PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kacang-kacangan seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, biji
kecipir dan koro mempunyai sumber protein dan lemak nabati yang memiliki
peranan penting bagi tubuh. Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan
pangan yang mudah mengalami pembusukan karena jamur sehingga perlu diolah
menjadi produk olahan lain. Salah satu produk olahan dari kacang kacangan
adalah tahu.
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang-kacangan melalui
proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Jenis kacangkacangan yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu adalah kedelai. Kacang
kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai kandungan protein sekitar 30-45%.
Dibandingkan dengan kandungan protein bahan pangan lain seperti daging (19%),
ikan (20%) dan telur (13%), ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang
mengandung protein tertinggi. (Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981).
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal
bila bereaksi dengan bahan penggumpal. Penggumpalan protein oleh bahan
penggumpal akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan
sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari
kedelai akan terperangkap di dalamnya. Bahan penggumpal yang biasa digunakan
dalam pembuatan tahu adalah asam cuka dan batu tahu.
Dalam pembuatan tahu asam cuka berperan sebagai penggumpal serta
pengawet di mana asam menurunkan pH bahan pangan sehingga dapat
menghambar pertumbuhan bakteri pembusuk dan jumlah asam yang cukup akan
menyebabkan denaturasi protein bakteri (Winarno, 1980). Batu tahu (CaSO4)
paling digunakan dengan mengencerkan dalam air secukupnya lalu ditambahkan
ke dalam susu kedelai hingga menggumpal. Penambahan batu tahu menyebabkan
terjadinya koagulasi. Hal ini disebabkan oleh ion Ca yang bereaksi dan berikatan
dengan protein susu kedelai dan bersama dengan lipid membentuk gumpalan
(Santoso, 1993). Batu tahu menyebabkan terjadinya koagulasi di mana koagulasi
berjalan lambat dan mengikat banyak air pada kisi-kisi struktur protein tahu
(Shurfleff dan Aoyogi 1977). Oleh karena itu dalam praktikum ini dilakukan
perbedaan perlakuan untuk mengetahui kualitas tahu dengan perbedaan bahan
penggumpal dan substitusi bahan lain seperti koro pedang, kacang hijau.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan tahu adalah :
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang tahu,
2. Agar mahasiswa mengetahui proses pembuatan tahu,
3. Agar mahasiswa mengetahui kualitas tahu dengan perbedaan bahan baku,
4. Agar mahasiswa mengetahui kualitas tahu dengan perbedaan bahan
penggumpal
5. Agar mahasiswa mengetahui reaksi-reaksi yang terjadi selama pembuatan
tahu.
Jenis Uji
Keadaan :
a. Bau
b. Rasa
c. Warna
d. penampakan
Satuan
Persyaratan
2
3
4
Abu
Protein
Lemak
% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)
Normal
Normal
Putih normal
Normal tidak berlendir dan
berjamur
Maks 1,0
Min 9,0
Min 0,5
Serat kasar
% (b/b)
Maks o,1
% (b/b)
Cemaran logam :
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Seng (Zn)
d. Timah (Sn)
e. Raksa(Hg)
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks 2,0
Maks 30,0
Maks 40,0
Maks 40,0 / 250
Maks 0,003
Maks 1,0
Cemaran mikroba
a. Escherichia Coli
b. Salmonella
APM/g
/25 g
Maks 10
Negative
8
9
akan
menggumpal bila bereaksi dengan batu tahu. Penggumpalan protein oleh batu
tahu akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari
kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai
akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan,
semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein
itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Bayuputra, 2011).
Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak,
karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin,
riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium (yang bermanfaat
mendukung terbentuknya kerangka tulang). Dan paling penting, dengan
kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh tahu tidak banyak mengandung
kolesterol, sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung. Bahkan karena
kandungan hidrat arang dan kalorinya yang rendah, tahu merupakan salah satu
menu diet rendah kalori (Rahmawati, 2013). Nilai gizi tahu dapat dilihat pada
Tabel. 2
Tabel 2. Komposisi Nilai Gizi pada 100 g Tahu Segar
Komposisi
Energi (Kal)
Air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Niacin (mg)
Sumber : Depkes,1996
Jumlah
6
86,7
7,9
4,1
0,4
0,1
0,9
150
0,2
0,04
0,02
0,4
Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan salah satu hasil pertanian
yang banyak dimanfaatkan, salah satu contohnya sebagai bahan baku tahu.
Kacang kedelai sebagai bahan dasar pembuatan tahu mempunyai kandungan
protein sekitar 30 sampai dengan 45 persen. Kedelai merupakan sumber protein
yang sangat baik sebagai bahan subtitusi bagi protein susu, daging dan telur
karena jumlah protein yang dikandungnya serta daya cernanya yang tinggi
(Suhaidi, 2003). Manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein membuat
kedelai semakin diminati. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,
pemintaan kedelai di dalam negeripun berpotensi untuk meningkat setiap
tahunnya. Kedelai termasuk salah satu sumber protein yang harganya relative
murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani. Dari segi gizi kedelai
utuh mengandung protein 35 38 % bahkan dalam varietas unggul kandungan
protein dapat mencapai 40 44 % (Koswara, 1995)
2.2.2
Kacang hijau
Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal
Batu tahu
Bahan penggumpal berupa batu tahu banyak digunakan oleh sebagian
dalam air dan diendapkan selama semalam. Dosis larutan 5-10 gram sioko per
400-800 liter air. Bahan penggumpal ini ditambahkan sekaligus pada saat sari
kedelai bersuhu 70-90oC dan diaduk arah tetap. Penambahan batu tahu
menyebabkan terjadinya koagulasi. Hal ini disebabkan oleh ion Ca yang bereaksi
dan berikatan dengan protein susu kedelai dan bersama dengan lipid membentuk
gumpalan (Santoso, 1993). Batu tahu menyebabkan terjadinya koagulasi di mana
koagulasi berjalan lambat dan mengikat banyak air pada kisi-kisi struktur protein
tahu (Shurfleff dan Aoyogi 1977).
Menurut Sarwono dan Saragih (2008), kalsium sulfat murni dapat
digunakan sebagai bahan penggumpal dalam pembuatan tahu, bentuknya berupa
serbuk putih. Tahu yang dihasilkan lunak, teksturnya lembut, dan rasanya lembut
hingga sedang. Bahan ini dapat digunakan dalam pembuatan tahu keras dan tahu
lunak (tahu sutera). Dosis pemakaiannya kira-kira 10 g per 0,5 kg kedelai kering
untuk pembuatan tahu keras. Sementara, pada pembutan tahu sutera, digunakan
sebanyak 4 g per 0,5 kg kedelai kering. Pemberian kalsium sulfat dilakukan pada
saat suhu sari kedelai 70 sampai 75C. 1 liter sari kedelai dapat digumpalkan
dengan larutan CaSO4 sebanyak 10%. Larutan CaSO4 dibuat dengan melarutkan
20 g CaSO4 kedalam 250 ml air. Menurut Suhaidi (2003), jenis zat penggumpal
batu tahu dapat menghasilkan tahu dengan kadar protein, kadar air, pH, rasaaroma dan tekstur tahu yang lebih tinggi dari pada jenis zat penggumpal asam
cuka.
2.2.4
Asam Cuka
Asam cuka juga merupakan koagulan (bahan penggumpal) yang baik
dalam pembuatan tahu. Asam cuka yang dipergunakan dalam pembuatan tahu di
Indonesia ialah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat, alias cuka makan.
Dosis yang dipergunakan untuk setiap 0,5 kg kedelai kering sebanyak 74 ml atau
sekitar 16,4% dari berat kering kedelai. Penambahan asam cuka ini dilakukan saat
suhu sari kedelai antara 80-90oC. Asam cuka juga berperan sebagai pengawet di
mana asam menurunkan pH bahan pangan sehingga dapat menghambar
pertumbuhan bakteri pembusuk dan jumlah asam yang cukup akan menyebabkan
denaturasi protein bakteri (Winarno, 1980).
2.2.5
Air
Untuk menjaga kualitas tahu maka penggunaan air yang bersih merupakan
persyaratan, karena air yang tidak bersih akan menurunkan mutu tahu. Air ini
digunakan saat pencucian, perendaman kedelai, dan tahu yang sudah siap.
2.3 Proses pembuatan Tahu
Pembuatan tahu secara dapat dilakukan dengan dengan beberapa tahapan
yaitu;
1. Perendaman
Penggilingan
Penggilingan kedelai dilakukan setelah proses pengupasan kulit kedelai.
penggilingan dengan memakai air sedikit demi sedikit (sebaiknya digunakan air
mendidih untuk mempertinggi rendeman dan sekaligus menghilangkan bau langu
kedelai).
4. Perebusan bubur kedelai
Perebusan dilakukan pada api besar. Pada pendidihan pertama , ditandai
dengan terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai maka segera disiram air
bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh permukaan. Pendidihan kedua,
berarti perebusan bubur kedelai sudah dianggap cukup. Tujuan perebusan adalah
untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi
saat penambahan asam. Titik akhir perebusan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung panas dan mengentalnya larutan/bubur kedelai.
5. Penyaringan
Dalam keadaan panas bubur kedelai disaring dengan saringan gantung yang
terbuat dari kain. Hasil saringan ditampung dalam bak penggumpalan.
6. Penggumpalan protein sari kedelai
Cairan sari kedelai yang masih panas (+ 700C) dicampur pelan-pelan dan
sedikit demi sedikit dengan bahan penggumpal yang sebelumnya telah disiapkan.
Cairan kedelai yang semula berwarna putih susu akan pecah dan di dalamnya
terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya akan bergabung membentuk
gumpalan dan mengendap ke dasar bak (bakal tahu). Setelah itu, cairan akan
menjadi bening. Bila demikian berarti seluruh protein sudah menggumpal dan
mengendap. Secepatnya cairan bening dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan
bekas.
7. Pencetakan tahu
Dalam keadaan panas, pencetakan bubur harus segera dilakukan. Dibiarkan
bubur tahu dalam cetakan selama 10-15 menit atau sampai cukup keras (tidak
hancur bila diangkat). Dipotong tahu sesuai dengan ukuran yamg dikehendaki.
Direndam potongan-potongan tahu dalam air dingin dalam bak yang terbuat dari
logam tahan karat
2.4 Perubahan yang terjadi saat pembuatan tahu
Menurut Shurfleff dan Aoyagi (1977) dalam Suhaidi (2003), dalam
pembuatan tahu ada dua perlakuan utama sebagai penyebab proses penggumpalan
protein yaitu pemanasan yang menyebabkan koagulasi protein dengan suhu efektif
Pencucian
Perendaman (8 jam)
Pengupasan kulit ari
Penggilingan
+Air panas: air dingin
1:1
Bubur kedelai
Pemanasan 80oC
Penggumpalan
Asam cuka 60 ml
Pengadukan (searah)
Penyaringan
4.1.2
Warna
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
4.1.3
Standar dl
52,6
L = 61 52,8
a = 16,5 52,6
b = 16 53,4
53,3
50,7
L = 61 51,2
a = 16,5 50,5
b = 16 51,0
49,0
da
10,3
9,9
10,5
10,5
9,7
15,2
16,1
14,3
13,6
12,3
Sineresis
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
4.1.4
Tekstur
375
2
2
2
3
3
3
2
1
3
2
2
3
3
3
3
Tekstur
Berat Awal
0,5381
0,5301
Berat Akhir
0,7654
0,7440
Db
26,2
25,5
26,1
25,4
25,8
21,6
21,6
21,6
22,4
23,2
517
3
3
3
4
2
5
3
2
4
3
3
2
5
4
4
Jenis Sampel
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-rata
4.1.5
Asam cuka
8
8
7
7,67
Batu tahu
12
13
10
11,67
Berat Awal
2250
2250
Berat Akhir
450
420
Rendemen
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
Aroma
Batu tahu Asam cuka
Total
Rata-rata
43
2,87
43
2,87
4.2.2 Warna
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
dL
8,06
10,52
4.2.3 Sineresis
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
Sineresis
0,2273
0,2139
4.2.4 Tekstur
Sampel
Rata-rata
Asam cuka
7,67
Batu tahu
11,67
4.2.5 Rendemen
Jenis Sampel
Asam cuka
Batu tahu
Rendemen (%)
80,0
81,3
Tekstur
Batu tahu
Asam
cuka
37
50
2,47
3,33
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Pada praktikum pembuatan tahu, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Bahan-bahan yang telah
disiapkan kemudian dilakukan penimbangan yaitu kedelai 125 gr dan kacang
hijau 125 gr. Selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan air mengalir. Hal ini
bertujuan untuk membersihkan kedelai dan kacang hijau dari kotoran-kotoran
yang menempel supaya tidak mengganggu proses selanjutnya. Kemudian
dilakukan perendaman, kedelai dan kacang hijau direndam selama 8 jam.
Perendaman bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit serta melunakkan
strukur selular kedelai dan kacang hijau sehingga memudahkan proses
penggilingan serta memberikan dispersi dan suspensi bahan padat lebih baik pada
waktu ekstraksi. Proses selanjutnya yaitu pengupasan kulit ari untuk memisahkan
kulit ari.
Kedelai dan kacang hijau yang bebas dari kulit ari kemudian digiling
menggunakan blender lalu ditambahkan air panas dan air dingin dengan
perbandingan 1: 1 masing-masing sebanyak 1000 ml. Air dingin berfungsi untuk
melarutkan bahan terlarut dalam biji seperti karbohidrat, lemak, protein dan lain
lain, sedangkan air panas bertujuan untuk mempertinggi rendemen dan
menghilangkan bau langu. Penggilingan dilakukan sampai kedelai halus dan
menghasilkan bubur kedelai. Setelah itu dilakukan proses pemanasan atau
perebusan bubur kedelai pada suhu 80oC selama 10-15 menit. Hal ini bertujuan
untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi
saat penambahan asam. Pemanasan dilakukan hingga timbulnya gelembung gelembung udara panas dan mengentalnya larutan kedelai. Saat pemanasan
berlangsung dilakukan proses penggumpalan dengan menambahkan bahan
penggumpal secara bertahap. Pada proses penggumpalan terdapat 2 perbedaan
perlakuan yaitu menggunakan bahan pengggumpal berupa asam cuka sebanyak 60
ml dan menggunakan batu tahu sebanyak 2,5 gr dengan penambahan air 50 ml
untuk dilarutkan. Perbedaan perlakuan penambahan bahan penggumpal untuk
Aroma
prinsip titik isoelektrik. Asam cuka dapat menggumpalkan protein kedelai dengan
cara menurunkan pH hingga 4,5 yang menurunkan pH isoelektrik protein kedelai.
Oleh karena itu, panelis lebih menyukai tekstur tahu dari asam cuka. Hal ini
dikarenakan tahu yang dengan asam cuka teksturnya lebih kompak karena
kandungan air pada saat dipress banyak, sedangkan pada tahu dengan batu tahu
proses pengepresan kurang optimal.
5.2.2 Warna dengan menggunakan Colour Reader
5.2.3 Tekstur dengan menggunakan Rheotex
Pada pengukuran tekstur menggunakan Rheotex, dilakukan pada 3 titik
yang berbeda. Dari hasil pengukuran dan perhitungan, rata-rata tekstur pada
sampel asam cuka sebesar 7,67 g/mm, sedangkan rata-rata tekstur pada sampel
batu tahu sebesar 11,67 g/mm. semakin besar nilainya, maka semakin keras
tekstur tahu yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
tekstur tahu dengan bahan penggumpal batu tahu menghasilkan tekstur yang
keras. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Shurfleff dan Aoyogi (1977) bahwa
penambahan batu tahu akan menghasilkan tekstur yang lunak dan kurang padat,
hal ini disebabkan oleh rendahnya koagulasi yang terjadi sehingga menyebabkan
pengikatan air dalam protein, sehingga menyebabkan tekstur yang dihasilkan
tidak memadat. Proses pengepresan juga mempengaruhi tekstur yang dihasilkan.
Tahu dengan bahan penggumpal asam cuka teksturnya lebih kompak karena
kandungan air pada saat dipress banyak, sedangkan pada tahu dengan batu tahu
proses pengepresan kurang optimal. Selain itu juga dapat dikarenakan jumlah
koagulan pada batu tahu kurang banyak, sehingga proses pemerangkapan air
kurang optimal.
Menurut Anglemier dan Montgomery (1976), semakin menurunnya kadar
protein dengan semakin lamanya perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur
protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Tekstur yang kenyal pada
tahu dikarenakan penggumpalan protein mencapai titik pH isoelektrik sehingga air
yang terkurung paling sedikit dan curd yang terbentuk banyak. Hal ini sesuai
pendapat Winarno (1995) bahwa air dalam bahan berpengaruh pada kenampakan,
tekstur dan citarasa makanan.
5.2.4 Sineresis
Sineresis merupakan suatu proses yang menyebabkan terbentuknya cairan
pada permukaan gel atau alginate (Craig, 2006). Berdasarkan hasil perhitungan
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tahu dengan bahan penggumpal asam
cuka mempunyai nilai sineresis yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,23 gram,
dibandingkan dengan bahan penggumpal batu tahu yaitu sebesar 0,213 gram.
Daya pegang air pada tahu dengan bahan penggumpal batu tahu lebih tinggi
dibandingkan dengan daya pegang tahu dengan bahan penggumpal asam cuka
sehingga menyebabkan sineresis pada tahu yang berbahan asam cuka lebih besar
nilainya dibandingkan dengan sineresis batu tahu. Selain itu, penggunaan batu
tahu sebagai bahan penggumpal menyebabkan pori-pori yang kecil pada tahu
sehingga menghambat proses penguapan air dari jaringan (Lee dan Rha, 1979).
5.2.5 Rendemen
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan berat awal
masing-masing 2250 gr, rendemen yang paling tinggi adalah dengan penggunaan
bahan penggumpal batu tahu yaitu sebesar 81,33%. Tahu yang digumpalkan
dengan batu tahu cenderung memiliki tekstur yang lebih lunak, rendemen lebih
tinggi dan daya pegang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bahan
penggumpal asam cuka. Penggumpalan dengan batu tahu menghasilkan pH yang
tidak terlalu asam sehingga dapat mempengaruhi kualitas tahu yang dihasilkan.
Rendemen pada tahu sangat dipengaruhi oleh kondisi alat penggiling (tingkat
kelembutan sari kedelai yang dapat dihasilkan) serta kadar protein dalam jenis
kedelai yang digunakan. Umumnya semakin lembut sari kedelai maka semain
banyak protein yang digumpalkan dan semakin dikit ampas yang dihasilkan.
Secara umum rendemen yang dapat dicapai pada pembuatan tahu berkisar antara
80%-90% (Suprapti, 2005)
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa :
1.
2.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA