PEMULIAAN TANAMAN
Disusunoleh:
KelompokIVA
i
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Asisten Praktikum
Pemuliaan Tanaman
Mengetahui,
KoordinatorPraktikum
Pemuliaan Tanaman
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan laporan ini, serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak dapat kami
Penulis menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh
penulis. Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
RINGKASAN.............................................................................................. iii
DAFTAR ILUSTRASI................................................................................. xi
3.1. Materi........................................................................................... 5
3.2. Metode......................................................................................... 5
5.1. Simpulan...................................................................................... 9
5.2. Saran ......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 10
LAMPIRAN................................................................................................. 11
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 13
3.1. Materi........................................................................................... 18
3.2. Metode......................................................................................... 18
5.1. Simpulan...................................................................................... 24
5.2. Saran ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
LAMPIRAN................................................................................................. 27
3.1. Materi........................................................................................... 36
3.2. Metode......................................................................................... 36
5.1. Simpulan...................................................................................... 45
vii
5.2. Saran ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 47
3.1. Materi........................................................................................... 54
3.2. Metode......................................................................................... 54
5.1. Simpulan...................................................................................... 61
5.2. Saran ......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 62
3.1. Materi........................................................................................... 73
3.2. Metode......................................................................................... 73
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 75
5.1. Simpulan...................................................................................... 83
5.2. Saran ......................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 84
LAMPIRAN................................................................................................. 88
3.1. Materi........................................................................................... 99
3.2. Metode......................................................................................... 99
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Waktu Muncul Bunga 5 Tetua ............................................................ 39
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
1. Herbarium Bunga Bugenvil................................................................ 7
v
3. Cabai Varietas Bangkok Hijau............................................................ 21
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Dokumentasi Pembuatan Herbarium............................................... 11
12. Hasil Skoring Ciri Morfologi dan Pola Pita Isozim Ganyong di
Kekerabatan...................................................................................... 114
vii
BAB I
PENDAHULUAN
cara membuat awetan kering dan diamati dengan kaca pembesar. Bagian-bagian
yang paling utama untuk diamati adalah alat kelamin jantan dan kelamin betina
pada bunga karena berhubungan dengan pemuliaan tanaman. Putik dan benang
sari adalah organ reproduksi pada bagian bunga yang digunakan untuk
penyerbukan pada tanaman. Tipe persilangan ada dua macam yaitu penyerbukan
Penyerbukan sendiri terjadi bila benang sari dan putik berasal dari bunga
yang sama atau bunga berbeda pada tanaman yang sama. Penyerbukan silang
terjadi jika benang sari dan putik berasal dari bunga yang berbeda dari tanaman
berbeda pula. Bunga yang menyerbuk silang biasanya memiliki ukuran yang
kecil, pollen ringan dan jumlah pollen banyak. Bunga yang menyerbuk sendiri
biasanya bunga berukuran besar atau kecil dan bunga tidak menarik.
TINJAUAN PUSTAKA
Bunga bugenvil sering disebut dengan bunga kertas merupakan salah satu
tanaman hias yang memilii warna menarik, hidup di lingkungan yang kering
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophylalles
Famili : Nyctaginaceae
Genus : Baougenvillea
Proses pembungaan dipengaruhi adanya faktor genetik dan luar yang berupa
suhu, cahaya, air, pupuk, C/N rasio dan lain-lain (Wati, 2005). Bugenvil termasuk
bunga sempurna karena memiliki dua alat perkembangbiakan dalam satu bunga
yaitu putik dan benang sari (Sutoyo, 2011). Bugenvil termasuk bunga lengkap
terdiri atas tangkai, kelopak, mahkota, benang sari dan putik (Kent et al., 2007).
Bunga bugenvil juga termasuk bunga majemuk, bunga tumbuh di ketiak daun
1,5-4 cm; tenda bunga berbentuk tabung, berwarna putih, dengan panjang 1,5 –
Bunga bugenvil memiliki karakteristik yaitu bunga asli dan palsu, bunga asli
berbentuk seperti tabung kecil, bunga asli berwarna merah atau keunguan ataupun
putih yang merupakan braktea atau daun pelindung ketika bunga masih muda
(Rukmana, 2012). Bugenvil mampu menyerbuk sendiri karena terdapat putik serta
benang sari dalam satu bunga (Sutoyo, 2011). Perkembangbiakan bunga bugenvil
dapat dilkukan secara generatif menggunakan biji ataupun vegetatif dengan cara
2.2. Herbarium
mengawetkan suatu jenis tanaman dengan awetan kering sehingga dapat melihat
Herbarium ada dua macam yaitu herbarium basah dan herbarium kering.
Spesimen kering umumnya dipres dan dikeringkan serta ditempelkan pada kertas,
pada herbarium. Penggunaan alkohol dan formalin pada herbarium basah atau
Kelebihan herbarium kering yaitu dapat bertahan lama hingga ratusan tahun
karena keadaannya yang kering dan kadar airnya rendah sehingga tidak akan
(Wibobo dan Abdullah, 2007). Herbarium berfungsi sebagai bahan dasar untuk
studi flora dan vegetasi karena pada label herbarium memuat data yang
dibutuhkan untuk tujuan studi, selain itu juga berfungsi sebagai sarana dalam
3.1. Materi
bugenvil. Alat yang digunakan dalam praktikum adalah papan plastik untuk
kardus dan kertas koran untuk menjepit bunga setelah disemprot formalin agar
cepat kering dan cairan cepat terserap, tali pengikat untuk mengikat triplek agar
tidak lepas saat menjepit herbarium, perekat atau jarum jahit untuk menempelkan
bunga ke kertas hvs setelah kering, kaca pembesar untuk alat bantu pengamatan
3.2. Metode
disiapkan dan disemprot dengan formalin. Bunga diletakkan di atas koran yang
sudah disusun, triplek dibagian paling bawah kemudian kardus diatas tripleks dan
kertas koran dibagian paling atas, kemudian untuk penutup disusun kertas koran,
6
kardus dan tripleks. Bunga yang sudah dibungkus tripleks, kardus dan koran
kemudian diikat dengan tali pengikat, disimpandan ditunggu sampai kering. Tiga
hari kemudian, bunga dikeluarkan dari jepitan tripleks, kardus serta koran
kemudian diletakkan dan ditempel ke kertas hvs dengan perekat atau benang jahit
lalu ditulis nama kolektor, nama lokal dan nama latin bunga yang diawetkan,
sebagai berikut :
1
1
2 2
3 3
4 5
Keterangan :
bagian, yaotu tangkai, kelopak, makhota, benang sari dan putik. Hal tersebut
sesuai pendapat Kent et al. (2007) bagian-bagian bunga bugenvil antara lain
terdiri atas tangkai, kelopak, mahkota, benang sari dan putik. Alat
perkembangbiakannya juga lengkap dan berada dalam satu tempat, maka dari itu
bunga bugenvil disebut sebagai bunga sempurna. Menurut Sutoyo (2011) bunga
8
sempurna karena memiliki dua alat perkembangbiakan dalam satu bunga yaitu
Letak kelamin jantan dan kelamin betina dalam satu tempat menjadikan
bunga bugenville dapat melakukan penyerbukan sendiri tanpa bantuan dari luar.
Menurut Sutoyo (2011) bugenvil mampu menyerbuk sendiri karena terdapat putik
serta benang sari dalam satu bunga. Jumlah bunga banyak dan menggerombol
pada satu tangkai, maka bunga bugenvil termasuk bunga majemuk. Menurut
Lestari dan Rochmah (2012) bunga bugenvil tumbuh di ketiak daun (Flos
axillaris), berwarna merah keunguan, panjang 4-6 cm dan lebar 1,5-4 cm, tenda
oleh beberapa hal. Menurut Wati (2005) proses pembungaan dipengaruhi adanya
faktor genetik dan luar yang berupa suhu, cahaya, air, pupuk, C/N rasio dan lain-
dilkukan secara generatif menggunakan biji ataupun vegetatif dengan cara stek
dan okulasi. Ciri khas dari bunga bugenvil adalah memiliki beberapa bagian-
bagian tertentu yang indah namun tidak dimiliki oleh bunga-bunga lain. Sesuai
pendapat Rukmana (2012) bunga bugenvil memiliki karakteristik yaitu bunga asli
dan palsu, bunga asli berbentuk seperti tabung kecil, bunga asli berwarna merah
atau keunguan ataupun putih yang merupakan braktea atau daun pelindung ketika
BAB V
5.1. Simpulan
bahwa bunga bugenvil termasuk bunga lengkap terdiri dari tangkai, mahkota,
kelopak, putik, benang sari dan braktea (daun pelindung). Bunga bugenvil
termasuk dalam tipe persilangan sendiri karena benang sari dan putik berada
5.2. Saran
pencarian bunga sebaiknya bunga yang jarang ditemukan dan memiliki morfologi
DAFTAR PUSTAKA
Lestari. D dan F. A. 2012. Rochmah. Zat warna alami dari bunga bugenvil
(Bougenvillea glabra). Skripsi, Universitas Sebelas Maret.
Murni, P., Muswita, Harlis, U. Yelianti, dan W.D. Kartika. 2015. Lokakarya
pembuatan herbarium untuk pengembangan media pembelajaran biologi di
MAN cendekia Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat. 30 (2) : 1-6.
Sutoyo. 2011. Fotoperiode dan pembungaan tanaman. Jurnal Buana Sains. 11(2)
: 137-144.
Wibobo, A., dan W. Abdullah. 2007. Desain Xml sebagai mekanisme pertukaran
data dalam herbarium dalam virual. Jurnal Matematika. 10 (2) : 51-55.
11
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
12
sifat tanaman dalam tulisan verbal yang didukung dengan asal-usul, habitat, data
penyebaran, gambar, dan manfaat dari golongan tanaman yang ditujukan sebagai
penampilan fisik atau fenotipik tanaman pada suatu kondisi lingkungan, dengan
penampilan lain yang menjadi pembeda antara suatu varietas dengan varietas
lainnya.
mengidentifikasi ciri-ciri varietas satu dengan varietas yang lainnya. Fungsi dari
spesies, serta sebagai langkah dalam pengamatan dan identifikasi plasma nutfah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia sebagai sumber makanan pokok. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman
padi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza
Proses budidaya tanaman padi membutuhkan air sekitar 150 mm per bulan,
atau dengan kata lain membutuhkan curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, tumbuh
-1500 mdpl (Idhil, 2012). Inpago Unsoed 1 merupakan varietas inbrida padi gogo
yang sering ditanam dilahan kering serta tahan terhadap kekeringan dengan umur
panen ± 110 hari dengan tinggi ± 107 cm, berasal dari mentik wangi memiliki
aroma wangi (aromatik), bentuk tanaman tegak, posisi daun dan daun bendera
tegak dengan permukaan daun kasar. Anakan produktif ± 16 batang, bentuk gabah
7,2 ton per hektar, warna beras putih, pulen dengan kadar amilosa ± 18%, warna
batang, warna daun dan warna kaki tanaman hijau, lidah daun dan telinga daun
tidak berwarna. agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, rentan
14
tahan terhadap penyakit blas ras 133 (Badan Litbang Pertanian, 2013).
Morfologi tanaman padi meliputi bentuk luar organ tanaman yang dapat
adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Tanaman padi bagian luarnya terdiri atas
dua bagian yaitu generatif dan vegetatif, bagian generatif meliputi bunga, buah,
sedangkan bagian vegetatif yaitu akar, batang dan daun (Susilaningsih, 2008).
Padi Inpago Unsoed 1 termasuk golongan cere, perbedaan mendasar antara padi
bulu dengan cere adalah terlihat ada tidaknya ekor pada gabahnya, padi golongan
Morfologi bunga padi terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, paela, putik
dan benang sari. Tiap unit bunga terletak pada cabang bulir, sekumpulan bunga
padi keluar dari buku paling atas yang dinamakan malai (Suhartati, 2008). Akar
pada tanaman padi termasuk akar serabut, berfungsi untuk penunjang tanaman
untuk dapat tumbuh tegak, menyerah unsur hara. Akar tanaman padi tidak dapat
berubah sejak tumbuh (Makarim dan Suhartatik, 2009). Daun tanaman padi
tumbuh pada batang dengan susunan berselang-seling pada tiap buku. Bagian dari
daun padi meliputi helai dan pelepah daun, daun teratas disebut daun bendera
yang memiliki ukuran berbeda dengan daun yang lain. Batang tanaman padi
terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku, daun dan tunas tumbuh pada buku , ruas
Cabai adalah salah satu buah yang digunakan oleh masyarakat Indonesia
untuk dijadikan bumbu makanan. Berikut ini adalah klasifikasi tanaman cabai :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
sebesar 6.5 - 6.8, memiliki pengairan yang baik, intensitas penyinaran selama 12
jam, dan bersuhu lingkungan 24oC - 28oC (Yahwe et al., 2016). Cabai Bangkok Ijo
lingkungan. Tanaman cabai memiliki akar, batang, daun, dan bunga. Batang cabai
berdiameter kecil, bercabang atas seperti huruf Y (Ningtyas, 2013). Batang cabai
tegak mencapai ketinggian 50 - 150 cm, licin, dan terdapat banyak percabangan
sehingga relatif rimbun pada saat daun-daun tanaman masih muda (Pitojo, 2007).
16
Organ daun pada tanaman cabai memiliki warna hijau tua pada permukaan
atas dan berwarna hijau muda pada bagian bawah. Tanaman cabai memiliki daun
(Cahyono, 2007). Daun cabai terhubung dengan batang utama melalui tangkai
daun yang tumbuh di batang utama. Daun tanaman cabai tumbuh rapi pada batang
bagian atas secara spiral dan acak pada batang utama (Kahana, 2008).
berpotensi memiliki hasil sebesar 1,5 kg/tanaman.Bunga cabai muncul dari pucuk
dan ketiak daun serta merupakan bunga tunggal (Cahyono, 2007). Bunga cabai
merupakan bunga yang dapat menyerbuk dirinya sendiri. Bunga cabai memiliki
kepala sari yang berwarna putih dan kepala putik yang berwarna kuning kehijauan
1 - 1,5 cm dan lebar sekitar 0,5 cm (Sukada, 2014). Mahkota bunga berbentuk
bintang seperti corong yang berwarna putih dan memiliki jumlah benang sari lima
dengan cara identifikasi tanaman yang satu dengan tanaman yang lainnya.
anatomi dan fisiologi pada tanaman dan dapat berguna sebagai pedoman dalam
merupakan struktur pokok morfologi tumbuhan yang dapat diamati adalah akar,
batang, daun, bunga, buah, dan biji (Suweta 2013). Karakterisasi bertujuan
BAB III
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah benih padi Inpago Unsoed
1, cabai Bangkok Ijo, tanah, pupuk kandang, pupuk urea, SP-36 dan KCl. Alat
yang digunakan dalam praktikum adalah ember untuk tempat tanaman padi, pot
plastik untuk tempat tanaman cabai, penggaris untuk mengukur tinggi, lebar, dan
panjang daun tanaman, dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
3.2. Metode
disiapkan. Media tanam berupa tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
1:1 dimasukkan ke dalam pot dan ember plastik. Benih cabai ditanam pada media
dalam pot plastik, sedangkan benih padi ditanam pada media dalam ember
dan cabai dilakukan pada umur 60 HST, dengan mengamati karakter morfologi
BAB IV
PEMBAHASAN
19
hasil bahwa jenis padi yang digunakan adalah varietas Inpago Unsoed 1. Hal
umur 96 hari dengan tinggi 109 cm, jumlah anakan produktif 14 batang, warna
kaki dan warna batang hijau. Posisi daun dan daun bendera tegak dengan
permukaan daun terasa kasar, bentuk gabah ramping berwarna kuning dan
termasuk dalam golongan cere karena tidak memiliki ekor pada gabahnya. Hal
tersebut sesuai Badan Litbang Pertanian (2013) yang menyatakan bahwa Inpago
Unsoed 1 merupakan varietas inbrida padi gogo yang sering ditanam dilahan
kering serta tahan terhadap kekeringan dengan umur panen kurang lebih 110 hari,
tinggi kurang lebih 107 cm, warna batang dan kaki tanaman hijau, permukaan
daun kasar berwarna hijau, lidah daun dan telinga daun tidak berwarna, bentuk
gabah sedang hingga ramping. Hal tersebut didukung pendapat Santoso (2008)
20
bahwa Padi Inpago Unsoed 1 termasuk golongan cere karena tidak terdapat ekor
pada gabah, berbeda dengan padi golongan bulu yang memiliki ekor di gabahnya.
Bunga tanaman padi terletak pada cabang bulir yang dinamakan malai,
terdiri atas tangkai, bakal buah, putik dan benag sari. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Suhartanti (2008) yang menyatakan bahwa bunga pada tanaman padi
terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, paela, putik dan benang sari. Tiap unit
bunga terletak pada cabang bulir yang dinamakan malai. Daun tanaman padi
Inpago Unsoed 1 tersusun atas helai dan pelepah daun yang tumbuh pada batang
dengan susunan berselang seling tiap buku. Batang tanaman padi terdiri atas ruas
dibatasi oleh buku. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bakhtiar et al. (2013)
yang menyatakan bahwa daun padi tersusun atas helai dan pelepah daun. Batang
tanaman padi terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku, ruas batang akan berongga
langkah dalam identifikasi plasma nutfah berbagai sifat penting tanaman. Hal
dilakukan dengan cara evaluasi morfologi tanaman karena sifat fenotif lebih
mudah untuk dikenali dan menjadi sifat yang menjadi pembeda dengan varietas
lain. Hal tersebut sesuai pendapat Suweta (2013) menyatakan bahwa pencandraan
21
dapat dilakukan dengan mengamti bagian morfologi tanaman seperti bentuk akar,
hijau dengan bentuk silindris, berbatang kecil, dan memiliki cabang bagian atas
membentuk huruf Y. Hal ini sesuai dengan pendapat Ningtyas (2013) yang
menyatakan bahwa tanaman cabai memiliki batang berwarna hijau dan berkayu
atas seperti huruf Y. Rata-rata tinggi tanaman cabai adalah sekitar 50 - 150 cm
dengan tekstur licin dengan percabangan yang terpusat pada ujung batang bagian
atas. Hal ini sesuai dengan pendapat Pitojo (2007) yang menyatakan bahwa
22
batang cabai berbentuk tegak dengan tinggi 50 - 150 cm, licin, dan memiliki
percabangan yang relatif rimbun pada saat daun-daun tanaman masih muda.
Daun tanaman cabai berwarna hijau membentuk oval dan menyirip pada
bagian ujungnya. Daun tumbuh pada pucuk batang membentuk pola spiral yang
rapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kahana (2008) yang menyatakan bahwa daun
tumbuh pada bagian atas secara spiral dan acak pada batang utama. Daun cabai
berwarna hijau dan memiliki bentuk daun oval menyirip pada ujungnya. Hal ini
memiliki hanya satu bunga. Hal ini didukung oleh pendapat Cahyono (2007) yang
menyatakan bahwa tanaman cabai memiliki bunga bertipe tunggal. Bunga yang
tumbuh akan memiliki mahkota berwarna putih dengan bentuk bintang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Pitojo (2014) yang menyatakan bahwa mahkota bunga
Bunga cabai termasuk kedalam tipe bunga yang dapat melakukan proses
penyerbukan sendiri. Hal ini didukung oleh pendapat Ningtyas (2013) yang
ciri-ciri kepala sari yang berwarna putih dan kepala putik yang berwarna kuning
kehijauan. Mahkota bunga cabai yang berfungsi untuk menarik hewan memiliki
jumlah 5 dan 6 dengan ukuran relative kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat
23
Sukada (2014) yang menyatakan bahwa mahkota bunga cabai memiliki jumlah 5
sampai 6 dengan ukuran kurang dari 2 cm dan lebar kurang dari 1 cm.
24
BAB V
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah diperoleh maka dapat ditarik
yang berbeda dengan tanaman cabai Bangkok Ijo. Pencandraan tanaman padi
anakan, dan warna kaki. Pencandraan tanaman cabai Bangkok Ijo berdasarkan
karakter morfologi yaitu tinggi tanaman, habitus, batang, daun, bunga. Karakter
5.2. Saran
tentang segala hal yang berkaitan dengan pencandraan dan ciri-ciri morfologi
tanaman objek serta dilakukan secara lebih teliti lagi, supaya hasil yang diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2013. Varietas Padi Inpago Unsoed 1.
Jakarta.
Cahyono, B. 2007. Cabai Rawit Teknik Budi Daya & Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.
Ningtyas, I. R. 2013. Pengaruh berbagai tingkat fraksi ekstrak daun sirih (Piper
betle L.) dan daun babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap
Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada cabai (Capsicum
annum L.) secara in vitro. Skripsi. Jurusan Agroteknologi. Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Santoso. 2008. Kajian morfologi dan fisiologis beberapa varietas padi gogo
(Oryza sativa L.) terhadap cekaman kekeringan. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Syahbuddin. 2007. Perubahan pola curah hujan dan dampaknya tarhadap periode
masa tanam. Jurnal Tanah dan Iklim. 26 : 1-12.
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
mampu tumbuh baik di Indonesia karena merupakan salah satu tanaman tropis.
Pertumbuhan kedelai dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal berasal dari tanaman itu sendiri seperti jenis kedelai.
Faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh kedelai. Salah satu faktor
kepala putik yang terjadi pada bunga yang sama atau antar bunga yang berbeda
Penyerbukan sendiri juga dapat terjadi diantara tanaman dalam kelompok galur
murni dengan komposisi genetik yang sama akan menghasilkan hasil yang sama
dengan penyerbukan pada bunga dalam satu tanaman. Tanaman yang melakukan
umumnya terjadi ketika bunga belum mekar atau dalam kondisi tertutup yang
BAB II
30
TINJAUAN PUSTAKA
normal dari selama 22 hari menjadi 83 hari (Agusta dan Santosa, 2005). Waktu
serangga pengunjung bunga yang hinggap dan melakukan pencarian nektar atau
bunga 35-40 HST, umur panen 70-75 HST, postur tanaman sedang, dan memiliki
Bunga dan polong muda sering gugur, terutama di bawah kanopi. Laju
absisi atau gugurnya organ reproduksi kedelai berkisar antara 32% - 82% (Habaza
et al., 2012). Jumlah cabang produktif merupakan jumlah cabang yang dapat
hasil lebih tinggi daripada kedelai determinit karena periode berbunganya lebih
karena masa reseptif dan anthesis dari bunga kedelai yaitu antara pukul 05.30
(Alia dan Wilia, 2011). Persilangan buatan meliputi kastrasi yaitu pembuangan
mahkota dan kelopak pada bunga, emaskulasi yaitu kegiatan membuang alat
kelamin jantan (stamen) pada tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum
Varietas Tanggamus (Alia dan Wilia, 2011). Gugurnya bunga dan polong tersebut
kurangnya penyerbukan atau fertilisasi karena serbuk sari lemah atau tidak cocok,
serta gugurnya bunga dan gagalnya pembentukan buah karena defisiensi nutrisi,
bunga habis (Alia dan Wilia, 2011). Persentase keberhasilan persilangan berkisar
antara 42,9%-80% dan dipengaruhi oleh waktu penyerbukan yang dilakukan dan
Burangrang (Br) umur masak 80–82 hari dan memiliki biji berukuran besar dan
berat (Purwantoro et al., 2012). Varietas Burangrang dilepas tahun 1999, umur
masak (hari) 81, kadar protein (%) 39,0, kadar minyak (%) 20,0, potensi hasil
(ton/ha) 2,50 dengan waktu berbunga 3-5 minggu setelah tanam (Artari dan
Kuswantoro, 2016).
HST, varietas Dering berbunga pada 35 HST, dan varietas Gema berbunga pada
36 HST (Balitkabi, 2013). Umur berbunga varietas Grobogan adalah yang paling
pendek yakni (30.00 HST), umur panen 77.50 HST, bobot 100 biji varietas
33
Grobogan adalah 20.32 g, dan rata-rata jumlah cabang varietas Grobogan adalah
Potensi Hasil Burangrang (2,72 t/ha) dan Grobogan (1.86 t/ha), sedangkan
bobot biji Burangrang (13,07 g), dan Grobogan (17,41 g) (Suyamto, 2011).
persilangan buatan karena memiliki bunga yang sudah diserbuki pada saat bunga
varietas Burangrang mulai muncul pada 35 HST (Sundari dan Purwantoro, 2014).
hari), genjah (70–79 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari), dan sangat
dalam (>90 hari), kedelai varietas Gema dan Grobogan termasuk dalam varietas
berumur genjah (Rahajeng dan Adie, 2013). Varietas Gema berumur genjah,
dipanen umur 73 hari, bobot biji 11.9 g/100 biji, produktivitas 2,47 t/ha dan
varietas Grobogan dengan Grobogan sebesar 71,62% (Rasyad dan Idwar, 2010).
Varietas Dering memiliki potensi hasil tinggi hingga 2,8 t/ha dan toleran
kekeringan hingga kandungan air 30% dari air tersedi, beradaptasi dan tumbuh
jumlah polong per tanaman sekitar 38 polong, dengan kandungan protein 34,2%,
kandungan lemak 17,1%, umur masaknya 81 hari, dan ukuran bijinya 10,7 g/100
perkembangan polong dan biji. Pembentukan bunga, polong dan pengisian biji
akan optimal pada suhu 26oC – 32oC dan pertumbuhan kedelai akan tumbuh baik
pada ketinggian 0-500 m (dpl) (Rasyad dan Idwar, 2010). Varietas kedelai dari
wilayah subtropis yang sesuai untuk panjang hari 14-16 jam apabila ditanam di
pada umur 20-22 hari walaupun batang tanaman masih pendek, dan tanaman
dosis nitrogen berpengaruh terhadap tinggi tanaman saat berbunga, karena saat
berbunga, tanaman kedelai masih akan terus tumbuh dan ketersediaan nitrogen
Persilangan secara buatan bertujuan untuk menggabungkan dua sifat varietas yang
adalah membuang kepala sari tetua betina pada satu bunga yang tumbuh pada
batang utama dan kepala putiknya diserbuki dengan serbuk sari dari tetua jantan
yang sudah disiapkan (Alia dan Wilia, 2011). Banyaknya serbuk sari yang
tidak semua dapat disilangkan secara buatan. Bunga yang dapat disilangkan secara
35
buatan adalah bunga yang masih belum terbuka dan masih terbungkus oleh
Keberhasilan persilangan buatan pada bunga kedelai dapat dilihat dari warna
calon buah yang berwarna hijau mulai membesar dan tidak rontok. Bunga kedelai
yang gagal disilangkan akan memiliki calon buah yang berwarna cokelat dan tidak
disebabkan oleh jenis varietas dari tanaman kedelai yang disilangkan. Faktor yang
berbeda, karakter bunga sesuai varietas, umur bunga, jumlah persentase bunga
BAB III
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain benih tetua kedelai
(Gema, Dena, Dering, Grobogan, dan Burangrang), tanah, pupuk kandang, pupuk
urea, pupuk SP-36, dan pupuk KCl. Alat yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain pot plastik sebagai wadah media tanam, benang untuk mengaitkan
etiket, etiket sebagai tanda varietas yang disilangkan, kantong plasti sebagai
wadah sampel, pinset untuk mengambil serbuk sari ke putik, gembor sebagai alat
3.2. Metode
Sendiri adalah disiapkan media tanam berupa pupuk kandang : sekam : tanah
(1:1:1) dan diaduk rata, kemudian media tanam dimasukkan ke dalam potplastik.
Benih kedelai ditanam pada lubang tanam dengan kedalaman kurang lebih 2 cm
dan ditutup tanahhalus. Pupuk urea 3 g/pot, SP-36 5 g/pot, dan KCl 5 g/pot
dilakukan bersamaan pada waktu tanam dengan cara tugal dekat dengan
persilangan antara satu tetua jantan dengan satu tetuabetina. Seri persilangan yang
dilakukan :
umur 35 HST. Persilangan diawali dengan melakukan kastrasi pada bunga betina
yang belum mekar (diperkirakan belum terjadi penyerbukan). Bunga yang paling
tepat untuk disilangkan adalah kuncup yang masih terbungkus kelopak, tetapi
pada bagian ujungnya telah tampak mahkota bunga dengan panjang kurang lebih
0,5 mm (kuncup bunga yang muncul pada lima hari pertama umumnya lebih baik
untuk disilangkan karena ukurannya lebih besar, dan bunga pada batang utama
juga lebih baik daripada bunga pada cabang). Bunga dipegang antara telunjuk dan
ibu jari tangan kiri, kemudian mahkota bunga dibuka dengan pinset, sehingga
terlihat kepala putik yang dikelilingi benang sari. Tangkai sari dibuang sampai
bersih, sehingga pada bunga tersebut hanya tinggal kepalaputik. Tepung sari dari
tetua jantan yang baru mekar dan masih segar, diambil dengan pinset kemudian
ditempelkan pada kepala putik pada bunga tetua betina. Persilangan paling baik
38
dilakukan pada pukul 07.00 – 11.00 (persilangan pada siang hari memungkinkan
tepung sari mudah mengering dan sukar menempel pada kepalaputik). Bunga
yang telah dipolinasi kemudian diberi tanda berupa etiket yang diikatkan pada
tangkai bunga dengan benang. Etiket berisi informasi seri persilangan, tanggal
setiap hari selama dua minggu (sebagian bunga yang disilangkan akan gugur,
BAB IV
berikut:
munculnya bunga varietas Gema adalah pada 33 hari setelah tanam, varietas Dena
pada 32 hari setelah tanam, varietas Dering pada 35 hari setelah tanam, varietas
Grobogan pada 31 hari setelah tanam, dan varietas Burangrang pada 38 hari
setelah tanam. Varietas Grobogan memiliki waktu berbunga paling cepat diantara
varietas yang lain, sedangkan kedelai varietas Burangrang yang paling lama
muncul bunga. Hal ini sesuai dengan Balitkabi (2013) bahwa kedelai varietas
Grobogan dan Dena berbunga pada 30 – 32 HST, varietas Dering berbunga pada
35 HST, dan varietas Gema berbunga pada 36 HST. Pendapat tersebut didukung
oleh Adie dan Krisnawati (2007) bahwa kedelai varietas Burangrang berbunga
pada umur 37 Hari Setelah Tanam dan memiliki polong berisi 80 polong/tanaman.
Perbedaan waktu periode pembungaan dari varietas Grobogan yang lebih cepat
disilangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sundari dan Purwantoro (2014) yang
diserbuki pada saat bunga varietas Burangrang mulai muncul pada 35 HST.
Grobogan lebih cepat berbunga yakni pada 28 HST, sedangkan Burangrang selisih
sedikit waktu berbunga yakni pada 35 HST. Menurut Artari dan Kuswantoro
(2016) varietas Burangrang dilepas tahun 1999, umur masak (hari) 81, kadar
protein (%) 39,0, kadar minyak (%) 20,0, potensi hasil (ton/ha) 2,50 dengan
Waktu berbunga varietas Gema dan varietas Burangrang lebih lambat dari
munculnya bunga pada varietas Gema dan varietas Burangrang adalah karena
berbunga. Rasyad dan Idwar (2010) menyatakan bahwa suhu yang lebih rendah
Pembentukan bunga, polong dan pengisian biji akan optimal pada suhu 26 oC –
32oC dan pertumbuhan kedelai akan tumbuh baik pada ketinggian 0-500 m (dpl).
41
memberikan pengaruh negatif pada kedalaman akar, luas daun tanaman, jumlah
anakan, umur berbunga, sifat permukaan daun, bentuk morfologi dan sistem
arti bahwa putik tetua A reseptif untuk disilangkan dan benangsari tetua B siap
persentase kegagalan karena putik sudah tidak reseptif dan benangsari sudah
kering. Hal ini sesuai dengan Suyamto dan Musalamah(2010) bahwa faktor yang
berbeda, karakter bunga sesuai varietas, umur bunga, jumlah persentase bunga
buatan dapat disebabkan oleh jenis varietas dari tanaman kedelai yang
disilangkan.
42
sebagai berikut:
berwarna cokelat dan tidak mengalami pembesaran lebih lanjut. Hal ini sesuai
persilangan buatan dapat terlihat dari bentuk buah yang tidak membesar dan
kedelai. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyamto dan Musalamah (2010) yang
menyatakan bahwa waktu berbunga yang berbeda, karakter bunga sesuai varietas,
bunga yang akan dilakukan persilangan. Menurut Wardoyo dan Yulianita (2009)
43
bunga yang dapat disilangkan secara buatan adalah bunga yang masih belum
terbuka dan masih membentuk kuncup terbungkus oleh kelopak. Kesalahan saat
karena serbuk sari terbuang. Hal ini sesuai dengan pendapat Alia dan Wilia (2011)
bunga kedelai adalah membuang kepala sari tetua dengan benar dan kepala
putiknya harus diserbuki serbuk sari dari tetua jantan secara tepat.
a b c
d e f
bagian bunga yang tidak diperlukan untuk persilangan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yunialti et al. (2010) yang menyatakan bahwa kastrasi dilakukan pada
disilangkan dari kotoran serta bagian bunga yang tidak diperlukan dalam
persilangan. Alat kelamin jantan dari bunga tetua betina yang sudah dibersihkan
dibuang agar bunga dapat disilangkan dengan bunga dari tanaman lainnya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Alia dan Wilia (2011) yang menyatakan bahwa
tanaman yang sudah bersih disilangkan dengan cara menempelkan serbuk sari
bunga tetua jantan pada putik tanaman betina yang sudah bersih.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan
sedangkan kedelai varietas Burangrang yang paling lama muncul bunga. Kegiatan
dan kelembaban yang tinggi pada lokasi persilangan serta kurangnya suplai air
5.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum selanjutnya adalah supaya
sehari dan pemberian pupuk setiap minggu untuk menunjang pertumbuhan dan
7.00 (sebelum matahari terbit) dan dilakukan dengan teliti dalam pemilihan tetua
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M. M., dan A. Krisnawati. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. 45 – 73.
Alia, Y., dan W. Wilia. 2011. Persilangan Empat Varietas KedelaiDalam Rangka
Penyediaan Populasi AwalUntuk Seleksi. Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Sains.13 (1) : 39 – 42.
Arifin, Z. 2016. Perbedaan Produksi Kedelai (Glycine Max (L) Meriil ) Varietas
Dering Dan Varietas Gema Pada Kekeringan. Primordia. 12 (2) : 95 – 101.
Butar, D. V. B., dan I. Lubi. 2017. Respon Genotipe Tanaman Kedelai (Glycine
max L. Merrill) dari Berbagai Negara Terhadap Kondisi Lingkungan
Tumbuh Kebun IPB Sawah Baru. Bul. Agrohorti. 6 (2) : 249 – 259.
Habaza, T., Z. Resti, Y. Yanti, J. Trisno, dan A. Diana. 2012. Penapisan Bakteri
Endofit Akar Kedelai Secara in Planta untukMengendalikan Penyakit Pustul
Bakteri. J Fitopatol Indones. 8 (4) : 103 – 109.
Rahajeng, W., dan M. M. Adie. 2013. Varietas Kedelai Umur Genjah. Buletin
Palawija. 26 (1) : 91 – 100.
Rasyad, A., dan Idwar. 2010. Interaksi genetik x lingkungan dan stabilitas
komponen hasil berbagai genotipe kedelai di provinsi Riau.
J.Agron.Indonesia. 38 (1) : 25 – 29.
Suyamto. 2011. Keragaan Fenotipik Galur Harapan Kedelai Umur Genjah Dan
Biji Besar Pada Dua Lingkungan Berbeda. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 95 – 102.
BAB I
PENDAHULUAN
sendiri yaitu proses jatuhnya serbuk sari ke kepala putik terjadi pada bunga yang
berbeda. Perbedaan lainnya terdapat pada struktur gen dan rekombinasi gen pada
Varietas yang dibentuk dari tanaman menyerbuk silang adalah hibrida dan
morfologi suatu tanaman meliputi monoecy atau pemisahan bunga betina dan
bunga jantan pada tanaman yang sama, dandioecy atau penggabungan bunga
jantan dan bunga betina pada bunga yang berbeda, sertakelengkapan organ
Penyerbukan silang dapat terjadi secara alami melalui angin dan serangga,
biasanya terjadi pada tanaman anggur, mangga, semangka, kelapa sawit, jagung
pemulia. Pemuliaan pada tanaman jagung yang memiliki letak bunga jantan dan
BAB II
49
TINJAUAN PUSTAKA
produktivitas yang tinggi (Yasin et al., 2014). Jagung srikandi putih mampu
berbunga pada 55-58 HST untuk bunga jantan, dan 58-60 HST untuk bunga
betina, memiliki umur masak fisiologis 100-105 HST dan memiliki biji berwarna
putih (Puslitbangtan, 2012). Jagung srikandi kuning memiliki ciri biji berwarna
kuning dengan jumlah ruas tongkol lebih banyak, jagung ini mampu berbunga
umur 52 HST (Hari Setelah Tanam), malai yang digunakan untuk persilangan
memiliki ciri sehat tidak terserang penyakit dan belum berbunga sehingga
keluar pada 54 - 55 HST (Zen, 2009). Fase generatif dimulai dengan proses
air yang kurang atau mengalami defisit air untuk pembentukan bunga jantan dan
betina (Tusi dan Bustomi, 2009). Suhu udara dingin, cuaca gelap atau musim
penghujan maka akan menghambat fase pembungaan, sedangkan pada saat udara
cerah suhu udara panas mampu mempercepat fase pembungaan (Syukur, 2009).
karena bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman, bunga jantan jagung
berkembang pada titik tumbuh apikal ujung tanaman sedangkan bunga betina
muncul berupa rambut yang muncul dari aksila tajuk (Ekowati dan Nasir, 2011).
Waktu reseptif betina dan antesis jantan dapat dilihat dari morfologi bunga.
Bunga yang baik untuk digunakan dalam proses persilangan yaitu yang akan
mekar pada pagi hari (Syukur, 2009). Penyerbukan pada tanaman jagung terjadi
secara silang karena 95% serbuk sari berasal dari tanaman lain dan 5% berasal
dari serbuk tanaman sendiri, proses penyerbukan terjadi bila serbuk sari dan
bunga jantan menempel pada rambut tongkol, terlepasnya serbuk sari berlangsung
antara 3-6 hari (Tanty, 2011). Prosespenyerbukan selesai pada 24-36 jam dan biji
silang pada tanaman jagung yaitu warna rambut tongkol berubah menjadi coklat
udara, suhu, pemilihan tetua, dan pengetahuan tentang organ reproduksi serta tipe
bertambahnya volume tongkol jagung, tidak rontok setelah satu minggu dilakukan
pada tanaman jagung salah satunya yaitu terjadi defisit air pada fase pembungaan
sehingga pengisian biji terhambat karena bunga betina atau tongkol mengering
dan jumlah biji dalam tongkol berkurang (Tusi dan Bustomi, 2009). Cara
meletakkan serbuk sari dari induk jantan ke kepala putik perlu diperhatikan,
sehingga diperlukan penutup berupa plastik ataupun kertas dan pengaturan jarak
tanam agar tidak terserbuki bunga dari tanaman lain (Sandra, 2008).
52
BAB III
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain benih tetua jagung
(Srikandi Putih dan Kuning), pupuk kandang, pupuk urea, danpupuk SP - 36,
pupuk KCl. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pot plastik
sebagai wadah media tanam, benang untuk mengaitkan etiket, etiket sebagai
tanda, kantong plastik sebagai wadah, pinset untuk mengambil serbuk sari ke
3.2. Metode
adalah disiapkan media tanam berupa pupuk kandang : tanah (1:1) dan diaduk
rata, kemudian media tanam dimasukkan kedalam pot plastik. Benih jagung
ditanam pada lubang tanam kurang lebih pada kedalaman 2 cm. Pupuk urea 4
g/pot, SP-36 3 g/pot, dan KCl 3 g/pot diberikan bersamaan pada waktu tanam
dengan cara tugal dekat dengan lubang tanam. Penyiraman dilakukan setiap dua
hari sekali. Penyiangan dilakukan pada umur 30 dan 70 hari setelah tanam (HST).
persilangan yaitu, (1) Srikandi putih x Srikandi kuning (SP x SK), dan (2),
persilangan antara satu tetua jantan dengan satu tetua betina. Bunga jantan akan
mulai keluar atau muncul saat umur tanaman jagung sekitar 53 hari setelah tanam.
Bunga betina (tongkol) harus disungkup dengan kantong putih sebelum rambut
keluar dari ujung tongkol, untuk menghindari terserbukinya oleh serbuk sari yang
betina dilakukan setiap pagi hari sebelum jam 9.00 selama 8 – 10 hari. Tanaman
tetua jantan tetap dibiarkan bunga jantannya (tasel) keluar dan berkembang. Tasel
pada tanaman tetua jantan dibungkus dengan kantong coklat setelah semua
rambut-rambut bunga betina muncul guna mengumpulkan tepung sari yang akan
Kantong coklat yang telah berisi tepung sari diambil untuk menyerbuki
tongkol yang sudah siap menerima tepung sari (reseptif), dengan cara tepung sari
kembali dengan kantong coklat setelah penyerbukan selesai. Etiket diikatkan pada
batang dengan benang, yang meliputi informasi tentang seri persilangan, tanggal
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Periode Pembungaan
1. Srikandi Kuning 54
2. Srikandi Putih 58
Sumber: Data Primer Praktikum Pemuliaan Tanaman, 2017.
tetua dari tanaman jagung varietas srikandi kuning yaitu 54 hst sedangkan pada
jagung srikandi putih mucul 58 hst. Waktu kemunculan berbunga pada kedua
jarak waktu penanaman, hanya memerlukan isolasi jarak tanaman. Sesuai dengan
ditandai munculnya kepala sari di ujung titik tumbuh tanaman dan munculnya
kepala putik (rambut-rambut) dari kelobot atau tongkol jagung, munculnya kepala
putik dan kepala sari menandakan bahwa tanaman jagung telah memasuki fase
tanaman jagung srikandi putih berbunga pada umur 55 - 58 hst, sedangkan untuk
jagung srikandi kuning mampu berbunga pada umur 54 - 56 hst. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Ekowati dan Natsir (2011) yang menyatakan bahwa
munculnya bunga pada tanaman jagung menandakan fase generatif telah dimulai
dipengaruhi oleh ketersediaan air dan intensitas cahaya matahari untuk proses
matahari yang cukup agar mampu menghasilkan produktivtas yang tinggi. Hal
tersebut sesuai pendapat Tusi dan Bustomi (2009) bahwa fase pembungaan
tanaman jagung dipengaruhi oleh ketersediaan air, hal tersebut didukung oleh
pendapat Syukur (2009) bahwa fase pembungaan dapat dengan cepat berlangsung
apabila suhu dan intensitas cahaya matahari yang diterima oleh tanaman
tercukupi.
persilangan jagung 1 dan 2 antara srikandi kuning dan putih diperoleh hasil
presentase keberhasilan 0%, hal tersebut dapat diketahui setelah satu minggu
tidak didapati biji dalam tongkol dan mengalami kerontokan kemudian berubah
warna dari yang semula hijau segar menjadi kuning layu dan rambut tongkol
berubah menjadi coklat mengering. Hal tersebut sesuai pendapat Sumarni (2011)
buah atau tongkol tidak menglami pertambahan volume, rontok dan menguning.
Faktor penyebab kegagalan dalam proses pesilangan yaitu penentuan bunga yang
56
kurang sesuai, malai sudah kering sehingga serbuk sari yang dihasilkan hanya
kondisi Greenhouse yang sudah panas karena proses persilangan dilakukan jam 9
pagi. Hal tersebut didukung pendapat Syukur (2009) yang menyatakan bahwa
waktu yang baik untuk dilakukan persilangan adalah pagi hari dengan
Keringnya malai disebabkan terjadinya defisit air pada fase pembungaan sehingga
serbuk sari yang dihasilkan kering dan sedikit, pembentukan tongkol terhambat.
Hal tersebut sesuai pendapat Tusi dan Bustomi (2009) yang menyatakan bahwa
sehingga serbuk sari yang dihasilkan sedikit dan pembentukan tongkol terhambat.
dari induk jantan ke kepala putik, karena cara penyerbukan yang kurang tepat
menyebabkan persentase serbuk sari dari bunga jantan menempel pada rambut
tongkol hanya sedikit proses penyerbukan terhambat. Hal tersebut sesuai dengan
terjadi apabila serbuk sari dan bunga jantan menempel pada rambut tongkol,
proses terlepasnya serbuk sari berlangsung 3 - 6 hari. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Sandra (2008) bahwa cara meletakkan serbuk sari ke kepala putik perlu
diperhatikan agar proses polinasi tidak terhambat dan terserbuki oleh bunga dari
tanaman lain.
1 2 3
4 5 6
Ilustrasi 5.Tahapan Persilangan TanamanJagung 1 = pengambilan serbuk sari
(kastrasi) dari tanaman jagung yang telah diisolasi jarak, 2 = Serbuk sari hasil
emaskulasi, 3 = Penyiapkan kepala putik, 4 = peletakan/penempelan serbuk sari
ke kepala putik, 5 = Pemasangan etiket 6 = Hasil persilangan
tanaman jagung terdapat beberapa tahapan yang pertama yaitu menyaipakan alat,
tanggal persilangan dan seri persilangan. Hal tersebut sesuai pendapat Zen (2009)
kuncup benih untuk menghindari terjadinya penyerbukan dari polen asing, pada
bunga jantan dapat ditutup menggunakan kantong coklat, sedangkan bunga betina
tongkol keluar secara merata dan siap untuk dilakukan penyerbukan. Hal tersebut
sesuai pendapat Ekowati dan Nasir, (2011) kemunculan rambut pada tongkol perlu
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
pada jagung srikandi putih dan kuning tidak berbeda jauh, sehingga dapat
5.2. Saran
59
DAFTAR PUSKATA
Tusi, A dan R.A.Bustomi. Aplikasi irigasi defisit pada tanaman jagung. Jurnal
Irigasi. 4 (2) : 120 - 130.
Yasin, H.G., W. Langgon dan Faesal. 2014. Jagung berbiji putih sebagai bahan
pangan pokok alternatif. Jurnal iptek tanaman pangan. 9 (2) : 108-117.
Zen, S. 2009. Karakter agronomis, hasil dan parameter genetik jagung. BPTP
Sumbar, Sumatra Barat.
61
BAB I
PENDAHULUAN
yang terjadi pada lahan budidaya. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
yang didapatkan dari hasil seleksi ketat dan bertahap pemuliaan tanaman.
genetik, mendapatkan padi umur genjah, serta tahan cekaman. Mutasi dapat
terjadi secara alami dan secara buatan. Mutasi alami pada suatu tanaman berasal
dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Mutasi fisik dapat menggunakan sinar X
dan sinar gamma. Mutasi kimia menggunakan mutagen tertentu seperti EMS
bagaimana cara pemberian mutagen pada tanaman padi. Manfaat yang didapatkan
adalah memahami bagaimana respon padi pada dosis mutagen terbaik yang dilihat
BAB II
62
TINJAUAN PUSTAKA
salah satu dari cara pemuliaan tanaman padi. Terdapat dua jenis mutasi buatan
yaitu secara fisik dan kimia. Mutasi kimia dilakukan dengan penambahan
mutagen pada benih agar terbentuk susunan sel baru (Widyasari et al., 2016).
Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia seperti EMS
(nitrosoguanidine). atau mutagen fisik seperti sinar gamma, sinar X, dan sinar
hasil lebih baik dibandingkan perlakuan dengan mutagen kimia (Iis et al., 2009)
Pemberian mutagen berefek pada berubahnya susunan sel pada badan benih.
yang tidak terpengaruh terhadap mutagen EMS dapat diduga memiliki ketahanan
yang memiliki ketahanan dapat dilihat dari uji daya berkecambah. Perkecambahan
benih adalah tahap embrio pada kondisi dorman mengalami perubahan morfologi
dan fisiologis yang berkembang menjadi tumbuhan muda (Daksa et al., 2014).
63
dapat menyebabkan efek mutagenik dan kerusakan sel (cytotoxic) pada tanaman
padi (Gruska et al., 2008). Padi Sintanur beraroma wangi, memiliki potensi hasil
9,2 ton/Ha, tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, agak tahan biotipe 2
dan 3, serta tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan agak tahan
2.2. Mutasi
Mutasi merupakan salah satu cara untuk mengubah susunan genetik suatu
tanaman untuk tujuan tertentu. Mutasi induksi merupakan salah satu cara untuk
merubah genetik yang dilakukan oleh manusia dalam rangka mendapatkan sifat
yang lebih baik dari sifat tanaman aslinya (Warman, 2015). Tanaman kedelai
pada benih kedelai, mutasi yang digunakan adalah secara kimia yaitu dengan
tanaman didapatkan hasil yang lebih unggul (Nilahayati dan Putri, 2015). Sodium
azide (NaN3) merupakan salah satu mutagen kimia yang paling kuat untuk
senyawa azide (Adamu dan Aliyu, 2007). Mutasi merupakan perubahan genetik,
64
baik perubahan pada gen tunggal,sejunlah gen maupun susunan kromosom. Sel
tanaman yang mengalami mutasi akan membentuk tanaman yang berupa klon
kerja gen (Crowder, 2010). LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50%
kematian dari populasi yang di iradiasi (Nura et al., 2015). Dosis optimum dalam
yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan mekar pada bunga (Azmi et al., 2016).
Sodium Azide (NaN3) merupakan salah satu mutagen kimia yang kuat untuk
induksi mutasi tanaman (Saraswati et al., 2012). Sodium Azide (NaN3) termasuk
bakterisida, pestisida dan generator industrial gas nitrogen yang dikenal sebagai
Sodium azide memiliki ciri-ciri tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk kristal
padat dan sifatnya larut dalam air atau amoniak cair serta sedikit larut dalam
alkohol. Proses mutasi dilakukan oleh NaN3 dimediasi oleh produksi dari
metabolis organik dari senyawa azide (Al-Qurauny dan Khan, 2009). Senyawa
mutagen ini menyebabkan substitusi atau pertukaran basa nukleotida, yaitu G-C
pada tahapan sintesis protein akan menghasilkan susunan asam amino yang
jumlah cabang, panjang dan lebar daun (Saraswati et al., 2012). Hal tersebut dapat
akibat aksi mutagen. Semakin tinggi konsentrasi mutagen yang dipakai semakin
disebabkan karena sifat mutasi yang terjadi secara acak. Pada mutasi titik yang
terjadi pada konsentrasi tertentu akan menyebabkan kerusakan pada bagian materi
tidak ada peningkatan karakter (Girija dan Dhanavel, 2009). Pemberian beberapa
tertunda dan terhambatnya proses fisiologis serta biologis yang diperlukan untuk
yang dikenal dengan LD-50. Penentuan dosis letal (LD) ini merupakan salah satu
faktor utama keberhasilan perlakuan iradiasi untuk memperoleh varian atau mutan
pada suatu tanaman yang diradiasi (Indrayanti et al., 2011). Pemuliaan mutasi
tidak menggunakan mutagen dengan dosis melebihi LD-50, karena dosis di atas
variability) terbanyak, yang pada umumnya terjadi pada atau sedikit dibawah nilai
LD50 (Lethal Dose 50), LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% kematian
dari populasi yang diradiasi (Aisyah et al., 2009). Dosis mutagen terlalu rendah
maka kemungkinan terjadinya mutasi juga akan rendah, bahkan mutasi mungkin
tidak akan terjadi. Dosis optimal untuk jenis tanaman serealia berkisar antara LD-
20 sampai dengan LD-50, pada selang dosis optimal tersebut diperoleh ragam
dosis yang tepat untuk menghasilkan keragaman genetik yang tinggi dengan
kerusakan fisiologis yang rendah (Aisyah et al., 2009). Benih yang diberi natrium
namun tidak menghilangkan sifat baik yang ada sebelumnya (Lestari et al., 2010).
Sensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai dosis letal/lethal dose (LD), yaitu dosis
yang dapat menyebabkan kematian tanaman yang diiradiasi (Yunita et al., 2014).
67
letal (Aisyah et al., 2009). Kerusakan yang disebabkan oleh Lethal Dosis 50%
(LD50) tidak terlalu besar sehingga sifat baik yang sudah ada sejak awal tidak
berubah (Lestari et al., 2010). Program best curve-fit analysis yaitu satu program
analisis statistik yang digunakan untuk mencari persamaan model terbaik untuk
mendapatkan nilai letal dosis 20 (LD20) dan 50 (LD50) (Apriana et al., 2011).
LD50 dapat menghasilkan varietas baru tanpa merusak sifat agronomis yang baik
(Yunita et al., 2014). Tingginya konsentrasi mutagen EMS pertumbuhan tunas dan
reduksi pertumbuhan tunas pisang sebesar 50% (LD50) didapat pada dosis iradiasi
LD-50% dan LD-75% dicapai pada konsentrasi EMS 0,875 dan konsentrasi
0,5% (Poerba et al., 2009). Tanaman padi diketahui dosis semi letalnya terhadap
daun, bentuk daun, warna batang, tinggi tanaman, percabangan, umur berbunga,
mutagen menghasilkan tunas, bakal tunas dan akar, mutasi yang terjadi dapat
mengalami defisiensi warna hijau dan terjadi perbedaan nyata terhadap tinggi
tanaman, panjang daun dan lebar daun (Aisyah et al., 2009). Dosis letal yang
akar, peningkatan rasio daun, namun tidak menyebabkan penurunan bobot segar
Kultivar non-kimera hanya dapat menghasilkan bunga normal dan mutan solid
(Aisyah et al., 2009). Bentuk bunga yang tidak diiradiasi adalah menjulang ke
adalah menjulang ke atas tapi kemudian tidak melebar ke samping (Lelanga et al.,
2015).
pada karakter jumlah akar, bobot segar dan tinggi plantlet yang cenderung lebih
pendek, menghasilkan bentuk daun yang lebih panjang (Indrayanti et al., 2011).
Jumlah tunas dan jumlah akar serta tinggi tunas cenderung menurun sejalan
dengan konsentrasi EMS. Konsentrasi EMS hingga 1,2% (Poerba et al., 2009).
Daya berkecambah merupakan tolak ukur suatu benih untuk tumbuh atau
yang memiliki pengaruh baik terhadap mutasi induksi pada tanaman, mutasi yang
disebabkan oleh SA terjadi akibat adanya substitusi pasangan basa, terutama GC-
mutasi induksi dipengaruhi oleh jenis mutagen yang digunakan konsentrasi dan
lama perlakuan yang diberikan, Natrium azida (NaN3) pada konsentrasi 0,1 mM, 5
fisiologis terhadap efek pengunaan NaN3 yang memiliki pH 3 atau yang bersifat
BAB III
Praktikum Mutasi Padi telah dilaksanakan pada hari Kamis sampai Rabu,
3.1. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah benih padi, standar mutagen
Natrium azida (NaN3), KH2SO4, HCl, aquades dan pasir. Alat yang digunakan
(NaN3), gelas beker untuk tempat aquades, dan titrasi otomatis untuk menitrasi
Natrium azida (NaN3), botol kaca untuk merendam benih dengan Natrium azida
3.2. Metode
Praktikum mutasi padi dilakukan dengan cara benih padi direndam pada air
Natrium azida (NaN3) dimasukkan kedalam gelas beker sampai larut dengan
dimasukkan. Botol kaca ditutup dengan alumunium foil dan karet dan diamkan
selama 6 jam, setelah itu digojok selama 15 menit dengan 3 kali ulangan, setiap
pergantian ulangan benih dicuci menngunakan air bersih. Setelah itu benih padi
72
dengan media pasir. Persemaian disiram setiap hari pada pagi dan sore hari. Benih
benih padi yang berkecambah pada hari ke-5 dan hari ke-14. Kecepatan tumbuh
hari.
73
BAB IV
tinggi dosis yang diberikan maka semakin rendah daya kecambah. Menurut
jenis mutagen yang digunakan konsentrasi dan lama perlakuan yang diberikan,
efek mutagenik dan kerusakan sel (cytotoxic) pada tanaman padi. Selanjutnya
74
Kurva persentase benih padi sintanur pada perlakuan mutagen NaN3 dapat
dilihat pada Ilustrasi 6.
Berdasarkan pada grafik diatas nilai LD50 terletak pada dosis mutagen
NaN3 sebesar 0,29 mM. Dosis optimal sering berpatokan pada nilai Lethal Dose
50%atau yang dikenal dengan LD-50. Menurut Indrayanti et al. (2011) penentuan
dosis letal (LD) ini merupakan salah satu faktor utama yang mendukung
keberhasilan perlakuan iradiasi untuk memperoleh varian atau mutan pada suatu
tanaman yang diradiasi. Didukung oleh Lelanga et al. (2015) dosis optimal untuk
jenis tanaman serealia berkisar antara LD-20 sampai dengan LD-50, pada selang
dosis optimal diperoleh ragam genetik tertinggi pada populasi tanaman M2.
75
akan rendah, bahkan mutasi mungkin tidak akan terjadi. Penelitian Aisyah et al.
variability) terbanyak, yang pada umumnya terjadi pada atau sedikit dibawah nilai
LD50 (Lethal Dose 50), LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% kematian
dari populasi yang diradiasi. Menurut Lelanga et al. (2015) pemuliaan mutasi
tidak menggunakan mutagen dengan dosis melebihi LD-50, karena dosis di atas
LD-50 akan dapat mengakibatkan kerusakan fisiologis tanaman fatal yang sering
pada objek benih padi, terbukti dengan masih dapatnya benih untuk berkecambah.
Menurut Lestari et al. (2010) kerusakan yang disebabkan oleh Lethal Dosis 50%
(LD50) tidak terlalu besar sehingga sifat baik yang sudah ada sejak awal tidak
berubah, didukung pendapat Yunita et al. (2014) penggunaan dosis sebesar LD50
dapat menghasilkan varietas baru tanpa merusak sifat agronomis yang baik.
tunas dan akar, mutasi yang terjadi dapat meningkatkan keragaman genetik.
terjadinya dosis letal yang dapat memberikan perubahan morfologi pada tanaman,
perubahan meliputi warna daun, bentuk daun, warna batang, tinggi tanaman,
Didukung pendapat Indrayanti et al. (2011) bahwa dosis letal yang digunakan
peningkatan rasio daun, tidak menyebabkan penurunan bobot segar dan tinggi
plantlet.
mutagen secara nyata berpengaruh pada pertumbuhan benih padi. Hal tersebut
sesuai dengan Indrayanti et al. (2011) bahwa LD20-50 (20 - 50%) mereduksi
proliferasi tunas, menghasilkan variasi fenotipik pada karakter jumlah akar, bobot
segar dan tinggi plantlet yang cenderung lebih pendek, menghasilkan bentuk daun
yang lebih panjang. Didukung pula dengan pendapat Karyanti et al. (2015) tingkat
4.2. Pekecambahan
perlakuan kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 10 mM, semakin tinggi
terhambat. Hal tersebut sesuai pendapat Amorogie et al. (2014) yang menyatakan
tanaman sehingga hormon tidak seimbang dan proses mitosis terganggu. Hal
tersebut sesuai pendapat Endang et al. (2017) yang menyatakan bahwa kematian
bibit padi setelah pemberian mutagen NaN3 disebabkan oleh aktivitas radikal
78
proses mitosis.
fisiologi akibat perendaman NaN3 yang bersifat asam memberikan cekaman untuk
dapt tumbuh. Hal tersebut sesui pendapat Ilbas et al. (2005) yang menyatakan
disebabkan cekaman dari penggunaan NaN3 yang bersifat asam sehingga beberapa
0 – 1 mM 2 – 3 mM 4 mM 5 mM 6 mM
79
oleh mutasi tidak hanya diidentifikasi dengan melihat morfologinya, tetapi juga
dapat secara molekuler. Menurut Wahyudi dan Nurhidayah (2014) bahwa benih
tanaman padi yang tidak terpengaruh terhadap mutagen EMS dapat diduga
tinggi yang berbeda disebabkan karena efek mutagenetik dan kerusakan sel
(cytotoxic). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Khan et al., (2009) bahwa
yaitu G-C menjadi A-T, sehingga akan mengakibatkan perubahan mRNA yang
nantinya pada tahapan sintesis protein akan menghasilkan susunan asam amino
yang berbeda.
yang mengganggu replikasi DNA. Perlakuan sodium azida pada benih tanaman
sifat yang merusak sel tanaman. Sesuai dengan pendapat Khan et al., (2009)
memiliki pH 3 atau yang bersifat asam pada fase pekecambahan biji, sehingga
tinggi dapat diseleksi dari penampilan morfologinya seusai tujuan mutasi yaitu
yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sari et al., (2013) bahwa
kebutuhan beras yang tinggi dapat diatasi dengan pemuliaan tanaman yang dapat
BAB V
diperoleh hasil sebesar 0,29 mM. Pemberian mutagen pada padi varietas Sintanur
memberikan hasil yang berbeda terhadap daya kecambah benih, semakin tinggi
5.2. Saran
penimbangan NaN3 dilakukan dengan teliti dan sesuai dosis, penyiraman benih
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurainy, F., and Khan, S. 2009. Mutagenic effects of sodium azide and its
application in crop improvement. World Applied Sciences Journal, 7 (2):
220 - 226.
Amilin, A., D. Zumani dan Y. Sunarya. 2015. Orientasi dosis dan pengaruh
irradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan stadia awal beberapa varietas
kedelai (glycine max (l.) Merril). Jurnal Siliwangi, 1(1) : 14 – 21.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2015. Aroma Wangi Pandan pada
Pertanaman Padi Aromatik, Bandung.
Daksa, W. R., A. Ete, Adrianton. 2014. Identifikasi toleransi kekeringan padi gogo
lokal tanangge pada berbagai larutan PEG. e-J. Agrotekbis 2 (2) : 114 – 120.
Endang, S., T. Nurhidayah dan M. Ali. 2017. Pengaruh konsentrasi
mutagensodium azida (NaN3) terhadap daya kecambah dan keragaan bibit
padi gogo varietas kulit manis generasi m-1. JOM Faperta. 4(1).
Girija, M., and Dhanavel. 2009. Mutagenic effectiveness and efficiency of gamma
rays ethyl methane sulphonate and their combined treatments in cowpea
(Vigna unguiculata L. Walp). Global J. Mol. Sci, 4 (1):68-75.
Herison, C., Rustikawati., H. Sujono., Sutjahyo., dan S.I Aisyah. 2008. Induksi
mutasi melalui iradiasi sinar gama terhadap benih untuk meningkatkan
keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). J. Akta Agrosia, 11(1):57-
62.
Khan, S., F. Al-Qurainy and F. Anwar. 2009. Sodium Azide: a Chemical Mutagen
for Enhancement of Agronomic Traits of Crop Plants. J.sci. Tech. 4(2) : 1-
21.
Khan, S., F. Al-Qurainy dan F. Anwar. 2009. Sodium Azide Chemical Mutagen
Enhancement of Agronomic Traits of Crop Plants. Environt, 4 (2) : 1 - 2.
Lelanga, M. A., A. Setiadib, dan Fitria. 2015. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma
Pada Benih Terhadap Keragaan Tanaman Jengger Ayam (Celosia cristata
L.). Jurnal Pertanian Konservasi Lahan Kering. 1 (1) : 47 – 50.
Sari RP, Edi P, Djoko M. 2013. Effect of water stress period to the yield growth
and anthocyanin content of black paddy and red paddy as functional food. J
Agrotech Res. 2 (5): 34-39.
Wahyudhi, A. dan T. Nurhidayah. 2014. Pertumbuhan bibit generasi M-1 tanaman
padi gogo (Oryzasativa L.) varietas lokal dengan perlakuan mutagen ethyl
methane sulfonate (EMS). Jom Faperta, 1 (2): 1-15.
Warman, B., Sobrizal., I. Suliansyah dan E. Swasti. 2015. Perbaikan Genetik
Kultivar Padi Beras Hitam Lokal Sumatera Barat Melalui Mutasi Induksi.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, 11(2) : 125-136.
85
Widyasari, R., Parjanto, dan Sukaya. 2016. Keragaan padi beras merah cempo M3
hasil iriadiasi sinar gamma 0,1 kGy keragaan padi beras merah cempo M3
hasil iriadiasi sinar gamma 0,1 KGY. J. Agrotech Res, 6 (1): 51-57.
86
LAMPIRAN
Mr NaN3 = 65,02
=0g
= 0,0065 g
= 0,0130 g
= 0,0195 g
= 0,0260 g
=0,0325 g
=0,0390 g
= 0,0455 g
=0,0520 g
=0,0585 g
=0,0650 g
Daya Berkecambah =
Dosis 1 mM = x 100% = 9%
Dosis 3 mM = x 100% = 6%
Dosis 4 mM = x 100% = 0%
Dosis 5 mM = x 100% = 0%
Dosis 6 mM = x 100% = 0%
Dosis 7 mM = x 100% = 0%
Dosis 8 mM = x 100% = 0%
Dosis 9 mM = x 100% = 0%
Dosis 10 mM = x 100% = 0%
90
Daya Berkecambah =
Dosis 4 mM = x 100% = 6%
Dosis 5 mM = x 100% = 6%
Dosis 6 mM = x 100% = 4%
Dosis 7 mM = x 100% = 2%
Dosis 8 mM = x 100% = 0%
Dosis 9 mM = x 100% = 1%
91
Dosis 10 mM = x 100% = 0%
BAB I
PENDAHULUAN
populasi dalam satu spesies. Kegunaan dari jarak genetik dan hubungan
kekerabatan adalah dapat digunakan dalam memilih tetua. Semakin jauh jarak
antar tetua maka semakin luas juga tingkat keragaman genetik dan semakin tinggi
pula tingkat heterosis, sehingga semakin besar juga peluang untuk mendaptkan
varietas tanaman yang berbeda dengan yang lain yang lebih unggul.
Macam marka ada tiga, yaitu marka morfologi, biokimia, dan molekuler. Marka
morfologi mudah dilihat oleh mata dan telah banyak digunakan sejak masa
awal genetika. Marka molekuler adalah sekuen DNA yang dapat diidentifikasi,
dan terdapat pada lokasi tertentu pada genom, dapat diwariskan ke generasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
olehmata atau terdeteksi dengan alat tertentu yang menunjukkan genotipe suatu
individu. Beberapa macam marka atau penanda yang dapat digunakan untuk
membedakan suatu varietas tanaman adalah morfologi tanaman, pola pita isozim,
dan pola pita DNA (Tenda et al., 2009). Melalui variasi morfologi merupakan cara
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Amzeri et al., 2011). Penggunaan
karakter morfologi merupakan metode yang mudah, cepat, dan bisa digunakan
Sequence Repeats (SSRs) (Efendi et al., 2015). Marka SSR memiliki keunggulan,
tumbuhan yang meliputi habitus, akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji
tampilan genotip yang masih sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga
morfologi satu varietas yang sama dapat berbeda tampilannya apabila lingkungan
tumbuh dua tanaman satu varietas tersebut berbeda (Amzeri et al., 2011).
dapat diidentifikasi dengan suatu metode tertentu pada lokasi tertentu dalam
molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah
Penanda molekuler dibagi menjadi dua yaitu penanda isozim dan penanda DNA.
Kedua penanda tersebut memiliki prinsip dan interpretasi genetika yang sama.
Perbedaannya terlihat pada pita polimorfisme yaitu berupa protein atau ekspresi
gen pada isozim dan pada marka DNA berupa fragmen DNA (Yunus, 2007).
akurat dibanding seleksi berdasarkan morfologi (Efendi et al., 2015). Sifat genetik
cenderung stabil terhadap perubahan lingkungan dan tidak dipengaruhi oleh umur,
sehingga penanda genetik dapat memberikan informasi yang relatif lebih akurat
(Julisaniah et al., 2008). Penanda molekuler yang sering digunakan adalah RAPD
(Random Amplified Polymorphic DNA) karena relatif cepat, murah dan sampel
tinggi, randomsampling dalam genom total dan secarateknis cukup cepat dan
jarak genetik antar tanaman maka akan semakin besar pula kesamaan genetik pada
setiap tanaman, semakin jauh jarak genetik antar tanaman maka tingkat heterositas
satu dengan organisme yang lainnya. Semakin kecil nilai koefisien kemiripan
genetik antar galur, maka semakin kecil jarak genetiknya. Jarak genetik dihitung
dari selisih nilai persentase kemiripan genetik terhadap 100% (Austi et al., 2014).
BAB III
pada hari Jumat, tanggal 24 November 2017 pukul 17.00 – 18.20 di ruang E2.02
3.1. Materi
lunak MVSP dan perangkat lunak Microsoft Excel untuk mengolah data sekunder.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabulasi data morfologi
berupa sifat kuantif dan kualitatif diolah menjadi matriks 0 – 1, kemudian data
molekuler berupa hasil visualisasi pita DNA diolah menjadi matriks 0 – 1 dan data
skorning kemudian diinput ke Microsoft Excel. Data yang telah diinput kedalam
Microsoft Excel kemudian dicopy dari sheet 1 dan paste spesial (klik transpose)
didalam sheet 2 lalu dicopy, kemudian buka aplikasi MSVP lalu dipilih dan klik
pada perintah NEW, jumlah sifat diisikan pada kolom variables dan jumlah aksesi
diisikan pada kolom cases kemudian dipilih OK, lalu dipilih data dan edit data.
Sorot kolom A1 lalu diklik kanan dan dipilih perintah paste, kemudian dipilih
analyses dan dipilih pada perintah cluster analyses, pada kolom “clustering
disimpan.
100
BAB IV
Keterangan :
I : Magelang
II : Surakarta
III : Wonogiri
IV : Klaten
V : Boyolali
VI : Sukoharjo
VII : Sragen
VIII : Karanganyar
Sukoharjo, Sragen, dan Karanganyar. Kelompok kedua hanya terdiri dari satu
yang jauh dengan kelompok kedua yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
kemiripian antara 0,28 (28%) hingga 0,4 (40%) sehingga memiliki kesamaan
genetik yang rendah serta tingkat heterositas semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Langga et al. (2012) yang menyatakan bahwa semakin dekat
jarak genetik antar tanaman maka akan semakin besar pula kesamaan genetik
pada setiap tanaman, semakin jauh jarak genetik antar tanaman maka tingkat
kelompok pertama dan kedua yang jauh memiliki perbedaan susunan genetik
yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukartini (2008) yang menyatakan
genetiknya.
ganyong dari Wonogiri dan Boyolali dengan nilai kemiripan antara 0,88 (88%)
hingga 1 (100%). Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayanto et al.(2013) yang
menyatakan bahwa semakin kecil nilai koefisien kemiripan (mendekati nol) maka
mempunyai banyak kesamaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukartini (2008)
Magelang membentuk kelompok sendiri atau outgroup. Hal ini dikarenakan aksesi
ganyong dari Magelang hanya memiliki sedikit kesamaan karakter dengan aksesi
ini juga didukung oleh pendapat Niken dan Handayani (2017) yang menyatakan
kekerabatannya.
genetik yang paling mudah ialah menggunakan marka morfologi tetapi kurang
akurat sedangkan marka molekuler paling akurat. Hal ini sesuai dengan pendapat
disebabkan oleh tampilan genotip yang masih sering dipengaruhi oleh faktor
berbeda. Hal ini didukung oleh pendapat Efendi et al. (2015) yang menyatakan
BAB V
5.1. Simpulan
Kelompok kedua hanya terdiri dari satu aksesi saja yaitu Magelang. Aksesi
ganyong dari Magelang adalah aksesi yang outgroup karena memiliki hubungan
kekerabatan yang jauh dari aksesi-aksesi yang lain. Aksesi dari Wonogiri dan
Boyolali memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat diantara aksesi yang
lain. Dendogram adalah output MVSP yang menggambarkan jarak genetik dan
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum jarak genetik dan hubungan
kekerabatan adalah dalam melakukan skoring morfologi harus teliti agar tidak
salah mengisi sehingga dendogram yang diperoleh tidak salah serta dalam
DAFTAR PUSTAKA
Langga, I. F., Restu, M., & Kuswinanti, T. 2012. Optimalisasi suhu dan lama
inkubasi dalam ekstraksi DNA tanaman bitti (Vitex cofassus Reinw) serta
analisis keragaman genetik dengan teknik RAPD-PCR. Jurnal Sains &
Teknologi, 12(3), 265-276.
Pandin, D. 2010. Penanda dna untuk pemuliaan tanaman kelapa (Cocos nucifera
L.). Perspektif, 9 (1) : 21 - 35.
Wahyuningsih, W., M. Muslimin, dan Y. Yusran. 2014. Variasi fenotip dan genotip
eboni (Diospyros celebica Bakh) pada hutan alam dan hutan tanaman di
Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. J. Warta Rimba, 2 (2) : 1 – 7.
Wijayanto, T., D. Boer, dan L. Ente. 2013. Hubungan kekerabatan aksesi pisang
kepok (Musa paradisiaca Formatypica) di kabupaten muna berdasarkan
karakter morfologi dan penanda rapd. J. Agroteknos, 3 (3) : 163 – 170.
Yunus, A. 2007. Identifikasi keragaman genetik jarak pagar (Jatropha curcas L.)
di Jawa Tengah berdasarkan penanda isoenzim. J. Biodiversitas, 8 (3) : 249
– 252.
LAMPIRAN
Lampiran 9. (lanjutan)
Lebar
1,7 0,6 0,7 1,1 0,8 0,7 1,0 0,7
sepala
Panjang
13,5 6 6,2 6,6 6 5,9 6,8 6
petala
Lebar
5,6 0,6 0,8 1 0,7 1 1,2 0,6
petala
Panjang 11 5,5 5,5 5,7 5,6 5 5,9 5,5
staminod
108
ia
Lebar
staminod 3,8 0,7 0,5 0,6 0,5 0,5 0,8 0,7
ia
Panjang
8 5,7 5,4 5,5 5 4,7 5,8 4,9
putik
Lebar
0,9 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,6 0,3
putik
Panjang
0,7 1 0,8 0,9 0,8 0,8 1,3 0,7
anter
Lebar
0,2 0,1 0,1 0,1 0,15 0,1 0,2 0,1
anter
Panjang
13,5 6 6 6,5 6,2 5,9 7,1 5,8
bunga
Diameter
pangkal 0,92 0,3 0,3 0,5 0,3 0,2 0,6 0,25
bunga
Sepala Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Menek Tidak Tidak
menekuk mene mene mene mene menek
uk menekuk menekuk
/tidak kuk kuk kuk kuk uk
Keterangan:I : Magelang,II:Surakarta,III:Wonogiri,IV:Klaten,V:Boyolali,
VI:Sukoharjo, VII:Sragen, VIII:Karanganyar.
109
Panjang staminodia ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0
Lebar staminodia < 1 cm 0 1 1 1 1 1 1 1
Lebar staminodia ≥ 1 cm 1 0 0 0 0 0 0 0
Panjang putik < 6 cm 0 1 1 1 1 1 1 1
Panjang putik ≥ 6 cm 1 0 0 0 0 0 0 0
Lebar putik < 0,5 cm 0 1 1 1 1 1 0 1
Lebar putik ≥ 0,5 cm 1 0 0 0 0 0 1 0
Panjang anter < 1 cm 1 0 1 1 1 1 0 1
Panjang anter ≥ 1 cm 0 1 0 0 0 0 1 0
Lebar anter < 0,15 cm 0 1 1 1 0 1 0 1
Lebar anter ≥ 0,15 cm 1 0 0 0 1 0 1 0
Panjang bunga < 7 cm 0 1 1 1 1 1 0 1
Panjang bunga ≥ 7 cm 1 0 0 0 0 0 1 0
Diameter pangkal bunga < 0,5 cm 0 1 1 0 1 1 0 1
Diameter pangkal bunga ≥ 0,5 cm 1 0 0 1 0 0 1 0
Sepala menekuk 1 0 0 0 0 0 0 0
Sepala tidak menekuk 0 1 1 1 1 1 1 1
Rf 0,22 1 1 1 1 1 1 1 1
Rf 0,28 1 1 1 1 0 1 1 1
Rf 0,34 0 0 0 1 1 0 1 0
Rf 0,38 0 0 1 0 0 1 1 1
Rf 0,41 0 1 1 1 1 1 1 0
Rf 0,09 1 1 1 1 1 0 1 1
Rf 0,16 0 0 0 0 0 1 0 0
Rf 0,22 1 1 1 1 1 1 1 1
Rf 0,38 0 0 1 1 1 1 1 1
Rf 0,41 1 1 0 0 0 0 0 0
Rf 0,44 0 1 1 1 0 1 1 1
Keterangan:I : Magelang,II : Surakarta,III : Wonogiri,IV : Klaten,V : Boyolali,VI :
Sukoharjo,VII : Sragen, VIII : Karanganyar