Cahyono( 2002) mengatakan bahwa, pada awalnya hanya dikenal beberapa varietas wortel, namun
dengan berkembangnya peradaban manusia dan teknologi, saat ini telah ditemukan varietas-
varietas baru yang lebih unggul daripada generasi-generasi sebelumnya. Varietas-varietas wortel
terbagi menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe Imperator, Chantenay,
dan Nantes.
a. Tipe Imperator memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing (menyerupai
kerucut), panjang umbi 20-30 cm, dan rasa yang kurang manis sehingga kurang disukai oleh
konsumen.
b. Tipe Chantenay memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul, panjang antara 15-
20 cm, dan rasa yang manis sehingga disukai oleh konsumen.
c. Tipe Nantes memiliki umbi berbentuk peralihan antara tipe Imperator dan tipe Chantenay, yaitu
bulat pendek dengan ukuran panjang 5-6 cm atau berbentuk bulat agak panjang dengan ukuran
panjang 10-15 cm.
Dari ketiga kelompok tersebut, kelompok chantenay termasuk dalam varietas yang dapat
memberikan hasil produksi paling baik, sehingga paling banyak dikembangkan. Dalam taksonomi
tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut:
3. Sub-Divisi : Angiospermae
4. Klas : Dicotyledonae
5. Ordo : Umbelliferales
7. Genus : Daucus
Nama Inggris wortel adalah carrot dan memiliki beberapa cultivar, diantaranya adalah kuroda,
pusaka, ideal, red judy, dan red sky ( Susila, Anas. D, 2006 ).
PENGALENGAN
Pengalengan adalah suatu proses pengawetan makanan dg mengemas Bahan Pangan tersebut
dalam wadah gelas/kaleng yang dapat ditutup secara hermetis (kedap udara), dipanaskan sampai
suhu tertentu*) kemudian didinginkan dengan cepat.
Tujuan nya
membunuh mikroba pembusuk dan patogen, namun tidak mengakibatkan kerusakan nilai gizi bahan
pangan
Proses blanching
Proses blanching dilakukan untuk membunuh mikroba patogen,
menginaktifkan enzim, dan memperlunak jaringan wortel. Blanching
dilakukan dengan cara merebus potongan-potongan wortel dalam air
mendidih selama 1 menit dengan suhu 98-100°C. Produk yang telah
diblanching harus segera dimasukkan ke dalam kaleng dan tidak boleh
dibiarkan ditempat terbuka melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan potongan wortel dan sirup
kemudian dilakukan proses exhausting. Tujuan exhausting
adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas
lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan
kaleng. Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi
vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam
retort), sebagai akibat pengembangan produk, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-
reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Exhausting
dilakukan dengan cara, memanaskan kaleng beserta isinya
dalam keadaan masih terbuka dengan suhu 75-80oC dan proses
berlangsung selama 8-10 menit.
Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng
dimasukkan ke dalam keranjang yang dipersiapkan untuk proses
sterilisasi. Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling
penting dan kritis dalam proses pengalengan yang menentukan
sukses tidaknya proses sterilisasi secara keseluruhan. Proses
sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan dimasukkan ke
dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang
digunakan adalah 116.oC. Proses sterilisasi dilakukan selama 15
menit. Proses sterilisasi harus dilakukan secepat mungkin
setelah proses penutupan kaleng untuk mencegah kesempatan
mikroba memperbanyak diri. Bila holding time terlalu lama, maka
jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak,
sehingga standar proses sterilisasi yang telah ditetapkan tidak
dapat membunuh semua mikroba pembusuk dan patogen yang
ada.
Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan
air dingin. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena
timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk.
Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan
memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam
retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera
dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak
menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung
dan rusak.
Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi
selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama
bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran
air pendingin dan menutup kerankeran lainnya. Air pendingin
dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan
bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara
perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara
drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus
dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau
rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu
menahan kenaikan tekanan tersebut.
Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap
dapat mengkondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian
atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran
dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus
menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu
terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu
tinggi. Pendinginan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 30-
35°C.
Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan
dan dibersihkan secara manual menggunakan lap agar hasilnya
lebih optimal. Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu
dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba)
yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah dan
mencegah terjadinya korosi oleh air pada kaleng. Di samping itu
akan memudahkan dalam proses labeling.
DAFTAR PUSTAKA
Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and
Practice. New York:Ellis Horwood.
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses
Termal. Bogor: Pusat STudi Pangan dan Gizi IPB.