Anda di halaman 1dari 17

FERMENTASI TEMPE

Bioteknologi Pangan

Oleh :

Kelompok I

Muhammad Iqbal (G032222003)


Muhammad Fakhrizqy Sofyan (G032222009)

JURUSAN Ilmu Teknologi Pangan


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan limpahan Rahmat, Taufiq, serta Hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan keharibaan junjungan kita Nabi agung Muhammad
SAW, beserta kerabat, sahabat dan seluruh pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.


Mulyono, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Sains Dasar Kimia yang
telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi dalam menyelesaikan
makalah ini dan tak lupa pula kepada teman-teman yang telah membantu
penyusun dalam menyelesaikan makalah ini.

Adapun isi yang terkandung dalam makalah ini adalah mengenai


Fermentasi Tempe. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya, dan penulis pada khususnya. Tak ada gading yang tak retak. Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terima
kasih.

Makassar, 03 April 2023

Tim Penyusun

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ………………………………………………………1
I.2. Tujuan………………………………………………………………...2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Fermentasi ……………………………………………... 3
2.2 Mikroorganisme Pada Fermentasi………………………………… 3
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe ………. 4
2.4 Mikroba Pada Laru (Ragi)………………………………………… 5
2.5 Proses Fermentasi………………………………………………….. 6

BAB III. PEMBAHASAN


3.1 Cara Pembuatan Tempe………………………………………….. 7
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe………………. 8
3.3 Ragi Tempe………………………………………………………… 9
3.4 Proses Terjadinya Fermentasi……………………………………. 10

BAB IV. SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I ii
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh


masyarakat Indonesia.Tempe adalah salah satu contoh produk
fermentasi.Jamur yang digunakan dalam fermentasi umumnya adalah
Rhizopus sp. Jamur ini menghasilkan enzim-enzim yang mampu
merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa lebih sederhana
sehingga dapat dengan mudah dicerna oleh tubuh. Tempe dapat dibuat
dari berbagai macam bahan, tetapi yang paling sering digunakan sebagai
bahan utama tempe adalah biji kedelai. Melalui fermentasi, bahan ini
akan diubah menjadi sebuah padatan berwana putih. Untuk fermentasi
sendiri jenis jamur yang paling sering digunakan adalah Rhizopus
oryzae.Jamur ini mampu menghasilkan asam laktat dan aman dikonsumsi
karena tidak menghasilkan toksin. Selain itu, Rhizopus oryzae mampu
merombak lemak menjadi trigliserida dan adam amino, serta mampu
menghasilkan protease. Pertumbuhan yang baik untuk Rhizopus sp
adalah habitat yang memiliki kisaran pH 3,4-6.

Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal


dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil).Arti kata dari
Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan
bergelembung atau mendidih.Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas
ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian.Gelembung-gelembung
karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap
kandungan gula.

Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan


mikrobiologi industri.Arti fermentasi pada bidang biokimia
dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa
organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti
yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan
produk dari pembiakan mikroorganisme.
Pada pembuatan tempe terdapat jamur Rhizopus sp yang mengalami
fermentasi. Fermentasi adalah proses produksi energy dalam sel dalam
keadaan anaerobic (sedikit/tanpa oksigen). Semakin lama waktu
fermentasi, pH tempe semakin meningkat dapat mencapai kisaran 8,4,
sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk
pertumbuhan jamur.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah fermentasi tempe adalah


sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan tempe melalui fermentasi.
2. Untuk mengetahui bahan dan produk yang dihasilkan dari proses
fermentasi tempe.

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fermentasi


Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies
mikroba seperti bakteri, khamir dan kapang.  Mikroba yang melakukan
fermentasi dengan memberikan hasil yang dikehendaki dapat dibedakan
dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab
kerusakan.  Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang
dikehendaki, misalnya bakteri akan menghasilkan asam laktat, khamir
menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan tempe (Muchtadi, 1989).

Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang


dihasilkan di laboratorium.  Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan
kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat
untuk membuat keju.  Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk
fermentasi sebagai laru (starter).  Misalnya pada pembuatan tempe atau
oncom digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi (Winarno,
dkk, 1980).

2.2 Mikroorganisme pada Fermentasi

Jenis kapang digunakan dalam khususnya bagi beberapa jenis kayu dan
fermentasi bahan pangan khususnya di Asia, seperti kecap, miso, tempe dan
lain-lainnya.  Jenis kapang yang banyak memegang peranan penting dalam
fermentasi bahan makanan tersebut
adalahAspergillus, Rhizopus dan Penicillium (Setiadi, 2002).

Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di


Indonesia, terbuat dari kedelai.  Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut
: kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 25 0C esok paginya
kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang.  Kedelai lalu dimasak selama 30
menit.  Sesudah itu didinginkan, diinokulasikan dengan sporaRhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan
diinkubasikan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam.  Dalam waktu itu kedelai
terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur.  Sekarang tempe siap
untuk dikosumsi.  Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong,
direndam sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak
nabati.  Hasilnya adalah tempe yang berwarna coklat dan kering.  Dapat
juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah atau dengan
kecap (Wirakartakusumah, dkk, 1992). 

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah


sebagai berikut:
1.    Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu
cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga
dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu
apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka
sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang
yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2.    Uap air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk
pertumbuhannya.
3.   Suhu
Kapangtempedapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik,
yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC).Oleh karena itu, maka
pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu
diperhatikan.
4.    Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang
keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru4
yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatantempetidak
mengalami kegagalan.Untuk membuat tempedibutuhkan inokulum atau
laru tempeatau ragi tempe. Laru tempedapat dijumpai dalam berbagai
bentuk misalnya bentuk tepung atau yang menempel pada daun waru dan
dikenal dengan nama Usar. Laru dalam bentuk tepung dibuat dengan
caramenumbuhkan spora kapang pada bahan, dikeringkan dan kemudian
ditumbuk. Bahan yang akan digunakan untuk sporulasi dapat bermacam-
macam seperti tepung terigu, beras, jagung, atau umbi-umbian.

Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau larutempedapat


dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan
inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan
banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut.

2.4 Mikroba Pada Laru (Ragi)

Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus
oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni
campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur
murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang
berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya  adalah:
Bacillus sp.,Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa
genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp
padatempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan.

Pada tempeyang berbeda aslnya sering dijumpai adanya kapang yang


berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat
pada tempeMalangadalah R. oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor
rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R.
stolonifersedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya
kapang Mucor javanicus.,Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp.
Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya,
5
hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan.
Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer.Sedangkan enzim
amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa
oleh R. arrhizus.

2.5 Proses Fermentasi


Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik
kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari
nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH
untuktempeyang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah
difermentasi menjaditempeakan lebih mudah dicerna. Selama proses
fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi
bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau
langu dari kedelai juga akan hilang.

Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi


pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan
pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan
mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi
akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Kuswanto 1987).

Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempeadalah


berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan
tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Fermentasi, asam
amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan
mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam (Murata et al.,
1967). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama
fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin
(Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
BAB III
6
PEMBAHASAN

Di Indonesia tempe kedelai merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi


yang sangat digemari, karena memiliki cita rasa yang khas dan relatif murah
harganya. Tempe juga sudah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia sebagai
makanan bergizi tinggi.  Tempe juga termasuk makanan favorit masyarakat
Indonesia dengan peminat yang banyak.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba
jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi
kedelai oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi
lebih lunak, terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih
sederhana, sehingga dpat dicerna tubuh lebih baik dibandingkan produk pangan
dari kedelai yang tidak melalui proses fermentasi.Tempe terbuat dari kedelai
dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan mengubah protein kompleks
kacang kedelai yang susah dicerna menjadi protein sederhana yang mudah
dicerna karena adanya perubahan-perubahan kimia pada protein, lemak, dan
karbohidrat.

3.1 Cara Pembuatan Tempe

Pembuatan tempe dapat dilakukan dengan berbagai cara dan diantaranya


adalah sebagai berikut:

1. Cara Sederhana (Tradisional)


Cara sederhana adalah cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh
para pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan pemilih
kedelai yang baik dan bersih lalu dicuci sampai bersih, kemudian direbus
dengan waktu perebusannya berbeda-beda tergantung dari banyaknya
kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit.
Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam.Setelah
perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk
tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60
menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan
oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan
diberi laru tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan didiamkan
selama 36-48 jam.

2. Cara Baru
Pada prinsipnya cara pembuatan tempe dengan cara baru sama dengan
cara yang lama atau tradisional hanya perbedaannya adalah terletak pada
tahap pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara lama (tradisional)
kedelai direbus dan direndam bersama kulitnya atau masih utuh
sedangkan pada cara yang baru sebelumnya kedelai telah dikupas
kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan alat pengupasan kedelai.
Tahap-tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional.

Tempe yang dibuat dengan cara baru warnanya (warna kedelai) lebih pucat
bila dibandingkan dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena pada cara
baru kedelai direbus dan direndam dalam keadaan sudah terkupas kulitnya
sehingga ada zat-zat yang larut.

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah


sebagai berikut:
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur pada tempe. Aliran udara
yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat
sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan jamur. Oleh
karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan
pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang
dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air.
8
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan jamur. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis jamur mempunyai aktivitas air optimum
untuk pertumbuhannya.
3. Suhu.
Jamur tempe dapat digolongkan ke dalam mikroba yang bersifat mesofilik,
yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27°C). Oleh karena itu, maka
pada waktu didiamkan, suhu ruangan tempat temepe didiamkan perlu
diperhatikan.
4. Keaktifan Ragi.
Ragi yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang
keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan ragi
yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak
mengalami kegagalan.

3.3 Ragi Tempe

Ragi tempe dapat dijumpai dalam berbagai bentuk misalnya bentuk tepung
atau yang menempel pada daun waru dan dikenal dengan namaUsar. Ragi
dalam bentuk tepung dibuat dengan cara menumbuhkan spora kapang pada
bahan, dikeringkan dan kemudian ditumbuk. Bahan yang akan digunakan
untuk sporulasi dapat bermacam-macam seperti tepung terigu, beras,
jagung, atau umbi-umbian.

Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, ragi dapat dibedakan atas: ragi


murni tunggal, ragi campuran, dan ragi murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan
berperan dalam ragi tersebut.

Mikroba yang sering dijumpai pada ragitempe adalah jamur jenis Rhizopus9
oligosporus, atau jamur dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada ragi murni
campuran selain jamur Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur
murni Klebsiella.
Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam
proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp.,
Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang
memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe
merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan.
Masing-masing varietas dari jamurRhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal
ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang
dihasilkan.Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R.
stolonifer.Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. Oligosporus dan R.
oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus.

3.4 Proses Terjadinya Fermentasi

Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik


maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik
jamurakan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari
nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH
untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah
difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses
fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh jamur menjadi
bagian-bagian yang lebih mudah larut dan mudah dicerna.

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan


anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas
yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang10


digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6)
yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan
menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi,
dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia: C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi


yang dilepaskan :118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai : Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol


(etanol) + Karbon dioksida + Energi(ATP).
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang
terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian
dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur
terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
3.5 Proses Metabolisme Jamur Rhizopus oligosporus pada Tempe
Kapang yang dikaji dalam fermentasi ini yaitu Rhizopus oligosporus.
Rhizopus oligosporus sering dimanfaatkan karena menghasilkan enzim fitase
yang 5 terdapat pada tanaman dan membantu pemecahan fitat pada komponen
tumbuhan terutama pada kacang-kacangan dan gandum. Pemanfaatan kapang
Rhizopus oligosporus yang sudah umum di masyarakat yaitu dalam pembuatan
tempe. Rhizopus oligosporus menghasilkan protease yang mampu menguraikan
protein kedelai menjadi asam amino selama fermentasi. Kapang tempe pada
umumnya tumbuh dalam suasana asam dan membutuhkan oksigen yang cukup
(Dwi, 2013).
Salah satu jenis jamur yang sering dijumpai dalam ragi tempe adalah
Rhizopus oligosporus. Jamur ini dapat digunakan sebagai kultur tunggal dalam
laru. Jenis jamur lainnya seperti Rhizopus oryzae, R. stolonifer dan R. arrhizus
juga sering ditemui pada kultur campuran ragi tempe (Iskandar, 2002). R.
oligosporus dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang
kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah
fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro
sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh
(Jennessen et al., 2008). R. oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35
°C, dengan suhu minimum 12 °C, dan suhu maksimum 42 °C. Pertumbuhan R.
oligosporus mempunyai ciri-ciri koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm
atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau
agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 µm dan diameter 10-18 µm.
Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan
diameter 100-180 µm. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak
berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia.
Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 µm atau 12-
45 µm x 7-35 µm (Madigan dan Martinko, 2006).
BAB IV 11
SIMPULAN

Adapun simpulan yang dapat ditarik dari makalah tentang tempe ini adalah
sebagai berikut :

1. Tempe adalah salah satu makanan yang banyak digemari oleh


masyarakat Indonesia karena dikenal dengan makanan yang bergizi
tinggi dan harganya terjangkau,
2. Kita dapat mengetahui cara pembuaran tempe cara lama ( tradisional )
dengan kacang kedelai yang belum di kupas saat dimasak atau direbus
dan cara yang baru dengan kedelai yang sudah di kupas saat dimasak
atau direbus,
3. Hasil dari cara yang berbeda tersebut adalah warna kacang kedelainya
yaitu pada cara lama lebih terlihat kuning di banding kacang kedelai
yang di masak dengan cara baru terlihat pucar karena ada zat-zat yang
terlarut,
4. Proses fermentasi dengan menghasilkan reaksi
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Dengan penjabaran :
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon
dioksida + Energi(ATP).
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D., & F. T. Wolf. (1970). Microbiological studies of Indonesian


fermented food stuffs.Mycopathol. Mycol. Appl., 41: 211—222.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murata, et al. 1967. Studies on The Nutritional Value Of Tempeh. In J.Food Sci,
32:580.

Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika


Pembangunan UNPAD. Bandung.

Shurtleff, W., and Aoyagi, A. 1979. The Book Of Tempeh. ProfesionalEdition. Harper
and Row. Publishing New York Hagerstown. San Francisco, London.

Sudarmadji, S. dan Kuswanto, K.R. 1987. Proses-proses Mikrobiologi Pangan. PAU


Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardia z., 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU
Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai