Anda di halaman 1dari 12

REVISI

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM ILMU TEKNOLOGI PANGAN

PERCOBAAN 4:
PENGGORENGAN TELUR DENGAN METODE PAN FRYING/
SHALLOW

Disusun oleh :
Kelompok D1
1. Lutfi Nasyiathul Laili 22030117120051
2. Nisra Iman Kasih Zai 22030117120037
3. Tazkiah Syahidah 22030117130067
4. Yesi Pratama Aprilia Ningrum 22030117120035

Tanggal Praktikum: 28 September 2018

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI
Percobaan atau praktikum yang dilakukan adalah penggorengan. Penggorengan
merupakasn suaru proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak
goreng sebagai penghantar panas. Tujuan dari proses penggorengan adalah untuk
melakukan pemanasan pada bahan pangan, pemasakan , dan pengeringan pada bahan
yang digoreng. Bahan pangan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur dan
minyak goreng. Sebelum proses penggorengan dilakukan terlebih dahulu pengamatan
terhadap berat, tekstur,warna, rasa, aroma dan bentuk dari telur yang sudah dipisahkan
dari cangkangnya. Selain itu juga mengamati warna, aroma, viskositas, dan volume pada
minyak goreng. Praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, 28 September 2018 di
laboratorium kuliner.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penggorengan
Penggorengan merupakan salah satu metode pengolahan makanan tertua
terkait kemudahan kan kecepatannya dalam persiapan makanan serta karakteristik
sensorik seperti flavor. Penggorengan adalah proses perpindahan panas dan massa
yang terjadi secara simultan yang mengubah karakteristik sensorik dan zat gizi
sebagai akibat dari interaksi yang kompleks antara makanan dengan minyak. Minyak
bertindak sebagai senyawa penghantar panas. Prosesnya bertindak sebagai
pengawetan karena menghancurkan mikroorganisme,enzim dan mengurangi aktivitas
air (aw) di permukaan makanan.1 Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar
air bahan dengan cara perpindahan panas secara simultan sehingga kadar air pada
bahan menguap.2 Perubahan yang terjadi pada bahan pangan dan juga minyak
bergantung pada karakteristik bahan pangan, jenis minyak, rasio permukaan/volume
minyak, suhu, proses pemanasan, kontak udara, waktu, dan jenis bahan wadah
penggorengan.1

2
a. Metode Penggorengan
1) Pan Fying/ Shallow
Pan Frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak
goreng, sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal
(Shallow). Penggorengan dengan metode pan frying biasanya menggunakan
suhu 100-120oC dengan waktu 30-60 menit.3
2) Deep Frying
Deep frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan minyak
goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng akan terendam
seluruhnya didalam minyak goreng tersebut. Penggorengan deep frying
biasanya menggunakan suhu 170-200oC dengan waktu penggorengan 5-15
menit. Teknik penggorengan pan frying dan deep frying dapat menimbulkan
reaksi maillard. Reaksi maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis
yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin
bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini dalam makanan dapat
berfungsi untuk menghasilkan sifat sensorik pangan seperti flavour dan
aroma. Pada beberapa produk pangan dapat memberikan pengaruh yang tidak
dikehendaki, seperti dapat menurunkan kadar kelarutan protein.3
Keuntungan :
- Cepat
- Efisiensi energy dan ekonomi
- Konsistensi pada produk yang dimasak
- Menambah warna, rasa dan tekstur yang tajam
- Menjaga zat gizi mikro1
3) Vacuum Frying
Vacuum frying merupakan salah satu teknologi penggorengan hampa udara
dengan tekanan 1 atm yang bias diterapkan pada buah dan sayur.
Penggorengan dengan vacuum frying telah digunakan sebagai metode
penggorengan yang bertujuan untuk menjaga kualitas dari bahan pangan yang
digoreng karena dilakukan pada kondisi tekanan atmosfer dan suhu yang
rendah.4 Suhu penggorengan merupakan salah satu faktor yang sangat

3
berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dari proses penggorengan. Suhu
penggorengan sebaiknya mengacu pada karakteristik bahan yang digoreng.
Suhu yang terlalu rendah akan menyebabkan bahan tidak masak dan suhu
yang terlalu tinggi akan berdampak pada warna produk menjadi coklat atau
gosong.2
2. Analisis Bahan
a. Telur
Telur merupakan makanan sumber protein hewani yang murah dan mudah
untuk didapatkan oleh masyarakat Indonesia. Telur memiliki kandungan gizi yang
lengkap mulai dari protein, lemak, vitamin, dan mineral. Telur mudah mengalami
penurunan kualitas yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan secara
fisik, serta penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida, ammonia,nitrogen,
dan hydrogen sulfida dari dalam telur. Semakin lama telur disimpan penguapan
yang terjadi akan membuat bobot telur menyusut dan putih telur menjadi lebih
encer. Selain dipengaruhi oleh lama penyimpanan, penguapan juga dipengaruhi
oleh suhu, kelembaban relative dan kualitas kerabang telur.5
b. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida
yang berasal dari bahan nabati dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi atau pemurnian yang
digunakan untuk menggoreng. Terdapat berbagai tanaman sebagai sumber
pembuatan minyak goreng dan salah satunya dari tanaman kelapa sawit. Terdapat
dua jenis minyak goreng yaitu, minyak goreng curah dan minyak goreng
kemasan.6
Selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami proses hidrolisis
dan oksidasi. Proses hidrolisis mengakibatkan terjadinya peningkatan FFA,
monoacylglicerol, diacyglycerol dan gliserol, sedangkan pada saat proses oksidasi
akan terbentuk hidroperoksida, aldehid, keton, asam karboksilat, alkane rantai
pendek dam alkena. Pengaruh dari kerusakan minyak goreng adalah adalah akan
mengurangi laju perpindahan panas ke dalam produk, waktu penggorengan lebih
lama, terjadi perubahan warna pada produk pangan dan meningkatkan penyerapan

4
minyak goreng ke dalam produk. Kadar FFA di dalam minyak menunjukkan
tingkat kerusakan minyak goreng akibat pemecahan triasilgliserol dan oksidasi
asam lemak ikatan ganda. Minyak goreng yang memiliki mutu baik baik apabila
titik asapnya semakin tinggi.7
Tabel 1. Tabel SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT

Keadaan bau, warna, rasa - Normal


Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas (dihitung % b/b Maks 0.30
sebagai asam larut) Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
Bahan Makanan Tambahan 722/Menkes/Per/IX/88

Cemaran Logam :
mg/kg Maks 1.5
- Besi (Fe)
mg/kg Maks 0.1
- Tembaga (Cu)
mg/kg Maks 0.1
- Raksa (Hg)
mg/kg Maks 40.00
- Timbal (Pb)
mg/kg Maks 0.005
- Timah (Sn)
mg/kg Maks 40.0/250.0)*
- Seng (Zn)
% b/b Maks 0.1
Arsen (As)
mg O2 % Maks 1
Angka Peroksida
Catatan * Dalam kemasan kaleng
Sumber : Standar Nasional Indonesia 01.3741-20028

5
BAB II
METODE

A. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Wajan
b. Timbangan
c. Gelas ukur
d. Wadah
e. Saringan minyak
f. Sendok penggorengan
2. Bahan
a. Minyak goreng 15 mL
b. Telur 46 gram
B. CARA KERJA
1. Menyiapakan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang BDD telur (tanpa cangkang)
3. Melakukan pengamatan terhadap berat, warna, tekstur, warna, rasa dan aroma telur
4. Mempersiapkan wajan untuk proses penggorengan
5. Menghitung volume minyak yang diperlukan untuk penggorengan
6. Memanaskan minyak pada wajan
7. Menggoreng telur sampai matang
8. Mengangkan dan meniriskan telur yang sudah matang, kemudian mengamati
perubahan yang terjadi dengan cara menghitung telur setelah digoreng dan
membandingkan dengan berat sebelum digoreng
9. Mengamati jumlah minyak yang diserap dengan cara menghitung volume minyak sisa
yang telah dipakai untuk menggoreng lalu membandingkan dengan volume sebelum
dipakai untuk menggoreng.

6
BAB III
HASIL

A. HASIL
1. Bahan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik bahan (telur)

Karakteristik Sebelum Sesudah

Berat 46 gram 40 gram

Aroma Amis Harum gurih

Rasa Sedikit asin Gurih

Tekstur Cair Padat

Bentuk Bulat Bulat tidak sempurna


Kuning dan putih
Warna Kuning dan bening kecoklatan

2. Minyak

Tabel 2. Hasil Pengamatan Karakteristik minyak

Karakteristik Sebelum Sesudah

Warna Kuning bening Kuning pekat


Tidak berbau/khas Sedikit tengik
Aroma
minyak
Volume 15 mL 7 mL

Viskositas Lebih kental Lebih encer

3. Perhitungan

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝


% Penyerapan Minyak = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


% Penyerapan Minyak = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛

7
15 −7
% Penyerapan Minyak = x 100%
46

8
% Penyerapan Minyak = 46 x 100%

% Penyerapan Minyak = 17,39%

B. DOKUMENTASI

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. Gambar 3. Telur yang


BDD bahan (telur) Penggorengan telur selesai digoreng ditiriskan

Gambar 4. Penimbangan Gambar 5. Mengukur sisa


telur yang sudah matang minyak yang digunakan
pada penggorengan

8
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, akan dilakukan penggorengan, yang akan diamati sampel
bahan yaitu telur yang meliputi berat, aroma, warna, rasa, tekstur, dan bentuk. Minyak
goreng yang digunakan pada setiap kali penggorengan juga dilakukan pengamatan berupa
aroma, warna, viskositas, dan volume minyak goreng yang terserap. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah 1 butir telur dan minyak goreng sebanyak 15 ml.
Alat yang digunakan berupa wajan, timbangan, dan gelas ukur. Metode yang digunakan
dalam praktikum ini yakni penggorengan shallow frying. Shallow/Pan frying adalah
proses penggorengan dengan menggnakan sedikit minyak goreng, sehingga proses
penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal (Shallow). Bahan pangan tidak akan
seluruhnya terendam dalam minyak, dan bahan pangan tersebut juga akan mengalami
kontak secara langsung dengan wajan. Pada produk pangan yang diinginkan seluruh
permukaannya mengalami pemasakan dan pencoklatan yang sama, maka selama proses
penggorengan, bahan pangan tersebut harus dibalik-balik.4
Siapkan alat dan bahan, langkah selanjutnya yakni mengamati berat, aroma,
warna, rasa, tekstur, dan bentuk telur. Dan mengamati sifat sifat fisik pada minyak
goreng. Setelah itu menimbang berat telur tanpa cangkang, lalu ukur volume minyak
goreng sebanyak 15ml. Panaskan wajan dan minyak goreng, apabila sudah panas lalu
goreng telur hingga matang. Angkat lalu tiriskan. Tunggu minyak hingga dingin selagi
menimbang berat telur setelah digoreng. Ukur volume minyak setelah penggorengan, lalu
catat hasilnya.
Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil yakni perubahan pada telur dan
minyak. Pada telur, terjadi perubahan warna dari warna bening dengan kuning ditengah
menjadi berwarna putih kecoklatan dengan kuning ditengahnya. Hal ini disebabkan
karena suhu pemanasan yang tinggi sehingga terjadi reaksi Maillard pada produk. Reaksi
maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi
antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein.9
Perubahan aroma dari berbau amis menjadi harum gurih. Dikarenakan terbentuknya
komponen volatil karena pendegradasian zat makanan oleh pemanasan.10 Perubahan rasa

9
dari sedikit asin menjadi gurih. Perubahan tekstur dari cair menjadi padat, yang
disebabkan karena Selama penggorengan akan mengubah bahan pangan menjadi padat
karena selama proses penggorengan akan terjadi penguapan air dalam bahan pangan.
Penguapan air terjadi karena minyak dipanaskan dengan suhu diatas titik didih air. Proses
penggorengan dapat membuat masa simpan bahan makanan menjadi lebih lama, karena
adanya penurunan Aw (Water Activity).11 Perubahan bentuk dari bulat menjadi bulat
tidak sempurna. Perubahan berat dari 46 gram menjadi 40 gram yang disebabkan
penyusutan kadar air dalam telur karena terjadi penguapan.
Perubahan yang terjadi pada minyak terjadi pada aroma warna volume dan
viskositasnya. Pada Aroma minyak dari tidak berbau menjadi sedikit tengik, dikarenakan
tingginya suhu penggorengan menyebabkan degradasi minyak dan oksidasi minyak yang
mengakibatkan bau tengik pada minyak.11 pada warna minyak dari kuning bening
menjadi kuning pekat. warna minyak yang semakin gelap disebabkan oleh terbentuknya
bahan-bahan oksidatif, polimer, dan produk yang larut dalam minyak.11 pada viskositas
dari kental menjadi lebih encer, dan terjadi penyusutan volume dari 15 ml menjadi 7 ml.
Pengurangan volume disebabkan karena adanya proses penguapan saat proses
penggorengan, penguapan terjadi apabila suhu penggorengan tinggi. Selain itu
pengurangan volume disebabkan karena banyaknya minyak yang diserap produk
sehingga terjadi pengurangan volume pada minyak.
KAMU BIKIN PEMBAHASAN

10
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN
1. Penggorengan dilakukan dengan metode shallow frying yang mengunakan sedikit
minyak
2. Terjadi perubahan karakteristik pada telur setelah proses penggorengan
3. Terjadi perubahan pada mutu telur karena proses penggorengan
4. Terjadi pematangan dan pencoklatan pada permukaan telur setelah proses
penggorengan
5. Minyak mengalami perubahan karakteristik berupa warna, aroma, volume, serta
terjadi penyusutan

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Oke, E.K., Idowu, M. A., Sobulaka, O. P., Adeyeye, S. A., & Akinsola, A. O. Frying of
Food : A Critical Review. Journal of Culinary Science & Technology, 16 (2) 2017: 107-
127
2. Sugito, Hermanto dan Arfah. Pengaruh Ketebalan Irisan dan Suhu Penggorengan
Hampa (Vacum) Terhadap Karakteristik Keripik Labu Kuning (Cucurbita moschata).
Jurnal Agroindustri 3 (2) 2013: 83-97.
3. Adawiyah, R. Perbedaan Teknik Penggorengan terhadap Kadar Protein Terlarut dan
Daya Terima Abon Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Publikasi Ilmiah Jurusan Ilmu
Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2016.
4. A. B. Oyedeji, et al. Effect of Frying Treatments on Texture and Colour Parameters of
Deep Fat Fried Yellow Fleshed Cassava Chips. Journal of Food Quality. 2017
(https://www.hindawi.com/journals/jfq/2017/8373801/, diakses tanggal 5 Oktober 2018)
5. Jazil, N., A. Hintono, dan S. Mulyani. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras Dengan
Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 2 (1) 2013: 43-47.
6. Lempang, Ika Risti., Fatimawali, dan Nancy C. Pelealu. Uji Kualitas Minyak Goreng
Curah dan Minyak Goreng Kemasan di Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT 5(4)
2016: 155-161.
7. Ilmi, Ibnu Malkan Bakhrul., Ali Khomas, dan Sri Anna Marliyati. Kualitas Minyak
Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (2) 2015: 62-65.
8. Badan Standarisasi Nasional. SNI-3741-2002 (Standar Mutu Minyak Goreng). Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
9. Made Arsa. Proses Pencoklatan. Bali:Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas
Udayana. 2016.
10. Perkins, E.G. Formation of volatile Decomposition on Product in heated fats and oils.
Journal of food Technology. 2009
11. Ayustaningwaro, F., Muchtadi, R.T., Sugiyono. Ilmu bahan pangan. Bogor. Alfabeta.
2016: 264

12

Anda mungkin juga menyukai