyarakat agar hidup secara efisien, tidak foya foya dan
tidak boros.
Sikap dan perilaku Wirausahawan: Seorang wirausahawan harus
mempunyai beberapa sikap, yaitu:
a. Mampu berfikir dan bertindak kreatif dan inovatif
b. Mampu bekerja tekun, teliti dan dan produktif
c. Mampu berkarya berlandaskan etika bisnis yang sehat
d. Mampu berkarya dengan semnagat dan kemandirian
e. Mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara sistematis dan
berani mengambil resiko.
Sedangkan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha adalah:
a. Memiliki rasa percaya diri (teguh pendirian, tidak tergantung pada orang lain,
berkepribadian yang baik, optimis terhadap pekerjaannya)
b. Berorientasi pada tugas dan hasil (haus akan prestasi, berorintasi pada laba,
tekun dan tabah, mempunyai motivasi tinggi dan kerja keras)
c. Pengambil resiko (energik dan berinisiatif, mempu mengambil resiko, suka
pada tantangan, bertingkah laku sebagi pemimpin, dapat menanggapi saran dan
kritik)
d. Keorisinilan ( inovatif, kreatif dan fleksibel, serba bisa dan mengetahui banyak
hal)
e. Berorientasi pada masa depan (optimis pada masa depan)
Di samping harus memiliki sikap dan perlaku tersebut diatas seorang
wirausaha harus juga memiliki ketrampilan untuk menunjang keberhasilannya,
yaitu keterampilan dasar dan keterampilan khusus. Keterampilan dasar:
a. Memiliki sikap mental dan spiritual yang tinggi
b. Memiliki kepribadian yang unggul
c. Pandai berinisiatif
d. Dapat mengkoordinasikan kegiatan usaha Ketrampilan khusus:
6

a. Keterampilan konsep (conceptual skill) : ketrampilan melakukan kegiatan usaha


secara menyeluruh bersarakan konsep yang dibuat.
b. Ketrampilan teknis (technical skill) : ketrampilan melakukan teknik tertentu
dalam mengelola usaha.
c. Human Skill : keterampilan bekerja sama dengan orang lain, bawahan dan
sesama usahawan.
Ciri-Ciri Wirausaha yang Berhasil
a. Memiliki visi dan tujuan yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak ke mana
langkah dan arah yang dituju sehingga dapat diketahui langkah yang harus
dilakukan oleh pengusaha tersebut.
b. Inisiatif dan selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar di mana pengusaha
tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi terlebih dahulu memulai dan
mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan.
c. Berorientasi pada prestasi. Pengusaha yang sukses selalu mengejar prestasi
yang lebih baik daripada prestasi sebelumnya. Mutu produk, pelayanan yang
diberikan, serta kepuasan pelanggan menjadi perhatian utama. Setiap waktu
segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu dievaluasi dan harus lebih baik
dibanding sebelumnya.
d. Berani mengambil risiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang
pengusaha kapanpun dan dimanapun, baik dalam bentuk uang maupun waktu.
e. Kerja keras. Jam kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, di mana ada
peluang di situ dia datang. Kadang-kadang seorang pengusaha sulit untuk
mengatur waktu kerjanya. Benaknya selalu memikirkan kemajuan usahanya.
Ide-ide baru selalu mendorongnya untuk bekerja kerjas merealisasikannya.
Tidak ada kata sulit dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.
f. Bertanggungjawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang
maupun yang akan datang. Tanggung jawab seorang pengusaha tidak hanya
pada segi material, tetapi juga moral kepada berbagai pihak.
g. Komitmen pada berbagai pihak.
h. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik
yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak.
Hubungan baik yang perlu dijalankan, antara lain kepada: para pelanggan,
7

pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas. Wirausahawan memiliki enam


tema karakter utama yang membentuk akronim: F (Focus) untuk fokus, A
(Advantage) untuk keuntungan, C (Creativity) untuk kreativitas, E (Ego) untuk
ego, T (Team) untuk tim, S (Social) untuk sosial. 10 Etika Bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan
perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan
kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidahkaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika
Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
seharihari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
Rangkuman Sejak konsep entrepreneurship diperkenalkan sampai dengan
sekarang terdapat kecenderungan adanya berbagai penambahan dalam ciri-ciri
tersebut. Hal ini bisa dipahami mengingat semakin modern tingkat kehidupan
suatu masyarakat maka akan semakin kompleks dan bervariasi pula hal-hal yang
bisa dilakukan oleh seorang wirausaha. Dan setiap perubahan pola kehidupan
suatu masyarakat selalu meminta tuntutan kemampuan yang berbeda sehingga
sifat, sikap, dan ciri yang dituntut dari seorang wirausaha pada setiap tahap
perubahan tersebut akan berbeda-beda pula. Apa yang disajikan dari hasil
penelitian Hornaday yang kelihatan begitu mendalam tentang ciri-ciri
kewirausahaan tersebut tidak tertutup kemungkinan untuk diperbarui dan
diberikan penambahan-penambahan baru, tetapi paling tidak hasil penelitian
beliau dapat dijadikan landasan yang sangat berharga untuk mengembangkan
studi lebih lanjut.Banyak faktor yang mempengaruhi seorang wirausaha dalam
mencapai jenjang kesuksesan. Faktor-faktor tersebut, antara lain kemampuan
seorang wirausaha dalam menggunakan sumber daya, kejelian dalam melihat
peluang pasar, kemampuan dalam memasuki produk, kemampuan dalam
8

memanfaatkan sumber daya luar, dan kemampuan dalam menjalin


kemitraan.Kemampuan seorang wirausaha dalam mengelola sumber daya, seperti
tenaga kerja, finansial, dan teknologi merupakan tuntutan praktis 11 yang harus
dikuasai oleh seorang wirausaha. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor yang
berpengaruh secara langsung terhadap pengelolaan operasional organisasi sehari-
hari (Kambali, 2015)..
Kemampuan seorang wirausaha dalam memasarkan produk akan
tercermin dari langkahlangkah pemasaran yang ditempuhnya. Agar seorang
wirausaha berhasil dalam memasarkan produknya, terdapat tiga langkah yang
harus ditempuh, yaitu mengidentifikasi dan mengevaluasi kesempatan,
menganalisis segmen pasar dan menentukan target market, serta merencanakan
strategi bauran pemasaran untuk target market-nya. Menggunakan sumber daya
luar dan kemitraan merupakan cara yang baik untuk membantu seorang wirausaha
dalam mengembangkan kemampuan usahanya, mencari informasi dari berbagai
sumber, serta mencari solusi dari masalah usaha yang dihadapi.Menggunakan
sumber daya luar dan kemitraan merupakan cara yang baik untuk membantu
seorang wirausaha dalam mengembangkan kemampuan usahanya mencari
informasi dari berbagai sumber, serta mencari solusi dari masalah usaha yang
dihadapi.
9

BAB II
PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN

A. Pemahaman Tentang Kewirausahaan


Istilah wirausaha sering dipakai tumpang tindih dengan istilah wiraswasta.
Di dalam berbagai literatur dapat dilihat bahwa pengertian wiraswasta sama
dengan wirausaha demikian pula penggunaan istilah wirausaha seperti sama
dengan wiraswasta.. Dalam arti lain, istilah wiraswasta ada yang menghubungkan
dengan istilah saudagar, walaupun sama artinya dalam Sanskerta, tetapi maknanya
berlainan. Wiraswasta terdiri atas tiga kata: wira, swa, sta, masing-masing berarti:
wira adalah manusia unggul, teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani,
pahlawan/pendekar kemajuan, dan memiliki keagungan watak, swa artinya sendiri
dan sta artinya berdiri. Sedangkan saudagar terdiri dari dua suku kata, yaitu sau
berarti seribu dan dagar artinya akal. Jadi saudagar berarti seribu akal.
Kewirausahaan sebagai suatu proses, yakni proses penciptaan sesuatu yang baru
(kreasi baru) yang membuat sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu
yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi), tujuannya adalah tercapainya
kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Sedangkan wirausaha
mengacu pada orang yang melaksanakan proses penciptaan
kesejahteraan/kekayaan dan nilai tambah melalui penalaran dan penetasan
gagasan tersebut menjadi kenyataan. Dengan kata lain seorang wirausaha adalah
orang ang mampu meretas gagasan menjadi realitas.
Jadi, seorang wirausaha adalah orang yang kreatif dan inovatif. Kreatif
apabila ia memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau
mengadakan sesuatu yang belum ada. Sebagai misal apabila di lingkungan
kampus ini memerlukan toko buku, kita bisa mewujudkannya, maka kita adalah
orang yang kreatif, namun tidak bisa inovatif jika toko buku kita tidak memiliki
keberbedaan dengan toko buku lainnya. Jika kita orang yang inovatif, maka toko
buku yang kita dirikan misalnya, memiliki ciri khas tersendiri, apakah itu dalam
hal harga, kekhususan bukunya, layout ruangannya, promosi penjualannya,
10

pelayanan atau yang lainnya. Bila kedua kelebihan itu ada pada diri kita dan apa
yang kita wujudkan itu mendatangkan kemanfaatan bagi civitas akademika
kampus dan keuntungan bagi kita, maka kita adalah wirausaha.

B. Wirausaha Menurut Pandangan Islam


1. Perintah Kerja Keras
Orang-orang atau bangsa yang berhasil ialah yang mau bekerja keras, tahan
menderita dan berjuang memperbaiki nasibnya. Kemauan bekerja keras (azam)
dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja keras dengan sungguh-sungguh.
Dalam bekerja keras itu tersembunyi kepuasan batin yang tidak dinikmati oleh
profesi lain. Dunia bisnis mengutamakan profesi lebih dahulu, baru kemudian
prestasi, bukan sebaliknya. Generasi muda yang mengutamakan prestasi dahulu,
mereka tidak akan mencapai kemajuan, karena setiap kemajuan pasti menuntut
adanya prestasi. Prestasi dimulai dengan kerja keras dalam semua bidang.

Pekerjaan dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW pun mencerminkan kerja


keras, sehingga dapat berhasil mencapai kemajuan. Demikian juga dijelaskan
dalam Al- Qur'an yang artinya: "Apabila engkau telah berazam, maka
bertawakallah kepada Allah”. (Q.S. Ali Imran : 159).

Kewajiban seorang muslim adalah selalu ingat kepada Allah, melaksanakan


segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sambil bekerja keras, dan Allah
akan membantu. Bekerja keras tidak hanya dilakukan pada saat memulai saja,
namun terus dilakukan walaupun sudah berhasil. Lakukan perbaikan terus
menerus atas apa yang telah dikerjakan dan jangan terlena karena suatu
keberhasilan.

2. Berbuat baik adalah ibadah


Berwirausaha memberi peluang kepada seseorang untuk banyak-banyak
berbuat baik, bukan sebaliknya. Berbuat baik dalam wirausaha perdagangan
misalnya membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja, kemudian
memperoleh pemenuhan kebutuhan, pelayanan cepat, memberi pertolongan,
memuaskan konsumen dan sebagainya.
11

3. Sifat-sifat seorang Wirausaha

Di samping adanya fungsi-fungsi manajemen seperti planning, organizing,


actuating, controlling di dalam suatu lembaga maka sangat dibutuhkan juga
seorang wirausaha dalam melaksanakan fungsi-fungsi tersebut supaya lembaga
(perusahaan dan organisasi) dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh
karena itu faktor produksi yang di dalamnya termasuk skill/ ketrampilan
dikembangkan lagi lebih rinci pada sifat dan perilaku individunya sebagai sumber
daya manusia yang mengelola bisnis/ usaha.

Sifat-sifat dan karakteristik yang dimiliki seorang wirausaha (pengusaha)


yang sesuai dengan ajaran Islam, dijelaskan oleh Alma sebagai berikut :

a. Sifat Taqwa, Tawakkal, Dzikir dan Syukur.

Sifat-sifat di atas harus benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan (praktek


kewirausahaan/bisnis) sehari-hari. Ada jaminan dari Allah SWT bahwa: “Barang
siapa yang taqwa kepada Allah, maka Allah akan mengadakan baginya jalan
keluar dan Allah memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS, At-

Tholaq : 2)〃. Tawakkal adalah suatu sifat penyerahan diri kepada Allah secara

aktif, tidak cepat menyerah. Adalah sudah lumrah dalam dunia bisnis mengalami
jatuh bangun sebelum berhasil. Dunia bisnis sangat kompleks, persaingan sangat
tajam. Di sinilah perlu sifat tawakkal, seperti dijaminkan Allah, yaitu bila kita
tawakkal Allah akan memberi rizki seperti burung- burung yang keluar dari
sangkar di pagi hari dan pulang dengan perut kenyang.

b. Jujur

Dalam suatu hadits dinyatakan: kejujuran itu akan membawa ketenangan dan
ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan (Assuyuti, tanpa tahun : 15,
lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 1, rujukan hadits nomor 6). Jujur dalam
kegiatan berbisnis/wirausaha, menimbang, mengukur, membagi, berjanji,
membayar hutang, jujur dalam berhubungan dengan orang lain, semuanya akan
membuat ketenangan lahir dan batin.
12

c. Niat Suci dan Ibadah

Bagi seorang muslim melakukan bisnis/ wirausaha adalah dalam rangka


ibadah kepada Allah SWT. Demikian pula hasil yang diperoleh di dalam bisnis
akan dipergunakan kembali di jalan Allah.

d. Kerja Keras dan Bangun Pagi

Rasulullah mengajarkan kepada kita agar mulai bekerja sejak pagi hari, selesai
shalat shubuh, janganlah kamu tidur, bergeraklah, carilah rizki dari Tuhanmu.
Para malaikat akan turun dan membagikan rizki sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.

4. Toleransi

Toleransi, tenggang rasa, tepo seliro (Jawa), harus dianut oleh orang-orang
yang bergerak di bidang usaha/ bisnis. Dengan demikian tampak bahwa orang
bisnis itu supel, mudah bergaul, komunikatif, praktis, tidak banyak teori, fleksibel,
pandai melihat situasi dan kondisi dan tidak kaku.
a) Berzakat dan Berinfaq

Berzakat dan berinfaq harus menjadi budaya muslim yang bergerak dalam
bidang wirausaha/bisnis. Harta yang dikelola, laba yang diperoleh, harus
disisihkan sebagian untuk membantu anggota masyarakat yang membutuhkan.

Dalam ajaran Islam sudah jelas bahwa harta yang dizakatkan dan
diinfaqkan di jalan Allah tidak akan hilang, melainkan menjadi tabungan kita
yang berlipat ganda, baik di dunia maupun di akhirat. Sebuah hadits Rasulullah
SAW menyatakan bahwa: Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan
dan Allah tidak akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali
kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah,
melainkan Allah akan meninggikan derajatnya (Assuyuti, tanpa tahun : 153, lebih
lanjut dapat dilihat pada lampiran 1, rujukan hadits nomor 7).
b) Silaturrahmi

Orang bisnis seringkali melakukan silaturrahmi dengan partner bisnisnya


ataupun dengan relasinya. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa kita selalu
13

mempererat silaturrahmi satu sama lainnya. Manfaat silaturrahmi ini di samping


mempererat ikatan persaudaraan, juga seringkali membuka peluang bisnis baru.
Hadits Nabi menyatakan : Siapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya,
maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturrahmi (Assuyuti, tanpa tahun :
160, lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 1, rujukan hadits nomor 8)•

C. Peranan STAIN dalam Pengembangan Kewirausahaan

Peranan STAIN dalam proses pembangunan nasional seharusnya


diletakkan dalam perspektif yang lebih luas. Peran tersebut tidak saja berkaitan
dengan status lembaganya yang menjadi pusat pendidikan dan penyiapan sumber
daya manusia (SDM) untuk mendukung pembangunan spiritual, yang diperlukan
oleh. Departemen agama dan instansi pemerintah lainnya, tetapi juga melahirkan
wirausaha-wirausaha yang berjuang untuk penguatan agama dan iman. Pilihan
STAIN untuk melibatkan diri pada usaha pemberdayaan ekonomi umat pada
dasarnya merupakan panggilan agama, yang menjadi basis kajian dan kegiatan
akademiknya, bukan sesuatu yang berlawanan dengan tujuan dasarnya, tetapi
justru untuk penguatan pencapaian tujuan institusinya.
Untuk itu STAIN memberikan kesempatan kepada para mahasiswa yang
memilih karirnya menjadi pengusaha, supaya dapat berlatih dan mempersiapkan
dirinya untuk menjadi wirausaha yang baik dengan memberikan bekal pelatihan-
pelatihan yang kelak sangat penting ketika akan memasuki dunia wirausaha yang
sesungguhnya. Program penyiapan dapat dilakukan melalui beberapa tahapan
kegiatan, yaitu:

1. Pelatihan

Pelatihan ini diarahkan agar setiap peserta mendapatkan motivasi yang kuat
untuk menjadi wirausaha dan dapat memahami konsep-konsep kewirausahaan
dengan segala macam seluk beluk permasalahan yang ada di dalamnya. Oleh
karena itu dalam latihan ini para pelaku wirausaha dihadirkan untuk memberikan
ceramah mengenai filosofi usahanya serta kiat-kiatnya untuk mencapai sukses
usahanya, sedangkan ketrampilan dan penguasaan mengenai teknis manajemen
usaha dapat diberikan oleh tenaga profesional di bidangnya.
14

2. Pemagangan

Pemagangan disini bukanlah pemagangan seperti yang banyak dilakukan


dalam kegiatan selama ini dimana peserta diberi kesempatan bekerja di suatu
perusahaan dengan tujuan mempraktikkan pengetahuan atau ketrampilan teknik
yang diperoleh di bangku kelas, akan tetapi pemagangan di sini lebih diarahkan
untuk membentuk visi dan menyerap budaya kerja yang lebih profesional,
sehubungan dengan pilihan wirausaha yang kelak akan dipilihnya.

Oleh karena itu pemagangan ini sebaiknya diadakan dengan format yang jelas
dan pilihan bidang usaha yang sesuai. Misalnya seseorang yang memilih dan
menentukan usahanya untuk membuka restoran, maka peserta tersebut harus
magang pada tempat yang sesuai dengan pilihannnya itu, yaitu magang di restoran
juga. Tujuan dari pemagangan ini supaya peserta memperoleh kesempatan untuk
melakukan pendalaman usaha sehingga dapat memiliki gambaran yang nyata
tentang usahanya melalui pengalaman langsung, sehingga ketika kelak ia
membuka usahanya dapat dihindari kerugian yang mengakibatkan jatuh usahanya.

3. Penyusunan Proposal

Setelah peserta memperoleh motivasi yang kuat, pengetahuan dan pengalaman


praktek langsung di lapangan, maka peserta diharapkan dapat menyusun suatu
proposal usaha. Proposal usaha ini mencerminkan suatu perhitungan- perhitungan
yang riil serta prospek pengembangan usahanya. Proposal ini sebaiknya dirancang
dan dievaluasi oleh pihak pembimbing profesional.

4. Permodalan.

Dengan proposal yang baik yang menggambarkan prospek usaha yang


realistik, maka pada tahap berikutnya mengajukan proposal itu kepada pihak-
pihak yang memungkinkan dapat memberikan modal. Untuk itu diupayakan
mengadakan hubungan kerja sama yang baik dengan lembaga keuangan, baik
perbankan maupun dana bantuan yang disalurkan melalui kemitraan usaha.

5. Pendampingan
15

Tahap ini diperlukan agar pelaku usaha dapat mengembangkan usahanya


secara terkendali sesuai dengan proposal yang ditetapkan. Oleh karena itu
diperlukan pendamping yang profesional, yang dapat dilakukan oleh mitra
kerjanya, baik lembaga keuangan maupun mitra bisnisnya atau lembaga-lembaga
bantuan untuk pengembangan usaha skala kecil dan menengah.
6. Menjadi pelaku wirausaha

Setelah beberapa tahapan kegiatan di atas dijalankan secara konsisten dan


berhasil baik, maka pada gilirannya ia sudah siap menjadi pelaku wirausaha yang
sejati. Makin banyak pelaku wirausaha yang sejati. Makin banyak pelaku
wirausaha dari umat yang berhasil, diharapkan dapat membantu memecahkan
problem ketenagakerjaan yang semakin sulit dan dapat meningkatkan kualitas
wirausaha kita, untuk memperkuat pengembangan agama dalam masyarakat pada
umumnya.

Berkaitan dengan proses pelatihan di atas, perguruan tinggi agama (STAIN)


dapat melakukan program tersebut melalui sarana yang telah ada pada masing-
masing perguruan tinggi. Salah satu tempat perguruan tinggi. Salah satu tempat
pelatihan di perguruan tinggi yang dapat dilakukan adalah melalui Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) yang dikembangkan secara terbuka, sehingga semua
mahasiswa yang berminat untuk memilih jalan wirausaha dapat memperoleh
kesempatan dan pengalaman yang memadai. Dalam hal ini kiranya perlu campur
tangan dan kebijaksanaan langsung dari Pimpinan Perguruan Tinggi untuk
mendukung, mengarahkan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
semua mahasiswa untuk memasuki program tersebut.

D. Peningkatan Wawasan Kewirausahaan Melalui Pembentukan Sikap


Mandiri - Profesional dan Peran serta Perguruan Tinggi

Keberhasilan pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh


pengembangan sumber daya manusia (SDM) profesional yang mandiri, etos kerja
tinggi dan produktif. Oleh karena itu diperlukan output dunia pendidikan yang
tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi juga menjadi
tenaga kerja profesional yang mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan
16

teknologi yang diperoleh, menjadi wujud nyata dan dapat memuaskan orang lain.
Oleh karena, itu salah satu kebijaksanaan Departemen Tenaga Kerja yang paling
berkaitan dengan penciptaan kesempatan kerja serta peningkatan wawasan
kewirausahaan bagi angkatan kerja muda, terutama peran serta perguruan tinggi
adalah program pembentukan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional
(TKPMP). Alasan mendasar dari dijadikannya lulusan perguruan tinggi sebagai
sasaran utama adalah karena lulusan perguruan tinggi memiliki intelektualitas,
wawasan yang lebih luas, sehingga mempunyai profitabilitas yang lebih besar
untuk dikembangkan menjadi wirausahawan mandiri yang profesional dan
diharapkan sekaligus mampu menggerakkan orang lain, sehingga mereka dapat
menjadi katalisator dan dinamisator bagi masyarakat lainnya.

Untuk mewujudkan keberhasilan pelaksanaan program tersebut, maka


prinsip yang ditekankan adalah: Meningkatkan “keterpaduan” kerjasama antara
instansi pemerintah yang terkait dan “kemitraan” antara instansi pemerintah
dengan lembaga non pemerintah termasuk dunia usaha dan dunia pendidikan.
Orientasi keterpaduan dan kemitraan ditekankan kepada kepentingan bersama
yaitu adanya mutual interest: saling mengisi, saling memiliki, saling
membutuhkan dan saling menguntungkan.

E. Pembelajaran Kewirausahaan dalam Konteks Kelembagaan

Pembelajaran kewirausahaan dapat dimulai dengan membaca kemampuan


dan potensi diri, potensi lingkungan sekitar yang kemudian diolah melalui
percobaan empirik sehingga menjadi peluang bisnis yang menguntungkan. Asy'ari
(1996) mengungkapkan perlu adanya beberapa tahapan yang dilakukan
sehubungan dengan pembelajaran kewirausahaan tersebut yaitu :

1. Tahap pengenalan diri

Melalui pengenalan diri secara intens seseorang dapat mengenali


kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya.
Keseimbangan dalam mengenali dan memahami dirinya baik dari sisi
kekuatan dan kelemahan, kebaikan dan keburukan adalah mutlak diperlukan
17

karena tanpa keseimbangan tersebut dapat menjebak seseorang ke sisi yang


tidak menguntungkan. Setiap orang mempunyai kemampuan sendiri-sendiri
dan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda. Perbedaan kemampuan
harus dikenali dengan baik dan harus disadari agar dapat dijalin kekuatan
sinergik dalam tim kerja dengan menggabungkan semua potensi-potensi yang
ada untuk saling melengkapi dan dikembangkan menjadi kekuatan untuk
memajukan usahanya.

2. Tahap pengenalan potensi ekonomi, lingkungan hidup, dan lingkungan


masyarakat

Karena di dalam lingkungan hidup dan lingkungan masyarakat terkandung


potensi ekonomi yang besar, yang satu dengan yang lainnya berbeda maka
setiap usaha selalu berhubungan dengan ruang, waktu dan lingkungan tersebut.
Pengenalan terhadap potensi ekonomis dari lingkungan perlu dilakukan secara
mendalam dari berbagai segi baik dari sumber daya alam, sumber daya
manusia, situasi pasar, persaingan dan kualitas produksi serta teknologi, bahan
baku yang kaitannya dengan kegiatan ekonomi serta tingkat pertumbuhannya.

3. Tindakan nyata dengan percobaan empiric

Berdasarkan pengenalan yang mendalam terhadap potensi ekonomi, baik


yang tersimpan dalam kemampuan diri, maupun potensi yang ada dalam
lingkungan hidup, kemudian dilakukannya perhitungan ekonomi (studi
kelayakan), maka selanjutnya pilihan usaha harus ditetapkan dan diikuti
dengan tindakan nyata melalui percobaan empirik tersebut. Percobaan empirik
bisa dilakukan dengan cara magang kerja dalam dunia kerja nyata. Magang
merupakan cara pendalaman usaha yang paling kecil resikonya. Akan tetapi
biasanya dalam proses magang, seseorang akan sulit memperoleh pengalaman
yang diperlukannya, yang menjadi kunci sukses usaha tempat magang. Disini
diperlukan kecerdasan dan kejujuran serta sikap yang baik sehingga kunci
sukses dapat dipahami tanpa merugikan pihak lain.
18

4. Tahap pengembangan usaha

Hal ini dapat dilakukan setelah tahap percobaan empirik menunjukkan


hasil positif. Biasanya hasil yang positif tersebut dicari dengan beberapa kali
percobaan empirik, sebagai proses pendalaman terhadap struktur usahanya.
Pengembangan usaha dapat dilakukan secara vertikal dan horisontal akan
tetapi sebaiknya perkembangan vertikal lebih didahulukan kemudian jika
sudah dicapai titik maksimum sesuai dengan kemampuan yang ada baru
dikembangkan secara horisontal. Hal ini disebabkan pengembangan usaha
secara horisontal dengan membuka usaha-usaha baru yang lain dari usaha yang
sudah dikembangkannya terdahulu dalam prosesnya ternyata dimulai dari awal
lagi. Biasanya pengembangan suatu usaha seringkali tidak diikuti dengan
kecepatan pengembangan manajemen usahanya. Oleh karena itu sejak awal
usahanya dirintis sudah seharusnya mulai dipikirkan mengenai pengembangan
manajemen dengan cara mengembangkan kemampuan profesional sumber
daya manusianya.

Jadi, ketika seseorang masuk dalam dunia wirausaha maka ia akan


berhadapan dengan serangkaian kegiatan usaha yang terencana untuk
memperoleh profit dan dalam serangkaian kegiatan usaha itu paling tidak ada
4 (empat) bidang kegiatan yang penting yang harus dikendalikan oleh seorang
wirausaha yang satu dengan lainnya merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan yaitu :

a. Bidang produksi, baik berupa barang maupun jasa. Sebuah produk di


samping diperlukan, ia juga harus memenuhi standar tertentu sehingga pihak
konsumen tidak dirugikan. Tuntutan untuk meningkatkan kualitas sehingga
pemakainya puas dan mendapatkan keuntungan pada dasarnya bukan hanya
tuntutan ekonomi, tetapi juga merupakan panggilan agama untuk berbaik-
baik kepada sesamanya

b. Bidang pemasaran. Pemasaran merupakan kegiatan mempengaruhi


konsumen agar mau membeli produk yang ditawarkan. Kegiatan pemasaran
harus mampu meningkatkan penjualan sesuai dengan jumlah yang
19

diproduksi, jika tidak dipastikan perusahaan akan mengalami kerugian.


Keseimbangan antara kemampuan memproduksi barang/jasa dan
kemampuan menjualnya harus tetap dijaga dan peningkatannya harus juga
didasarkan pada peningkatan keseimbangan antara keduanya.

c. Bidang keuangan. Perusahaan ibarat tubuh maka keuangan adalah darahnya.


Arus keuangan yang lancar untuk membiayai segala kegiatan perusahaan
merupakan kunci kelancaran bisnisnya.

d. Bidang sumber daya manusia. Kemajuan suatu perusahaan akan ditentukan


sepenuhnya oleh kualitas sumber daya manusianya. Sebuah perusahaan
yang kualitas sumber daya manusianya rendah akan mengalami kesulitan
berkembang dan memenangkan persaingan. Rencana pengembangan suatu
usaha harus dilakukan sesuai dengan perkembangan kualitas dan sikap
profesionalisme dari sumber daya manusianya (Kambali, 2015)..
20

BAB III
KONSEP KEWIRAUSAHAAN
DALAM KONTEKS PILIHAN KARIR

A. Pendahuluan
Keterbatasan terserapnya lulusan perguruan tinggi di sektor pemerintah
menyebabkan perhatian beralih pada peluang bekerja pada sektor swasta, namun
beratnya persyaratan yang ditetapkan kadang membuat peluang untuk bekerja di
sektor swasta juga semakin terbatas. Satu-satunya peluang yang besar adalah
bekerja dengan memulai usaha mandiri. Hanya saja, jarang kita temukan
seseorang sarjana yang mau mengawali kehidupannya setelah lulus dari perguruan
tinggi dengan memulai mendirikan usaha. Adanya kecenderungan yang demikian
berakibat pada tingginya residu angkatan kerja berupa pengangguran terdidik.
Jumlah lulusan perguruan tinggi dalam setiap tahun semakin meningkat tidak
sebanding dengan peningkatan ketersediaan kesempatan kerja yang akan
menampung mereka.

B. Defenisi dan Konsep Kewirausahaan


Perkataan kewirausahaan (entrepreneurship) berasal dari Bahasa Perancis,
yakni entreprendre yang berarti melakukan (to under take) dalam artian bahwa
wirausahawan adalah seorang yang melakukan kegiatan mengorganisir dan
mengatur. Istilah ini muncul di saat para pemilik modal dan para pelaku ekonomi
di Eropa sedang berjuang keras menemukan berbagai usaha baru, baik sistem
produksi baru, pasar baru, maupun sumber daya baru untuk mengatasi kejenuhan
berbagai usaha yang telah ada. Arti kata kewirausahaan berbeda-beda menurut
para ahli atau sumber acuan, karena adanya perbedaan penekanan.
 Richard Cantillon (1725) mendefinisikan kewirausahaan sebagai
orang-orang yang menghadapi resiko yang berbeda dengan mereka
yang menyediakan modal. Jadi definisi Cantillon lebih menekankan
pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau ketidakpastian.
Blaudeu (1797) bahwa kewirausahaan adalah orang-orang yang
menghadapi resiko, merencanakan, mengawasi, mengorganisir dan
memiliki.
21

 Albert Shapero (1975) mendefenisikan sebagai pengambilan inisiatif


mengorganisir suatu mekanisme sosial ekonomi dan menghadapi
resiko kegagalan.
 Joseph Schumpeter (1934) bahwa kewirausahaan adalah melakukan
hal-hal baru atau melakukan hal-hal yang sudah dilakukan dengan cara
baru, termasuk di dalamnya penciptaan produk baru dengan kualitas
baru, metode produksi, pasar, sumber pasokan dan organisasi.
Schumpeter mengaitkan wirausaha dengan konsep yang diterapkan
dalam konteks bisnis dan mencoba menghubungkan dengan kombinasi
berbagai sumberdaya.
 Hisrich, Peters, dan Sheperd (2008) mendifinisikan sebagai proses
penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan
upaya yang diperlukan, menanggung resiko keuangan, fisik, serta
resiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang
dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi.
 Wennekers dan Thurik (1999) melengkapi pendefenisian
kewirausahaan dengan mensintesiskan peran fungsional wirausahawan
sebagai: "...kemampuan dan kemauan nyata seorang individu, yang
berasal dari diri mereka sendiri, dalam tim di dalam maupun luar
organisasi yang ada, untuk menemukan dan menciptakan peluang
ekonomi baru yang meliputi produk, metode produksi, skema
organisasi dan kombinasi barang-pasar serta untuk memperkenalkan
ide-ide mereka kepada pasar, dalam menghadapi ketidakpastian dan
rintangan lain, dengan membuat keputusan mengenai lokasi, bentuk
dan kegunaan dari sumberdaya dan instusi".
 Inpres No. 4 Tahun 1995 yang mendefenisikan kewirausahaan sebagai
semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani
usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan
yang lebih baik dan/atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
22

Dari berbagai defenisi yang telah dikemukakan, tanpa mengecilkan


berbagai pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kewirausahaan
merupakan kemauan dan kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai
resiko dengan mengambil inisiatif untuk menciptakan dan melakukan hal-hal baru
C. Wirausahawan Dilahirkan atau Diciptakan?
Pertanyaan ini sudah sering dan sejak lama menjadi fokus perdebatan.
Apakah wirausahawan itu dilahirkan (is borned) yang menyebabkan seseoarng
mempunyai bakat lahiriah untuk menjadi wirausahawan atau sebaliknya
wirausahawan itu dibentuk atau dicetak (is made) pada dasarnya berkaitan dengan
perkembangan cara pendekatan, yakni pendekatan klasikal dan event studies.
Pendekatan bersifat klasikal menjelaskan bahwa wirausaha dan ciri-ciri
pembawaan atau karakter seseorang yang merupakan pembawaan sejak lahir
(innate) dan untuk menjadi wirausahawan tidak dapat dipelajari. Sedangkan
pendekatan event studies menjelaskan bahwa faktor-faktor lingkungan yang
menghasilkan wirausaha atau dengan kata lain wirausaha dapat diciptakan.
Tidak semua orang yang memiliki bakat berwirausaha mampu untuk
menjadi wirausahawan tanpa adanya tempaan melalui suatu pendidikan/pelatihan.
Kompleksnya permasalahan-permasalahan dunia usaha saat ini, menuntut
seseorang yang ingin menjadi wirausahawan tidak cukup bermodalkan bakat saja.
Ada orang yang belum menyadari bahwa dia memiliki bakat sebagai
wirausahawan, setelah mengikuti pendidikan, pelatihan ataupun bergaul dengan di
lingkungan wirausaha pada akhirnya akan menyadari dan mencoba memanfaatkan
bakat yang dimilikinya. Olehnya itu, tidak salah jika ada yang berpendapat bahwa
bila ingin belajar berwirausaha tidak perlu mengandalkan bakat, namun yang
terpenting adalah memiliki kemauan dan motivasi yang kuat untuk mulai belajar
berwirausaha.

D. Motivasi Berwirausaha
Salah satu kunci sukses untuk berhasil menjadi wirausahawan adalah
adanya motivasi yang kuat untuk berwirausaha. Motivasi untuk menjadi seseorang
yang berguna bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakatnya melalui pencapaian
prestasi kerja sebagai seorang wirausahawan. Apabila seseorang memiliki
23

keyakinan bahwa bisnis yang (akan) digelutinya itu sangat bermakna bagi
hidupnya, maka dia akan berjuang lebih keras untuk sukses. Beberapa manfaat
yang dapat diperoleh melalui berwirausaha yang mungkin saja sulit atau bahkan
tidak dapat diperoleh jika memilih berkarir atau bekerja pada lembaga/instansi
milik orang lain atau pemerintah. Manfaat tersebut terdiri dari manfaat
bagi diri sendiri dan bagi masyarakat, sebagaimana yang diuraikan berikut ini:
a. Memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan potensi diri yang dimiliki
b. Memiliki peluang untuk berperan bagi masyarakat
Terkait dengan motivasi untuk berwirausaha, setidaknya terdapat enam
“tingkat” motivasi berwirausaha dan tentunya masing-masing memiliki indikator
kesuksesan yang berbeda-beda, yaitu:
a. Motivasi material, mencari nafkah untuk memperoleh pendapatan atau
kekayaan.
b. Motivasi rasional-intelektual, mengenali peluang dan potensialitas pasar,
menggagas
produk atau jasa untuk meresponnya.
c. Motivasi emosional-ekosistemik, menciptakan nilai tambah serta memelihara
kelestarian
sumberdaya lingkungan.
d. Motivasi emosional-sosial, menjalin hubungan dengan atau melayani
kebutuhan
sesama manusia.
e. Motivasi emosional-intrapersonal (psiko-personal), aktualisasi jatidiri dan/atau
potensi-potensi diri dalam wujud suatu produk atau jasa yang layak pasar.
f. Motivasi spiritual, mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai transendental,
memaknainya sebagai modus beribadah kepada Tuhan.

E. Kewirausahaan Eksistensial
Konsep kewirausahaan eksistensial memfokuskan pemahaman
kewirausahaan yang berorientasi pada aktualisasi jati diri dan potensi-potensi diri
sebagai pembelajar kewirausahaan. Kata eksistensial dalam hal ini memiliki tiga
arti, yaitu:
24

(1) keberadaan manusia itu sendiri, atau, cara khusus manusia dalami menjalani
hidupnya;
(2) makna hidup; dan
(3) perjuangan manusia untuk menemukan makna yang konkrit di dalam
hidupnya, dengan kata lain, keinginan seseorang untuk mencari makna hidup.
25

BAB IV
MEMBANGUN JIWA ENTREPRENEUR

A. Pengertian Jiwa Entrepreneur


Menurut Kasmir (2008) bahwa secara sederhana arti wirausahawan
(entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk
membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berarti mengambil resiko,
artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau
cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang entrepreneur dalam
pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang
usaha yang dapat memberikan keuntungan. Jiwa entrepreneur mendorong minat
seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Hendaknya
minat tersebut diikuti dengan perencanaan dan perhitungan yang matang.
Dalam kehidupan ini banyak orang sukses, bila dicermati secara mendalam
ternyata mereka memiliki jiwa entrepreneur. Dalam diri orang-orang sukses
tersebut tampak jelas tumbuh dengan subur jiwa dan aktivitas yang perlu
ditauladani untuk melakukan berbagai aktivitas khususnya kegiatan bisnis. Jika
telah tertanam atau terbentuk jiwa entrepreneu, maka dimanapun berkiprah dan
apapun yang mereka kerjakan akan senantiasa dilandasi dengan jiwa entrepreneur.
Jadi “Jiwa entrepreneur” bagaikan “tinta” yang dapat diisi ke dalam “pulpen”
apapun, warna tulisannya akan tetap sesuai dengan warna bawaan tinta tadi.
Karenanya, jiwa entrepreneur harus dibentuk dan atau ditanamkan pada setiap
insan khususnya yang ingin berkiprah di dunia bisnis, sehingga yang
bersangkutan dapat menjadi Business entrepreneur yakni seorang wirausaha yang
bergerak melalui perusahaan yang dimilikinya.
Ciputra (2008) mengatakan bahwa seorang entrepreneur sejati lahir melalui
proses yang panjang dalam kehidupannya, yang sepatutnya sudah dialami ketika
berada di bangku sekolah. Adapun cara efektif untuk menumbuhkan jiwa
entrepreneur tersebut sejak dini adalah dapat dilakukan melalui pembelajaran
kewirausahaan di sekolah. Sekolah merupakan organisasi sosial yang
menyediakan layanan pembelajaran bagi masyarakat. Sebagai organisasi, sekolah
merupakan sistem terbuka karena mempunyai hubungan-hubungan dengan
26

lingkungan. Sekolah sebagai sebuah sistem terdiri dari input, proses, dan output.
Salah satu input sekolah adalah kurikulum. Kurikulum pada pendidikan kejuruan
sangat menentukan kualitas lulusan, maka peranan guru dan sekolah sangatlah
penting dalam mengembangkan kurikulum sekolah. Kepada para guru perlu
diberikan kebebasan dalam mengembangkan skema kerja (scheme of work) untuk
setiap proses pembelajaran yang harus dilakukan.
Menurut Sarbiran (2006) bahwa komponenkomponen kurikulum perlu
dikembangkan kembali yang didalamnya terdapat pendidikan (educational,
creativity, multiple entelegence), jenis bidang pekerjaan/okupasi (occupation,
vocational subject matter) dan kewirausahaan/entrepreneurship. Ketiga bidang
tersebut seharusnya seimbang pada kurikulum pendidikan kejuruan. Tetapi
kenyataannya, komposisi pembelajaran kewirausahaan di SMK sangatlah kurang.
Oleh karena itu, hal ini belum memungkinkan mendorong kemandirian (self
confidence-building), dan hal ini jelas belum dapat menanamkan jiwa
entrepreneur bagi para lulusan SMK. Oleh sebab itu, desain pembelajaran
kewirausahaan di SMK perlu dikaji ulang, mulai dari kurikulum, materi, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan guru yang
mengajarkan kewirausahaan.
Sikap wirausaha ditandai oleh kemauan keras untuk mencapai tujuan dan
kebutuhan hidup, memiliki keyakinan kuat atas kekuatan diri, jujur dan tanggung
jawab, ketahanan fisik dan mental, ketekunan dan keuletan dalam bekerja dan
berusaha, pemikiran kreatif dan konstruktif, berorientasi ke masa depan, dan
berani mengambil resiko, serta dengan latihan nyata. Guru kewirausahaan dapat
merubah sikap peserta didik melalui berbagai contoh positif wirausawan yang
sukses saat ini dengan tetap terbuka dalam memberikan informasi tentang kendala
dan kegagalan yang juga bisa terjadi. Selanjutnya persepsi peserta didik tetap
didorong pada sesuatu yang positif.
Seseorang yang memiliki jiwa entrepreneur adalah manusia unggul yang
sangat potensial menatap masa depan yang didalam kepribadiannya telah
terinternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan, yakni kepribadian yang memiliki
tindakan kreatif sebagai nilai, gemar berusaha, tegar dalam berbagai tantangan,
percaya diri, memiliki self determination atau locus of control, berkemampuan
27

mengelola risiko, perubahan dipandang sebagai peluang, toleransi terhadap


banyaknya pilihan, inisiatif dan memiliki need for achievement, perpandangan
luas, menganggap waktu sangat berharga serta memiliki motivasi yang kuat, dan
karakter itu semua telah menginternal sebagai nilai-nilai yang diyakini benar
(Kuratko, 2003).
Menurut Muhyi (2007) bahwa langkah awal yang harus dilakukan apabila
berminat terjun ke dunia wirausaha adalah menumbuhkan jiwa entrepreneur ke
dalam diri kita. Banyak cara yang dapat dilakukan misalnya: (1) Melalui
pendidikan formal. Kini berbagai lembaga pendidikan baik menengah maupun
tinggi menyajikan berbagai program kewirausahaan; (2) Melalui seminar-seminar
kewirausahaan. Berbagai seminar kewirausahaan seringkali diselenggarakan
dengan mengundang pakar dan praktisi kewirausahaan sehingga melalui wadah
seminar ini, setiap orang dapat membangun jiwa entrepreneur dalam dirinya; (3)
Melalui pelatihan. Berbagai simulasi usaha biasanya diberikan melalui pelatihan
baik yang dilakukan dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor).
Melalui pelatihan ini, keberanian dan ketanggapan terhadap dinamika perubahan
lingkungan akan diuji dan selalu diperbaiki dan dikembangkan; (4) Otodidak.
Melalui berbagai media kita bisa menumbuhkan semangat berwirausaha.
Misalnya melalui biografi pengusaha sukses (success story), media televisi, radio,
majalah, koran dan berbagai media yang dapat kita akses untuk
menumbuhkembangkan jiwa wirausaha ke pribadi masingmasing.
Melalui berbagai media tersebut jiwa entrepreneur dapat dikembangkan.
Menurut Suryana (2003) bahwa orang-orang yang memiliki jiwa dan sikap
entrepreneur yaitu:
a. Percaya diri (yakin, optimis dan penuh komitmen). Percaya diri dalam
menentukan sesuatu, percaya diri dalam menjalankan sesuatu, percaya diri
bahwa kita dapat mengatasi berbagai resiko yang dihadapi merupakan
faktor yang mendasar yang harus dimiliki oleh entrepreneur.
b. Berinisiatif (energik dan percaya diri);
c. Memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan).
Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh seseorang yang berjiwa
entrepreneur menjadikannya pemicu untuk terus meraih sukses dalam
28

hidupnya. Bagi mereka masa depan adalah kesuksesan dan keindahan yang
harus dicapai dalam hidupnya.
d. Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda dan berani mengambil
resiko dengan penuh perhitungan). Leadership atau kepemimpinan
merupakan faktor kunci menjadi entrepreneur sukses. Berani tampil ke
depan menghadapi sesuatu yang baru walaupun penuh resiko. Keberanian
ini tentunya dilandasi perhitungan yang rasional.
e. Suka tantangan. Seseorang yang memiliki jiwa entrepreneur sangat suka
tantangan.
Dari sejumlah pendapat ahli yang telah dijelaskan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa: “Jiwa entrepreneur adalah seseorang yang memiliki sikap
kepemimpinan, motivasi berwiarausaha, pola pikir entrepreneur, nilai-nilai dan
perilaku entrepreneur yang dapat dijadikan sumber daya untuk melakukan hal-hal
kreatif, inovatif untuk mencapai hasil yang diinginkan”.
B. Mengembangkan Kreativitas
Pengertian kreativitas menurut Santrock (2008) adalah kemampuan berfikir
tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik
atas sesuatu problem. Sedangkan menurut Kuratko & Hodgetts (2007) bahwa
kreatif merupakan ide umum yang menghasilkan efisiensi atau efektivitas dalam
sebuah sistem (Kuratko & Hodgetts, 2007).
Kreativitas (creativity) menurut Suryana (2008) adalah kemampuan
mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan
menemukan peluang (thingking new thing). Sedangkan kreativitas (creativity)
yang disampaikan Zimmerer (2008) adalah kemampuan untuk mengembangkan
ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam melihat masalah dan
peluang. Selanjutnya, Buchari Alma (2008) menjelaskan bahwa modal utama
Entrepreneur adalah kreativitas, keuletan, semangat pantang menyerah. Semangat
pantang menyerah ini memandang kegagalan hanyalah keberhasilan yang
tertunda, meski terantuk dan jatuh, mereka akan bangkit kembali dengan gagah,
mereka tahan banting. Entrepreneur yang kreatif, tidak akan habis akal bila
mendapat tantangan, mereka akan merubahnya menjadi peluang. Entrepreneur
sejati bukan spekulan, tapi seseorang yang memiliki perhitungan cermat,
29

mempertimbangkan segala fakta, informasi, dan data, ia mampu memadukan apa


yang ada dalam hati, pikiran dan kalkulasi bisnis. Sesuatu yang baru dan berbeda
yang diciptakan Entrepreneur selain berbentuk hasil seperti barang dan jasa, juga
bisa berbentuk proses seperti ide, metode dan cara. Sesuatu yang baru dan berbeda
dapat diciptakan melalui proses berfikir kreatif dan bertindak inovatif merupakan
nilai tambah yang akan menjadi keunggulan. Keunggulan inilah yang menjadi
daya saing yang diciptakan oleh para entrepreneur. Dengan kata lain, nilai tambah
yang tercipta adalah sumber peluang bagi Entrepreneur.
Ciri-ciri entrepreneur yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut
menunjukkan bahwa intisari karakteristik seorang entrepreneur ialah kreativitas.
Kreativitas tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan proses. Proses kreativitas
merupakan syarat utama munculnya entrepreneur dan merupakan pembangkitan
ide dimana individu maupun kelompok berproses menghasilkan sesuatu yang baru
dengan lebih efektif dan efisien pada suatu sistem (Kristanto, 2009).
Pertama, akumulasi knowledge. Kesuksesan sebuah kreativitas berhubungan
dengan kemampuan pengalaman dan pencarian informasi. Entrepreneur mau dan
mampu belajar, melihat, membaca dan berbicara dengan rekan kerja, menghadiri
pertemuan professional, workshop dan pelatihan sesuai dengan minat calon atau
entrepreneur. Akumulasi pengalaman dan pendidikan selama beberapa periode
akan mampu meningkatkan kemampuan kreativitas Entrepreneur. Kuratko &
Hodgetts (2007) memberikan petunjuk praktis bagi calon atau Entrepreneur guna
meningkatkan kreativitas:
1. membaca berbagai media sesuai usaha yang akan atau sudah dilakukan,
2. bergabung dengan kelompok professional dan atau assosiasi kelompok
usaha,
3. memiliki kemauan untuk pertemuan professional dan seminar,
4. bertanya tentang segala hal kepada semua orang tentang usaha, bisnis yang
dilakukan,
5. scanning majalah, surat kabar dan jurnal, artikel yang berhubungan dengan
bisnis yang ditekuni,
6. membangun perpustakaan sederhana untuk referensi dimasa yang akan
datang yang bisa dibaca kembali setelah permasalahan muncul,
30

7. selalu mencari informasi yang tepat yang berhubungan dengan bisnis yang
ditekuni.
Kedua, Proses Inkubasi. Kreativitas individu muncul dengan melihat langsung
proses kegiatan usaha yang sejenis atau berhubungan (related). Dengan melihat
langsung akan bisa mengetahui proses bisnis yang akan ditekuni. Beberapa step
yang dapat dilakukan calon atau Entrepreneur guna mempercepat proses inkubasi:
1. Secara rutin melihat aktivitas dan melakukan proses secara bersama atau
menggambar produk yang dihasilkan,
2. Memecahkan persoalan yang terjadi dalam aktivitas bisnis tersebut,
3. Bermain, seperti olah raga, puzzles atau games,
4. Memikirkan proyek dan permasalahan sebelum tidur,
5. Melakukan perenungan terhadap permasalahan yang terjadi,
6. Kembali dan rileksasi ke permasalahan dasar.
Ketiga, Ide dan gagasan. Proses ide dan gagasan adalah menemukan sesuatu
yang baru dan berbeda dari pencarian yang terus menerus. Ide dan gagasan
adakalanya muncul bersamaan dengan proses akumulasi pengetahuan dan proses
inkubasi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mempercepat ide dan
gagasan:
1. membayangkan dan memimpikan (day dream) bisnis yang ditekuni,
2. pratikan dan hobi,
3. bekerja di luar maupun di dalam kantor,
4. ambil permasalahan dan coba pecahkan,
5. baca media, surat kabar yang berhubungan dengan permasalahan,
6. ambil keputusan dan kerjakan.
Keempat, Implementasi dan Evaluasi. Proses implementasi dan evaluasi
merupakan proses yang sulit dan berhubungan pelaksanaan ide dan evaluasi
terhadap ide yang diwujudkan dalam dunia nyata. Sukses seorang Entrepreneur
adalah ketika ide yang dilaksanakan dapat berhasil sesuai dengan keinginan.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk proses implementasi dan evaluasi:
1. belajar sendiri tentang proses perencanaan bisnis dan semua yang
berhubungan dengan bisnis yang ditekuni,
2. tes ide dengan orang yang memiliki pengetahuan yang sama,
31

3. letakkan plihan dengan intuisi dan pengetahuan,


4. pelajari proses penjualan,
5. belajar tentang kebijakan organisasi dan praktik bisnis,
6. dengar saran dari rekan, pelanggan dan kolega,
7. munculkan permasalahan lain yang berhubungan dengan implementasi dan
tantangan ide yang telah dilakukan.
Tujuan akhir dari kreativitas adalah keuntungan bagi bisnis, sehingga dapat
tercapai transformasi dan akselerasi bisnis ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan
kreativitas, dapat menciptakan ide-ide atau gagasan tentang produk ataupun cara
menjalankan bisnis. Kemudian ide tersebut dikembangkan sehingga dapat
menjadi inovasi, yaitu ide yang dapat dijalankan dan memberi nilai tambah atau
keuntungan bagi perusahaan, yang pada gilirannya dapat mengakselerasi
pertumbuhan usaha dan mendorong proses transformasi bisnis menjadi lebih besar
dan berkembang.
Perbedaan antara orang yang sukses dengan orang yang gagal letaknya di
bidang rohani. Apa yang biasa orang pikirkan, oleh seseorang menentukan apa
yang akan dicapainya. Ini berlaku di lapangan niaga maupun lapangan-lapangan
lain. Jika seseorang dapat berpikir dengan cerdas dan kreatif, maka orang tersebut
akan mendapat hasil-hasil tertentu. Jika pikiran-pikirannya tidak menentu dan
tidak diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, maka hasilnya pun akan
mengecewakan. Bandingkanlah kalau ada dua orang Entrepreneur. Yang satu
sibuk dan gelisah, namun tidak menghasilkan sesuatu yang penting. Hal ini karena
pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya tidak dipersiapkan dan tidak dipikirkan
dengan serius. Yang lain melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dengan tenang
dan tertib, memperhatikan setiap bagian, menjatuhkan keputusan dengan tepat,
maka setiap hari akan dapat hasil yang baik.
Kreativitas dapat dikembangkan melalui peningkatan jumlah dan ragam
masukan ke otak, terutama tentang hal yang baru, dengan memanfaatkan daya
ingat, daya khayal dan daya serap dari otak akan dapat ditumbuhkan berbagai ide
baru menuju kreativitas. Kreativitas adalah karya yang merupakan hasil
pemikiran dan gagasan. Ada rangkaian proses yang panjang dan harus digarap
terlebih dahulu sebelum suatu gagasan menjadi suatu karya. Rangkaian tersebut
32

antara lain meliputi fiksasi (pengikatan, pemantapan) dan formulasi gagasan,


penyusunan rencana, dan program tindakan nyata yang harus dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah disusun untuk mewujudkan gagasan tersebut.
Kreativitas merupakan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan.
Namun, kemampuan ini berbeda dari satu orang terhadap orang lainnya.
Kemampuan dan bakat merupakan dasarnya, tetapi pengetahuan dari
lingkungannya dapat juga mempengaruhi kreativitas seseorang.
C. Proses Inovasi
Inovasi (innovation) menurut Suryana (2008) adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (doing
new thing). Zimmerer (2008) mengatakan bahwa inovasi (innovation) adalah
kemampuan untuk menerapkan solusi kreatif terhadap masalah dan peluang untuk
meningkatkan atau untuk memperkaya kehidupan orang-orang.
Proses inovasi kewirausahaan dihasilkan dari keyakinan, pemahaman tujuan
yang jelas untuk menghasilkan kesempatan. Proses dapat dilihat dari kehidupan
nyata. Drucker (1998) mengungkapkan proses inovasi didahului dengan pergi,
melihat keluar, bertanya dan mendengar apa yang terjadi dan akan terjadi di
lingkungan usaha.
Ada empat macam tipe inovasi yang membangkitkan pertumbuhan
kewirausahaan dalam memulai kegiatan usaha, menghasilkan barang ataupun jasa
(Koratko & Hodgetts, 2007) yaitu:
1. invention. Menciptakan produk baru, jasa atau proses. Konsep tersebut
memiliki kecenderungan revolusioner,
2. extention. Ekspansi atau perluasan produk, jasa atau proses yang
berhubungan dengan eksistensi. Konsep tersebut membuat aplikasi yang
berbeda dengan ide awal,
3. duplication. Proses melakukan replikasi terhadap produk, jasa atau proses
yang sudah ada. Duplikasi dilakukan terhadap produk dengan melakukan
penambahan nilai dan manfaat produk, seperti kemasan, assesoris,
penambahan bentuk produk, vasilitas. Duplikasi tidak hanya sekedar
melakukan peniruan tetapi entrepreneur harus menciptakan daya saing
yang lebih baik, dan
33

4. synthesis. Proses sintetis merupakan proses melakukan kombinasi produk,


jasa atau proses yang sudah ada dengan memasukkan formulasi baru
sehingga memiliki kemampuan daya saing yang lebih tinggi, contohnya,
pembayaran pulsa melalui ATM.
Potensi kewirausahaan dapat digali atau membutuhkan penggalian inovasi
secara nyata. Entrepreneur dapat belajar, mengkombinasikan dengan kesempatan
yang ada pada lingkungan. Menurut Kristanto (2009) bahwa beberapa langkah
prinsip memotivasi keinovasian guna mempercepat proses kewirausahaan adalah:
1) orientasi pada tindakan,
2) membuat produk, proses atau jasa secara sederhana,
3) membuat produk, proses atau jasa berdasarkan keinginan konsumen,
4) memulai dari hal-hal yang kecil,
5) memiliki tujuan yang jelas, cita-cita tinggi,
6) mencoba, menguji, dan memperbaiki,
7) belajar dari kegagalan,
8) memiliki skedul kerja yang teratur,
9) menghargai aktivitas dan melakukan kegiatan dengan semangat tinggi,
10) bekerja, bekerja, dan bekerja.
Inovasi dan kreativitas berhubungan sangat erat, namun sesungguhnya
berbeda makna. Kreativitas berarti berfikir sungguh-sungguh mendapatkan ide-ide
baru untuk menghasilkan keuntungan. Sedangkan inovasi adalah proses
mengubah ide - ide tersebut menjadi kenyataan yang menguntungkan. Kreativitas
tanpa inovasi adalah buang waktu, tetapi tidak mungkin berinovasi tanpa melalui
kreativitas.
Menurut Prijosaksono & Bawono (2004), bahwa proses inovasi dibagi
menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu: Pertama, tahap pemahaman, dengan tiga langkah,
yakni: (1) mengumpulkan informasi yang sesuai untuk mendukung proses inovasi,
selanjutnya, analisa informasi dapat membantu memahami persoalan dengan lebih
baik; (2) klarifikasi persoalan. Tentukan persoalan utama dan gambarkan
persoalan yang dipilih dijadikan benih inovasi, sehingga pernyataan persoalannya
dapat diidentifikasi dengan jelas; (3) menetapkan sasaran inovasi. Sasaran inovasi
harus jelas sebagai arahan bagi tercapainya tujuan inovasi.
34

Kedua, tahap imajinatif, dengan tiga langkah, yakni: (1) berikan ransangan.
Benih inovasi yang telah ditetapkan arahnya, perlu diberikan stimuli dengan
memperhatikan lingkungan eksternalnya seperti peluang pasar, teknologi, dan
situasi keuangan; (2) curahan gagasan. Setelah memberikan stimuli pada benih
inovasi, pilih dan tetapkan prioritas utama yang paling bernilai untuk ditindak
lanjuti; (3) identifikasi ide-ide yang berkembang. Kembangkan terus volue yang
telah ditemukan dengan terus membandingkan dengan ide-ide yang berkembang,
dan selanjutnya tetapkan ide yang potensial untuk mendukung proses inovasi.
Ketiga, tahap implementasi, terdiri dari tiga langka, yakni: (1) kembangkan
innovation roadmap. Langkah ini merupakan tahapan untuk bertindak lebih nyata.
Buatlah konsep inovasi menjadi sebuah rencana sesuai tujuan inovasi tersebut
serta kemungkinan akibat yang timbul terhadap organisasi; (2) dapatkan
komitmen. Komitmen dukungan terhadap inovasi perlu didapatkan agar tujuan
yang ingin dicapai dari inovasi tersebut ketika dipresentasikan dapat diterima
semua pihak yang terkait; (3) penerapan the innovation roadmap. Terapkan
rencana akhir inovasi tersebut ke dalam tindakan nyata. Lakukan koreksi dan
penyesuaian bila diperlukan dalam proses mendapatkan hasil maksimal.
D. Motivasi
Motivasi adalah serangkaian kekuatan yang menyebabkan orang berperilaku
dalam cara tertentu (Soeryanto S). Pengertian motivasi menurut Buhari Alma
(2008) adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan,
keinginan, dorongan atau impuls. Motivasi seseorang tergantung kepada kekuatan
motifnya. Motif dengan kekuatan yang sangat besarlah yang akan menentukan
perilaku seseorang. Produktivitas sesuatu pekerjaan sangat tergantung kepada
kemampuan para pekerja untuk bekerja lebih giat. Agar pekerja lebih giat
melakukan pekerjaan, maka mereka perlu diberikan motivasi dengan berbagai
cara. Pada umumnya, tingkah laku manusia dilakukan secara sadar, artinya selalu
didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Disinilah letaknya peran
penting dari motivasi.
Selanjutnya, menurut Kristanto (2009) bahwa motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, sehingga motivasi dapat diartikan sebagai pendorong perilaku seseorang.
35

Motivasi orang melakukan bisnis sering berbeda. Keanekaragaman, ini


menyebabkan perbedaan dalam perilaku yang berkaitan dengan kebutuhan dan
tujuan.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri atau motivasi
intrinsik maupun dari luar individu atau motivasi ekstrinsik. Seberapa kuat
motivasi yang dimiliki individu, ditentukan kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan
lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri
bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan
kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Pertama, motif berprestasi kewirausahaan (Teori David McClelland, 1961):
Seorang entrepreneur melakukan kegiatan usaha didorong oleh kebutuhan untuk
berprestasi, berhubungan dengan orang lain dan untuk mendapatkan kekuasaan
baik secara financial maupun secara social. Seorang entrepreneur melakukan
kegiatan usaha dimotivasi oleh: (a) Motif berprestasi (need for achievement).
Orang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh keinginan mendapatkan
prestasi dan pengakuan dari keluarga maupun masyarakat; (b) Motif berafiliasi
(need for affiliation). Orang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh
keinginan untuk berhubungan dengan orang lain secara sosial kemasyarakatan; (c)
Motif kekuasaan (need for power). Orang melakukan kegiatan kewirausahaan
karena didorong oleh keinginan mendapatkan kekuasaan atas sumber daya yang
ada. Peningkatan kekayaan, penguasaan pasar sering menjadi pendorong utama
seorang entrepreneur melakukan kegiatan usaha.
Kedua, motif kebutuhan Maslow (Teori Hiraki Kebutuhan Maslow, 1970).
Teori hiraki kebutuhan Maslow mampu menjelaskan motivasi orang melakukan
kegiatan usaha. Maslow membagi tingkatan motivasi ke dalam hiraki kebutuhan
dari kebutuhan yang rendah sampai yang berprioritas tinggi, dimana kebutuhan
tersebut akan mendorong orang untuk melakukan kegiatan usaha. Menurut
Maslow ada lima kategori kebutuhan manusia, yaitu: Physiological need, safety
(security), social (affiliation), esteem.
36

E. Konsep Belajar dan Pembelajaran


Belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terjadi manakala seseorang melakukan interaksi secara intensif
dengan sumber-sumber belajar. Hal ini didukung oleh pendapat Pannen (2001)
bahwa dalam proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan siswa baik dari segi kognitif, psikomotorik
maupun afektif.
Menurut Sujana (2000) bahwa belajar dipengaruhi oleh dua pandangan.
Pertama, pandangan yang didasari asumsi bahwa peserta didik adalah manusia
pasif yang hanya melakukan respon terhadap stimulus. Peserta didik akan belajar
apabila dilakukan pembelajaran oleh pendidik secara sengaja, teratur dan
berkelanjutan. Tanpa upaya pembelajaran yang disengaja dan berkelanjutan maka
peserta didik tidak mungkin melakukan kegiatan belajar. Kedua, pandangan yang
mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik adalah manusia aktif yang selalu
berusaha untuk berpikir dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
Belajar akan terjadi apabila peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya, baik
lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dari sudut pandang pendidikan, belajar terjadi apabila terdapat perubahan
dalam hal kesiapan (readiness) pada diri seseorang dalam berhubungan dengan
lingkungannya. Setelah melakukan proses belajar, biasanya seseorang akan
menjadi lebih respek dan memiliki pemahaman yang lebih baik (sensitive)
terhadap objek, makna, dan peristiwa yang dialami. Melalui belajar, seseorang
akan menjadi lebih responsif dalam melakukan tindakan (Snelbecker, 1974). Jadi
istilah belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses belajar yang
sengaja diciptakan atau intentional learning, bukan belajar yang terjadi secara
spontan atau incidental learning. Untuk dapat berlangsung efektif dan efisien,
proses belajar perlu dirancang menjadi sebuah kegiatan pembelajaran.
Smith & Ragan (2003), menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik. Selanjutnya, menurut Santrock
(2008) bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas
perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berfikir yang diperoleh melalui
37

pengalaman. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru


sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.
Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non akademik. Pembelajaran
berlangsung di sekolah dan dimana saja di seputar dunia anak. Pendekatan untuk
pembelajaran dikelompokkan menjadi pendekatan kognitif dan behavioral, yakni:
Pertama, behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus
dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental.
Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan
bisa dilihat secara langsung: anak membuat poster, guru tersenyum pada anak,
dan sebagainya. Menurut behavioris, pemikiran, dan perasaan bukan subjek yang
tepat untuk ilmu perilaku sebab semuanya itu tidak bisa diobservasi secara
langsung. Kedua, Kognitif. Psikologi semakin cenderung ke pandangan kognitif
selama dekade terakhir abad ke-20 dan penekanan kognitif ini terus berjanjut
sampai sekarang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara
pendidik dan peserta didik, sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku kearah
yang positif. Proses pembelajaran telah diatur dalam Standar Nasional pendidikan
(SNP) Nomor 32 Tahun 2013, bahwa: “Proses Pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Dengan
demikian setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
F. Strategi Membangun Jiwa Entrepreneur Di SMK
Menurut Sudjana (2005) bahwa strategi adalah suatu pola yang direncanakan
dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi
menyangkut tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan,
proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan. Sedangkan, menurut Benny
(2009) bahwa strategi pembelajaran adalah keseluruhan rencana kegiatan yang
bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
38

Pendekatan yang digunakan untuk membangun jiwa entrepreneur peserta


didik di SMK adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL
merupakan konsep belajar dengan mengkaitkan materi kewirausahaan yang
sedang diajarkan dengan kenyataan dan pengalaman hidup sehari-hari. Tugas guru
lebih banyak menyusun strategi dan mengelola kelas supaya peserta didik dapat
menemukan pengetahuannya sendiri bukan berdasarkan informasi dari guru.
Peserta didik belajar bukan sekedar menghafal materi atau sekedar diberi konsep
oleh guru. Tetapi peserta didik mengalami sendiri secara langsung dan tidak
langsung karena diberi kesempatan untuk mengkontruksi pengetahuannnya
sendiri. Sehingga pengetahuan mereka tentang kewirausahaan bukan hanya
sekedar teori-teori yang dihafal, tetapi lebih merupakan pengetahuan yang bisa
diterapkan.
Pendekatan kontekstual (Cotextual Teaching and Learning) disingkat CTL
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Sagala, 2010:
86). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
peserta didik bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
peserta didik.
Definisi CTL (Cotextual Teaching and Learning) menurut Johnson B. Elaine
(2010) bahwa CTL adalah sebuah system yang menyeluruh. CTL terdiri dari
bagianbagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain,
maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagian
secara terpisah. Seperti halnya biola, cello, klarinet, dan alat music lain di dalam
sebuah orkestra yang menghasilkan bunyi yang berbeda-beda yang secara
bersama-sama menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian CTL yang
terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan bersama-
sama, memampukan para peserta didik membuat hubungan yang menghasilkan
makna. Setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam
menolong peserta didik memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama, mereka
39

membentuk suatu sistem yang memungkinkan para peserta didik melihat makna
di dalamnya, dan mengingat materi akademik.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal
menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil
“mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik
memecahkan persoalan hidup dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada
perubahan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat
membekali peserta didik dalam menghadapi permasalah hidup yang dihadapinya.
Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghapal. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di
benak peserta didik sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi
fakta-fakta atau proporsi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang
dapat diterapkan. Dalam konteks itu, peserta didik perlu mengerti apa makna
belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
Peserta didik perlu menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya
nanti. Pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan membekali peserta
didik dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu
permasalahan ke permasalahan lainnya, dan dari satu konteks ke konteks lainnya.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu: (1)
Konstruktivisme (contructivism); (2) menemukan (inquiry); (3) bertanya
(questioning); (4) masyarakat belajar (learning community); (5) pemodelan
(modeling); (6) refleksi (reflection); dan (7) penilaian yang sebenarnya (authentic
assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika
pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Menurut Johnson B. Elaine (2010) bahwa system CTL mencakup 8 (delapan)
komponen, yakni: (1) Membuat keterkaitan-keterkaiatan yang bermakna; (2)
Melakukan pekerjaan yang berarti; (3) Melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri; (4) Bekerjasama; (5) Berpikir kritis dan kreatif; (6) Membantu individu
untuk tumbuh dan berkembang; (7) Mencapai standar yang tinggi; dan (8)
Menggunakan penilaian autentik.
40

Adapun langkah-langkah pembelajaran konntekstual sebagai berikut:


a. Konstruktivisme (constructivism), yaitu tahap pembelajaran dimulai
dengan mengekplorasi pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki
peserta didik, dari apa yang sudah dilihat, didengar, atau dialami peserta
didik sebelumnya. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar
secara lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Menemukan (inquiry), yaitu melaksanakan kegiatan inquiry yang
berkaitan langsung dengan topik-topik kewirausahaan. Misalnya,
bagaimanakah kiat mengembangkan semangat wirausaha. Mengamati
perilaku seorang wirausaha sukses.
c. Bertanya (questioning), yaitu kembangkan sifat ingin tahu peserta didik
dengan bertanya. Atau menggunakan key question, seperti: bagaimana
cara mengembangkan usaha baru?
d. Masyarakat belajar (learning community), yaitu diskusi kelompok.
Peserta didik diminta untuk berdiskusi dalam kelompok masing-masing,
dan membuat catatan tentang hasil pengamatan lapangan, kendalakendala,
studi perbandingan karya mereka dengan kelompok lain, dan teknik yang
digunakan. Dengan kelompok belajar yang beragam tersebut mereka akan
saling belajar satu dengan yang lain. Selanjutnya perwakilan kelompok
diminta untuk mempresentasikan secara singkat hasil diskusi mereka.
Guru merangkum dan menyimpulkan semua hasil diskusi dalam
pertemuan itu.
e. Membuat model (modeling), yaitu hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran. Misalnya, seorang wirausahawan sukses dihadirkan untuk
menjelaskan kiat-kiat sukses berusaha mereka. Pemilihan model juga
harus disesuaikan dengan materi dan jurusan yang sedang di tempuh
peserta didik. Selanjutnya peserta didik menghasilkan sebuah karya, baik
berupa ide, barang, maupun jasa.
f. Refleksi (reflection), yaitu pada akhir pertemuan peserta didik diminta
merefleksikan atau mengapresiasi pengalaman belajarnya, secara lisan
41

maupun berupa tulisan singkat. Komentar peserta didik dapat digunakan


meningkatkan kualitas pembelajaran.
g. Penilaian (authentic assessment). Langkah terakhir adalah melakukan
assessment (evaluasi) yang sebenarnya (authentic assessment) dengan
berbagai cara, yaitu penilaian portopolio hasil karya, sikap peserta didik
pada saat kerja kelompok, tingkat kreatifitas dan inovasi, dan penilaian
kinerja.
Karakteristik model pembelajaran CTL adalah: (a) materi dipilih berdasarkan
kebutuhan peserta didik; (b) peserta didik terlibat aktif dalam proses
pembelajaran; (c) materi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata/simulasinya; (d) materi dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik; (e) cenderung mengintegrasikan beberapa bidang ilmu sesuai
dengan tematiknya; (f) proses belajar berisi kegiatan untuk menemukan, menggali
informasi, berdiskusi, berpikir kritis, mengerjakan projek dan pemecahan masalah
(melalui kerja kelompok); (g) pembelajaran terjadi di berbagai tempat, sesuai
dengan konteksnya; dan (h) hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian
autentik.
42

BAB V

MOTIVASI DALAM KEWIRAUSAHAAN

A. Hakikat Motivasi

1. Definisi

Kata motivasi berasal dari Bahasa Latin,yaitu motive yaitu berarti dorongan,

daya penggerak, atau kekuatan yang terdapat dalam diri organisasi yang

menyebabkan organisasi itu bertindak atau berbuat. Selanjutnya, diserap dalam

bahasa Inggris, yaitu motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif, atau

hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.

W.H. Haynes dan J.L. Massie dalam Manulang (2001: 165) mengatakan, “Motive

is a something within the individual which incities him to action.” Pengertian ini

senada dengan pendapat The Liang Gie yang menyatakan bahwa motif atau

dorongan batin adalah dorongan yang menjadi pangkal seseorang untuk

melakukan sesuatu atau bekerja.

Kata motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif,

yang menimbulkan dorongan, atau keadaan yang menimbulkan dorongan.

Motivasi dapat pula berarti sebagai faktor yang mendorong orang untuk bertindak

dengan cara tertentu. Menurut Hasibuan (2001: 72), motivasi mempersoalkan cara

mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka bekerja keras dengan memberikan

semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Robbins (1994: 198) mendefinisikan motivasi sebagi kesediaan untuk

mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi yang

dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi kebutuhan individual.


43

2. Fungsi

 Mendorong manusia untuk berbuat, dalam arti motivasi penggerak dari setiap

kegiatan yang akan dikerjakan oleh wirausahawan;

 Berfungsi sebagai penentu arah perbuatan. Dengan demikian, motivasi dapat

memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan

tujuannya;

 Menyeleksi perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi untuk

mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi

tujuan tersebut.

3. Jenis Motivasi

 Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang mengacu pada faktor-faktor dari dalam

individu, baik dalam tugas maupun bagi diri wirausahawan

 Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang mengacu pada factor dari luar dan

telah ditetapkan pada tugas ataupun pada diri peserta didik oleh dosen atau

orang lain.

B. Memotivasi Anggota-anggota Organisasi

1. Model Motivasi Kebutuhan dan Tujuan

Model motivasi kebutuhan dan tujuan dimulai dengan perasaan kebutuhan

individu. Kebutuhan ini ditransformasi menjadi perilaku yang diarahkan untuk

mendukung pelaksanaan perilaku tujuan. Tujuan perilaku tujuan adalah untuk

mengurangi kebutuhan yang dirasakan. Secara teoretis, perilaku mendukung

tujuan dan perilaku tujuan berkelanjutan sampai kebutuhan yang dirasakan telah

sangat berkurang. Contoh, seseorang mungkin merasakan kelaparan. Kebutuhan


44

ini ditransformasikan pertama dalam perilaku yang diarahkan untuk mendukung

pelaksanaan perilaku tujuan untuk makan.

2. Model Ekspektasi Motivasi Vroom

Pada kenyataannya, proses motivasi adalah situasi yang lebih rumit

dibandingkan yang digambarkan oleh model motivasi kebutuhan. Model

ekspektasi Vroom mengatasi beberapa kerumitan tambahan. Seperti halnya

dengan model kebutuhan-tujuan, model ekspektasi Vroom didasarkan pada

premis bahwa kebutuhan yang dirasakan menyebabkan perilaku kemanusiaan.

Akan tetapi, model ekspektasi Vroom mengungkapkan isu kekuatan motivasi.

Kekuatan motivasi adalah tingkatan keinginan individu untuk menjalankan suatu

perilaku. Ketika keinginan meningkat atau menurun, kekuatan motivasi dikatakan

berfluktuasi.

Anda mungkin juga menyukai