Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ILMU TEKNOLOGI PANGAN

PERCOBAAN III:
PENGAWETAN (PISANG)

Disusun oleh :
Kelompok D1
1. Lutfi Nasyiathul Laili 22030117120051
2. Nisra Iman Kasih Zai 22030117120037
3. Tazkiah Syahidah 22030117130067
4. Yesi Pratama Aprilia Ningrum 22030117120035

Tanggal Praktikum: 28 September 2018

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI
Pada praktikum kali ini, kelompok kami melakukan praktikum ketiga
yaitu pengawetan segar uji pisang dengan menggunakan plastik yang
bertujuan untuk mengetahui proses dan prinsip pengawetan menggunakan
plastik, mengetahui fungsi bahan yang digunakan dalam proses pengawetan
menggunakan plastik, mengetahui faktor yang mempengaruhi proses
pengawetan menggunakan plastik, dan mengetahui karakteristik bahan
sebelum dan sesudah dilakukan menggunakan plastik. Setelah itu, kami
membersihkan bahan yang kami gunakan yaitu pisang. Kemudian kami
membagi bahan menjadi 2 bagian yaitu bagian A dan B. Kedua bagian bahan
tersebut kami amati karakteristiknhya yaitu berat, warna, aroma dan tekstur.
Bagian A dibungkus menggunakan plastik wrap sedangkan bagian B tidak
dibungkus. Kedua pisang tersebut disimpan di suhu ruang selama 1 minggu.
Selama 1 minggu disimpan di suhu kamar, kami melakukan pengecekan dan
pengamatan karakteristik bahan setiap 2 hari sekali yaitu pada hari praktikum
tanggal 27 September 2018, kemudian pengecekan pada hari senin 1 Oktober
2018, 3 Oktober 2018 dan pada tangal 5 Oktober 2018. Karakteristik yang
kita amati adalah warna, aroma, tekstur dan berat bahan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengawetan pangan adalah cara yang digunakan untuk membuat
makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat
fisik dan kimia makanan.1 Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan
jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara
pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi
pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini
berbasis pada cara-cara tradisional.2

2
Tujuan pengawetan pangan adalah:1
1. Mencegah terjadinya kerusakan bahan makanan.
2. Mempertahankan mutu.
3. Memperpanjang umur simpan.
4. Menghindari terjadinya keracunan.
5. Mempermudah penanganan, penyimpanan dan pengangkutan.
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable foods), karena
kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab
kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan
semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas
biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Pengolahan pangan dengan tujuan pengawetan dilakukan untuk
memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa
mengalami kerusakan) produk pangan. Berdasarkan target waktu pengawetan,
maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah .1
A. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah:3
(1) pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme;
(2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan;
(3) suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah;
(4) udara khususnya oksigen;
(5) kadar air dan kekeringan;
(6) cahaya; dan
(7) serangga, parasit serta pengerat.
Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil
atau menghilangakan faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen produk
hasil pertanian tetap melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai

3
jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk
pertanian akan terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya
dapat diperlambat sampai batas tertentu.3
Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan
nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi, produksi etilen,
transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga penting
untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap suhu
atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.3
B. Metode Pengawetan Buah Segar
Penelitian-penelitian mengenai penyimpanan buah bertujuan untuk
mencapai umur simpan semaksimal mungkin. Untuk itu biasanya dilakukan
kombinasi beberapa perlakuan. Usaha yang dapat dilakukan untuk dapat
memperlambat pematangan buah dan sayur adalah memperlambat respirasi
dan menangkap gas etilen yang terbentuk. Beberapa cara yang dapat
diterapkan antara lain pendinginan, pembungkusan dengan polietilen dan
penambahan bahan kimia.3
1. Pendinginan
o
Pendinginan merupakan penyimpanan di bawah suhu 15 C dan
di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling
storage). Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan
temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran.
Temperatur optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan
(chilling injury). Kerusakan pendinginan dari buah pisang pada
o
temperatur kritis (13 C) adalah warna kusam, perubahan cita rasa dan
tidak bisa masak. Kondisi optimum pengundangan bagi buah pisang
adalah 11 – 20 o C dan RH 85 – 95 persen. Pada kondisi ini metabolisme
oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan tidak
mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara
berlebihan sehingga proses pematangan terhenti.3

4
2. Pengemasan dengan polietilen (PE)
Kehilangan air dapat dikurangi dengan jalan memberi
pembungkus pada bahan yang akan didinginkan. Salah satu jenis
pembungkus yang cukup baik digunakan adalah pembungkus dari bahan
plastik. Berdasarkan penelitian Scott dan Robert (1987) penyimpanan
pisang yang masih hijau dalam kantong polietilen dapat memperlambat
pematangan pisang selama 6 hari pada suhu 20oC.3
3. Pelapisan Buah dengan Emulsi Lilin
Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya
penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju
respirasi, dan mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik
bagi konsumen(4). Untuk mendapatkan emulsi lilin dengan konsentrasi
yang diinginkan dilakukan pengenceran dengan air (tidak sadah). Untuk
pemakaiannya sebaiknya digunakaan emulsi lilin yang masih segar. Buah
dan sayur yang sudah ditiriskan masukkan ke dalam keranjang kawat
kemudian celupkan ke dalam emulsi (konsentrasi 6%-12%) lilin sampai
semuanya terendam selama 30–60 detik1.
4. Penggunaan Kalium Permanganat (KMnO4)
Suatu preparasi komersial zat penyerap yang disebut purafil
(KMn04 alkalis dengan silikat) sebagai pendukung (carrier) yang
dihasilkan oleh Marbon Chemical Company, ternyata mampu menyerap
keseluruhan etilen yang dikeluarkan oleh buah yang disimpan dalam
kantong polietilen tertutup rapat. Penggunaan KMnO4 dianggap
mempunyai potensi yang paling besar karena KMnO4 bersifat tidak
menguap sehingga dapat disimpan berdekatan dengan buah tanpa
menimbulkan kerusakan buah4.
5. Pencelupan dengan Larutan CaCl2
Tempatkan buah dan sayur di dalam keranjang kawat, kemudian
celupkan ke dalam larutan CaCl2 (pada konsentrasi 4 dan 8%) selama 30-
60 detik. Angkat dan tiriskan pada rak penirisan dengan dihembus udara

5
kering, agar pelapisan merata pada seluruh permukaan kulit. Simpan pada
suhu ruang dan dalam lemari es.4
C. Analisa bahan
1. Pisang
Pisang merupakan salah satu jenis buah yang mengandung
antioksidan, vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh, serta serat
harian yang dibutuhkan 2 tubuh. Pisang merupakan karbohidrat kompleks
dan simpleks sehingga pisang dapat digunakan sebagai sumber energi
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.11,12 Pisang juga berperan dalam
menurunkan kadar glukosa darah dan kadar kolesterol. Efek hipoglikemik
atau penurunan kadar glukosa darah dapat terlihat setelah mengkonsumsi
satu hingga dua buah (250 g) pisang dalam sehari. Efek hipoglikemik
dapat terjadi karena pisang mengandung beberapa senyawa aktif seperti
serat, flavonoid, dan magnesium.5
2. Plastik
Plastik adalah suatu produk polimer sintetik, yaitu hasil
polimerisasi (polycondensation) dari bermacam-macam monomer
tergantung dari jenis plastiknya. Monomer sendiri adalah suatu senyawa
hidrokarbon tidak jenuh , umumnya disebut 13 senyawa Alkalene atau
Olefine. Contoh monomer misalnya : ethylene dan propylene. Berikut
jenis plastic uang biasa digunakan untuk mengemas makanan adalah
plastic jenis Low density polyethylene (LDPE) Karakter plastic ini kuat,
agak tembus cahaya, fleksibel dengan permukaan berlemak, melembek
pada suhu 700 C, mudah tergores banyak digunakan pada plastik
kemasan, tempat makanan dll. Salah satu contoh LDPE adalah stretch
film atau plastik wrapping.6

6
7
BAB II
METODE

A. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Pisau
b. Timbangan
2. Bahan
a. Pisang 2 buah
b. Plastik wrap 1 gulung
c. Label
B. CARA KERJA
1. Pisang dibersihkan
2. Masing-masing pisang diberi label A dan B
3. Dilakukan pengamatan terhadap berat, warna, tekstur dan aroma pada
masing-masing pisang
4. Pisang yang diberi label A dibungkus dengan plastic wrap, sedangkan
pisang yang diberi label B sebagai control yaitu tidak dibungkus dengan
plastik wrap.
5. Kedua pisang disimpan di suhu ruang selama 1 minggu
6. Dilakukan pengamatan 2 kali sehari terhadap berat, warna, tekstur dan
aroma masing-masing pisang.

8
BAB III
HASIL

A. HASIL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Pisang
Waktu PISANG A
Pengamat Karakteristik
an Warna Aroma Tekstur Rasa Bentuk Berat
Hari ke-0 Kuning, Khas pisang Sedikit Manis Bengkok 51 gram
sedikit keras
bercak
coklat
Hari ke-3 Kuning Khas Agak Bengkok, 49 gram
kecoklatan pisang, lembek tidak
sedikit mengkerut
langu
Hari ke-5 Coklat Khas pisang Lebih Lonjong 48 gram
kehitaman busuk lembek sedikit
dibanding bengkok,
pisang B ditumbuhi
jamur/kapang
Hari ke-7 Coklat Khas pisang Sangat Lonjong 45 gram
kehitaman busuk, lebih lembek sedikit
menyengat bengkok,
jamur lebih
banyak

9
Waktu PISANG B
Pengamat Karakteristik
an Warna Aroma Tekstur Rasa Bentuk Berat
Hari ke-0 Kuning, Khas pisang Sedikit Manis Lonjong 48 gram
banyak keras
bercak
coklat
Hari ke-3 Kuning Khas Masih Lonjong, 41 gram
kecoklatan pisang, sedikit mengkerut
lebih keras kecil, keriput
menyengat
dan langu
Hari ke-5 Hitam Khas pisang Lembek Lonjong, 37 gram
busuk ditumbuhi
jamur/kapang
Hari ke-7 Hitam Khas pisang Lembek Mengkerut, 32 gram
busuk, lebih berjamur
menyengat

10
B. DOKUMENTASI

Gambar 1. Pisang A yang sudah Gambar 2. Pisang B yang tidak


dibungkus dengan plastik wrap dibungkus dengan plastik wrap

Gambar 3. Pisang A ditimbang Gambar 4. Pisang B ditimbang


berat awalnya berat awalnya

Gambar 5. Pisang A yang sudah Gambar 6. Pisang B yang sudah


didiamkan di suhu ruang selama didiamkan di suhu ruang selama
1 minggu ditimbang beratnya 1 minggu ditimbang beratnya

11
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap pengawetan buah segar


yaitu pisang yang sudah matang dengan metode pengawetan menggunakan plastik,
plastik yang digunakan jenis plastik polietilen yaitu plastik wrap. Pengamatan
dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk dan berat pisang selama satu
minggu yaitu hari ke-0, hari ke-3, hari ke-5 dan hari ke-7. Pengawetan dengan
menggunakan plastik ini bertujuan untuk mengurangi kehilangan air pada buah.3
Pada praktikum ini digunakan 2 sampel pisang yang sama dimana pisang A
dilakukan perlakuan dengan dibungkus menggunakan plastik wrap, sedangkan pisang
B tidak dilakukan perlakuan. Kedua sampel pisang ini kemudian disimpan pada suhu
ruang selama satu minggu.
Pada tabel hasil pengamatan pisang A dan pisang B pada hari ke-0 adalah
pisang yang masih segar dengan memiliki kesamaan terhadap warna, aroma, rasa,
tekstur. Namun bentuk dan berat pisang A dan B berbeda. Perbedaan ini terjadi
karena ketidakseragaman buah pada saat panen.
Pada hari ke-3 dilakukan pengamatan terhadap warna, aroma, tekstur dan
berat, tetapi tidak dilakukan pengamatan terhadap rasa karena pisang A sudah
dibungkus dengan plastik wrap dan tidak dapat dilepas dari bungkusan karena proses
pengawetan masih berlanjut sampai pada hari ke-7. Dari tabel hasil pengamatan
diketahui bahwa pisang A mengalami perubahan warna menjadi kuning kecoklatan,
aroma masih khas pisang tetapi sedikit langu, teksturnya masih sedikit keras, bentuk
pisang masih sama dengan bentuk pada hari ke-0, dan berat pisang berkurang
sebanyak 2 gram yaitu dari 51 gram menjadi 49 gram. Pisang B juga mengalami
perubahan warna menjadi kunig kecoklatan, aroma masih khas pisang tetapi lebih
menyengat dan langu, teksturnya juga agak lembek, bentuk pisang masih sama tetapi
mulai mengkerut kecil dan keriput, dan berat pisang berkurang sebanyak 7 gram yaitu
dari 48 gram menjadi 41 gram. Dari hasil ini diketahui bahwa ada perubahan yang

12
signifikan pada aroma pisang A dan B dimana kedua pisang sama-sama beraoma
langu tetapi pisang B lebih menyengat, tekstur pisang A masih sedikit keras tetapi
pisang B agak lembek, bentuk pisang A tidak mengkerut tetapi pisang B mengkerut.
Perubahan signifikan juga terjadi pada penurunan berat bahan dimana pisang A hanya
turun 2 gram sedangkan pisang B turun hingga 7 gram.
Pada hari ke-5 pengamatan kembali dilakukan baik terhadap pisang A
maupun pisang B. Dari tabel hasil pengamatan diketahui bahwa pisang A terus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kehitaman, aroma khas pisang busuk,
tekstur pisang lembek, bentuk menjadi lonjong, sedikit bengkok dan ditumbuhi
jamur/kapang, dan berat berkurang dari sebanyak 1 gram. Pisang B juga mengalami
perubahan dimana warna pisang menjadi hitam, aroma khas pisang busuk, tekstur
pisang lembek, ditumbuhi oleh jamur/kapang, dan berat berkurang sebanyak 4 gram
yaitu dari 41 gram menjadi 37 gram. Pada tahap ini baik pisang A maupun pisang B
sudah tidak layak dikonsumsi maupun dipasarkan, selain karena aspek warna, aroma,
tekstur dan berat, hal yang membahayakan kesehatan adalah kedua pisang ini sudah
ditumbuhi oleh jamur dan kapang.8 Dari hasil ini diketahui bahwa ada perubahan
yang signifikan pada warna pisang A dan B dimana pisang A masih berwatna coklat
kehitaman tetapi pisang B sudah berwarna hitam, tekstur pisang B lebih lembek
dibanding pisang A. Perubahan signifikan juga terjadi pada penurunan berat bahan
dimana pisang A hanya turun 1 gram sedangkan pisang B turun hingga 4 gram.
Pada hari ke-7 dilakukan pengamatan terakhir baik terhadap pisang A maupun
pisang B. Dari tabel hasil pengamatan diketahui bahwa pisang A masih berwarna
coklat kehitaman, aroma pisang busuk dan lebih menyengat, tektur pisang lembek,
bentuk sedikit bengkok (mengkerut) dan berjamur dan mengalami penurunan berat
bahan sebanyak 3 gram. Pisang B juga mengalami perubahan dimana warna pisang
masih tetap berwarna hitam, khas pisang busuk dan lebih menyengat, tekstur sangat
lembek, bentuk mengkerut dan berjamur, dan terjadi penurunan berat sebanyak 5
gram yaitu dari 37 gram menjadi 32 gram. Dari hasil ini diketahui bahwa ada
perubahan yang signifikan pada warna pisang A dan B dimana pisang A masih
berwarna coklat kehitaman tetapi pisang B sudah berwarna hitam, tekstur pisang A

13
lembek tatapi pisang B sangat lembek. Perubahan signifikan juga terjadi pada
penurunan berat bahan dimana pisang A hanya turun 3 gram sedangkan pisang B
turun hingga 5 gram.
Buah pisang adalah buah klimaterik, buah klimaterik yang disimpan akan
terus melakukan proses respirasi transpirasi dan produksi etilen sehingga
memengaruhi nilai kekerasan dan warna buah. Tahapan respirasi mengakibatkan
karbohidrat terpecah menjadi rangkaian yang lebih sederhana dan menyebabkan buah
lebih lunak.8 Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan sebagai
hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan kelayua.

Selama proses pengawetan perubahan warna pisang B lebih buruk dari hari ke
hari dibanding dengan pisang A. Perubahan warna ini disebabkan karena pisang terus
melakukan produksi etilen. Secara umum etilen ini berfungsi sebagai hormon
pematangan pada buah.3 Pada buah pisang yang sudah matang perubahan warna
menuju coklat hingga kehitaman yang terjadi relatif cepat pada dikarenakan buah
pisang menghasilkan etilena yang besar bahkan setelah matang. Sehingga etilene
yang dihasilkan akan terus menumpuk dan menimbulkan warna pisang masak
memiliki bintik-bintik coklat hingga menjadi coklat dan kehitaman yang dikenal
dengan pencoklatan enzimatik. Produksi etilen ini akan melambat jika proses repirasi
ditahan.9 Dengan pembungkusan pisang A menggunakan plastik maka respirasi pada
pisang A ditahan dan produksi etilennya melambat, sehingga pisang A tidak
mengalami perubahan warna yang sama seperti pisang B.

Pisang A maupun pisang B hampir memiliki aroma yang yang sama disetiap
tahap pengamatan. Perubahan aroma pisang A tidak dipengaruhi oleh proses laju
respirasi, transpirasi maupun produksi etilen.9 Sehingga dengan pembungkusan
pisang A sekalipun menggunakan plastik tidak didapatkan perbedaan dengan pisang
B yang tidak dibungkus plastik.

Perubahan tekstur pisang disebabkan oleh tahapan respirasi yang


mengakibatkan karbohidrat terpecah menjadi rangkaian yang lebih sederhana dan
menyebabkan buah lebih lunak.8 Dengan pembungkusan pisang A menggunakan

14
plastik maka respirasi pisang A terhambat, sehingga tekstur pisang A tidak seburuk
pisang B selama proses pengawetan dan penyimpanan.

Pisang A maupun pisang B hampir memiliki tidak perubahan bentuk yang


signifikan disetiap tahap pengamatan. Pisang A dan pisang B berubah bentuknya
seiring dengan berjalannya waktu, seperti mengkerut dan ditumbuhi jamur. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pisang A yang sudah dibungkus dengan plastik
maupun pisang B yang tidak dibungkus plastik. Ini menunjukan bahwa perubahan
bentuk pisang tidak dipengaruhi oleh pembungkusan dengan plastik yang dapat
menghambat laju respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Berjamurnya pisang A dan
pisang B disebabkan karena kadar air yang dikandung oleh kedua buah pisang. 7
Pisang A yang dibungkus plastik wrap dengan tujuan mengurangi kehilangan air pada
buah juga menyebabkan pisang A ditumbuhi jamur.

Perubahan berat pada pisang A dan pisang B menunjukan perbedaan yang


signifikan, dimana penurunan berat pisang B lebih besar dari pada penurunan berat
pisang A. Hal ini dipengaruhi oleh plastik wrap yang digunakan untuk mengawetkan
pisang A telah mengurangi kehilangan air pada buah pisang selama penyimpanan
pada suhu ruang.3 Pisang B yang tidak dibungkus dengan plastik wrap mengalami
kehilangan air yang banyak selama penyimpanan pada suhu ruang.

15
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN
1. Pisang A mengalami perubahan warna yang lebih lambat dibandingkan
dengan pisang B
2. Pisang A dan pisang B tidak menunjukkan perbedaan perubahan yang
signifikan terhadap aroma, karena metode pengawetan dengan plastik
wrap tidak mempengaruhi aroma pisang
3. Pisang A mengalami perubahan tekstur yang lebih lambat dibandingkan
pisang B
4. Pisang A dan pisang B tidak menunjukkan perbedaan perubahan yang
signifikan terhadap bentuk, karena metode pengawetan dengan plastik
wrap tidak mempengaruhi bentuk pisang.
5. Berjamurnya pisang A dan pisang B disebabkan karena kandungan air
bebas yang dikandung oleh pisang
6. Pisang A mengalami penurunan berat lebih sedikit daripada pisang B

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Muntikah. Ilmu Teknologi Pangan. Badan Pengembangan dan


Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2017
2. Widyani, Retno dan Suciaty, Tety. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan.
Cirebon : Penerbit Swagati Press.
3. Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia
Pangan Faperta Uwiga Malang
4. Harun, Noviar dkk. 2012. Penggunaan Lilin Untuk Memperpanjang Umur
Simpan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal Sagu Ilmu dan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
5. Firman. Pengaruh Pisang Pembungkus Pada Penyimpanan Buah
Rambutan (Nephelium lappacum, Linn). Makassar : Universitas
Hasanudin. 2012
6. Wahyuni, PT. Pengaruh Pemberian Pisang Kepok (Musa paradisiacal
forma typical) Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Tikus Sprague
Dawley pra Sidrom Metabolik. Semarang : Universitas Diponegoro. 2015
7. Rahman, M.S. 2007. Handbook Of Food Preservation. New York.
8. Kusumiyati, Farida, W.Sutari, S.Mubarok. 2017. Quality Of Sapodilla On
Different Storage Period. Jurnal Kultivasi. Departemen Of Crop Science,
padjadjaran University.
9. Kementerian Pertanian. 2012. Pedoman Penanganan Pascapanen Buah
Pisang. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Kementerian
Pertanian, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai