Anda di halaman 1dari 11

ACARA IV

PENETAPAN KONVERSI MENTAH MASAK


DAN PENYERAPAN MINYAK
A. TUJUAN
Tujuan praktikum acara IV Penetapan Konversi Mentah Masak dan
Penyerapan Minyak ini adalah:
1. Mahasiswa mengetahui cara penetapan konversi dari bahan pangan
mentah ke masak.
2. Mahasiswa mengetahui cara penetapan faktor konversi penyerapan
minyak.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori
Pemasakan dengan melibatkan panas merupakan salah
satu proses pengolahan pangan yang banyak dilakukan baik
pada skala rumah tangga atau skala industri. Beberapa cara
pemasakan

yang

pengukusan

dan

umum

dilakukan

penumisan.

adalah

Perebusan

perebusan,

adalah

proses

pemasakan dalam air mendidih sekitar 100C, dimana air


sebagai media penghantar panas. Pengukusan merupakan
proses

pemasakan

dengan

medium

uap

air

panas

yang

dihasilkan oleh air mendidih, sedangkan penumisan merupakan


proses pemasakan dengan menggunakan sedikit minyak dan air
(Aisyah dkk., 2014).

Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan


makanan mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan
minyak goreng. Umumnya, proses ini dilakukan oleh industri pengolahan
makanan, restoran, jasa boga, penjual makanan jajanan maupun tingkat
rumah tangga. Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu pan frying
dan deep frying. Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak
dalam jumlah banyak sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya
di dalam minyak. Proses menggoreng adalah suatu proses persiapan

makanan dengan cara memanaskan

bahan

makanan di dalam ketel

yang berisi minyak (Sartika, 2009).


Selama proses penggorengan, minyak goreng mengalami proses
hidrolisis dan oksidasi. Proses hidrolisis mengakibatkan terjadinya
peningkatan

FFA,

monoacylglcerol,

diacylglycerols

dan

gliserol,

sedangkan pada saat proses oksidasi akan terbentuk hidroperoksida,


aldehid, keton, asam karboksilat, alkana rantai pendek dan alkena Hasil
penelitian menunjukkan pembentukan polimer saat proses penggorengan
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan viskositas pada minyak
goreng dan ini merupakan salah satu tanda kerusakan pada minyak goreng.
Pengaruh dari kerusakan minyak goreng adalah akan mengurangi laju
perpindahan panas ke dalam produk, waktu penggorengan lebih lama,
terjadi perubahan warna pada produk dan meningkatkan penyerapan
minyak goreng ke dalam produk (Ilmi, 2015).
Bahan yang di masak melalui cara di goreng kebanyakan menyerap
minyak. Penyerapan minyak adalah proses terambilnya minyak ke
makanan dari hasil penggorengan atau pengolahan lain dengan
menggunakan minyak Pada
faktor

yang

proses

penggorengan terdapat

beberapa

mempengaruhi penyerapan minyak pada produk. Faktor-

faktor tersebut adalah kualitas minyak dan komponen penyusun bahan,


kadar air bahan, porositas bahan, perlakuan pra penggorengan, perlakuan
khusus terhadap permukaan produk, tegangan awal permukaan bagian
dalam dan ketebalan crust (Moreira et al,, 1997).
Boiling adalah proses memasak makanan di dalam air mendidih,
atau memasak makanan berbasis pada cairan seperti kaldu, santan atau
susu yang direbus. Ketika bahan cair dipanaskan sampai titik didih
(1000C), maka terjadi vaporisasi (penguapan) cairan secara cepat.
Merebus terjadi dalam tiga tahap yaitu nucleate, transition dan film
boiling sesuai suhu perebusan yang bertingkat dari suhu panas yang
rendah sampai ke suhu panas tinggi. Nucleate boiling adalah karakteristik

perebusan yang baru dimulai dan mulai tampak gelembung air di


permukaan

(Mulyatinigsih, 2007).

Daftar konversi makanan mentah yang dibuat oleh Puslitbang Gizi


Bogor (1974) memuat faktor konversi untuk beberapa makanan olahan.
Untuk menaksir berat bahan makanan mentah dari makanan olahan atau
sebaliknya dapat digunakan Persamaan
BM = Fj x BO j
Faktor konversi berat mentah masak dari makanan J dilambangkan
dengan Fj dimana nilai dari faktor konversi ini dapat dilihat pada daftar
konversi makanan mentah. BMj melambangkan erat bahan makanan J
dalam bentuk mentah dan berat bahan makanan J dalam bentuk olahan
masak dilambangkan oleh BOj (Kautsari, 2007).
2. Tinjauan Bahan
Minyak goreng merupakan komponen yang mahal dari pengolahan
makanan, sehingga penggunaannya harus dikurangi atau kita dapat
mengambil langkah-langkah untuk menunda pembusukan selain dengan
cara menggoreng sehingga dapat mengurangi biaya. Karena kerusakan
adalah masalah yang sering di jumpai, prosesor perlu mengatasi masalah
di beberapa bidang dengan memahami kebutuhan pasar dan lingkungan
mereka, dengan menentukan minyak yang paling cocok untuk proses
memasak mereka, dan mempertahankan standar minyak goreng yang
benar (Henes, 2006).
Kentang merupakan sumber karbohidrat yang dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, bahan baku industri, dan pakan ternak. Dalam
bentuk segar kentang mudah rusak akibat faktor mekanis, fisiologis, dan
mikrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak
tahan lama disimpan karena akan tumbuh tunas setelah penyimpanan
dengan kondisi seperti pada daerah tropis dan subtropis yang tidak
terkontrol. Kentang sebagai komoditas sayuran, selain dikonsumsi dalam
bentuk segar, juga dimanfaatkan sebagai hasil industri makanan olahan
seperti pati (starch) (Martunis, 2012).

Bayam termasuk sayuran yang sangat kaya nutrisi, dengan


kandungan rendah kalori, namun sangat tinggi vitamin, mineral dan
fitonutrien lainnya. Bayam mengandung flavonoid yang berfungsi
sebagai antioksidan, yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas.
Produksi bayam di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Pada tahun 2010 produksinya mencapai 152.334 ton dan meningkat
menjadi 160.513 ton pada tahun 2011 (Rahayu dkk., 2013).
Jagung selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk
bahan baku industri pakan ternak, maupun ekspor. Teknologi produksi
jagung sudah banyak dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengkajian
lingkup Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, namun
belum banyak diterapkan di lapangan. Penggunaan pupuk urea misalnya
ada yang sampai 600 kg/ha jauh lebih tinggi dari kisaran yang seharusnya
diberikan yaitu 350-400 kg/ha. Teknologi pasca panen yang masih
sederhana mengakibatkan kualitas jagung di tingkat petani tergolong
rendah sehingga harganya menjadi rendah. hal ini dikarenakan petani
pada umumnya menjual

jagungnya

segera

setelah

panen. Cara

pengeringan yang banyak dilakukan, yaitu pengeringan di

pohon

sampai kadar air 23-25% baru dipanen dan langsung dipipil yang
selanjutnya dijual

(Arief dan Murni, 2008).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Kompor
b. Panci
c. Pisau
d. Spatula
e. Timbangan
f. Wajan
2. Bahan
a. Air
b. Ayam
c. Bayam
d. Ikan
e. Jagung
f.

Kangkung
g. Kentang

h. Minyak goreng
i.
j.

Tempe

Tahu

3. Cara kerja
a.
Konversi Mentah Masak
Penyiapan bahan pangan

Penimbangan bahan pangan

Pencatatan berat

Pengupasan dan penimbangan kembali

Perebusan dan penggorengan bahan pangan

Penimbangan kembali dan pencatatan hasil

b.

Penyerapan Minyak

Penyiapan bahan pangan

Penimbangan bahan pangan

Pencatatan hasil penimbangan

Penggorengan bahan pangan

Penimbangan bahan pangan setelah matang

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 4.1 Hasil Konversi Mentah Masak Bahan Pangan
Berat
bersih
(g)

Berat
masak
(g)

9
Tempe
66, 10 65, 70
10 Tahu
44, 40 44, 40
11 Ikan
29, 90
29, 90
12 Ayam
79, 00
84, 80
13 Bayam
215, 20 92, 30
14 Kangkung 270, 00 75, 20
15 Kentang
124, 40 115, 30
16 Jagung
202, 50 145, 40
Sumber : Laporan sementara

48, 70
30, 00
24, 10
41, 70
117, 20
79, 40
112, 90
144, 70

Kel

Bahan
pangan

Berat
kotor
(g)

Bahan pangan
dikonversikan
MentahMasakmasak (%) mentah (%)
100, 61
73, 68
148, 00
67, 56
124, 06
80, 60
93, 16
49, 17
183, 61
54, 46
359, 04
27, 85
110, 00
90, 75
139, 95
71, 46

Tabel 4.2 Penyerapan Minyak pada Bahan Pangan


Sumber : Laporan sementara
Daftar konversi makanan mentah yang dibuat oleh Puslitbang Gizi
Bogor (1974) adalah daftar yang memuat faktor konversi untuk beberapa
Berat minyak
Berat minyak
sebelum
Penyerapan
Kel
Bahan pangan
setelah
digunakan
minyak
digunakan
(gr)
9
Tempe
100
78, 30
21, 70
10 Tahu
100
100, 60
11 Ikan
100
127, 00
12 Ayam
100
148, 60
makanan olahan. Untuk menaksir berat bahan makanan mentah dari makanan
olahan atau sebaliknya dapat digunakan Persamaan
BM = Fj x BO j
Faktor konversi berat mentah masak dari makanan J dilambangkan dengan Fj
dimana nilai dari faktor konversi ini dapat dilihat pada daftar konversi
makanan mentah. BMj melambangkan erat bahan makanan J dalam bentuk
mentah dan berat bahan makanan J dalam bentuk olahan masak
dilambangkan oleh BOj (Kautsari, 2007). Dari teori diatas dapat diketahui
bahwa konversi mentah masak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti berat
bahan sebelum dimasak dan berat bahan setelah dimasak.
Konversi mentah masak bertujuan untuk melakukan pengukuran
konsumsi pangan, seberapa besar erat bahan pangan yang dapat dikonsumsi
dari berat mentahnya. Secara normal, pemasakan juga mematikan sebagian
besar organisme penyebab peracunan makanan yang mungkin ada. Mentah
masak suatu produk dapat diketahui dengan selisih berat pangan dari berat
mentah dan berat masak pangan olahan. Mentah masak bahan pangan dapat
mempengaruhi daya simpan pangan dengan masih adanya aktifitas
mikroorganisme dalam produk olahan (Carmody and Wrangham, 2009).
Konversi mentah masak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya jenis bahan makanan, teknik pengolahan, metode memasak, dan
lemak atau kadar air makanan. Konversi mentah masak dapat digunkan untuk

berbagai macaam hal. Untuk mengkonversi makanan dimasak untuk makanan


mentah atau mentah (misal nasi, pasta, kacang-kacangan, kacang kering,
daging, ikan, unggas, sayuran), untuk mengkonversi buah-buahan dan
sayuran yang dikonsumsi dalam survei untuk buah atau sayuran dengan
bagian yang tidak dimakan (misalnya, kulit, kulit, inti, mahkota, reja, biji,
lubang, hiasan), untuk mengkonversi 100 jus% buah untuk seluruh buahbuahan masing dengan sampah (misalnya, apel, jus cranberry, jeruk, jeruk
nipis, lemon, anggur, dan nanas), untuk mengkonversi beku, jus buah 100%
berkonsentrasi untuk jus buah 100 % siap minum dan kemudian ke komoditas
buah mentah masing-masing, untuk mengkonversi buah-buahan kering untuk
buah segar dengan sampah (misalnya, apel kering, plum, kismis, kurma, buah
ara kering, dan pir kering), untuk mengkonversi kacang panggang untuk
kacang mentah, tanpa sekam, untuk mengkonversi selai kacang dan almond
mentega untuk masing-kacang mentah utuh, tanpa kulit, untuk mengkonversi
makanan kering untuk makanan segar atau mentah, sebagaimana berlaku
(misalnya, untuk mengkonversi susu kering untuk cairan susu, ikan kering
untuk ikan mentah, daging kering untuk daging mentah, sayuran kering untuk
sayuran mentah) (Bowman et al., 2011).
Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan
mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng.
Umumnya, proses ini dilakukan oleh industri pengolahan makanan, restoran,
jasa boga, penjual makanan jajanan maupun tingkat rumah tangga. Terdapat 2
(dua) cara proses menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying. Menggoreng
cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan
makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Proses menggoreng
adalah suatu proses persiapan makanan dengan cara memanaskan

bahan

makanan di dalam ketel yang berisi minyak (Sartika, 2009).


Bahan yang di masak melalui cara di goreng kebanyakan menyerap
minyak. Penyerapan minyak adalah proses terambilnya minyak ke makanan
dari hasil penggorengan atau pengolahan lain dengan menggunakan minyak.
Pada

proses

penggorengan terdapat

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi penyerapan minyak pada produk. Faktor-faktor tersebut


adalah kualitas minyak dan komponen penyusun bahan, kadar air bahan,
porositas bahan, perlakuan pra penggorengan, perlakuan khusus terhadap
permukaan produk, tegangan awal permukaan bagian dalam dan ketebalan
crust

(Moreira et al., 1997).


Boiling adalah proses memasak makanan di dalam air mendidih, atau

memasak makanan berbasis pada cairan seperti kaldu, santan atau susu yang
direbus. Ketika bahan cair dipanaskan sampai titik didih (100 oC), maka
terjadi vaporisasi (penguapan) cairan secara cepat. Merebus terjadi dalam tiga
tahap yaitu nucleate, transition dan film boiling sesuai suhu perebusan yang
bertingkat dari suhu panas yang rendah sampai ke suhu panas tinggi.
Nucleate boiling adalah karakteristik perebusan yang baru dimulai dan mulai
tampak gelembung air di permukaan (Mulyatinigsih, 2007).
Pada praktikum penetapan konversi mentah masak, bahan yang
digunakan adalah tempe, tahu, ikan, ayam, bayam, kangkung, kentang, dan
jaung. Sampel yang digunakan untuk kelompok 16 adalah jagung yang
diketahui berat kotornya sebesar 202, 5 gram. Lalu jagung di kupas kulitnya
dan dicuci bersih, kemudian ditimbang dan dihasilkan berat bersihnya sebesar
145, 40 gram. Jagung kemudian di rebus sampai matang. Setelah matang,
jagung di timbang lagi dan dihasilkan berat masaknya sebesar 144, 70 gram.
Setelah diketahui berat kotor dan berat masak, maka perhitungan konversi
mentah masak dapat dilakukan. Diketahui Konversi mentah masak dari
jagung adalah sebesar 139, 95 % dan berat masak mentahnya sebesar 71, 46
%. Hal ini berbeda dari tabel konversi mentah masak yang menunjukkan
jagung sengan perlakuan direbus adalah sebesar 40%. Hal ini tak lepas dari
berbagai macam faktor seperti jenis bahan makanan, teknik pengolahan,
metode memasak, dan lemak atau kadar air makanan (Bowman et al., 2011).
Pada praktikum penyerapan minyak, bahan yang digunakan antara lain
adalah tempe, tahu, ikan, ayam, dengan minyak goreng yang digunakan
sebanyak 100 gram. Berat minyak setelah digunakan berturut-turut adalah 78,
30 gram; 100, 60 gram; 127, 00 gram; dan 148, 60 gram. Namun disini yang

menyerap minyak hanyalah tempe yaitu sebesar 21, 7% sedangkan yang lain
tidak. Hal ini sangat berbeda dengan daftar konversi penyerapan minyak
dimana seharusnya tempe 24%; tahu sebanyak 6, 2%; ayam 16%, dan ikan
sekitar 20-23% (Puslitbang Gizi, 1974). Hal ini dipengaruhi oleh banyak
faktor diantaranya kualitas minyak dan komponen penyusun bahan, kadar air
bahan, porositas bahan, perlakuan pra penggorengan, perlakuan khusus
terhadap permukaan produk, tegangan awal permukaan bagian dalam dan
ketebalan crust (Moreira et al., 1997).
E. KESIMPULAN
Dari percobaan praktikum acara IV Penetapan Konversi Mentah Masak
dan Penyerapan Minyak yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.

Nilai konversi mentah masak berbanding terbalik dengan konversi

masak
mentah.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil konversi mentah masak dan masak
mentah adalah jenis bahan makanan, teknik pengolahan, metode memasak,
dan lemak atau kadar air makanan. Faktor yang mempengaruhi penyerapan
minyak adalah kualitas minyak dan komponen penyusun bahan, kadar air
bahan, porositas bahan, perlakuan pra penggorengan, perlakuan khusus
terhadap permukaan produk, tegangan awal permukaan bagian dalam dan
ketebalan crust.
3. Dari hasil praktikum kelompok kami didapatkan konversi mentah ke
masak jagung sebesar 139, 95% dan konversi dari masak ke mentah adalah
71, 46%.

Anda mungkin juga menyukai