LAPORAN LENGKAP
FARIDA
LAPORAN LENGKAP
Oleh:
FARIDA
E 281 19 172
Nama : Farida
Kelas : AGRONOMI 2
Menyetujui,
Disahkan oleh,
Dosen Penanggung Jawab
Matakuliah Pertanian Organik
iii
RINGKASAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan ini dengan judul “ Perbandingan Pembuatan Kompos Dari Sampah Daun
Kering dan Daun Basah di Kebun Akademik Fakultas Pertanian”. Laporan ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Pertanian
Organik.
Selama pelaksanaan praktikum ini penulis banyak mendapatkan arahan,
bimbingan, saran serta dorongan dari berbagai pihak sehingga pelaksanaan
praktikum dan penulisan laporan ini dapat terselesaikan dengan baik dan benar.
Oleh karenanya, dengan kerendahan hati penyusun ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Sc. Agr. Ir. Henry N. Barus, M.Sc., selaku dosen penanggung
jawab praktikum mata kuliah pertanian organik.
2. Samsu, S.P., selaku koordinator asisten araktikum mata kuliah pertanian
organik.
3. Muhammad Iqbal., selaku asisten penanggung jawab praktikum mata
kuliah pertanian rganik.
Akhir kata, Alhamdulillahi Rabbil Alamin semoga Allah SWT
Memberikan imbalan yang setimpal atas kebaikan dan jasa-jasa mereka, serta
penulis ini mendapatkan ridho-Nya dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
RINGKASAN ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
I. PENDAHLUAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIODATA PENYUSUN
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
5. Proses Pembalikan Atau Pengadukan Sampah Daun Kering dan Basah ..... 26
viii
I. PENDAHULUAN
panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan
"Organik" adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah
diproduksi sesuai dengan standar produksi organik dan disertifikasi oleh otoritas
Kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis
meningkatnya permintaan produk organik. Pola hidup sehat ini telah melembaga
yang sehat dan bergizi tinggi ini dapat diproduksi dengan metode pertanian
sälah satu bentuk hubungan yang mendasar karena dengan aktivitas pertanian
produk organik mulai dari makanan organik, seperti sayur organik, beras organik,
dan buah buahan organik. Pertanian organik dapat diartikan sebagai praktek
bertani tanpa menggunakan input dari luar lahan dan hanya menggantungkan
semua pada alam dengan cara mengembalikan semua sisa-sisa tanaman ke tanah
Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau
alami. Lebih rincinya pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi
makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik
daripada kadar haranya. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain
pupuk kandang, kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano. Berdasarkan
bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan
pupuk organik cair. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau,
pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan
sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian,
pupuk anorganik karena pupuk organik mengandung unsur mikro yang lebih
2
lengkap, pupuk organik mampu berperan memobilisasi atau menjembatani hara
yang sudah ada di tanah sehingga mampu membentuk partikel ion yang mudah
diserap oleh akar tanaman., pupuk organik berperan dalam pelepasan hara tanah
secara perlahan dan kontinu sehingga dapat membantu dan mencegah terjadinya
ledakan suplai hara yang dapat membuat tanaman menjadi keracunan, pupuk
meningkatkan struktur tanah dalam arti komposisi partikel yang berada dalam
tanah lebih stabil dan cenderung, pupuk organik sangat membantu mencegah
terjadinya erosi lapisan atas tanah yang merupakan lapisan mengandung banyak
hara, pupuk organik berperan positif dalam menjaga kehilangan secara luas hara
Nitrogen dan Fosfor terlarut dalam tanah, kualitas tanaman yang menggunakan
pupuk organik akan lebih bagus sehingga tanaman tidak mudah terserang penyakit
dan tanaman lebih sehat, dan untuk kesehatan manusia tanaman yang
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol (sengaja dibuat dan diatur)
tersebut jarang sekali dapat terjadi secara alami, karena di alam kemungkinan
besar terjadi kondisi kelembaban dan suhu yang tidak cocok untuk proses biologis
bokashi. Jika diartikan secara harfiah adalah proses yang khusus digunakan untuk
pembuat kompos harus tahu bahwa fermentasi untuk pembuatan bokashi adalah
atau penguraian sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitaman dan tidak berbau. Bahan organik organik ini berasal dari
tanaman maupun hewan, termasuk kotoran hewan. Namun, khusus pupuk yang
dibuat dari kotoran hewan biasa disebut pupuk kandang. Adapun humus adalah
Proses humifikasi ini dapat berlangsung hingga ratusan tahun (Jannah, 2014).
2.2 Proses Pengomposan
potongan sisa tanaman pertanian, dedak, serbuk gergaji, pupuk kandang (ayam,
sampah organik pada tumpukan dengan lebar 1,3 m, panjang 2 m dan setebal 15
cm. Kemudian, letakkan diatasnya pupuk kandang setebal 5-15 cm secara merata.
Taburkan serbuk gergaji kayu lalu ditutup dengan dedak secara tipis dan merata.
Kemudian dilarutkan cairan pembiakan bakteri EM-4 (600 mL) ke dalam air
10 liter dan diaduk. Setelah merata maka tuang pada lapisan diatas lapisan dedak
tersebut. Ulangi tahapan pemberian sisa tanaman, pupuk kandang, serbuk gergaji,
dedak dan cairan bakteri EM-4 hingga berlapis-lapis setinggi 1-1,5 meter. Tutup
tumpukan bahan kompos dengan terpal rapat-rapat. Panas akan meningkat mulai
40ºC hingga 65ºC pada tumpukan menunjukkan bahwa mikroba sedang bekerja
Setelah 7 hari maka kompos dibalik atau diaduk, bila perlu ditambahkan
kembali cairan pembiakan bakteri EM-4. Setelah merata maka ditutup kembali.
Setelah 2-4 minggu kompos bisa digunakan. Kompos yang matang umumnya
berumur 2-3 bulan, dengan ciri berwarna hitam kecoklatan, remah atau gembur
5
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang
terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air
pengomposan yaitu C/N bahan baku, jenis dan ukuran bahan baku, aerasi,
kelembaban, suhu, mikroorganisme dan aktivator. Ukuran bahan baku dan kadar
kadar air dan ukuran bahan baku optimum diperlukan untuk mengetahui kondisi
Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai
sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio C/N
di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen
untuk sintesis protein. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan organik
perlu dicacah hingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga
6
berukuran 0,5 - 1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang
agak besar, sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu
kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik karena
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan
kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan
2.3.5 Kelembaban
- 60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara
optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan
Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu
7
dapur untuk menaikkan pH. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan
aktivator. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran antara lain Orga Dec,
Stardec, EM4, dan Fix–Up Plus. Semua aktivator tersebut sudah dikemas dalam
berbagai ukuran yang siap dipasarkan dalam proses pengomposan ternyata juga dapat
melibatkan hewan lain (organisme makro), seperti cacing tanah yang bekerja sama
dengan mikroba dalam proses penguraian. Dalam hal ini, cacing memakan bahan
organik yang tidak terurai, mencampur bahan organik, dan membuat rongga-rongga
ada dua jenis yang dominan, yaitu bakteri dan jamur. Jenis-jenis bakteri penting
asalnya ada 2 yaitu Autokton adalah bakteri asli, contoh Arthrobacter dan
Bacillus. Jumlah bakteri autotroph seragam dan tetap karena berasal dari bahan
organik tanah asalnya, jika ada bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah
maka bakteri Zimogar akan meningkat namun akan menurun kembali jika bahan
8
Bakteri berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen (O2), Anaerobik yaitu
bakteri yang berkembang biak tanpa O2, Aerobik yaitu bakteri yang berkembang
biak dengan O2, dan Anaerobik Fakultatif, yaitu bakteri yang mampu berkembang
biak tanpa atau dengan O2. Bakteri yang dikelompokkan berdasarkan suhu, yaitu
Psikrofil bakteri yang optimal berkembang di suhu < 20ºC, Mesofil bakteri yang
bakteri tergantung pada makanan yang tersedia, dan Fotoautotrof, bakteri yang
kelembaban terlalu tinggi. Bahan organik tanaman yang digunakan untuk kompos
Nitrogen (N) tinggi dan Karbon (C) tinggi, contohnya pupuk kandang, daun
yang gugur, jerami, serbuk gergaji, bagian tanaman yang tua (TKS = Tandan
Limbah bahan organik yang memiliki kandungan N tinggi dan C tinggi jika
akan dicamur dengan bahan yang memiliki N rendah dan C tinggi untuk dibuat
9
diusahakan suhu diatur pada kisaran 60 - 65ºC, maka kompos akan memiliki
proses yang sempurna (Tan, 2017). Laju pengomposan akan menurun pada suhu
diatas 70ºC, dan optimal pada suhu 40 - 50ºC (Sutedjo et al, 2016).
tidak berjalan sesuai harapan. Menurut Sutedjo (2016), suhu kompos mempunyai
pengaruh baik karena mampu menurunkan pathogen (mikroba atau gulma yang
berbahaya). Jika suhu dalam proses pengomposan hanya berkisar kurang dari
20ºC maka kompos dinyatakan gagal, sehingga perlu diulang kembali. Cek
kembali jumlah bahan kompos apakah sudah cukup banyak, kelembaban kompos
apakah tidak terlalu kering, atau penutup kompos apakah sudah cukup rapat. Jika
suhu pengomposan lebh dari 20ºC maka menunjukkan aktivitas mikroba yang
aerobik, dengan adanya udara yang dapat mempercepat proses pembusukan oleh
Windrow, merupakan metode paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan.
dibalik atau diasuk. Hal ini dapat juga menghambat bau yang timbul. Aerated
Static Pile Composting, udara disuntikkan melalui pipa statis kedalam tumpukan
10
sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhause fan.
atau tanki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau
dkomposer, inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik
organik dan memanfaatkan gas serta panas dari proses pembusukan sumber
energi. Manfaat yang dapat diambl dalam teknologi EM, pada pengolahan sampah
kota adalah berkurangnya bau busuk dan panas yang keluar dari tumpukan
sampah.
lama, biasanya menimbulkan baud an akhir yang terpenting adalah gas metana
sebagai sumber energi baru. Berikut ini jenis teknologi pengomposan anaerobic,
ditambahkan pipa-pipa atau saluran aerasi. Blower mekanik atau mesin pemompa
11
dilakukan secara mekanis menggunkan mesin pembalik. Pengomposan dengam
kondisi. Teknik ini umumnya digunakan pada produksi kompos skala besar atau
12
III . METODE PRAKTIKUM
2021 sampai tanggal 2 Desember 2021 pukul 07.30 WITA sampai dengan selesai.
Pada praktikum kali ini alat yang digunakan antara lain sekop, parang,
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain sampah daun
daun basah), kemudian potong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil. Lalu
bahan organik dimasukkan ke dalam tempat pembuatan kompos atau bak kompos
cairan pembiakan bakteri EM-4 (600 mL) ke dalam air 10 liter dan diaduk.
Setelah merata maka tuang pada lapisan tersebut. Ulangi tahapan pemberian
bahan organik, pupuk kandang, dan cairan bakteri EM-4 hingga berlapis-lapis.
Setelah 7 hari maka kompos dibalik atau diaduk. Setelah 2 - 4 minggu kompos
bisa digunakan. Kompos yang matang umumnya berumur 2 - 3 bulan, dengan ciri
berwarna hitam kecoklatan, remah atau gembur dan tidak berbau menyengat.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
dilihat pada Tabel 1. Menunjukkan bahwa suhu rata - rata 50°C, memiliki aroma
pengamatan kompos sampah daun basah dapat dilihat pada Tabel 2. Yang
menunjukkan suhu rata - rata 40°C sampai 50°C, memiliki aroma menyengat dan
kecoklatan, hijau dan hijau kecoklatan. Pada hari ke-5 pengamat menambahkan
bahan organik (daun basah) sehingga warnanya hijau kecoklatan. Dan pada hari
ke-14 pengamat juga menambahkan bahan organik (daun basah) sehingga pada
Suhu normal diawal proses fermentasi pengomposan adalah 40 - 50°C. Suhu ini
akan meningkat setelah hari ke tiga hingga mencapai 60°C dan akan menurun
seiring dengan matangnya kompos. Yang perlu diperhatikan adalah suhu setelah 2
pengomposan harus segera di turunkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
memasang pipa airasi atau dengan membolak-balik kompos. Suhu tinggi ini
bersifat merugikan karena akan merusak unsur hara yang telah dihasilkan
organik. Kondisi ini akan menjadi netral saat bahan kompos telah matang. pH
yang cenderung asam justru menguntungkan karena pada kondisi inilah akan
terbentuk unsur nitrogen yang sangat banyak. Suasana yang cenderung asam juga
bermanfaat untuk mematikan nimfa ataupun telur dari berbagai serangga dan
bahan organik dalam menghasilkan berbagai unsur hara (Astuti Herawati, 2016).
15
berdasarkan tingkat kelembabannya. Tingkat kelembaban ideal untuk
membuat bahan terlalu kering dan pematangan kompos menjadi lebih lama.
Adapun kelembaban yang terlalu tinggi atau lebih dari 60% akan membuat
berbagai bakteri non dekomposer. Bakteri ini pula yang akan aktif memproduksi
gas sehingga berakibat menimbulkan bau yang sangat menyengat pada kompos.
Suhu, pH, dan kelembaban merupakan tiga faktor yang harus selalu dipantau
kematangan yang sempurna dengan indikator yang dapat diamati meliputi warna,
Warna yang ideal adalah coklat kehitaman atau serupa dengan warna
tanah. warna yang terlalu hitam disebabkan kadar air yang terlalu tinggi selama
proses pengomposan. Sebaliknya, warna yang terlalu cerah merupakan hasil dari
menjadi salah satu indikator dari kematangan suatu kompos. Selama proses
dari bahan yang digunakan serta aktifitas mikroba yang terdapat di dalamnya.
Aroma dari kompos menyerupai humus atau tidak menyengat (Khoirul, 2012).
16
hampir 50% dari berat semula. Tekstur kompos yang baik adalah tetap lembab
mampu menurunkan pathogen (mikroba atau gulma yang berbahaya). Jika suhu
dalam proses pengomposan hanya berkisar kurang dari 20ºC maka kompos
dinyatakan gagal, sehingga perlu diulang kembali. Cek kembali jumlah bahan
kompos apakah sudah cukup banyak, kelembaban kompos apakah tidak terlalu
kering, atau penutup kompos apakah sudah cukup rapat. Jika suhu pengomposan
lebh dari 20ºC maka menunjukkan aktivitas mikroba yang cukup baik dan laju
17
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum mata kuliah Pertanian Organik yang telah dilakukan, maka
3. Pada hari ke-14 pengamat juga menambahkan bahan organik (daun basah)
sehingga pada hari ke-15 warnanya hijau. Suhu, pH, dan kelembaban
pengomposan.
sempurna dengan indikator yang dapat diamati meliputi warna, aroma, dan
tekstur.
18
5. Warna yang ideal adalah coklat kehitaman atau serupa dengan warna tanah,
6. Aroma dari kompos menyerupai humus atau tidak menyengat, dan tekstur
kompos yang baik adalah tetap lembab namun tidak menetes ketika
diperas.
5.2 Saran
sebelum praktikum dimulai praktikan terlebih dahulu memahami dan menguasai cara
kerja dari praktikum yang akan kita lakukan, agar tidak menghambat pada saat
praktikum berjalan, praktikan dan asisisten melakukan dengan serius agar praktikum
lebih teratur.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adam WA. 2014. The effect of organic mattern the bulk and the true densities of
some incluvated Podsolic Soil. J, Sci 24 :10-7.
Arief Budiharjo, Muhammad. 2017. Studi Pengomposan Sampah Kota Sebagai Salah
Satu Alternatif Pengelolaan Sampah Di TPA Dengan Menggunakan
Aktivator EM4 (Effective Microorganism). Jurnal PRESIPITASI. Vol 1, No
1, p.25-30.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2012. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-
6729- 2012. Sistem Pangan Organik. Jakarta.
Cahaya T.S., Andhika dan Nugroho, A.D., 2016. Pembuatan Kompos dengan
Mengunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu).
Semarang. Universitas Diponegoro.
IFOAM. 2018. The World of Organic Agriculture - Statistics & Emerging Trends
2018. http://www.soel.de/fachtheraaii downloads/s_74_l O.pdf.
Jannah, M. 2014. Evaluasi Kualitas Kompos dari Berbagai Kota sebagai Dasar
dalam Pembuatan SOP (Standard Operating Procedure) Pengomposan.
(Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
20
Junita Nasution, Fadma., dkk. 2019. Aplikasi Pupuk Organik Padat dan Cair Dari
Kulit Pisang Kepok Untuk Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Bransica
Junsea L.). Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol 2, No 3, p.1029-1027.
Khoirul Anas, Argo., dkk. 2012. Pengaruh Variasi Massa Umbi Ganyong (Canna
edulis) Pada Pembuatan Dan Karakterisasi Plastik Biodegradable Ramah
Lingkungan Berbahan Dasar Umbi Ganyong. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Roidah, Ida Syamsu. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan
Tanah. Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO. Vol. 1.No.1.
21
Tan, K.H. 2017. Environmental Soil Science. Marcel Dekker, INC. New York.304p.
Winarno, F.G, Ananto Kusuma S., Durono. 2014. Pertanian dan Pangan Organik,
Sistem dan Sertifikasi. M-Bio Press. Bogor. 27-36.
Yovita Hety Indriani. 2015. Membuat Kompos Secara Kilat. (Buku). Penebar
Swadaya Grup. Jakarta.
22
LAMPIRAN
23
DOKUMENTASI
Gambar 1. Sampah Daun Kering dan Basah Dimasukkan dalam Bak Kompos.
24
Gambar 4. Pelarutan Cairan EM-4.
Gambar 5. Proses Pembalikan atau Pengadukan Sampah Daun Kering dan Basah.
25
Gambar 7. Pengecekan Suhu Sampah Daun Basah.
26
Biodata Penulis
tahun 2007 dan tamat pada tahun 2013 dan pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Pasangkayu dan tamat
dan tamat pada tahun 2019, setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan ke
Universitas Tadulako melalui jalur undangan Bidik Misi dan diterima sebagai
No. Hp : 0822-5968-7766
Email : faridha0521@gmail.com
27