LAPORAN RESMI
NPM : 19033010023
FAKULTAS TEKNIK
SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
Tempe dan tape merupakan salah satu makanan tradisional yang dihasilkan dari
proses fermentasi (peragian). Fermentasi merupakan proses terjadinya penguraian
senyawa – senyawa organk untuk menghasilkan energi, serta pada proses fermentasi
terjadi perubahan substrat menjadi produk baru oleh mikroba.
Tempe merupakan salah satu produk dari hasil fermentasi yang umumnya
berbahan baku kacang kedelai dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada
pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligosporus yang memegang peran utama. Substrat kedelai jamur berfungsi sebagai
pengikat biji kedelai dan dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan
nilai cerna tempe saat dikonsumsi.
Tape juga merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang sama – sama
dihasilkan dari proses fermentasi. Bahan baku yang dibuat pada pembuatan tape dapat
berupa singkong dan beras ketan. Akan tetapi, pada praktikum ini akan membuat tape
singkong, sehingga menggunakan singkong sebagai bahan utama pembuatan tape.
Pada pembuatan tape, mikroorganisme yang terlibat meliputi Endomycopis fibulinger
dan beberapa jamur dalam jumlah kecil, Saccharomyces dan Cabdida yang
menyebabkan tape menjadi alkoholik, serta Acetobacter aceti yang mengubah alkohol
menjadi asam asetat dan menyebabkan rasa masam pada tape yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku
kedelai yang difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada
pembuatan tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus. Fermentasi
pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh aktivitas
dari enzim lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan meningkatkan
kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan
kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol
dan fhosfat yang bebas. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak
memproduksi toksin, bahkan mampu melindungi tempe dari aflatoksin. Tempe
mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang tempe selama proses
fermentasi (Cahyadi, 2007).
Tempe yang umum dikenal masyarakat Indonesia adalah tempe dari kacang
kedelai berwarna kuning, bentuknya padat dan berwarna putih. Tempe kedelai memiliki
struktur yang kompak, padat dan tertutup oleh miselium berwarna putih. Secara umum,
tempe berwarna putih dikarenakan adanya pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji – biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Tempe memiliki
aroma yang khas dikarenakan adanya degradasi dari komponen – komponen dari
kedelai itu sendiri (Dewi dan Aziz, 2009).
Proses pembuatan tempe dapat terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hingga diperoleh hasil jadi tempe, waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan
maksimal 72 jam. Lamanya proses pembuatan tempe karena proses fermentasi.
Fermentasi akan berlangsung baik dan cepat bila dibantu dengan kondisi suhu yang
optimal, jumlah ragi yang tepat dan pH yang asam (± 4 – 5) (Lumowa, 2014). Waktu
fermentasi yang terlalu lama dapat menyebabkan warna tempe akan menjadi hitam
karena permukaannya dipenuhi spora kapang. Daya simpan tempe tidak lama, hanya
sekitar lima jam dan cepat membusuh dalam suhu ruang karena jamur tempe masih
hidup. Tempe siap dikonsumsi setelah proses fermentasi selama tiga hari. Tempe yang
sudah mulai berubah warna menjadi agak kehitaman menandakan bahwa tempe sudah
terlalu matang. Tempe tersebut sebaiknya langsung dimasak atau disimpan dalam
ruang pendingin dengan suhu dibawah 5°C, kecuali jika ingin dijadikan tempe busuk
(Sarwono, 2002).
Ciri tempe yang berhasil adalah ada lapisan putih disekitar kedelai dan pada saat
dipotong, tempe tidak akan hancur. Perlu diperhatikan agar tempe berhasil yaitu alat –
alat yang digunakan untuk membuat tempe sebaiknya dijaga kebesihannya, menjaga
kebersihan pada saat membuat tempe sangat perlu diperhatikan karena fermentasi
tempe hanya terjadi pada lingkungan yang higienis. Gangguan pada pembuatan tempe
diantaranya adalah tempe tetap basah, kapang tumbuh kurang baik, tempe berbau
busuk, adanya bercak hitam di permukaan tempe, dan kapang hanya tumbuh baik
disalah satu tempat (Hidayat, 2006).
Tapai merupakan hasil dari proses fermentasi dari bahan – bahan yang
mengandung karbohidrat seperti beras ketan dan ubi kayu. Dalam proses fermentasi
yang melibatkan aktifitas mikroorganisme ini terjadi proses pengubahan karbohidrat
menjadi etanol, sehingga bahan makanan hasil fermentasi menjadi lebih enak rasanya
(Sutanto, 2006). Tapai mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan
aroma semerbak yang khas. Tesktur lunak dan berair serta menghasilkan cairan yang
merupakan efek dari fermentasi. Tetapi terkadang pada sejenis tapai tertentu timbul rasa
asam agak menyengat. Hal ini biasanya disebabkan oleh perlakuan selama proses
pembuatan yang kurang teliti, misalnya penambahan ragi yang terlampau banyak,
penutupan yang kurang sempurna selama proses fermentasi yang terlalu lama
(Santosa, 2010).
1. Molekul - molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula – gula sederhana
yang disebut dengan proses hidrolisis enzimatik.
2. Gula – gula yang terbentuk diubah menjadi asam-asam organik dan alkohol.
3. Asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk citarasa tape. (Hidayat,
2006)
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses fermentasi tape yaitu sebagai berikut :
a. pH
b. Suhu
Suhu optimal pada proses fermentasi yaitu pada suhu kamar 25 - 30°C. Suhu
berpengaruh terhadap mikroba yang berperan pada proses fermentasi.
c. Oksigen
d. Substrat
(Desrosier, 1987)
Pada proses pembuatan tapai, khamir dan kapang merupakan mikroba yang
mengubah karbohidrat yang terkandung dalam bahan menjadi gula. Peranan ragi dalam
pembuatan tapai adalah mengubah gula menjadi alkohol. Rasa manis pada tapai
dipengaruhi oleh kadar gula yang ada dalam tapai tersebut. Dalam proses pembuatan
tape, terkadang sering dijumpai adanya tapai yang berasa masam. Hal ini disebabkan
oleh adanya kontaminasi sejenis bakteri karena proses pembuatan tapai yang kurang
teliti, misalnya penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan bahan pada saat
fermentasi berlangsung, serta waktu fermentasi yang terlalu lama (Rukamana, 2001).
BAB III
METODOLOGI
• Alat
1. Panci
2. Pisau
3. Wadah Baskom
• Bahan
1. Kedelai 0,5 ons
2. Starter Tempe ( R.oryzae )
3. Plastik
4. Ubi Kayu ¼ kg
5. Starter Tape
6. Daun Pisang
➢ Fermentasi Tempe
➢ Fermentasi Tape
Tempe merupakan salah satu makanan yang berbahan baku kedelai yang
dihasilkan dari proses fermentasi dengan adanya aktivitas kapang Rhizopus
oligosporus. Tempe mengandung senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh Rhizopus
oligosporus dan kapang tersebut tidak mengandung toksin melainkan dapat mencegah
cemaran aflatoksin. Hal ini sesuai dengan (Cahyadi, 2007) yang menyatakan tempe
adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku kedelai yang
difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada pembuatan tempe
terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus. Jenis kapang yang terlibat dalam
fermentasi tempe tidak memproduksi toksin, bahkan mampu melindungi tempe dari
aflatoksin. Tempe mengandung senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang tempe
selama proses fermentasi.
Waktu penginkubasian yang digunakan pada praktikum kali ini sesuai dengan
literatur (Sarwono, 2002) yang menyatakan bahwa proses pembuatan tempe dapat
terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga diperoleh hasil jadi tempe,
waktu yang dibutuhkan yaitu minimal 24 jam dan maksimal 72 jam. Menurut (Darajat,
2014) waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas suatu produk yang
meliputi kenampakan, aroma, serta nutrisi yang dihasilkan.
Praktikum yang kedua dilakukan pembuatan tape. Tape atau tapai merupakan
suatu makanan yang berbahan baku mengandung karbohidrat yang dihasilkan dari
proses fermentasi dengan adanya bantuan aktivitas mikroorganisme. Definisi tersebut
sesuai dengan literatur (Sutanto, 2006) yang menyatakan bahwa Tapai merupakan hasil
dari proses fermentasi dari bahan – bahan yang mengandung karbohidrat seperti beras
ketan dan ubi kayu. Dalam proses fermentasi yang melibatkan aktifitas mikroorganisme.
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan tape adalah pengupasan singkong,
kemudian dicuci hingga bersih dan dilakukan penimbangan sebanyak 250 gram. Setelah
dilakukan penimbangan, singkon dikukus selama 30 menit dan kemudian dilakukan
pendinginan serta jika sudah dingin dilakukan pengkuruan pH awal. Selanjutnya,
dilakukan peragian dan penutupan secara rapat dengan menggunakan daun pisang.
Menurut (Gandjar, 2003), ragi yang digunakan harus mengandung banyak
mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan pada proses pembuatan tape terdiri
jenis khamir dan kapang yang berperan untuk mengubah karbohidrat menjadi gula pada
singkong, yang kemudian gula tersebut akan diubah menjadi alkohol. Mikroorganisme
jenis kapang meliputi Aspergillus oryzae, Rhizopus oryzae, Amylomyces rouxii, atau
Mucor spp. Sedangkan mikroorganisme jenis khamir meliputi Saccharomyces
cerevisiae, Saccharomyces fibulger, Endomycopsis burtonii dan yang lainnya bersama
dengan bakteri. Hal tersebut juga sesuai dengan (Rukamana, 2001) yang menyatakan
bahwa pada proses pembuatan tapai, khamir dan kapang merupakan mikroba yang
mengubah karbohidrat yang terkandung dalam bahan menjadi gula. Peranan ragi dalam
pembuatan tapai adalah mengubah gula menjadi alkohol. Setelah itu, dilakukan
penginkubasian selama 2 – 3 hari pada suhu ruang. Suhu merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh pada proses fermentasi tape. Hal ini sesuai dengan (Desrosier, 1987)
yang menyatakan bahwa suhu optimal fermentasi tape yaitu pada suhu kamar.
Dari hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh tiap – tiap kelompok
diperoleh hasil yang hampir semuanya sama. Kelompok A, B, C, D, dan E hasil
pengukuran pH awal 6 dan pH akhir 5. Hal ini sesuai dengan (Desrosier, 1987) yang
menyatakan bahwa khamir pada ragi tape dapat hidup pada pH asam yaitu antara 2 –
5 dan sesuai dengan (Astawan dan Mita, 1991) yang menyatakan jika Saccharomyces
cerevisiae tahan terhadap pH 4 – 5. Tekstur yang dihasilkan lunak tetapi yang
membedakan pada kelompok B dan D dihasilkan dengan agak berair. Menurut (Santosa,
2010), berair tersebut dikarenakan efek dari fermentasi. Aroma dan rasa yang dihasilkan
dari semua kelompok sama yaitu khas tape dan rasa yang dihasilkan manis sedikit
asam. Hal ini sesuai dengan (Santosa, 2010) yang menyatakan tapai mempunyai rasa
sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan aroma semerbak yang khas. Rasa manis
dihasilkan dari adanya proses hidrolisis enzimatik oleh kapang yang memecah pati
menjadi dekstrin dan gula sederhana yang terdiri dari monosakarida dan disakarida. Hal
tersebut sesuai dengan (Sopandi dan Wardah, 2014) yang menyatakan bahwa
mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasikan enzim – enzim amilolitik yang
akan memecah amilum pada bahan dasar menjadi gula – gula yang lebih sederhana
(disakarida dan monosakarida) dan sesuai dengan (Hidayat, 2006) yang menyatakan
molekul - molekul pati akan dipecah menjadi 10 dekstrin dan gula – gula sederhana yang
disebut dengan proses hidrolisis enzimatik.
Sedangkan rasa asam yang dihasilkan tersebut menurut (Santosa, 2010) dan
(Rukamana, 2001) dikarenakan pada saat proses pembuatan tape kurang steril atau
teliti sehingga terjadi kontaminasi oleh bakteri lainnya. Selain itu, rasa asam yang
dihasilkan juga dapat dikarenakan pemberian ragi yang terlalu banyak dan penutupan
yang kurang rapat serta waktu fermentasi yang terlalu lama. Adanya sedikit rasa alkohol
pada tape yang dihasilkan disebabkan mikroorganisme kelompok khamir yang dapat
mengubah gula – gula sederhana menjadi asam – asam organik dan alkohol, asam
organik akan bereaksi dengan alkohol yang menghasilkan citarasa khas tape. Selain itu,
juga dapat dikarenakan proses fermentasi yang lama. Hal ini sesuai dengan (Sopandi
dan Wardah, 2014) yang menyatakan khamir akan mengubah sebagian gula – gula
sederhana tersebut menjadi alkohol yang menyebabkan aroma alkohol pada tape.
Semakin lama proses fermentasi, maka semakin kuat hasil alkoholnya dan sesuai
dengan (Hidayat, 2006) yang menyatakan gula – gula yang terbentuk oleh kapang akan
diubah menjadi asam-asam organik dan alkohol. Asam organik akan bereaksi dengan
alkohol membentuk citarasa tape. Warna yang dihasilkan oleh seluruh kelompok rata –
rata berwarna putih kekuningan, kecuali pada kelompok A menghasilkan warna kuning
kecoklatan. Akan tetapi, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap rasa, pH, dan tekstur
yang dihasilkan oleh tape. Sehingga dari hasil percobaan pembuatan tape yang telah
dilakukan oleh seluruh kelompok dapat dikatakan berhasil.
6. 1 Kesimpulan
1. Tempe merupakan salah satu makanan yang berbahan baku kedelai yang
dihasilkan dari proses fermentasi dengan adanya aktivitas kapang Rhizopus
oligosporus. Sedangkan tape merupakan suatu makanan yang berbahan baku
mengandung karbohidrat yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan adanya
bantuan aktivitas mikroorganisme kelompok kapang dan khamir.
2. Hal yang harus diperhatikan pada proses pembungkusan pembuatan tempe
yaitu kebutuhan oksigen dan suhu yang menentukan keberhasilan proses
fermentasi. Oleh karena itu, dilakukan pelubangan agar oksigen dapat masuk,
mengingat kapang Rhizopus oligosporus membutuhkan banyak oksigen untuk
pertumbuhannya. Serta suhu optimum untuk fermentasi tempe yaitu pada suhu
kamar.
3. Warna putih dan tekstur padat pada tempe yang dihasilkan dikarenakan adanya
pertumbuhan misellium kapang yang dapat merekatkan biji – biji kedelai,
sehingga membentuk tekstur yang memadat. Aroma yang dihasilkan oleh tempe
dikarenakan adanya degradasi oleh komponen – komponen kedelai.
4. Suhu optimal fermentasi tape yaitu pada suhu kamar dan khamir dapat tahan
pada pH 5. Tekstur lunak dan agak berair merupakan efek dari proses
fermentasi.
5. Rasa manis dihasilkan dari adanya proses hidrolisis enzimatik oleh kapang yang
memecah pati menjadi dekstrin dan gula sederhana yang terdiri dari
monosakarida dan disakarida. Sedangkan rasa asam dihasilkan karena proses
pembuatan tape yang kurang steril sehingga terjadi kontaminasi oleh bakteri
lainnya, pemberian ragi yang terlalu banyak, penutupan yang kurang rapat, dan
waktu fermentasi yang terlalu lama.
6. Adanya sedikit rasa alkohol pada tape disebabkan oleh mikroorganisme
kelompok khamir yang dapat mengubah gula – gula sederhana menjadi asam –
asam organik dan alkohol, asam organik tersebut bereaksi dengan alkohol yang
menghasilkan citarasa khas tape. Selain itu, juga dapat dikarenakan proses
fermentasi yang lama.
6.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan pada praktikum kali ini, kebersihan alat dan
sekitar harus tetap terjaga guna menghindari terjadinya kontaminasi pada saat proses
pembuatan tape. Praktikan harus dapat lebih memperhatikan faktor – faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi seperti pH, kebutuhan oksigen, suhu, waktu
fermentasi, dan lain sebagainya, sehingga dengan hal tersebut kegagalan dalam proses
fermentasi dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna.
Bogor: Akademika Presssiado.
Darajat, D. P., Susanto, W. H., & Purwantiningrum, I. 2014. Pengaruh Umur Fermentasi
Tempe Dan Proposi Dekstrin Terhadap Kualitas Susu Tempe Bubuk. Jurnal
Pangan dan Angroindustri 2 (1): 47 – 53.
Dewi, Ratna Stia dan Saefuddin Aziz. 2011. Isolasi Rhizopus Oligosporus Pada Beberapa
Inokulum Tempe di Kabupaten Banyumas. Jurnal Molekul 6 (2): 93 – 104.
Gandjar I. 2003. Tapai from Cassava and Sereals. Di dalam: First International
Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous Fermented
Foods for Technology Development and Food Safety: Bangkok, hal 1–10.
Hayati, S. 2009. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Tempe Biji Nangka. Medan: USU
Press.
Haryani, Dessy. 2016. Pertumbuhan Kapang Tempe pada Fermentasi Bergaram (Growth
of Tempe Moulds in Salt Tempe Fermentation). (Skripsi). Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana.
Kusharyanto dan A. Budianto. 1995. Upaya Produk Tempe Dalam Industri Pangan.
Yogyakarta: Simposium Nasional Pengembangan Tempe Dalam Industri Pangan
Modern. Puslitbang Gizi.
Putri, Yenny N. 2007. Mempelajari Pengaruh Penyimpanan Tape Ketan (Oryza Sativa
glutinosa) terhadap Daya Terima Konsumen. (Skripsi). Bogor: Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Rukamana, R., Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Yogyakarta: Kanisius.
Santosa, A. 2010. Karakteristik Tape Buah Sukun Hasil Fermentasi Penggunaan
Konsentrasi Ragi Yang Berbeda. Klaten: Jurusan Teknologi Pertanian Universitas
Widya Dharma.
Sopandi, T., dan Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan (Teori dan Praktik). Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Sutanto, T. D. 2006. Studi Kandungan Etanol Dalam Tape Hasil Fermentasi Beras Ketan
Hitam dan Putih. Universitas Bengkulu: Jurusan Kimia FMIPA.
LAMPIRAN
• Pembuatan tape
• Pembuatan tempe