Disusun oleh:
KELOMPOK 1
NAMA NIM
1. Anisa Nur Utami P17331120410
2. Bobby Firizqi Susman RR P17331120416
3. Danica Athaya Fayi P17331120418
4. Desfine Tursina Fatimah R P17331120420
5. Dini Fajriani P17331120424
6. Humaira Hadiyan Masthofafi P17331120438
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
2.1. Tujuan Umum
Memahami dan terampil dalam memperlakukan bermacam-macam sayuran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Tomat
Tomat banyak mengandung vitamin dan mineral. Komposisi zat gizi buah tomat
dalam 100 gram adalah protein (1 g), karbohidrat (4,2 g), lemak (0,3 g), kalsium (5 mg),
fosfor (27 mg), zat besi (0,5 mg), vitamin A (karoten) 1500 SI, vitamin B (tiamin) 60 µg,
vitamin C 40 mg. Vitamin-vitamin yang terkandung pada tomat tersebut sangat diperlukan
tubuh untuk pertumbuhan dan kesehatan. Vitamin C berguna untuk mencegah sariawan,
memelihara kesehatan gigi dan gusi, serta melindungi dari penyakit lain yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin C (Handrian et al., 2013). Buah tomat merupakan salah satu
komoditi hortikultura yang memiliki prospek pasar yang terbuka dan cukup luas baik pasar
lokal maupun ekspor. Akan tetapi buah tomat merupakan buah klimaterik yang mudah
mengalami kerusakan apabila setelah buah dipanen tidak dilakukan penanganan yang tepat,
hal ini disebabkan oleh proses fisiologis respirasi dan transpirasi yang terus berlangsung
setelah buah dipanen (Rusmanto, et al., 2017).
2.2. Wortel
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi semusim berbentuk
semak, tumbuh sepanjang tahun, musim hujan maupun kemarau. Wortel merupakan salah
satu sumber β-karoten. Kandungan karoten wortel antara 60 – 120 mg/100 g. Karoten yang
terdapat pada wortel tidak hanya beta karoten tetapi terdapat juga alfa karoten, dan
alfatokoferol. Beta karoten adalah salah satu jenis karotenoid yang berfungsi sebagai
prekursor vitamin A, pigmen esensial untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan.
Metode ekstraksi karoten yang sering dilakukan yaitu dengan menggunakan pelarut
organik (Schoefs, 2004). Karoten merupakan salah satu jenis karotenoid. Karotenoid bersifat
tidak larut dalam air, metanol, etanol dingin, larut dengan baik dalam pelarut-pelarut organik
seperti karbon disulfida, benzena, kloroform, aseton, eter dan petroleum eter (Purnamasri et
al, 2013). β-karoten merupakan senyawa non polar yang sangat larut baik dalam pelarut non
polar seperti heksana (Gusti, 2012). Metode ekstraksi dengan menggunakan larutan cair biasa
disebut juga ekstraksi pelarut (solvent extraction). Metode ini melibatkan pelarut dengan
tujuan untuk memisahkan komponen yang diinginkan, dimana pelarut melarutkan sebahagian
bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh.
2.3. Mentimun
Tanaman mentimun (Cucumis sativus L). Tanaman tersebut tergolong salah satu jenis
sayuran buah yang sangat dikenal dan cukup diminati masyarakat. Mentimun memiliki
bermacam-macam manfaat dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai bahan makanan,
bahan obat-obatan dan bahan kosmetik. Kandungan manfaat yang sangat besar pada
mentimun yang dipakai sebagai salah satu bahan untuk kesehatan.
Buah ini juga mengandung zat-zat saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi,
belerang, vitamin A, B1, dan C. Mentimun mentah bersifat menurunkan panas badan, juga
meningkatkan stamina (Zulkarnain, 2013). Kesulitan dalam penanaman dan pemeliharaan
membuat petani mengalami kegagalan. Selain itu, harga jual yang rendah membuat para
petani tidak fokus untuk menanam mentimun. Produksi mentimun (Cucumis sativus L) di
Jawa Tengah mulai tahun 2013 sampai 2015 mengalami penurunan dari 25.426 ton menjadi
23.381 ton (Tim Badan Pusat Statistik, 2015). Rendahnya produktivitas tanaman mentimun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor iklim, teknik bercocok
tanam atau metode budidaya seperti pengolahan tanah, pemupukan, pengairan serta adanya
serangan hama dan jenis mentimun yang ditanam (Ashari, 2006).
Menurut Supriatna (2007), “Bayam adalah salah satu jenis tanaman daun yang dapat
tumbuh di dataran rendah maupun tinggi, dan berbentuk tumbuhan semak”. Tanaman bayam
berasal dari daerah Amerika tropik, bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan
nama ilmiah Amaranthus spp. Kata “maranth” dalam bahasa Yunani berarti “everlasting”
(abadi). Tanaman bayam pada mulanya hanya digunakan sebagai tanaman hias, namun dalam
masa perkembangan selanjutnya tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber
protein. Menurut Sellby (2010). “Bayam adalah salah satu sayuran yang paling bergizi.
Bayam bermanfat mencegah berbagai penyakit karena melindungi dan memperkuat tubuh
melalui berbagai cara”.
Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima L) adalah perdu tahunan
tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan
pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan jenis
tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Kandungan karbohidratnya yang tinggi membuat
banyak orang memanfaatkannya sebagai menu pokok pengganti nasi. Kini, singkong sudah
banyak diolah menjadi makanan yang bernilai ekonomis tinggi. Mulai dari diolah menjadi
singkong keju, keripik singkong dan olahan lezat lainnya. Selain lezat, singkong juga
memiliki banyak kandungan yang bermanfaat bagi tubuh. Seluruh pohonnya dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akarnya bisa dimakan, batangnya dapat dibuat bibit
singkong dan daunnya yang mampu mengobati berbagai penyakit. Daun singkong ini rasanya
pahit dan tidak enak. Namun banyak sekali nutrisi penting yang terkandung di dalam daun
singkong. Memang tidak banyak yang tahu bahwa daun singkong ini kaya akan kandungan
vitamin, asam amino essensial, vitamin, dan juga protein yang amat baik bagi tubuh kita.
Protein nabati juga diketahui banyak terkandung di dalam daun ini dan berguna untuk
dijadikan unsur yang bisa membangun sel tubuh dan menjadi sistem komponen pembentuk
enzim. Selain itu, asam amino yang terkandung di dalamnya juga berguna sebagai pengubah
karbohidrat menjadi energi. Asam amino di dalam hijau daun ini juga bermanfaat untuk
pemulihan luka yang ada di kulit, membantu regenerasi sel tubuh yang rusak, meningkatkan
daya ingat, menguatkan tulang, dan juga membantu sistem metabolisme di dalam tubuh.
Kemudian kandungan klorofil yang terdapat di daun singkong ini berguna sebagai anti-
kanker serta zat antioksidan (Anonim, 2013).
Kalsium hidroksida ((Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan larutan kapur sirih,
termasuk ke dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan kandungan
asam (Ayustaningwarno, 2012). Larutan kapur sirih dapat menaikkan pH dan merusak
dinding sel sehingga mengalami plasmolisis (pecahnya membran sel karena kekurangan
air). Rusaknya dinding sel mengakibatkan terjadinya reaksi pembentukan HCN karena
aktifnya enzim β-glukosidase. Enzim ini mampu mengkatalisis degradasi glukosida
sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Aglikon yang terbentuk merupakan substrat
enzim hidroksinitril liase pada reaksi penguraian senyawa ini menjadi HCN, melalui
proses osmosis larutan kapur sirih yang memiliki kepekatan lebih tinggi dari air dan zat yang
terdapat pada biji karet akan menyebabkan sianida yang terdapat dalam biji karet lebih cepat
tertarik keluar. Asam sianida (HCN) yang terbentuk akan berikatan dengan Ca pada
(Ca(OH)2 membentuk Ca(CN)2) yang mudah larut dalam air (Djaafar dkk., 2009).
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar” dengan rumus kimia CH 3-
COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah
senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat 10 yang paling penting di
perdagangan, industri, dan laboratorium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma
dalam makanan (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Cuka dapat bereaksi dengan alkohol untuk membentuk ester. Lebih lanjut disebutkan
bahwa cuka merupakan asam karboksilat yang larut dalam air dan merupakan asam lemah.
Penggunaan asam cuka bertujuan untuk melonggarkan jaringan ikat kulit yang menyebabkan
serabut kolagen kulit lepas sehingga kulit menjadi lebar dan membuka pori-pori pada proses
akhir, tujuan dari pelepasan pori-pori ini agar dapat memberikan kerenyahan pada kerupuk
kulit. Secara ilmiah kemampuan asam lebih besar melonggarkan jaringan ikat dari kulit dan
pada proses perendaman tidak membutuhkan waktu yang lama (Anshory, 1987).
Sifat fisika asam cuka yaitu berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, baunya
menyengat, pH asam, memiliki rasa asam yang sangat tajam. Sifat kimia asam cuka mudah
menguap diudara terbuka, mudah terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam.
Asam cuka dibuat dengan fermentasi alkohol oleh bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan
cara ini biasa digunakan dalam pembuatan cuka. Asam cuka jika direaksikan dengan
karbonat akan menghasilkan karbon dioksida. Penetapan kadar asam cuka biasanya
menggunakan basa natrium hidroksida, dimana 1 mL natrium hidroksida setara dengan 60,05
mg CH3COOH (Fatimah, 1994).
Menurut Wanto dan Soebagyo (1981), asam asetat biasanya disebut cuka atau asam
cuka merupakan bahan tidak berwarna, larut dalam air dan mempunyai rasa yang asam serta
mudah teroksidasi menjadi CO2. Asam asetat dengan kadar 11 kurang lebih 25% beredar
bebas di pasaran dan biasanya ada yang bermerk dan ada yang tidak bermerk. Pada cuka yang
bermerk biasanya tertera atau tertulis kadar asam asetat pada etiketnya.
Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi
rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus
ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH. Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak
berwarna dan memiliki titik beku 16,7oC. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan
melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir Saccharomyces
cereviseae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob menggunakan bakteri
Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka (Buckle et al., 2010).
Menurut Desrosier (2008), asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang
mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti oleh fermentasi etanol.
Produk ini merupakan suatu larutan asam cuka dalam air yang mengandung cita rasa, zat
warna, dan substansi yang terekstrak misal: asam buah, ester, dan garam organik yang
berbeda-beda sesuai dengan asalnya. Cuka yang dijual mengandung paling sedikit 4% asam
cuka (4 g asam cuka per 100 mL), dalam kondisi segar dan dibuat dari buah-buahan yang
layak dikonsumsi.
Menurut Janeta (2011), proses pembuatan asam cuka melalui dua tahapan proses
fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil hidrolisis secara anaerob menjadi
etanol oleh aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Tahap kedua adalah fermentasi secara
aerob dilakukan oleh bakteri Acetobacter aceti untuk mengoksidasi etanol menjadi asam
cuka.
2.9. Garam
Garam adalah mineral kristal yang terbuat dari dua unsur, yaitu natrium (Na) dan klorin
(Cl). Natrium dan klorin adalah zat yang diperlukan tubuh, karena membantu otak dan saraf
untuk mengirimkan impuls listrik. Garam digunakan untuk berbagai macam tujuan, yang
paling umum adalah untuk membumbui makanan. Tetapi, garam juga bisa digunakan sebagai
pengawet makanan, karena bakteri sulit tumbuh di lingkungan yang kaya garam.
Garam yang dipergunakan pada percobaan kali ini adalah garam meja. Garam halus
atau garam meja adalah garam yang paling umum dan sering digunakan dalam keperluan
memasak. Garam berbentuk halus karena saat pembuatannya, garam digiling dan sebagian
besar kotoran serta mineralnya terbuang. Namun, salah satu kekurangan garam halus, saat
digiling garam bisa menggumpal bersama. Karena alasan ini, berbagai zat yang disebut agen
anti-caking perlu ditambahkan, sehingga garam dapat tergiling dengan halus. Garam halus
mengandung hampir 97 persen natrium klorida bahkan bisa lebih tinggi. Tetapi, di banyak
negara garam juga mengandung yodium tambahan.
BAB III
PROSEDUR PRAKTIKUM
Berikut ini merupakan hasil pengamatan selama praktikum meliputi sifat fisik dan
organoleptic, pengamatan pengaruh perlakuan terhadap sifat organoleptik sayuran. Tabel 1
dan 2 memuat hasil pengamatan bentuk, ukuran, BDD dan sifat organoleptic sayuran. Pada
praktikum ini juga dilakukan pelaporan nilai gizi sayuran dari sumber Tabel Komposisi
Pangan Indonesia (TKPI) 2019.
Berikut adalah hasil pengamatan sifat fisik dan organoleptic serta BDD sayuran dari
jenis kangkung, wortel, daun singkong, bayam, tomat dan mentimun.
No. Nama sayuran Sifat Fisik Sifat Organoleptik BDD (Berat yang
dapat dimakan)
1. Kangkung Panjang = 30 cm Aroma: Khas Berat kotor = 175
(Bobby Firizqi SRR) Lebar = 5 cm kangkung g
Tebal = 1 cm Warna: Hijau Berat bersih =
Tekstur: getas 102 g
BDD = 102/175 x
100% = 58,3%
2. Wortel (Dini Fajriani) Panjang =15cm Aroma: Khas Berat kotor = 100
Lebar = 3 cm wortel g
Tebal = 2 cm Warna: Oranye Berat bersih = 85
Tekstur: Keras g
BDD = 85/100 X
100% = 85%
3. Tomat (Desfine Panjang: 7cm Warna: Merah Berat kotor = 100
Tursina Fatimah Lebar: 4 cm Aroma: Khas g
Rosmawan) Tebal: 5 cm Tomat Berat bersih = 100
Tekstur: Keras g
empuk
BDD = 100/100 X
100% = 100%
4. Daun singkong Panjang = 30 cm Aroma: Khas Berat kotor = 544
(Humaira Hadiyan M) Lebar = 18 cm daun singkong g
Warna: Hijau
Tekstur: Agak Berat bersih = 100
kasar dan kesat g
BDD = 100/544 x
100% = 18,4%
5. Bayam Panjang = 31 cm Aroma: Khas Berat kotor = 283
(Danica Athaya Fayi) Lebar = 6,5 cm Bayam g
Tebal = 0,5 cm Warna: Hijau Berat bersih = 176
Tekstur: getas g
BDD = 176/283 x
100% = 62,19%
6. Mentimun Panjang = 13 cm Aroma: Khas Berat kotor = 82 g
(Anisa Nur Utami) Lebar = 3 cm timun Berat bersih = 78
Tebal = 2 cm Warna: Hijau g
Muda
BDD = 78/82 x
Tekstur: keras
100% = 95,1%
Berikut pada Tabel 2 adalah bentuk khas serta foto 100 g sayuran yang diamati.
1. Kangkung
(Bobby Firizqi SRR)
2. Wortel (Dini Fajriani)
3. Tomat (Desfine
Tursina Fatimah
Rosmawan)
4. Daun singkong
(Humaira Hadiyan M)
5. Bayam
(Danica Athaya Fayi)
6. Mentimun
(Anisa Nur Utami)
Berikut merupakan kompilasi komposisi zat gizi sayuarn per 100 g BDD dari sumber
TKPI tahun 2019.
3. Komposisi Zat Gizi Daun Singkong Segar per 100 gram BDD
Sumber: TKPI 2019
5. Komposisi Zat Gizi Tomat merah Segar Per 100 gram BDD
Sumber: TKPI 2019
AIR ENERG PROTEIN LEMAK KH SERAT ABU KALSIUM FOSFOR BESI KALIUM
(g) I (g) (g) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (mg)
(kal)
92,9 24 1.3 0.5 4.7 1.5 0.6 8 77 0.6 164.9
NIASIN VITAMIN C
(mg) (mg)
0.4 34
Tabel 4. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap sifat oganoleptik sayuran
dan warna air rebusan wortel
Sifat organoleptik
No. Perlakuan Warna air
Warna Rasa Aroma Tekstur
1. Kontrol Oranye Khas Khas Keras Bening
2. + baking sdoa Oranye tua Sedikit Khas Lembek Coklat
asam
3. + asam cuka Oranye Asam Khas Keras Bening
kekuningan
4. + gula Oranye Manis Khas Agak keras Bening
pucat kekuningan
5. + garam Oranye Asin Khas Agak Bening
lembek kekuningan
Tabel 5. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap sifat oganoleptik sayuran
dan warna air rebusan tomat
Sifat organoleptik
N Perlakuan Warna
O Air
Warna Aroma Rasa Tekstur
1. Kontrol Merah Khas Asam Lembek Orange
Orange Tomat tomat
2. + Baking Powder Merah Khas Hambar Lembek Keruh
Tomat Kuning
3. + Asam Cuka Merah Khas Asam rasa Lembek Bening
Pucat Tomat Asam cuka
4. + Gula Merah Khas Manis Lembek Keruh
Pucat Tomat
5. + Garam Merah Khas Asin Lembek Berbusa
Orange Tomat
6. + Kapur Sirih Merah Khas Agak Pahit Lembek Keruh
Tomat
Tabel 6. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap sifat oganoleptik sayuran
dan warna air rebusan daun singkong
Sifat organoleptik
No. Perlakuan Warna air
Warna Rasa Aroma Tekstur
1. + kapur sirih Hijau Khas Khas Agak keras Kuning
terang kehijauan
2. + baking powder Hijau muda Khas Khas Lebih Kuning
lunak dari kehijauan
yang
dicampur
gula
3. + asam cuka Hijau Khas Khas Lebih Bening
kekuningan empuk
4. + gula Hijau tua Khas Khas Agak Bening
lunak kekuningan
5. + garam Hijau muda Khas Khas Lunak Kuning
tetapi tidak keruh
selunak
yang
dicampur
gula
Tabel 7. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap sifat oganoleptik sayuran
dan warna air rebusan bayam
Sifat organoleptik
No. Perlakuan Warna air
Warna Rasa Aroma Tekstur
1. Kontrol Hijau Khas Khas Empuk Hijau
bayam bayam
2. + baking soda Hijau tua Agak Khas Lunak Hijau
masam bayam kecoklatan
3. + asam cuka Hijau cerah Tawar Khas Agak liat Bening
bayam kekuningan
sedikit
aroma
cuka
4. + gula Hijau tua Manis Khas lunak Kuning
bayam
5. + garam Hijau Asin Khas Liat Hijau
bayam kekuningan
6. +kapur sirih Hijau cerah Sepat asam Khas lunak Kuning
bayam keruh
Tabel 8. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap sifat oganoleptik sayuran
dan warna air rebusan mentimun
Sifat organoleptik Warna air
No. Perlakuan
Warna Rasa Aroma Tekstur
1. Kontrol Hijau Khas Khas Keras Bening
Muda sedikit bersih
lunak
2. + baking soda Hijau Hambar Khas Sedikit Hijau Muda
Muda Lunak Pucat
Transparan
t
3. + asam cuka Hijau Asam Khas Sedikit Hijau Muda
Muda Lunak Sedikit
Kekuning-
Kuningan
4. + gula Hijau Manis Khas lunak Hijau Muda
Muda Pucat
Transparan
t
5. + garam Hijau Tua Asin Khas Sangat Hijau Muda
Timun Lunak Kekuningan
tetapi
sedikit ada
aroma
garam
6 +Kapur Sirih Hijau Sedikit Khas Sangat Kuning
Muda pahit Lunak Pekat
Tabel 9 sampai Tabel 14 memuat hasil pengamatan perubahan berat sayuran, jumlah
air sisa rebusan dan waktu perebusan. Hasilnya dibandingkan dengan control, dimana tanpa
penambahan bahan lain atau hanaya merebus biasa.
Tabel 9. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan wortel
No. Perlakuan Berat awal Berat matang Jumlah air Waktu
(g) (g) sisa perebusan
rebusan (menit)
(mL)
1. Kontrol 10 16 120 8
2. + baking soda 10 12 150 4
3. + asam cuka 10 10 190 4
4. + gula 10 14 140 6
5. + garam 10 12 170 4
Tabel 10. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan tomat
No. Perlakuan Berat awal Berat matang Jumlah air Waktu
(g) (g) sisa perebusan
rebusan (menit)
(mL)
1. Kontrol 16 17 120 4
2. + baking soda 16 14 85 3
3. + asam cuka 14 13 110 3
4. + gula 14 13 65 5
5. + garam 14 13 100 2
6. + kapur sirih 16 13 90 3
Tabel 11. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan kangkung
No. Perlakuan Berat awal Berat Jumlah air Waktu
(g) matang (g) sisa rebusan perebusan
(mL) (menit)
1 Kontrol 9 12 180 7
2 + baking soda 12 17 190 4
3 + asam cuka 8 11 190 2
4 + gula 9 11 180 5
5 + garam 8 7 190 4
Tabel 12. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan daun singkong
No. Perlakuan Berat awal Berat Jumlah air Waktu
(g) matang (g) sisa rebusan perebusan
(mL) (menit)
1 + kapur sirih 20 28 119 9
2 + baking powder 20 26 69 4
3 + asam cuka 20 28 121 6
4 + gula 20 30 111 9
5 + garam 20 20 120 6
Tabel 13. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan bayam
No. Perlakuan Berat awal Berat Jumlah air Waktu
(g) matang (g) sisa rebusan perebusan
(mL) (menit)
1 Kontrol 10 29 180 3
2 + baking soda 10 28 180 2
3 + asam cuka 10 32 120 4
4 + gula 10 23 110 3
5 + garam 10 11 120 4
6 +kapur sirih 10 38 170 4
Tabel 14. Hasil pengamatan pengaruh berbagai perlakuan terhadap perubahan berat sayuran,
sisa jumlah air rebusan dan waktu perebusan mentimun
No. Perlakuan Berat awal Berat Jumlah air Waktu
(g) matang (g) sisa rebusan perebusan
(mL) (menit)
1 Kontrol 47 50 180 4
2 + baking soda 47 51 150 4
3 + asam cuka 47 49 100 4
4 + gula 47 50 160 4
5 + garam 47 48 150 4
6 + Kapur Sirih 47 46 150 4
4.2.2. Berat yang dapat dimakan (BDD) dan berat 100 g sayuran
Nilai BDD sayuran pada praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut: kangkung
58,3%, wortel 85%, tomat merah 100%, daun singkong 18%, bayam 62,19% dan mentimun
95,1%. BDD sayuran yang diamati pada praktikum ini berdasarkan TKPI (2019) adalah
sebagai berikut: kangkung 60%, wortel 80%, tomat merah 100%, daun singkong 87%,
bayam 71% dan mentimun 55%. Terdapat perbedaan BDD sayuran hasil pengamatan dengan
BDD dari TKPI, kecuali buah tomat. Untuk wortel, bayam dan kangkung tidak terlalu
berbeda nilainya. Perbedaan ini kemungkinan cara penyiangan atau pembuangan bagian
sayuran yang tudak dipakai saat masak yang berbeda kriterianya. Perbedaan sangat mencolok
ada pada sayuran daun singkong antara hasil pengamatan dengan TKPI. Kemungkinan
perbedaan bisa dari kualitas atau varietas singkong sayuran yang digunakan.
BDD digunakan sebagai standarisasi komposisi zat gizi sayuran. TKPI melaporkan
komposisi zat gizi per 100 g BDD. Saat praktikum dilakukan penimbangan 100 g sayuran,
hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak atau volume sayuran di wadah. Nilai
100 g menunjukkan satu penukar untuk sayuran. Satu porsi sayuran adalah 100 g sayuran
mentah dalam keadaan bersih atau kurang lebih 1 gelas sayur matang yang ditiriskan, yaitu
setara dengan (50 kal, 3 g protein dan 10 g karbohidrat). Dalam satu penukar bahan makanan
juga dikenal istilah Ukuran Rumah Tangga (URT). URT sayur bayam akan berbeda dengan
sayur wortel, kangkung, daun singkong serta sayuran lainnya. Sebagai contoh URT bayam
adalah 25 ikat untuk 100 g, URT kangkung 20 batang untuk 100 g, dan URT daun singkong
75 lembar untuk 100 g.
Nilai gizi sayuran dapat dlihat pada tabel dari TKPI. Secara umum bahan makanan
sayuran mengandung zat gizi yang lengkap. Kandungan energi, air dan abu. Kandungan
protein dan lemak dalam jumlah sedikit. Tetapi untuk kandungan vitamin dan mineral cukup
lengkap. Vitamin A dan C adalah jenis vitamin yang dominan terdapat pada sayuran.
4.2.3. Hasil pengamatan pengaruh pemberian perlakuan selama perebusan sayuran
Perlakuan yang diberikan adalah menambahkan asam, basa, garam dan gula.
Bagaimana pengaruh penambahan tersebut terhadap sifat fisik, organoleptik, waktu
perebusan dapat dilihat pada Tabel 3 sampai Tabel . Tetapi pada praktikum ini tidak
dilakukan pengukuran nilai pH bahan dan larutan perebus, sehingga faktor ini tidak dibahas
pada laporan ini.
Dari hasil pengamatan sifat organoleptik warna sayuran terdapat hasil yang berbeda
dan menarik. Warna sayuran setelah mengalami perebusan mengalami perubahan dari warna
aslinya. Klorofil yang terdapat pada sayuran hijau akan larut setelah dilakukan perebusan.
Tetapi pada praktikum kali ini semua perlakuan menggunakan teknik perebusan secara
terbuka tidak dilakukan perebusan secara tertutup. Sistem buka tutup selama perebusan
sebenarnya akan mempengaruhi terhadap sifat organoleptik sayuran. Klorofil adalah pigmen
yang tidak stabil selama proses perebusan, sehingga warnanya berubah dari hijau menjadi
hijau gelap. Selain itu juga saat perebusan, asam-asam organik yang terdapat pada sayuran
akan menguap, hal ini juga dapat menyebabkan perubahan warna. Pada hakikatnya klorofil
merupakan senyawa yang tidak stabil. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi
hijau kecoklatan dan mungkin berubah menjadi cokelat akibat substitusi magnesium oleh
hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium (Tranggono, 1998).
Pada praktikum ini untuk penambahan bahan asam cuka dan soda kue, warna sayuran
lebih cerah daripada penambahan zat lainnya. Begitu juga dengan pigmen beta karoten
sifatnya tidak stabil ketika perebusan, sehingga dapat dilihat dari warna air rebusan yang
berubah menjadi kekuningan atau oranye karena beta karoten larut dalam air panas. Hal yang
sama juga terjadi pada pigmen klorofil yang larut dan menyebabakan warna air rebusan
menjadi hijau kekuningan. Terkecuali untuk warna air rebusan dengan penambahan cuka dan
garam yang tampak lebih bening dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada sampel wortel, terjadi pula perubahan warna menjadi kuning atau oranye tua
setelah dipanaskan. Warna kuning atau oranye pada sayur-sayuran disebabkan oleh adanya
karotenoid (Tull, 1987). Karotenoid merupakan golongan persenyawaan-
persenyawaan yang larut dalam lipida dan yang menyebabkan warna kuning dan merah pada
produk tanaman. Karoten terdapat dalam kloroplas 0,5% bersama dengan klorofil 95%
(Winarno, 1991). Alfa-karoten, beta-karoten, dan gamma-karoten, merupakan pigmen
pemberi warna jingga pada berbagai sayuran seperti wortel. Pigmen karoten mudah rusak
jika ditambahkan dengan larutan basa dan dengan proses pemanasan (Astawan, 2008).
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan asam dalam hal ini
CH3COOH atau asam asetat dapat menurunkan kualitas warna dan tekstur pada sampel,
karena pigmen- pigmen yang terkandung pada masing-masing sampel bila dipanaskan
akan bereaksi dengan asam dan reaksinya akan berlangsung dengan cepat, sehingga tekstur
yang dihasilkan menjadi cepatlunak, dan warna menjadi pudar. Namun seharusnya
penambahan asam ini dapat mengubah kembali warna yang telah pudar tadi, tetapi jarang
ditemukan makanan yang mengandung pH tinggi.
Dapat kita lihat warna air rebusan mentimun yang diberi kapur sirih warna airnya
kuning sangat pekat hal ini menunjukan bahwa terjadi penurunan kandungan klorofil pada
mentimun tersebut. Sehingga dapat disimpulkan semakin pekat warna pada air rebusan
tersebut maka kandungan klorifil pada mentimun tersebut semakin rendah.
Sifat organoleptik tekstur juga mengalami perubahan. Secara umum proses perebusan
menyebabkan tekstur sayuran menjadi lebih lunak, tetapi perbedaan waktu perebusan bisa
berbeda antara sayuran. Semakin keras tekstur sayuran segar akan semakin lama proses
perebusannya. Waktu perebusan berkisar dari 2-9 menit. Proses penambahan bahan seperti
asam, garam, gula dan basa akan menghasilkan tekstur dan lama perebusan yang berbeda.
Perebusan dengan penambahan soda kue akan mempercepat proses perebusan karena soda
kue bersifat basa. Basa dapat mempercepat proses pelunakan jaringan sel sayuran. Sebaliknya
penambahan cuka akan menyebabkan tekstur sayuran lebih alot dan liat. Penambahan basa ke
dalam sampel juga dapat mengubah warna dan tekstur tetapi tidak begitu terlihat
dibanding penambahan cuka (Winarno,1991).
Aroma dan rasa sayuran yang mengalami proses perebusan berubah dari aslinya.
Perubahan ini dipengaruhi bahan yang ditambahkan. Sebagai contoh saat ditambahkan cuka,
sayuran rebus akan berasa asam. Sebenarnya penambahan ini jangan terlalu besar karena
akan menyebabkan perubahan aroma dan rasa sayuran. Harus dicatat berapa konsentrasi
minimum agar secara organoleptik rasa dan aroma tidak terpengaruh penambahan bahan
yang digunakan.
Perubahan rasa pada mentimun disebabkan karena sifat organoleptik dari penambahan
perlakuan tersebut misal saat mentimun ditambah garam saat perebusan, mentimun tersebut
menyerap air yang terdapat garamnya sehingga rasa asin pada garam tersebut ikut terserap
dan menyebabkan mentimun tersebut menjadi asin. Perubahan tekstur juga disebabkan
karena tinggi/rendahnya kosentrasi dari penambahan perlakuan tersebut dan lamanya proses
perebusan. Saat proses perebusan terjadi proses osmotik.
Jumlah air sisa rebusan pada proses ini juga berbeda di antara sayuran yang direbus.
Jumlahnya sekitar 65-190 mL untuk sebanyak 250 mL air yang digunakan pada awal
perebusan. Hal ini berarti terjadi pemakaian air atau menguap sebanyak 60-185 mL.
perbedaan jumlah air yang digunakan dikarenakan kandungan air yang terdapat di sayuran.
Selain itu juga kualitas sayuran yang digunakan kemungkinan berbeda. Kandungan air
sayuran segar berkisar dari 75-90% tergantung jenis sayurannya. Begitu juga ketika sayuran
sudah tidak berkualitas baik kadar air mengalami penyusutan. Semakin segar atau kandungan
airnya banyak maka daya serap air akan bagus, sedangkan saat sudah layu penarikan air dari
larutan akan berkurang.
Pada bayam dengan bahan uji organoleptik yang berbeda akan menghasilkan berat
akhir yang berbeda pula hal ini diakibatkan oleh banyaknya air yang diserap oleh daun
ketika proses pemasakan. Perbedaan penyerapan air tersebut diakibatkan karena kadar
kekentalan atau konsentrasi setiap larutan yang berbeda sehingga mempengaruhi proses
menyerapnya air pada daun bayam yang dimasak. Daun bayam yang diuji oleh bahan penguji
organoleptik yang berbeda menghasilkan rasa yang berbeda-beda pula karena bahan uji
organoleptik yang telah larut dalam air ikut terserap oleh daun bayam tersebut. Daun bayam
yang direbus dengan larutan gula akan terasa manis dan daun bayam yang direbus dengan
larutan garam akan terasa asin.
Pada tabel di atas dapat dilihat jika mentimun yang ditambahkan asam cuka saat
perebusan maka mentimun dapat menyerap banyak air. Dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa
semakin tinggi kosentrasi yang diberikan maka kemampuan mentimun untuk menyerap air
semakin tinggi. Penurunan kadar air yang disebabkan karena adanya penambahan perlakuan
seperti garam, gula, asam cuka dll sehingga terjadi ketidak seimbangan air dalam mentimun
tersebut. Ketidakseimbangan itu disebabkan karena penambahan perlakuan tersebut menarik
air dari dalam mentimun lalu masuk ke dalam jaringan mentimun tersebut. Akibatnya, kadar
airnya menurun. Daya serap air tertinggi pada mentimun tersebut yaitu saat ditambah asam
cuka dan terendah saat tidak ditambah perlakuan apapun atau kontrol.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Bentuk dan ukuran sayuran sangat beragam karena dipengaruhi oleh asal tanaman
dimana sayuran tersebut dihasilkan.
5.1.2. Sifat organoleptik sayuran menyangkut warna, rasa, aroma, dan tekstur
dipengaruhi oleh komposisi penyusun dan struktur jaringan sayuran tersebut.
5.1.3. BDD sayuran pada praktikum ini diperoleh hasil sebagai berikut: kangkung 58,3%,
wortel 85%, tomat merah 100%, daun singkong 18%, bayam 62,19% dan
mentimun 95,1%.
5.1.4. Penambahan bahan tambahan seperti asam, basa, garam dan gula akan
mengakibatkan perubahan sifat organoleptik sayuran.
5.1.5. Penambahan asam dan garam akan menyebabkan perubahan warna sayuran lebih
cerah.
5.1.6. Penambahan basa akan mempercepat proses pelunakan jaringan sayuran.
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, T.F., Siti R., dan Murdijati G. 2009. Pengaruh Blanching Dan Waktu
Perendaman dalam Larutan Kapur terhadap Kandungan Racun Pada Umbi dan
Ceriping Gadung, Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 28 (3): 192-198
Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Bina Aksara.
Jakarta.
Fatimah, T. 1994. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam dan Basa terhadap
Sifat Fisik Kimia Gelatin. Skripsi. Fateta Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tranggono, S.B., Suhardi, S.Y. Marsono, Agnes M, Indah S.U. dan Suparmo. 1998. Biokimia
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Latief, Rindam, Amran Laga, dan Syamsul Alang. 2018. Studi Pembuatan Tepung Teripang
Dari Bahan Baku Teripang Pasir (Holothuria scabra) Dengan Perlakuan Perbedaan
Konsentrasi Garam Dan Perbedaan Lama Perebusan. Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Kamsina dan Inda Three Anova. 2013. The Influence of Sugar and Carrageenan Addition to
Quality of Cucumber Jelly. Jurnal Litbang Industri, Vol. 3 No.1. Juni 2013: 49-57