Anda di halaman 1dari 28

PENAMBAHAN EKSTRAK BUNGKIL SAWIT DALAM RANSUM

MENGANDUNG PROTEIN MIKROPARTIKEL TERHADAP


KECERNAAN SERAT KASAR DAN ENERGI METABOLIS
PADA AYAM BROILER

USULAN PENELITIAN

Oleh :

ROIDAH ‘AFRO’
23010118120006

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
PENAMBAHAN EKSTRAK BUNGKIL SAWIT DALAM RANSUM
MENGANDUNG PROTEIN MIKROPARTIKEL TERHADAP
KECERNAAN SERAT KASAR DAN ENERGI METABOLIS
PADA AYAM BROILER

Oleh:

ROIDAH ‘AFRO’

23010118120006

Disetujui oleh:
Dosen Wali Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. Bambang Sukamto S.U. NIP. Prof. Dr. Ir. Bambang Sukamto S.U.
19530216 198103 1 004 NIP. 19530216 198103 1 004

Usulan Penelitian ini telah terdaftar di Program Studi S1 Peternakan


No. Registrasi : ….............................
Tanggal : ….............................

Ketua Program Studi S1 Peternakan Pembimbing Anggota

Dr. drh. Enny Tantini Setiatin, M.Sc. drh. Fajar Wahyono, M.P
NIP. 19610912 199003 2 002 NIP. 19580204 198603 1 003
JUDUL : PENAMBAHAN EKSTRAK BUNGKIL SAWIT DALAM
RANSUM MENGANDUNG PROTEIN MIKROPARTIKEL TERHADAP
KECERNAAN SERAT KASAR DAN ENERGI METABOLIS PADA AYAM
BROILER

LATAR BELAKANG

Ayam broiler adalah salah satu ternak unggas yang memiliki tingkat efisiensi

tinggi dalam mengkonversi pakan menjadi daging sehingga dipelihara untuk

diambil dagingnya. Karakteristik ayam broiler adalah memiliki pertumbuhan yang

cepat (Kurniawan et al., 2012). Antibiotic Growth Promotor (AGP) biasanya

ditambahkan dalam ransum untuk meningkatkan pertumbuhan, memperbaiki

efisiensi pakan, menekan angka mortalitas serta meningkatkan produktivitas ayam

broiler. Namun, penggunaan AGP secara terus menerus dalam jangka panjang dapat

menimbulkan efek negatif pada kesehatan dan keamanan pangan karena

meninggalkan residu pada karkas ayam serta menimbulkan resistensi pada beberapa

mikroorganisme terhadap antibiotik (Hidayat et al. 2018). Larangan penggunaan

Antibiotic Growth Promotor (AGP) tercantum pada Peraturan Menteri Pertanian

Republik Indonesia nomor 14/Permentan/PK.350/5/2017 pasal 16 yang didalamnya

menyatakan bahwa penggunaan Antibiotic Growth Promotor sebagai feed additive

dilarang. Salah satu solusi yang dapat dilakukan sebagai alternatif pengganti

pemberian antibiotik sintesis pada ayam broiler adalah dengan menggunakan

prebiotik dari ikatan mannan yang berasal dari bahan alami baik dari

mikroorganisme maupun tumbuhan yang meliputi fungi (dinding sel fungi),

dinding sel tanaman dan limbah pertanian.


Prebiotik adalah substansi dari pakan yang tidak dapat dicerna namun dapat

meningkatkan aktivitas dan pembiakan bakteri yang dapat menguntungkan usus

(Daud, 2006). Mengacu pada definisi prebiotik, Patterson (2005) menggolongkan

mannan-oligosakarida (MOS) sebagai prebiotik, namun bukan merupakan

prebiotik murni (true prebiotic). Hal tersebut disebabkan karena adanya fungsi lain

dari mannan-oligosakarida yaitu selain dapat memicu perkembangan bakteri yang

bermanfaat, mannan-oligosakarida juga dapat menghambat bakteri pathogen

dengan membloking fimbriae pada bakteri sehingga tidak dapat menempel pada

usus. Bahan yang memiliki potensi sebagai sumber mannan serta dapat dijadikan

bahan baku dalam pembuatan imbuhan pakan yang berupa prebiotik adalah bungkil

sawit (Nur’aini, 2017).

Bungkil sawit adalah limbah pabrik hasil pengolahan dari kelapa sawit yang

saat ini ketersediaannya melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal

sebagai bahan pakan unggas (Pasaribu, 2018). Bungkil sawit memiliki kandungan

mannan yang tinggi sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan

suplemen. Perombakan struktur bungkil sawit dapat menghasilkan ikatan mannan

dalam bentuk mannanoligosakarida (MOS). Ikatan mannan tersebut dapat

digunakan sebagai feed suplements seperti prebiotik baru yang dapat digunakan

untuk mikroflora bakteri yang berada pada sistem pencernaan unggas. Mannan

oligosakarida juga berperan dalam peningkatan sistem kekebalan tubuh serta

menurunkan intensitas terikatnya bakteri pathogen (Nur’aini, 2017). Mannan

sebagai prebiotik dapat menjadi sumber makanan untuk bakteri menguntungkan

yaitu bakteri asam laktat (BAL) sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan


bakteri asam laktat (BAL) dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat mampu

membantu merombak serat kasar yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga

lebih mudah untuk dihidrolisis serta mampu meningkatkan kecernaan serat kasar

(Nisa et al., 2020). Kecernaan serat kasar dan ketersediaan energi metabolis saling

berkaitan dengan laju digesta. Kecernaan serat kasar yang meningkat dapat

meningkatkan energi metabolis serta menghasilkan laju digesta yang semakin

melambat. Laju digesta yang melambat memungkinkan penetrasi enzimatis lebih

baik serta penyerapan nutien lebih optimal sehingga pertambahan bobot badan

meningkat.

TUJUAN

Tujuan penelitian yaitu mengkaji penambahan mannan bungkil sawit dalam

ransum sumber protein mikropartikel terhadap kecernaan serat kasar, energi

metabolis murni, laju digesta dan pertambahan bobot badan pada ayam broiler.

MANFAAT

Manfaat penelitian yaitu mengetahui level terbaik penambahan mannan

bungkil sawit dalam ransum sumber protein mikropartikel terhadap kecernaan serat

kasar, energi metabolis murni, laju digesta dan pertambahan bobot badan ayam

broiler.
HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini yaitu adanya pengaruh penambahaan ekstrak bungkil

sawit dalam ransum sumber protein mikropartikel terhadap kecernaan serat, energi

metabolis murni, laju digesta dan Pertambahan Bobot Badan sehingga diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas serta pertambahan bobot badan pada ayam

broiler.
TINJAUAN PUSTAKA

Ayam broiler adalah salah satu ternak unggas yang dipelihara untuk diambil

dagingnya. Karakteristik ayam broiler adalah memiliki pertumbuhan yang

cepat,penggunaan ransum yang efisien, masa panen pendek, timbunan daging baik

serta menghasilkan daging yang berserat lunak (Kurniawan et al., 2012).

Keunggulan yang dimiliki ayam broiler yaitu pertumbuhan cepat sehingga memiliki

waktu panen yang singkat, konversi pakan rendah sehingga pakan lebih efisien

untuk diubah menjadi daging, keseragaman baik dan memiliki kualitas daging yang

lebih baik (Tamaluddin, 2012). Ayam broiler dapat mencapai bobot hidup yang

berkisar antara 1,5 – 2,2 kg dalam waktu 5-8 minggu (Emma et al., 2013). Strain

ayam broiler yang terkenal di Indonesia yaitu Cobb, Ross, Lohman, Hubbard, dan

Hybro PG (Rosikin, 2017). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler

adalah pakan, temperature lingkungan dan system pemeliharaan (Situmorang et al.,

2013). Zona Thermo netral (ZTN) atau suhu lingkungan yang optimal pada ayam

broiler berkisar antara 20 – 250 C dan kelembaban sekitar 50 – 70% (Sugito et al.,

2017). Ayam Broiler memiliki performa yang berbeda tergantung pada

pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi ransum. Standar performa

produksi ayam broiler strain Cobb dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Performa Produksi Ayam Broiler Strain Cobb

Umur Bobot Badan Pertambahan Konsumsi pakan FCR


(Minggu) (g/ekor) Bobot Badan kumulatif (g/ekor)
(g/ekor)
1 175,00 19,10 150,00 0,857
2 486,00 44,40 512,00 1,052
3 932,00 63,70 1167,00 1,252
4 1467,00 76,40 2105,00 1,435
5 2049,00 83,10 3283,00 1,602
6 2643,00 83,60 4604,00 1,748

Sumber : Tamalludin (2014)

Pakan

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh unggas, dapat dicerna

baik sebagian atau seluruhnya serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Pakan

adalah komponen produksi yang memerlukan biaya hingga 70% dalam industry

peternakan unggas (Sinurat, 2012). Nutrien yang dibutuhkan ayam broiler meliputi

protein kasar, lemak, vitamin, karbohidrat, mineral, dan lain-lain. (Nugroho et al.,

2012). Pakan yang diberikan pada ayam broiler harus berkualitas, yakni

mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan. Pemberian pakan pada ayam

broiler di sesuaikan dengan kebutuhan nutrien ayam broiler serta berdasarkan umur

atau fase pertumbuhan (Marwansyah et al., 2019). Hal tersebut disebabkan oleh

perbedaan kebutuhan nutrien ransum pada setiap fase pertumbuhan ayam. Fase

pertumbuhan ayam broiler meliputi fase starter (0 - 3 minggu) dan fase finisher (3

minggu - panen). Kebutuhan nutrien ayam broiler dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan nutrien ayam broiler

Nutrien Starter Finisher


Energi Metabolis (kkal/kg) 1 3200 3200
Protein Kasar (%)2 Min 20 Min 19
Serat Kasar (%)2 Maks 5,0 Maks 6,0
Lemak kasar (%)2 Maks 5,0 Maks 5,0
Kadar Air (%)2 Maks 14,0 Maks 14,0
Abu (%)2 Maks 8,0 Maks 8,0
Lisin (%) 1 1,10 1,10
Metionin (%)1 0,50 0,38
Kalsium (%)1 1,00 0,90
Phospor (%)1 0,45 0,35
Sumber :1National Research Council (1994); 2Badan Standarisasi Nasional (2015).

Mannan dari Bungkil sawit

Bungkil sawit adalah hasil ikutan dari proses pemisahan minyak sawit yang

dapat diperoleh dengan cara kimiawi. Ketersediaan Bungkil sawit di Indonesia

sangat melimpah, namun belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan unggas

(Pasaribu, 2018). Kandungan nutrien Bungkil sawit dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrien Bungkil sawit

Nutrien Bungkil sawit


Bahan kering (%) 91,80
Abu (%) 5,0
Energi (Mj/Kg) 9,80
Protein (%) 15,30
Lemak (%) 8,90
Serat Kasar (%) 15,00
Mannan (%) 56,40*
Sumber : Idris et al., 1998.
*Daud et al. (1993)

Bungkil sawit tersusun atas hemiselulosa dengan kandungan fraksi

polisakarida mannan yang tinggi. Komponen mannan pada bungkil sawit adalah

komponen polisakarida yang memiliki formasi linier dan memiliki bentuk seperti

kristal karena terdapat ikatan B(1-4) yang sulit untuk didegradasi (Jaelani, 2007).
Mannan memiliki fungsi khusus yaitu dapat meningkatkan respon kekebalan dan

memiliki kemampuan dalam menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan dan

mengganggu kesehatan ternak (Tafsin, 2007). Kandungan mannose pada bungkil

sawit mencapai 68,9% (Nahrowi et al. 2005). Kandungan mannan yang tinggi

merupakan potensi untuk mendapatkan imbuhan pakan prebiotik yang dapat

menunjang kesehatan ternak (Adawiyah, 2017).

Sumber Protein Mikropartikel

Bahan pakan dengan sumber protein yang tinggi dapat mengakibatkan

harga pakan akan semakin mahal sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan

efisiensi penggunaan bahan pakan yang menjadi sumber protein. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan yaitu dengan mengolah bahan pakan sumber protein menjadi

mikropartikel. Protein pakan mikropartikel adalah bahan pakan sumber protein

yang diolah dengan tujuan memiliki ukuran partikel dalam kisaran mikrometer

(Harumdewi, 2018). Penggunaan bahan pakan sumber protein seperti tepung ikan

dan bungkil kedelai yang efisien dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran

partikel bahan pakan tersebut melalui pengolahan menjadi protein mikropartikel

(Ain et al., 2020). Bahan pakan sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil

kedelai melalui proses pengecilan ukuran partikel dengan menggunakan perlakuan

gelombang ultrasonic sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan protein dan

kalsium (Suthama dan Wibawa, 2016). Ukuran mikropartikel pakan berkisar antara

0,2 – 5000 µm (Nasrullah, 2010). Ukuran partikel pakan memiliki efek sangat

penting untuk proses pensernaan serta penyerapan protein dalam hidolisis nutrien
(Sari et al., 2019), Penggunaan protein mikropartikel guna mengoptimalkan

efisiensi pakan dapat didukung dengan pemberian aditif alami sehingga kombinasi

tersebut dapat menghasilkan daging ayam broiler yang sehat, memiliki kandungan

protein tinggi dan rendah lemak (Harumdewi, 2018).

Kecernaan Serat Kasar

Kecernaan adalah bagian yang diasumsikan telah diabsorbsi oleh ternak

serta tidak diekskresikan dalam ekskreta. Faktor yang dapat mempengaruhi

kecernaan diantaranya yaitu tingkat pemberian pakan, spesies hewan, suhu, laju

perjalanan makanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi

pakan, kandungan serat kasar bahan pakan, defisiensi zat makanan dan pengolahan

bahan pakan (Mahfudz dan Atmomarsono, 2015). Tujuan pengukuran nilai

kecernaan adalah untuk menentukan jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran

pencernaan yang dapat dilakukan dengan mengukur pakan yang dikonsumsi dengan

jumlah pakan yang dikeluarkan dalam bentuk ekskreta (Moningkey et al., 2019).

Semakin tinggi kecernaan nutrien maka semakin tinggi pula manfaat dari ransum

yang dapat dikonsumsi sehingga dapat berpengaruh terhadap bobot badan ternak

(Kurniasih et al., 2020)

Serat kasar tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sebagian

besar tidak mampu untuk dicerna oleh unggas serta memiliki sifat pengganjal

(Wulandari et al., 2013). Serat kasar bermanfaat untuk membantu gerak peristaltic

usus, mencegah penggumpalan ransum serta mempercepat laju digesta (Prawitasari

et al., 2012). Kadar Serat Kasar yang terlalu tinggi akan menyebabkan pencernaan
nutrien yang semakin lama. Serat kasar memiliki sifat voluminous sehingga dapat

menurunkan konsumsi unggas karena unggas akan merasa kenyang. Pencernaan

serat kasar pada unggas dapat mencapai 20 – 30% yang terjadi di caecum dengan

bantuan mikroorganisme. Hal tersebut disebabkan karena unggas tidak mempunyai

enzim selulase yang berfungsi sebagai pemecah serat kasar (Suprijatna, 2010).

Kandungan serat kasar yang tinggi akan mengakibatkan ransum lebih sulit dicerna

dalam saluran, menurunkan konsumsi ransum dan meningkatkan laju digesta

(Mangisah et al., 2006). Faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan serat kasar

diantaranya yaitu konsumsi pakan, kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun

serat kasar serta aktivitas mikroorganisme (Hidanah et al., 2013).

Laju Digesta

Laju digesta adalah aliran digesta yang melewati saluran pencernaan.

Saluran pencernaan pada unggas relative pendek sehingga laju digestanya relative

lebih cepat. Lama ransum yang berada pada saluran pencernaan unggas yaitu 2- 4

jam (Setyowati et al., 2012). Faktor yang mempengaruhi laju digesta diantaranya

yaitu jenis ternak, umur ternak, kadungan serat kasar pada ransum serta suhu

lingkungan (Prawitasari et al., 2012). Laju digesta sangat dipengaruhi oleh

komposisi ransum terutama kandungan serat kasar. Kandungan serat kasar yang

semakin tinggi akan mempercepat laju digesta sehingga menyebabkan semakin

singkat pula proses pencernaan dalam saluran pencernaan (Moningkey et al., 2019).

Laju digesta yang terlalu singkat akan menyebabkan waktu yang tersedia bagi

enzim pencernaan kurang sehingga belum mampu medegradasi nutrisi secara


menyeluruh. Hal tersebut dapat menyebabkan kecernaan akan menurun

(Prawitasari et al., 2012). Nilai laju digesta adalah nilai yang dapat dihitung dengan

selisih waktu saat ransum berindikator atau tanpa indikator diberikan dengan waktu

ketika ekskreta dengan indikator atau tidak dengan indikator pertama kali keluar,

setelah itu dihitung rata – ratanya (Fitriyah et al., 2013).

Energi Metabolis

Energi metabolis adalah energi yang dihasilkan dari selisih Gross energy

(GE) dengan energi pada ekskreta yang mengalami pembuangan panas dan dapat

digunakan ternak untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan tubuh, aktivitas fisik

dan mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal (Sugiyono et al., 2015). Nilai

energi metabolis terbagi menjadi 3 yaitu energi metabolis semu dari energi bruto

pakan dikurangi energi bruto ekskreta, energi metabolis terkoreksi nitrogen yang

dikoreksi dengan pengurangsn nitrogen 8,22 kkal dan energi metabolis murni dari

energi bruto pakan dikurangi energi bruto ekskreta kemudian dikoreksi dengan

pengurangan energi endogenus yang bersumber dari lemak unfeed. (Wulandari et

al,. 2013). Faktor yang mempengaruhi energi metabolis diantaranya yaitu konsumsi

pakan, kandungan energi, jenis ternak, umur dan kemampuan ternak untuk

melakukan metabolisme tubuh (Pangestu et al., 2018). Faktor lain yang dapat

berpengaruh terhadap energi metabolis diantaranya yaitu daya cerna bahan pakan

atau ransum. Daya cerna yang rendah mampu menyebabkan energi yang hilang

dalam bentuk ekskreta lebih banyak sedangkan daya cerna yang tinggi mampu

menyebabkan energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sedikit (Sukaryana, 2010).
Konsumsi ransum pada ayam broiler dipengaruhi oleh kandungan energi

yang terdapat di dalam ransum, ketika kebutuhan energi sudah terpenuhi maka

ayam akan berhenti makan. Ayam broiler akan mengkonsumsi ransum lebih banyak

ketika kandungan energi metabolis pada ransum rendah (Sawadi et al., 2016).

Kebutuhan energi metabolis pada ayam broiler berkisar antara 2961 – 3070 kkal/kg

(Ramon dan Firison, 2012).

Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan adalah kenaikan bobot badan yang dicapai seekor

ternak pada periode tertentu yang dapat menjadi salah satu kriteria untuk mengukur

pertumbuhan ayam broiler (Situmorang et al., 2013). Pertambahan bobot badan

dapat diketahui tiap hari, tiap minggu atau tiap bulan. Pertambahan bobot badan

tiap minggu diperoleh dengan menimbang ayam per minggu kemudian dapat

dihitung dengan menjumlahkan pertambahan bobot badan tiap minggu dibagi

dengan lama pemeliharaan (Herlina et al., 2015). Pertambahan bobot badan dapat

menunjukkan tingkat kemampuan ayam broiler dalam mencerna ransum yang

kemudian dikonversi menjadi bobot badan. Faktor yang mempengaruhi

pertambahan bobot badan adalah kuantitas dan kualitas pakan, manajemen

pemeliharaan serta suhu lingkungan (Hastuti, 2017).


MATERI DAN METODE

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2021 di Kandang Fakultas

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang yang terletak di

Jurang Blimbing. Analisis sampel ransum dan ekskreta untuk kecernaan serat dan

energi metabolis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan Fakultas

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

Materi

Ternak yang akan digunakan dalam penelitian yaitu ayam broiler umur 8 hari

yang berjumlah 200 ekor. Jumlah kandang yang akan dipersiapkan adalah 20

kandang koloni serta 1 kandang untuk isolasi. Ayam dipelihara dalam kandang

koloni yang berjumlah 20 petak dengan ukuran 1 × 1 × 1 meter yang masing-masing

diisi 10 ekor ayam. Peralatan kandang yang akan digunakan yaitu tempat pakan 21

buah, tempat minum 21 buah, lampu bohlam 40 watt 21 buah, thermohygrometer 1

buah, timbangan digital 1 buah, spray, nampan, selang, sapu, ember. Bahan yang

digunakan yaitu mannan bungkil sawit dan ransum sumber protein mikropartikel.

Ransum yang diberikan tersusun dari beberapa bahan diantaranya yaitu jagung,

bekatul, bungkil kedelai mikropartikel, tepung ikan mikropartikel, CaCo3, Premix,

Lisin dan Metionin. Komposisi Bahan pakan dan Kandungan Nutrisi ransum

tercantum pada tabel 4.


Tabel 4. Komposisi Bahan Pakan Penyusun Ransum dengan Sumber
Protein Mikropartikel dan Kandungan Nutrien Ransum

Bahan Pakan Komposisi (%)


Jagung Giling 54,55
Bekatul 15,22
Bungkil Kedelai Mikropartikel 20,38
Tepung Ikan Mikropartikel 9,00
CaCO3 0,30
Premix 0,25
Lisin 0,10
Metionin 0,20
Nutrien Kandungan Nutrien
Energi Metabolis (kkal/kg)* 3000,86
Protein Kasar (%)** 18,31
Serat Kasar (%)** 5,84
Lemak Kasar (%)** 4,47
Kalsium (%)** 1,098
Fosfor (%)** 0,86
Metionin (%) 0,46
Lisin (%) 1,03
Arginin (%) 1,30
Keterangan : * = Hasil Perhitungan Menggunakan Rumus Balton
** = Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang

Metode

Tahap Persiapan

Pembuatan ekstrak mannan bungkil sawit adalah tahap awal dari pelaksanaan

penelitian. Pembuatan ekstrak mannan menggunakan modifikasi metode Anindita

et al. (2016) Bungkil sawit yang sudah dalam bentuk tepung direbus dalam aquades

selama 2 jam. Proses pengadukan akan dilakukan setelah mendidih. Langkah

selanjutnya yaitu disaring dan diambil filtratnya. Hasil saringan tersebut

ditambahkan dengan isopropyil 96% kemudian didiamkan selama 12 jam pada

suhu ruangan. Hasil endapan yang telah diperoleh kemudian dikeringkan dan
dihaluskan menggunakan blender menjadi tepung.

Proses pembuatan sumber protein mikropartikel yang akan dilakukan yaitu

dengan menggunakan metode Suthama dan Wabawa (2018) yaitu diawali dengan

menggiling bahan pakan sumber protein tepung ikan dan bungkil kedelai. Langkah

selanjutnya yaitu disaring kemudian hasil saringan tersebut dilarutkan dalam

aquades dengan perbandingan 1 : 4 (100 g bahan pakan dilarutkan dalam 400 ml

aquades) Langkah selanjutnya yaitu ditambah 2 mL virgin coconut oil kemudian

dipapar gelombang ultrasonik menggunakan ultrasound transducer yang memiliki

kekuatan 40 Hz selama 60 menit kemudian bahan pakan dikeringkan menggunakan

oven pada suhu 40°C atau dikeringkan dibawah sinar matahari.

Tahap Pemeliharaan Ayam Broiler

Pemeliharaan ayam broiler akan dilakukan selama 35 hari dengan target bobot

1,5 kg. Ternak yang akan dipelihara sebanyak 200 ekor yang dipelihara dalam

kandang koloni kemudian pada umur 32 hari sebanyak 20 ekor ayam broiler akan

dipindahkan ke kandang battery untuk total koleksi. Penimbangan bobot badan

ayam akan dilakukan permingu mulai awal pemeliharaan pada umur 8 hari. Ayam

broiler umur 1-7 hari diberi pakan komersial untuk masa adaptasi kemudian pada

umur 8-35 hari ayam diberi pakan penelitian dan ditambahkan ekstrak mannan

bungkil sawit sesuai dengan perlakuan. Hal-hal yang akan dilakukan selama

penelitian yaitu pemberian pakan dan minum, penimbangan dan pencatatan sisa

pakan setiap pagi, penimbangan bobot badan ayam broiler setiap satu minggu sekali

serta pencatatan suhu dan kelembaban lingkungan setiap pukul 06.00 WIB, 12.00
WIB, dan 18 WIB. Total koleksi dilakukan selama 4 hari pada hari ke 32, 33, 34,

dan 35. Total koleksi dilakukan dengan menggunakan indikator Fe2O3.

Tahap Pengambilan Data

Parameter yang diukur adalah kecernaan serat kasar, energi metabolis

murni, laju digesta dan pertambahan bobot badan ayam broiler. Pengukuran

kecernaan serat kasar, energi metabolis murni, laju digesta dilakukan dengan

menggunakan metode total koleksi pada ayam yang berumur 32, 33,34 dan 35 hari.

Total koleksi dilakukan dengan menggunakan indikator Fe2O3. Ayam broiler

dipelihara dalam kandang battery untuk memudahkan proses total koleksi. Ayam

broiler diberi ransum yang telah ditambahkan ekstrak mannan bungkil sawit yang

dicampur dengan Fe2O3 sebanyak 0,5% dari konsumsi ransum harian. Kecernaan

serat kasar akan diukur dengan melakukan analisis laboratorium mengenai kadar

serat dalam pakan dan ekskreta. Rumus yang digunakan untuk pengukuran

kecernaan serat kasar dihitung berdasarkan rumus Tilman et al. (1998) sebagai

berikut :

K𝑒cernaan serat kasar (%) =

(∑ konsumsi ransum ×kadar SK ransum)-( ∑ ekskreta keluar ×kadar SK ekskreta)


( ∑ konsumsi ransum ×kadar SK ransum)

Energi metabolis murni akan diukur dengan melaksanakan analisis di

laboratorium terhadap kandungan gross energy dalam ransum dan eksreta. Energi

metabolis murni akan dihitung dengan menggunakan rumus Sibbald (1976) yaitu

sebagai berikut :
(GEf × X) - (YEf - YEc)
Energi Metabolis Murni =
X

Keterangan :

GEf = Gross Energy ransum

X = Jumlah ransum yang dikonsumsi

YEf = Energi ekskreta (Gross Energy ekskreta perlakuan × jumlah ekskreta

perlakuan )

YEc = Ekskreta endogenous (gross energy ekskreta endogenous × jumlah ekskreta

endogenous).

Laju Digesta

Laju digesta akan diukur dengan menggunakan metode total koleksi.

Indikator yang digunakan yaitu Fe2O3. Langkah yang akan dilakukan yaitu

mengamati ekskreta berwarna merah yang pertama kali keluar kemudian mencatat

waktunya. Nilai laju digesta didapatkan dari rata–rata selisih waktu pemberian

ransum berindikator dengan waktu ekskreta berindikator pertama keluar. Rumus

laju digesta adalah sebagai berikut :

Laju digesta = ekskreta merah pertama keluar – pemberian ransum

berindikator

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan adalah selisih antara bobot badan akhir dan bobot

badan awal. Pertambahan bobot badan akan diketahui dengan penimbangan bobot

badan pada awal dan akhir pemeliharaan kemudian dihitung selisihnya.


Pertambahan bobot badan dihitung dengan rumus menurut Wulandari et al. (2013)

sebagai berikut :

Pertambahan bobot badan = Bobot badan akhir – Bobot badan awal

Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak

lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang

diterapkan yaitu :

- T0 : Ransum kontrol Protein Mikropartikel

- T1 : Ransum kontrol Protein Mikropartikel + Ekstrak bungkil sawit 0,2%

- T2 : Ransum kontrol Protein Mikropartikel + Ekstrak bungkil sawit 0,4%

- T3 : Ransum kontrol Protein Mikropartikel + Ekstrak bungkil sawit 0,6%

- T4 : Ransum kontrol Protein Mikropartikel + Ekstrak bungkil sawit 0,8%

Analisis Statistik

Data yang diperoleh akan diuji menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada taraf 5 %

kemudian apabila terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata maka akan

dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui nilai tengah antar perlakuan.

Model linier adititf yaitu:

Yij = μ + τi + εij ;

i = perlakuan (1,2,3,4,5)

j = ulangan (1,2,3,4)
Keterangan :

Yij = Kecernaan serat kasar, energi metabolis murni, laju digesta dan

pertambahan bobot badan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

μ = nilai tengah kecernaan serat kasar, energi metabolis murni, laju digesta dan

pertambahan bobot badan

τi = pengaruh aditif dari perlakuan penambahan mannan BIS ke-i

εij = perlakuan galat percobaan pada kecernaan serat kasar, energi metabolis

murni, laju digesta dan pertambahan bobot badan ke-j yang memperoleh

perlakuan ke-i

Hipotesis Statistik

H0 = τ1 = τ2 =...= τ4 = 0 ; tidak ada pengaruh perlakuan penambahan mannan BIS

terhadap kecernaan serat kasar, energi metabolis murni, laju digesta dan

pertambahan bobot badan ayam broiler.

H1 = minimal ada satu τi ≠ 0 ; minimal ada satu perlakuan penambahan mannan

BIS yang mempengaruhi kecernaan serat kasar, energi metabolis murni, laju

digesta dan pertambahan bobot badan ayam broiler.

Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

- F hitung < F tabel 5% : perlakuan tidak berpengaruh nyata sehingga H0

diterima dan H1 ditolak.

- F hitung ≥ F tabel 5% : perlakuan berpengaruh nyata sehingga H0 ditolak


dan H1 dierima kemudian dilanjutkan uji Duncan.

JADWAL KEGIATAN

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Adaptasi
3 Perlakuan
4 Pengambilan
Data
5 Pengolahan
Data

Keterangan:
1 = Minggu I 3 = Minggu III
2 = Minggu II 4 = Minggu IV
DAFTAR PUSTAKA

Ain, O. N., N. Suthama dan B. Sukamto. 2020. Pemberian ransum dengan protein
dan kalsium mikropartikel ditambah lactobacillus acidophilus atau
acidifier terhadap ketahanan tubuh dan bobot karkas broiler. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia 15(4): 348-354.

Anindita, F., S. Bahri dan J. Hardi. 2016. Ekstraksi dan karakterisasi glukomanan
dari tepung biji salak (Salacca edulis Reinw.). Jurnal Riset Kimia 2(2).

Badan Standarisasi Nasional. 2015. Standar Nasional Indonesia: Pakan ayam ras
pedaging. SNI 8173.1

Daud, M. 2006. Persentase dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik
dan prebiotik dalam ransum (the carcass percentage and carcass quality of
broilers given probiotics and prebiotics in the ration). Jurnal Ilmu Ternak
Universitas Padjadjaran 6(2).

Daud, M.J., M.C. Jarvis. A. Rasidah, 1993. Fibre of PKC and its potential as poultry
feed. Proceeding.16th MSAP Annual.Conference, Kuala Lumpur,
Malaysia.

Emma, W. S. M., O. Sjofjan dan E. Widodo. 2013. Karakteristik usus halus ayam
pedaging yang diberikan asam jeruk nipis dalam pakan. J.
Veteriner. 14(1): 105-110.

Fitriyah, A. R., T. Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Pengaruh Penambahan Jeruk


Nipis (Citrus Aurantifolia) Dalam Ransum Terhadap Laju Digesta Dan
Kecernaan Serat Kasar Pada Itik Magelang. Animal Agriculture
Journal 2(1): 309-318.

Harumdewi, E., N. Suthama dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh pemberian pakan


protein mikropartikel dan probiotik terhadap kecernaan lemak dan
perlemakan daging pada ayam broiler. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia 13(3): 258-264.

Hastuti, T. 2017. Pengaruh penambahan tepung tanaman meniran (Phyllanthus


niruri, L.) dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam broiler. J. Ilmiah
Respati Pertanian. 11 (2): 723 – 730.

Herlina, B., R. Novita dan T. Karyono. 2015. Pengaruh jenis dan waktu pemberian
ransum terhadap performans pertumbuhan dan produksi ayam
broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 10(2): 107-113.

Hidanah, S., E. M. Tamrin, D. S. Nazar dan E. Safitri. 2013. Limbah tempe dan
limbah tempe fermentasi sebagai substitusi jagung terhadap daya
cerna serat kasar dan bahan organic pada itik petelur. Jurnal
Agroveteriner. 2 (1) : 71-79.

Idris, Moh., S.,A.F. Mohammad, Dahlan Ismail. 1998. Utilization of oil palm by-
products as livestock feed dalam Proc National Seminar on Livesock and
Crop Integration in Oil palm: “Towards Sustainable”. A. Darus, M.T.
Dolmat dan S. Ismail (eds). 12-14 May 1998, Johor-Malaysia.

Jaelani, A. 2007. Optimalisasi fermentasi bungkil sawit (Elaeis guineensis Jacq)


oleh kapang Trichoderma reesei. Jurnal Ilmu Ternak Universitas
Padjadjaran, 7(2).

Kurniasih, N., I. Yuanita., N. Suthama dan H. I. Wahyuni. 2020. Pengaruh Ekstrak


Bawang Dayak (Eleutherine Palmifolia) Dikombinasikan Dengan
Lactobacillus Acidophilus Terhadap Pemanfaatan Energi Dan Kecernaan
Serat Kasar Pada Ayam Broiler. Prosiding Semnas" Pengelolaan Sumber
Daya Alam Berkesinambungan Di Kawasan Gunung Berapi".

Kurniawan, L. A., U. Atmomarsono dan L. D. Mahfudz. 2012. Pengaruh berbagai


frekuensi pemberian pakan dan pembatasan pakan terhadap pertumbuhan
tulang ayam broiler. J. Agromedia. 30(2).

Mahfudz, L. D., F. L. Maulana, U. Atmomarsono dan T. A. Sarjana. 2009 Karkas


dan lemak abdominal ayam broiler yang diberi ampas bir dalam ransum.
Dalam: Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang, 20 Mei
2009. Universitas Diponegoro, Semarang. Hal: 596 – 605.

Mangisah, I., Tristiarti., W. Murningsih., M. H. Nasoetion., E. S. Jayanti dan Y.


Astuti. 2006. Kecernaan nutrien eceng gondok yang difermentasi dengan
Aspergillus niger pada ayam broiler. J. Indonesia Tropical Animal
Agriculture 31 (2): 124 – 128.

Marwansyah, A. J., I. N. Miwada dan A. W. Puger. 2019. Manajemen pemberian


pakan ayam broiler parent stock fase layer di pt. Charoen pokphand jaya
farm unit 8 probolinggo jawa timur. Jurnal Peternakan Tropika, 7(1), 340-
345.

Moningkey, A. F., F. R. Wolayan., C. A. Rahasia dan M. N. Regar. 2019.


Kecernaan bahan organik, serat kasar dan lemak kasar pakan ayam
pedaging yang diberi tepung limbah labu kuning (Cucurbita
moschata). Zootec. 39(2): 257-265.

Nahrowi, Wiryawan K G, and Tafsin M (2005) Isolasi dan sifat fisik kimia
Polisakarida mengandung mannan dari bungkil sawit dan dinding sel
Penicillium Spp [Isolation and chemical physical properties of
polysaccharides containing mannan from palm kernel cake and cell walls.
Makalah Seminar. Malang.

Nasrullah, F. 2010. Pengaruh komposisi bahan pengapsul terhadap kualitas


mikrokapsul oleoresin lada hitam (piper ningrum L.). Departemen Ilmu
dan Teknologi pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institusi Pertanian
Bogor. Bogor.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National


Academy Press, Washington DC.

Nur’aini. 2017. Ekstrak Mannan dari Bungkil sawit sebagai Pengendali Bakteri
Salmonella thypimurium pada Ayam Broiler. Program Studi Ilmu
Peternakan. Universitas Sumatera Utara. Medan. (Thesis).

Pangestu, G. A., R. I. Pujaningsih dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh ransum yang


mengandung limbah tauge fermentasi terhadap kecernaan serat kasar,
Protein kasar dan energi metabolis pada itik lokal fase starter. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu 6(1): 77-82.

Pasaribu, T. (2018). Upaya meningkatkan kualitas bungkil sawit melalui teknologi


fermentasi dan penambahan enzim untuk unggas. Wartazoa 28(3): 119-
128.

Patterson JA. 2005. Prebiotic feed additives: rationale and use in pigs. Adv Pork
Prod 16: 149-159.

Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismadi dan I. Estiningdriati. 2012. Kecernaan protein


kasar dan serat kasar serta laju digesta pada ayam arab yang diberi ransum
dengan berbagai level Azolla microphylla. Animal Agriculture Journal
1(1): 471-483.

Ramon, E dan J. Firison. 2012. Pengaruh lama periode starter terhadap konsumsi
pakan, berat hidup ayam broiler. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bengkulu, Bengkulu.

Rosikin, K. 2017. Pengaruh Imbangan Protein Dan Energi Pakan Terhadap


Produktivitas Ayam Broiler Strain Cobb 500 Dan Lohman Mb 202 Periode
Finisher (Doctoral dissertation, Universitas Madura).

Sari, Y. S. I., N. Suthama dan B. Sukamto. 2019. Perkembangan Duodenum dan


Pertambahan Bobot Badan pada Ayam Broiler yang Diberi Ransum
dengan Protein Mikropartikel Ditambah Probiotik Lactobacillus sp. Jurnal
Penelitian Peternakan Terpadu 1(1):4 – 12.
Sawadi, M., H. Hafid dan L. O. Nafiu. 2016. Pengaruh bobot potong dan pakan
komersial terhadap pertumbuhan ayam broiler. J. Ilmu dan Teknologi
Peternakan Tropis 3 (3): 47 – 56.

Setyowati., T. A. Sartono dan T. Yudiarti. 2014. Penambahan papain kasar dalam


ransum terhadap laju digesta dan total mikroba usus ayam broiler. J.
Animal Agriculture. 3 (4): 599 – 605.

Sibbald, I. R. 1976. A biossay for true metabolizable energy in feedingstuff. Poultry


Science. 55: 303 – 308.

Sinurat, A. P. 2012. Teknologi pemanfaatan hasil samping industri sawit untuk


meningkatkan ketersediaan bahan pakan unggas nasional. PIP. 5(2): 6578.

Situmorang, N. A., L. D. Mahfuds dan U. Atmomarsono. 2013. Pengaruh


pemberian tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum
terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Animal Agriculture
Journal 2(2): 49-56.

Sukaryana, Y., U. Atmomarsono., V. D. Yunianto dan E. Supriyatna. 2011.


Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk
fermentasi campuran bungkil sawit dan dedak padi pada
broiler. JITP. 1(3): 167-172.

Suprijatna, E. 2010. Strategi pengembangan ayam lokal berbasis sumber daya lokal
dan berwawasan lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Unggas Lokal
ke IV. Hal : 55 – 79.

Suthama, N dan P. J. Wibawa. 2018. Amino acid digestibility of pelleted


microparticle protein or fish meal and soybean meal in broiler chickens. J.
Indonesian Tropical Animal Agriculture 43 (2): 169 – 176.

Tafsin, M. R. 2007. Kajian polisakarida mannan dari bungkil sawit sebagai


pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam.

Tamalludin, F. 2014. Panduan Lengkap Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.


Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.

Wulandari, K. Y., V. D. Y. B. Ismadi dan Tristiarti. 2013. Kecernaan serat kasar


dan energi metabolis pada ayam kedu umur 24 minggu yang diberi ransum
dengan berbagai level protein kasar dan serat kasar . J Animal Agriculture
2 (1): 10 – 17.
Wicaksana, D., S. Hidanah., W. P. Lokapirnasari., M. A. Al-Arif., M. Lamid dan
K. Suprianondo. 2021. Penggunaan Bungkil sawit dan ß-Mannanase pada
Produktivitas Ayam Petelur. Jurnal Medik Veteriner 4(1): 72-75.

Anda mungkin juga menyukai