Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI UMBI

PEMBUATAN TEPUNG UBI JALAR PUTIH

KELOMPOK 1:

Ervina Apriliani 1311105012

Ni Made Susi Kartika 1611105002

Bobby Frans Siahaan 1611105004

Lourent Maria Oktavia 1611105005

Gayatri Ayu Fardiaza 1611105006

Fajria Maulida 1611105011

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia, produksi seralis


terutama beras sebagai bahan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula
dengan bertambahnya peduduk, kebutuhan akan serealis dan umbi-umbian
sebagai sumber energi terus meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi
seperti halnya umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Umbi-
umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini
tergantung dari selera. Usaha penganekagaraman pangan sangat penting, artinya
sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada suatu bahan pokok
saja. Misalnya dengan mengolah umbi-umbian menjadi bebagai bentuk awetan
yang mempunyai rasa khas dan lama disimpan. Pada umumnya umbi-umbian
mengandung kadar protein lebih rendah dibandngkan denan serealia yang hanya
sekitar 0,5-1,5 gram, tetapi kandungan protein ini lebih tinggi dibandingan dengan
kelompok ekstrak tepung.
Daging umbi biasanya mengandung serat, ada yang sedikit ada yang
banyak. Komposisi umbi jalar putih mengandung beberapa jenis oligossakarida
yang dapat menyebabkan flatulens, yaitu stakiosa, rafinosa, dan verbaskova.
Oligosakarida penyebab flatulens ini tidak dapat dicerna oleh bakteri karena tidak
ada enzim galaktosida tapi dicerna oleh bakteri pada usus bagian bawah. Hal ini
desebabakan karena terbentuknya gas dalam usus (Ambasari, 2009).
Salah satu upaya untuk memperpanjang umur simpan, menghindari
berbagai kerusakan dan meingkatkan nilai tambah umbi jalar putih adalah dengan
cara pembuatan tepung. Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan
dan bersifat luwes untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara
komersial bentuk tepung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan
dalam sistem agroindustri, oleh karena itu perlu dilakukan perakitan teknologi
pengolahan tepung ubi jalar putih. Pengolahan ubi jalar putih menjadi tepung
dapat meningkatkan potensi pendayagunaan komoditas sebagai sumber
karbohidrat alternatif dalam rangka penganekargaman pangan (Nuraini, 2004).
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan lama ketika disimpan, mudah
dicampur, diperkaya gizi, dibentuk, dan lebih cepat untuk dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang ingin serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat
beragam dibedakan berdasarakan sifat dan komponen kimia bahan pangan.
Pembuatan tepung ubi jalar putih dapat menunjang potensi pendayagunaan ubi
jalar putih (Suparti, 2003).
BAB II

METODEOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. Ubi jalar putih 1 kg


2. Air

2.1.2 Alat

1. Oven 7. Ayakan 60 mesh


2. Pisau 8. Loyang
3. Parutan 9. Timbangan analitik
4. Baskom 10. Blender
5. Aluminium foil 11. Nampan
6. Kain saring

2.2 Cara Kerja

1. Dikupas ubi jalar sebanyak 1 kg, lalu dicuci bersih.


2. Setelah ubi jalar putih dicuci, lalu dipotong-potong setipis mungkin.
3. Ubi yang telah dipotong-potong tipis diletakkan pada loyang
menggunakan aluminium foil.
4. Ubi jalar putih dioven pada suhu kurang lebih 60 oC sampai benar-
benar kering.
5. Setelah ubi jalar putih kering, kemudian dihancurkan menggunakan
blender, lalu diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh. Sisa
ayakan yang masih kasar dihancurkan kembali menggunakan blender,
kemudian diayak berulangkali hingga tersisa ampasnya.
6. Lalu dilakukan pengamatan rendemen dan pengamatan organoleptik.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Rendemen Tepung Ubi Jalar Putih

Kelompok Jenis Umbi Berat Awal Berat Akhir Rendemen (%)


1 Ubi Jalar Putih 500 g 54, 41 g 10, 882%
2 Singkong 500 g 100, 55 g 20, 11%
3 Ubi Jalar Ungu 500 g 104, 16 g 20, 832%
4 Keladi 400 g 78 g 19, 5%
5 Kentang 500 g 76, 03 g 15, 206%

3.1.2 Uji Organoleptik


Kelompok Jenis Umbi Warna Tekstur Penerimaan Keseluruhan
1 Ubi Jalar Putih 4 4 4
2 Singkong 4 4 4
3 Ubi Jalar Ungu 4 4 4
4 Keladi 4 4 4
5 Kentang 3 4 3

Keterangan:

Warna / Tekstur / Penerimaan Keseluruhan:

5 = Putih / Sangat halus / Sangat halus / Sangat suka


4 = Putih kekuningan / Halus / Suka
3 = Putih kecoklatan / Agak halus / Agak suka
2 = Agak coklat / Kasar / Tidak suka
1 = Coklat / Sangat kasar / Sangat tidak suka
3.2 Pembahasan

3.2.1 Rendemen Tepung

Pada pembuatan tepung ubi jalar putih ini meliputi pembersihan,


pengupasan, pengecilin ukuran, dan pengeringan sampai kadar air tertentu.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara yaitu ubi diiris tipis lalu
dikeringkan dijadikan tepung dan dengan memarut umbi atau dibuat pasta lalu
dikeringkan kemudian ditepungkan. Pada praktikum pembuatan tepung ubi jalar
putih ini bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam bahan pangan sampai batas
tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba dan insekta perusak dan
menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut. Pembuatan tepung ini diawali
dengan dikupasnya ubi jalar putih sebanyak 500 gram, lalu dicuci bersih. Setelah
itu, ubi jalar putih dipotong setipis-tipisnya, hal ini dilakukan agar pada saat
proses pengovenan, ubi jalar dapat kering dengan menyeluruh. Ubi jalar putih
yang telah dipotong-potong tipis diletakkan pada loyang dengan dilapisi
aluminium foil. Ubi jalar putih dioven pada suhu 60 sampai benar-benar
kering. Setelah ubi jalar putih kering, dilakukan pembubukan ubi dengan cara
diblender. Setelah menjadi bubuk ubi jalar putih, dilakukan penghalusan dengan
cara pengayakan dengan menggunakan ayakan 60 mesh agar terpisah antara
tepung halus dan tepung kasar. Sisa ayakan yang masih kasar diblender kembali,
kemudian dilakukan pengayakan berulang kali hingga tersisa ampasnya.

Pada tabel hasil rendemen tepung diperoleh hasil yang berbeda-beda,


karena berat awal bahan dari pembuatan tepung umbi ini menggunakan berat dan
jenis umbi yang berbeda-beda. Pada jenis umbi jalar putih diperoleh rendemen
yang sangat kecil yaitu 10, 882%, hal ini disebabkan karena hasil dari berat akhir
yang sangat kecil yaitu 54, 41 gram dari berat awal 500 gram. Berat akhir dihitung
setelah umbi dioven hingga sebelum diayak. Berat akhir yang kecil dapat
diakibatkan karena proses pengovenan yang terlalu lama sehingga kadar air yang
terkandung sangat sedikit dan luas permukaan ubi jalar putih ang kurang besar,
karena semakin luas permukaan bahan, maka semakin cepat bahan menjadi kering
akibat menguapnya air melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di
bagian tengah akan menyebar ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
3.2.2 Uji Organoleptik

Pada praktikum pembuatan tepung ubi jalar ini, dilakukan pengamatan uji
organoleptik berupa warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Dari tabel hasil
uji organoleptik yang dilakukan oleh 1 perwakilan panelis dari masing-masing
kelompok dapat dilihat hasil yang tidak terlalu berbeda. Pada uji organoleptik ini
dilakukan pada kelima jenis umbi yaitu, ubi jalar putih, singkong, ubi jalar ungu,
keladi dan kentang yang telah menjadi tepung umbi. Pada uji organoleptik
berdasarkan warna, jenis umbi seperti ubi jalar putih, keladi, singkong mendapat
skor 4 yaitu putih kekuningan, hal ini disebabkan karena kandungan senyawa
kimia dari ketiga jenis umbi yang sama dan warna ketiga jenis umbi sebelum
dilakukan pengovenan adalah putih pucat. Sedangkan, pada umbi jenis kentang
mendapat skor 3 yaitu putih kecoklatan. Hal ini disebabkan karena karotenoid
pada kentang akan berubah selama proses pengeringan. Adanya pengovenan
menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (reaksi pencoklatan) akibat adanya gula
dari tepung kentang tersebut.

Pada uji organoleptik berdasarkan tekstur, hasil yang diperoleh dari kelima
jenis umbi yang diamati mendapat skor yang sama yaitu 4 atau halus. Tekstur
merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari. Pada saat dilakukan
pengujian inderawi, sifat-sifat seperti keras atau lemahnya bahan pada saat digigit,
hubungan antar serat-serat yang ada dan sensasi lain misalnya rasa berminyak,
rasa berair, rasa mengandung cairan (Kartika, dkk., 1987). Pada tabel hasil diatas,
diperoleh hasil skor tekstur yang sama dapat disebabkan karena pada saat
dilakukannya proses pembubukan dan pengayakan tepung yang dilakukan
berulang, hal inilah yang menyebabkan halusnya hasil dari kelima jenis tepung
tersebut. Setiap jenis umbi memiliki kandungan pati dengan kadar amilosa dan
amilopektin yang berbeda-beda. Pati terutama amilosa mempengaruhi dari tekstur
tepung umbi. Menurut Nindyarani, dkk (2011), kandungan pati dari tepung
berpengaruh terhadap sifat fisik bahan tersebut. Salah satu fungsi pati pada
pangan olahan adalah dalam pembentukan tekstur. Ciri utama pati sebagai
penentu tekstur adalah sifat gelatinisasi dan retrogradasi. Oleh sebab itu tepung
dengan kadar pati tinggi akan memberikan tekstur kuat dan kompak. Sementara
komponen amilosa mempengaruhi sifat gel yang dihasilkan yaitu tidak lengket
dan kokoh.

Pada uji organoleptik berdasarkan penerimaan keseluruhan, dari kelima


jenis umbi yang diamati, hanya umbi jenis kentang yang mendapat skor 3 atau
agak suka, sedangkan jenis umbi lainnya mendapat skor 4 yaitu suka. Hal ini
dapat disebabkan karena warna yang dihasilkan pada tepung kentang kurang
menarik dibandingkan dengan jenis umbi lainnya sehingga panelis yang menguji
memberikan skor yang berbeda. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya
perbedaan skor adalah karena adanya perbedaan selera pada panelis.
BAB IV

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan, dapat


ditarik simpulan bahwa kentang memiliki nilai warna dan penerimaan
keseluruhan terkecil dibandingkan dengan umbi lainnya. Hal tersebut dikarenakan
terjadinya reaksi Maillard (reaksi pencoklatan) pada saat pengovenan akibat
adanya gula dari tepung kentang tersebut. Dari hasil rendemen, ubi jalar putih
memiliki rendemen terkecil yaitu 10, 882% dan ubi jalar ungu memiliki rendemen
tertinggi yaitu 20, 832%.
DAFTAR PUSTAKA

Ambasari. 2009. Rekomendasi dalam Penetapan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar.
Balai Pengenbangan Teknologi Pertanian. Bandung.

Kartika, B., Pudji H., dan Wahyu S. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.

Nindyarani, Ade Krisna., Sutardi, dan Suparmo. (2011). Karakteristik Kimia,


Fisik, dan Inderawi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Poiret) dan
Produk Olahannya. AGRITECH. Vol. 31 (4) : 273-280.

Nuraini. 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk-Produknyyya untuk


Pemberdayaan. Gramedia. Jakarta.

Suparti. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatan. Penerbit Kanisius.
Jakarta.
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI UMBI

PEMBUATAN PATI UBI JALAR PUTIH

KELOMPOK 1:

Ervina Apriliani 1311105012

Ni Made Susi Kartika 1611105002

Bobby Frans Siahaan 1611105004

Lourent Maria Oktavia 1611105005

Gayatri Ayu Fardiaza 1611105006

Fajria Maulida 1611105011

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Ubi jalar putih yang dikenal juga sebagai ketela rambat, adalah pohon
tanaman tropian dan subtropika. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok
penghasil karbohidrat dan daunya sebagai sayuran. Ubi jalar putih merupakan
tanaman rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga dipetimbangkan
sebagai bahan baku pembuatan pati. Tanaman ubi jalar putih diduga berasal dari
Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkiraan daerah asal
tanaman umbi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tegah.

Pati secara alami terdapat dalam senyawa-senyawa organik di alam yang


tersebar luar seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai
energi selama dormansi dan perkecambahan. Ketika tanaman menghasilkan
molekul-molekul pati, tanaman akan menyimpan di dalam lapisan-lapisan di
sekitar pusat helum membentuk granula yang kompak (Ginting, 2003).

Pati sangat beperan penting dalam industri pangan, juga dapat digunakan
sebagai bahan non pangan seperti dalam industri kertas, tekstil, lem, lumpur
pemboran. Karena pati memiliki berbagai manfaat, maka perlu dilakukan upaya
untuk mengolah ubi jalar putih menjadi pati. Dengan dilakukannya pembuatan
pati ubi jalar putih, diharapkan dapat menunjang potensi pendayagunaan ubi jalar
putih di masyarakat.
BAB II

METODEOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. Ubi jalar putih 500 g


2. Air

2.1.2 Alat

1. Oven 6. Ayakan 80 mesh


2. Pisau 7. Loyang
3. Parutan 8. Timbangan analitik
4. Baskom 9. Kain saring
5. Aluminium foil

2.2 Cara Kerja

1. Dikupas ubi jalar putih, lalu dicuci hingga bersih.


2. Setelah ubi jalar putih dicuci bersih lalu diparut dan kemudian
ditambahkan air 1 : 2 sedikit demi sedikit sambil diremas-remas.
3. Kemudian hasil parutan ubi jalar putih diperas dengan kain saring, filtrate
yang diperoleh kemudian ditampung.
4. Ampas ditambahkan air kembali dengan penambahan air 1 : 1 dan diperas
kembali dengan kain saring.
5. Kedua filtrate dijadikan satu dan diendapkan selama 3 – 5 jam.
6. Bagian bening dari filtrate dibuang dan pati yang terendapkan kembali
ditambahkan air 1 : 3 dan diendapkan selama 3 jam.
7. Endapan pati dikeringkan dengan oven pada suhu kurang lebih 60 oC
sampai kering. Selama pengeringan, pati yang menggumpal dihancurkan
dan harus sering dibolak-balik.
8. Setelah kering lalu dihancurkan dan diayak dengan ayakan 80 mesh.
9. Kemudian dilakukan pengamatan rendemen dan pengamatan organoleptik.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Rendemen Pati

Rendemen pati : 100 % = x 100 = 6,536%

Kelompok Bahan Berat Awal Berat Akhir Rendemen

1 Ubi jalar putih 1000 gram 65,363 6,536%

2 Singkong 900 gram 117,62 13,06%

3 Ubi jalar ungu 1000 gram 109,22 10,922%

4 Keladi 1000 gram 81,9 8,19%

5 Kentang 1000 gram 26,59 2,659%

3.1.2 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik

Kelompok Bahan Warna Tekstur PK

1 Ubi jalar putih 5 4 4

2 Singkong 5 4 4

3 Ubi jalar ungu 5 4 4

4 Keladi 5 4 4

5 Kentang 4 4 4
3.2 Pembahasan

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin dimana besarnya perbandingan amilosa dan amilopektin
ini berbeda-beda tergantung pada jenis patinya. Pati dengan kandungan amilosa
yang tinggi, memiliki kemampuan menyerap air dan mengembang lebih besar
karena amilosa memiliki kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih
besar daripada amilopektin. Selain itu pati dengan kandungan amilosa tinggi
bersifat kurang rekat dan kering sedangkan pati yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi bersifat rekat dan basah (Hidayat.et.al.,2007).

Berdasarkan hasil uji organoleptik tekstur dari pati dapat dilihat dari
ayakan yang digunakan untuk menyaring pati. Karena semakin kecil ukuran mesh
yang digunakan maka semakin halus pati yang didapatkan. Ayakan yang
digunakan yaitu ayakan 80 mesh sehingga pati yang didapatkan hasilnya seragam
yaitu halus. Pada penilaian warna, penilaian terkecil terdapat pada kentang. Hal
tersebut dikarenakan kentang memiliki warna putih kecoklatan sehingga
karotenoid pada kentang akan berubah selama proses pengeringan. Adanya
pengovenan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (reaksi pencoklatan) akibat
adanya gula dari tepung kentang tersebut.

Pada hasil rendemen, pati ubi jalar putih yaitu 6,536%, pati singkong
13,06%, ubi jalar ungu 10,922%, keladi 8,19%, kentang 2,659%. Rendemen yang
paling rendah yaitu pada pati kentang. Perbedaan rendemen yang dihasilkan dapat
disebabkan oleh perbedaan kandungan pati dari masing-masing tanaman serta
perbedaan struktur umbi sehingga lebih banyak menghasilkan rendemen pati
kering. Menurut Richana (2004) agar rendemen pati yang dihasilkan lebih banyak,
pelarut untuk merendam dan mengestraksi pati dapat diganti dengan larutan
natrium bisulfit. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rendemen antara
lain mutu bahan baku yaitu kondisi tanaman dan umur panen, penanganan
pascapanen (pengeringan dan penyimpanan) dan proses ekstraksi (perajangan,
perbandingan bahan air, abu, lama perebusan, penyaringan, pengeringan dan
penggilingan).
BAB IV

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan, dapat


ditarik simpulan bahwa hanya warna pada kentang yang memiliki warna putih
kecoklatan dibandingkan dengan umbi lainnya. Penilaian pada tekstur memiliki
nilai yang sama pada semua jenis umbi yaitu halus dan panelis memberikan nilai
penerimaan keseluruhan semua umbi sama yaitu suka. Dari hasil rendemen, nilai
tertinggi didapatkan pada pati singkong yaitu 13,06% dan terendah terdapat pada
kentang yaitu 2,659%.
DAFTAR PUSTAKA

Ginting. 2003. Pemanfaatan Umbi Jalar Menjadi Beberapa Produk Olahan


Pangan. Laporan Teknis Pertanian. Malang.

Hidayat, B., Ahza, A.B. & Sugiyono. 2007. Karakterisasi tepung ubi jalar
(Ipomoea batatas L.) varietas shiroyutaka serta kajian potensi penggunaanya
sebagai sumber pangan karbohidrat alternatif. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, 13(1), 32-39.

Richana N. dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi
dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili.
Jurnal Pasca panen. 1(1):29-37
LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI UMBI

PENGOLAHAN KERUPUK UBI JALAR PUTIH

KELOMPOK 1:

Ervina Apriliani 1311105012

Ni Made Susi Kartika 1611105002

Bobby Frans Siahaan 1611105004

Lourent Maria Oktavia 1611105005

Gayatri Ayu Fardiaza 1611105006

Fajria Maulida 1611105011

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Ubi jalar putih adalah salah satu hasil produksi pertanian Indonesia,
produktivitas ubi jalar di berbagai daerah bervariasi, antaranya 3,4 ton-11,0 ton
per hektar dengan rata-rata nasional adalah 9,5 ton/hektar (Jarod, 2007).
Perkembangan ubi jalar di Irian Jaya dan Maluku relatif tinggi karena ubi jalar
termasuk makanan pokok pada kedua daerah tersebut. Komoditas ubi jalar putih
berperan penting dalam produksi pengolahan pangan, salah satunya dalam
pembuatan keripik. Ubi jalar putih termasuk salah satu pengahasil karobohidrat
(sebagai sumber energi) yang potensial. Peranan petani ubi jalar putih memiliki
prospek yang baik sebagai komoditas pertanian unggulan. Keberadaan ubi jalar di
Indonesia cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal oleh
masyarakat. Pemanfaatan umbi jalar kebanyakan masih terbatas pada penggunaan
umbi segarnya yang hanya direbus dan digoreng.
Usaha penganekaragaman pangan (ketahuan pangan) sangat penting,
karena sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan hanya pada satu
bahan pangan pokok. Misalnya mengolah umbi-umbian menjadi berbagai produk
olahan berupa krupuk. Beberapa macam produk olahan ubi jalar skala industri
yang ada saat ini adalah keripik, gula fruktosa, alkohol, tepung, pati, mie, dan
masih banyak lagi.
Kerupuk adalah salah satu makanan ringan yang tergolong jenis makanan
crackers, yaitu makanan ringan, karena irisan yang tipis dapat membuat kripik
menjadi renyah (crispy). Kerupuk sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat
Indonesia, mempunyai sifat reyah, tahan lama, praktis, mudah dibawa dan
disimpan. Untuk menghasilkan rasa yang gurih dan renyah biasanya dicampur
dengan tepung dan diberi bumbu. Kerupuk dapat berasa dominan asin, pedas,
manis, asam, gurih atau padua dari semuanya (Rahayuningsih, 2008).
Kerupuk sangat beranekaragam dalam bentuk, warna, ukuran, bau, rasa,
kerenyahan, ketebalan hingga nilai gizinya. Untuk menambah variasi kerupuk
yang beredar di kalangan masyarakat maka dalam praktikum kali ini
memanfaatkan ubi jalar putih sebagai bahan baku pembuatan keripik.
Kerupuk ubi jalar putih merupakan salah satu produk alternatif makanan
kering yang memiliki peluang pasar dan prospek yang besar. Dengan adanya
diversifikasi ubi jalar putih diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomi dan
memperpanjang daya simpan selain sebagai bahan baku pengolahan pangan
(Rukmana, 2007).
BAB II

METODEOLOGI

2.1 Bahan dan Alat

2.1.1 Bahan

1. Tepung ubi jalar putih


2. Air
3. Terigu
4. Wortel
5. Garam
6. Telur

2.1.2 Alat

1. Kompor
2. Pisau
3. Timbangan analitik
4. Baskom
5. Aluminium foil
6. Nampan
7. Panci

2.2 Cara Kerja

1. Tepung ubi jalar putih dicampurkan dengan terigu dengan perbandingan 1


: 1 dan diremas atau digiling sampai menyatu.
2. Kemudian bahan yang ingin ditambahkan yakni wortel terlebih dahulu
ditimbang 25 g.
3. Dimasak air sampai mendidih.
4. Wortel kemudian diblansing selama 2 menit dengan menggunakan air
mendidih.
5. Kemudian wortel dicincang sampai halus.
6. Jika masih ada sisa dari wortel, digiling dan tidak ditambahkan air, tetapi
jika tidak ada sisa dari wortel bisa langsung digiling beserta adonan tepung
tadi kemudian ditambahkan air.
7. Adonan tepung ubi jalar putih dan terigu yang telah menyatu kemudian
ditambahkan wortel yang telah halus kedalamnya, lalu diremas sampai
menyatu.
8. Kemudian ditambahkan garam dan telur satu buah ke adonan tepung dan
diremas kembali.
9. Adonan tepung dan bahan lainnya yang telah menyatu tadi kemudian
dipipihkan sampai tipis sehingga nantinya dapat mudah dicetak, sesekali
juga tambahkan sedikit tepung terigu agar adonan mudah untuk
dipipihkan.
10. Adonan tepung dan bahan lainnya yang sudah selesai dipipihkan
kemudian dicetak atau dibentuk menjadi bentuk yang bervariasi.
11. Kemudian adonan tersebut digoreng sehingga menjadi kerupuk ubi jalar
dengan variasi rasa wortel.
12. Dilakukan pengamatan organoleptik.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Kelompok Perlakuan Uji Organoleptik


Warna Aroma Rasa Tekstur PK
1 Tepung ubi jalar 5 4 3 4 4
putih + wortel
2 Tepung singkong 5 5 4 4 4
+ daun kelor
3 Tepung ubi jalar 5 2 2 2 3
ungu + daun
seledri
4 Tepung keladi + 1 5 3 3 3
bayam
5 Tepung kentang + 1 2 2 3 2
daun bawang

3.2 Pembahasan

Dari hasil diatas didapatkan pembahasan bahwa uji organoleptik untuk


perlakuan kerupuk tepung ubi jalar putih dengan penambahan wortel
menghasilkan warna yang sangat disukai hal ini disebabkan wortel memiliki
kandungan beta-karoten dimana beta-karoten merupakan pigmen penghasil warna
pada wortel sehingga memberikan warna kuning bagi kerupuk dan sebagi pro
vitamin A, untuk aroma yang dihasilkan disukai karena aroma pada kerupuk
dengan penambahan wortel menghasilkan aroma wortel yang cukup khas dan
tidak berbau langu karena pada pembuatan kerupuk tidak menggunakan wortel
yang terlalu banyak, dan untuk penilaian rasa disukai karena pasta wortel yang
digunakan hanya sedikit sehingga rasa wortel yang dihasilkan tidak terlalu nyata
dan terdapat rasa manis hal ini disebabkan karena tepung ubi jalar putih memiliki
pati yang tersusun dari amilosa dan amilopektin, sehingga kandungan gula pada
tepung ubi jalar yang dipanaskan jumlahnya meningkat dibandingkan jumlah gula
pada tepung ubi jalar mentah. Untuk tekstur menghasilkan penilaian disukai
karena penambahan wortel yang sedikit apabila penambahan wortel semakin
banyak kandungan air pada wortel dapat mempengaruhi tekstur pada saat adonan
dibuat, yang menyebabkan adonan tersebut lembek sehingga kerenyahannya
berkurang selain itu karakteristik tepung ubi jalar memiliki tekstur yang agak
keras sehingga tekstur yang dihasilkan memiliki tingkat kerenyahan yang pas.

Hasil uji organoleptik pada perlakuan kerupuk tepung singkong dengan


penambahan daun kelor menghasilkan warna yang sangat disukai karena warna
yang dihasilkan memiliki warna yang pas hal ini disebabkan karena penambahan
tepung dan daun kelor yang sesuai jika tepung yang digunakan lebih banyak dari
daun kelor akan menghasilkan warna kelor yang semakin pekat. Aroma yang
dihasilkan sangat disukai karena daun kelor yang ditambahkan tidak terlalu
banyak dan aroma tepung singkong yang sangat kuat. Hal ini disebabkan akibat
proses penggorengan yang menyebabkan keluarnya senyawa volatile yang
terdapat pada bahan. Rasa yang dihasilkan disukai karena daun kelor memiliki
sifat memberikan rasa tertinggal sehingga rasa gurih pada kerupuk meningkat dan
selain itu penambahan bumbu yang pas karena penambahan bumbu dapat
menciptakan suatu citarasa yang khas. Tekstur yang dihasilkan disukai karena
memiliki tingkat kerenyahan yang pas hal ini disebabkan karena pada tepung
singkong mengandung pati 83% amilopektin, dimana produk makanan yang
mengandung amilopektin dapat bersifat merangsang terjadinya proses mekar
dimana produk makanan yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin
tinggi akan bersifat ringan, porus, garing, dan renyah.

Hasil uji organoleptik pada perlakuan kerupuk tepung ubi ungu dengan
penambahan daun seledri menghasilkan warna sangat disukai hal ini disebabkan
karena pada ubi ungu mengandung pigmen antosianin yang memberikan warna
ungu pada ubi ungu sehingga pada kerupuk ubi ungu menghasilkan warna ungu
yang khas. Aroma yang dihasilkan kurang disukai karena pada ubi ungu memiliki
kandungan protein yang tinggi, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudarmadji
et al., (1997) yang menjelaskan bahwa protein mudah sekali mengalami
perubahan yang dapat disebabkan oleh air dan panas. Rasa yang dihasilkan kurang
disukai karena kerupuk yang dihasilkan menghasilkan rasa pahit hal ini
disebabkan karena seledri terlalu lama dalam pemanasan sehingga menyebabkan
timbulnya rasa pahit. Tekstur yang dihasilkan kurang disukai karena ubi ungu
memiliki kadar air yang tinggi hal ini berhubungan dengan tingkat kerenyahan,
kerenyahan kerupuk sangat dipengaruhi oleh kadar air, semakin kadar air yang
dimiliki cukup tinggi maka kerupuk akan semakin kurang renyah.

Hasil uji organoleptik kerupuk tepung keladi dengan penambahan bayam


menghasilkan warna yang tidak disukai hal ini disebabkan pada saat proses
penggorengan cukup lama dan suhu minyak yang panas sehingga daun bayam
terlalu lama dalam suhu panas dan menghasilkan warna coklat yang lebih nampak
seperti warna hangus. Aroma yang dihasilkan sangat disukai karena kerupuk
tepung keladi dan bayam memiliki aroma yang khas sehingga aroma yang
dihasilkan disukai oleh para panelis. Rasa yang dihasilkan agak disukai hal ini
disebabkan karena proses pemasakan yang terlalu lama dan suhu penggorengan
terlalu panas sehingga membuat kerupuk bayam agak sedikit gosong dan rasa
keladi yang khas. Tekstur yang dihasilkan agak disukai karena kerupuk tepung
keladi yang memiliki sifat yang dapat menyerap minyak selama proses
pengorengan dan mengeras setelah didinginkan.

Hasil uji organoleptik kerupuk tepung kentang dengan penambahan daun


bawang menghasilkan warna yang tidak disukai karena tepung kentang yang
mentah memiliki warna yang cukup gelap sehingga ketika tepung kentang
digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk dan dilakukan pengorengan warna
kerupuk kentang yang dihasilkan semakin gelap. Aroma yang dihasilkan agak
tidak disukai hal ini disebabkan karena pada saat proses pembuatan tepung
kentang, granula pati akan akan mengalami hidrolisis yang menghasilkan
monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik. Rasa
yang dihasilkan agak tidak disukai hal ini disebabkan karena kentang memiliki
rasa yang agak sedikit masam sehingga kerupuk yang dihasilkan terasa asam.
Tekstur yang dihasilkan agak disukai karena tepung kentang tidak memiliki
kandungan gluten seperti tepung terigu dimana fungsi gluten sebagai pembentuk
struktur dan pengikat bahan lain.
BAB IV

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan, dapat


ditarik simpulan bahwa kerupuk dengan bahan tepung kentang + daun bawang
memiliki nilai terendah. Hal tersebut dikarenakan warna kerupuk kentang yang
dihasilkan gelap, aroma yang kurang sedap, rasa yang agak masam, dan tekstur
yang kurang renyah. Sedangkan penilaian tertinggi didapatkan pada kerupuk
dengan bahan tepung ubi jalar putih + wortel dan tepung singkong + daun kelor
karena memiliki warna yang menarik, aroma yang cukup khas dan tidak berbau
langu, rasa yang disukai, dan tekstur yang renyah.
DAFTAR PUSTAKA

Fusia Rina. 2012. Studi Komparasi Pembuatan Kerupuk Kepala Udang Dengan
Composite Flour (Pati Ganyong dan Tepung Tapioka). Skripsi. Jurusan
Teknologi Jasa Dan Produksi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Semarang

Jarod. 2007. Kripik Umbi-Umbian. Gramedia. Semarang.

Murtiningsih & Suyanti, Bsc. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi
Olahannya. Jakarta : AgroMedia

Rahayuningsih. 2008. Umbi Jalar Putih. Warta Penelitian dan Pengembanga.


Yogyakarta.

Rukmana. 2001. Aneka Kripik Umbi. Kanisius. Yogyakarta.


LAMPIRAN
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI UMBI

PEMBUATAN PASTA DARI UBI JALAR UNGU

Kelompok 1 :

Ervina Apriliani 1311105012

Ni Made Susi Kartika 1610511002

Bobby Frans Siahaan 1610511004

Lourent Maria Oktavia 1610511005

Gayatri Ayu Fardiaza 1610511006

Fajria Maulida 1610511011

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas) merupakan komoditas
pertanian yang memiliki prospek cerah dimasa mendatang di Indonesia. Tanaman
ubi kayu dan ubi jalar telah dibudidayakan dengan skala luas. Ubi jalar memiliki
berbagai jenis dilihat dari warna daging umbinya. Jenis yang paling umum adalah
ubi jalar putih, merah, ungu, kuning, dan jingga. Kelebihan dari ubi jalar yang
berwarna yaitu mengandung antioksidan kuat untuk menetralisir radikal bebas.
Salah satunya adalah ubi jalar ungu mengandung antosianin berkisar ±519 mg/100
gr berat basah (Kumalaningsih, 2006). Antosianin ubi jalar ungu memiliki fungsi
fisiologis misal antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap
kerusakan hati, penyakit jantung dan stroke (Ferlina, 2010).
Manfaat ubi jalar yang beragam serta minat masyarakat yang tinggi akan
komoditas ini, perlu dilakukan pengolahan lanjut untuk membuat variasi pangan
dengan bahan dasar ubi jalar. Ubi jalar dapat disiapkan menjadi bahan setengah
jadi untuk bahan baku industri. Produk ini seharusnya kering dan tahan lama
sehingga dapat dimanfaatkan pada bahan pembuatan produk lain. Produk setengah
jadi dapat berupa irisan ubi kering, aneka tepung, dan pati (Damardjati dan
Widowati, 1994). Pengolahan ubi jalar menjadi aneka macam produk olahan
berkembang sesuai dengan tren yang ada. Saat ini, tren pemanfaatan ubi jalar
bergeser dari makanan pokok menjadi makanan olahan fungsional.
Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk
pangan ekstrusi. Umumnya, pasta terbuat dari tepung terigu dan memiliki
parameter kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan bahan lain seperti
cooking loss rendah, tekstur produk kompak dan kelengketan rendah. Penggunaan
ubi jalar ungu dalam pembuatan pasta merupakan salah satu upaya untuk
mengurangi penggunaan tepung terigu sekaligus memberikan manfaat antioksidan
pada produk. Sehingga perlu diketahui bagaimana pembuatan pasta dengan
menggunakan ubi jalar ungu.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pembuatan pasta dengan menggunakan ubi
jalar ungu.
2. Mengetahui penilaian organoleptik dari pasta ubi jalar ungu.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

1. Pisau

2. Baskom

3. Timbangan roti

4. Cetakan mie

5. Cublukan

2.1.2 Bahan

1. Ubi jalar ungu

2. Pati ubi jalar putih

3. Garam

4. Air

2.2 Prosedur Kerja

1. Ubi jalar ungu disortasi, dicuci, kemudian dikukus selama 45 menit,


dikupas kulitnya, bagian daging dihancurkan sehingga dihasilkan puree
ubi jalar ungu.

2. Puree ubi jalar ungu dicampur dengan pati ubi jalar putih diaduk, diuleni
hingga homogeny.

3. Adonan yang sudah homogen kemudian dikukus selama 5 menit


dilanjutkan dengan pengadukan selama 2 menit.

4. Setelah itu dilakukan pencetakan adonan menggunakan penggiling mie.


5. Pasta yang dihasilkan kemudian direbus selama 10 menit atau sampai
pasta mengembang dipermukaan air, lalu diangkat dan ditiriskan.

6. Pasta yang dihasilkan diuji sifat sensorinya.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Uji Organoleptik
Kelompok Perlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur PK
1 Pati ubi jalar putih 5 3 3 4 4
2 Pati singkong 3 4 3 3 3
3 Pati ubi jalar ungu 4 3 3 3 3
4 Pati keladi 5 4 3 4 4
5 Pati kentang 4 3 3 4 4

3.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, membuat pasta dengan lima jenis umbi, yaitu ubi
jalar putih, singkong, ubi jalar ungu, keladi dan kentang. Sedangkan untuk
parameter pengujian organoleptik dari segi warna, aroma, rasa, tekstur, dan
penerimaan keseluruhan. Dalam penilaian organoleptik panelis yag dipilih adalah
panelis semi terlatih yang sudah mengikuti mata kuliah evaluasi sensoris. Hasil
penilaian organoleptik dari kelima sempel umbi yang diuji berbeda-beda, tetapi
juga ada penilaian yang sama, seperti dalam parameter rasa, kelima jenis umbi
mendapatkan penilaian yang sama yaitu 3, artinya panelis agak suka dengan
kelima jenis pasta umbi tersebut. Untuk parameter warna panelis memberikan
nilai yang berbeda, nilai tertinggi dengan skor 5 yaitu pasta umbi jalar putih dan
umbi keladi, artinya panelis sangat menyukai dari segi warna, skor 4 yaitu pasta
dari kentang dan umbi jalar ungu, artinya panelis suka terhadap warna dari pasta
kentang, dan skor 3 yaitu umbi singkong, artinya panelis agak suka dari warna
dari pasta singkong. Parameter aroma ada dua jenis umbi yang mendapatkan skor
4, yaitu pasta dari singkong dan keladi, artinya panelis menyukai aromanya,
sedangkan skor 3 yaitu pasta dari umbi jalar putih, umbi jalar ungu dan singkong,
artiya panelis agak menyukai aromanya. Parameter tekstur ada tiga jenis umbi
yang mendapatkan skor 4 yaitu umbi jalar putih, keladi dan singkong, artinya
panelis suka terhadap teksturnya. Yang terakhir adalah parameter penerimaan
keseluruhan, ada tiga jenis umbi yang mendapatkan skor 4, yaitu umbi jalar putih,
keladi dan singkong, artinya panelis suka terhadap penerimaan keseluruhannya,
dan ada dua jenis umbi yang mendapatkan skor 3, yaitu umbi jalar ungu dan
singkong, artinya panelis agak menyukai dari segi parameter penerimaan
keseluruhannya.

Setiap jenis pati memiliki karakteristik gelatinisasi (puncak, waktu dan


suhu) yang bebeda-beda. Gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis
pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur
granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih diatas suhu gelatinisasinya,
granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan
memebengkak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki kandungan lebih
rendah (Imaningsih, 2012). Suspensi pati bila dipanaskan granula-granula akan
menggelembung karena menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinsasi dan
mengakibatkan terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas
pasta. Kenaikan viskositas pasta ini disebabkan karena terjadinya
penggelembungan granula pati khususnya amilosa, proses ini berlanjut terus
hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya
ikatan anatara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinisiasi
menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras.
Selain itu struktur granula pati juga pecah, sehingga menyebabkan penurunan
viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah.

Menurut Beta (2001) Breakdown viscosity berhungan dengan kestabilan


pasta pati selama proses pemanasan. Breakdown viscosity merupakan ukuran
kemudahan pati yang dimasak untuk mengalami disentegrasi. Besarnya
breakdown viscosity menunjukkan bahwa granula-granula tepung yang telah
membengkak secara keseluruhan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses
pemanasan. Semakin rendah breakdown viscosity maka semakin stabil kondisi
panas yang diberikan gaya mekanis. Penurunan nilai viskositas puncak dan nilai
viskositas breakdown diduga karena meningkatnya keteraturan matriks kristalin
dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang menurunkan kapasitas granula
dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan. Kenaikan viskositas pati
disebabkan karena retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa
yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolekuler. Sifat-sifat pasta yang
dihasilkan tergandung dari jenis pati, singkong memberikan sifat pasta dengan
viskositas yang tertinggi, sifat pasta pati tidak hanya tergantung dari jenis pati
tetapi dapat dipengaruhi oleh pemananasan pati.

Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah penambahan telur, pada


praktikum kali ini pembuatan pasta pada semua perlakuan tidak menggunakan
telur sehingga pasta yang dihasilkan tidak bagus. Penambahan telur berfungsi
untuk meningkatkan mutu protein dari pasta dan menciptakan adonan yang lebih
liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan
pada pasta selama proses pemasakan. Kuning telur digunakan sebagai pengemulsi,
lesitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan mengembangkan
adonan.
BAB IV
SIMPULAN

Praktikum pembuatan pasta ubi ini menggunakan lima jenis umbi yaitu ubi
jalar putih dan ungu, singkong, keladi dan kentang dengan dilakukan perlakuan
yang sama. Dari parameter pengujian organoleptik rasa, panelis memberikan skor
3 atau agak suka. Sedangkan, untuk pengujian warna, skor tertinggi yaitu 5 atau
sangat suka diperoleh dari bahan ubi jalar putih dan keladi. Untuk pengujian
organoleptik aroma, singkong dan keladi memperoleh skor tertinggi yaitu 4 atau
suka. Dan, untuk pengujian organoleptik tekstur dan penerimaan keseluruhan,
skor tertinggi diperoleh dari bahan ubi jalar putih, keladi dan kentang.
Pasta yang dihasilkan pada praktikum ini tidak seperti pasta yang
seharusnya. Salah satu faktor gagalnya pembuatan pasta ini disebabkan tidak
ditambahkannya telur pada adonan pembuatan pasta. Adanya penambahan telur
dapat membuat adonan pasta menjadi tidak mudah putus atau hancur.
DAFTAR PUSTAKA

Beta. 2001. Noodle Quality as Related to Sorghum Starch Proeprties. Journal


American Assiciation of Cereal Chemists. Jakarta.

Damardjati, D.S. dan S. Widowati, 1994. Pemanfaatan Ubi Jalar dalam Program
Diversifikasi Guna Mensukseskan Swasembada Pangan. Dalam A. Winarto,
Y. Widodo, SS. Antarlina, H. Pudjosantosa dan Sumarno (eds). Risalah
Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi jalar untuk
Mendukung Agro-Industri. Edisi khusus Balittan Malang No 3: 1-25

Imaningsih. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungaan


Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kumalaningsih, Sri. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Larasati, Anggi. 2016. Pengaruh Proporsi Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas
L) Dan Tepung Terigu Terhadap Kualitas Fisik, Kimia Dan Organoleptik
Kue Pukis. Other Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai