Disusun oleh :
Kelompok VIIA
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan praktikum Budidaya Tanaman Pangan dengan lancar. Pentingnya
melakukan praktikum ini adalah agar mahasiswa lebih memahami proses
budidaya tanaman padi yang benar dengan menggunakan berbagai macam sistem
tanam konvensional dan jajar legowo.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ir. Didik Wisnu Widjajanto,
M.Sc. Ph.D selaku Koordinator Praktikum Budidaya Tanaman Pangan, Nurul
Fadhilah selaku asisten pembimbing praktikum Budidaya Tanaman Pangan, yang
telah membimbing dan membantu selama praktikum berlangsung sampai
penyusunan laporan praktikum Budidaya Tanaman Pangan ini selesai. Penulis
menyadari laporan praktikum ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata,
kami berharap semoga laporan Praktikum Budidaya Tanaman Pangan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten dan bagi penulis khususnya.
Demikian kata pengantar dari penulis, penulis menyampaikan terima kasih
atas perhatian dan koreksi dari berbagai pihak.
Penyusun
iii
iv
RINGKASAN
Bahan yang digunakan yaitu benih padi varietas Inpari Sidenuk, pupuk
kandang sapi, POC, PGPR, tanah dan kompos. Alat yang digunakan adalah
cangkul, garu, ember, timbangan analitik, media pembibitan, meteran, cutter,
botol plastik bekas, alat tulis dan kamera. Metode pengolahan tanah adalah
dibentuk pematang, tanah dicangkul, gulma dibersihkan, didiamkan satu minggu
dan digaru. Metode penyemaian adalah benih padi direndam dalam air garam,
dicuci bersih, disiapkan media pembibitan dan benih ditanam. Metode
pemupukan adalah pupuk kandang sapi ditaburkan pada lahan sebagai pupuk
dasar, POC dan PGPR diencerkan dan disiramkan ke tanaman. Metode
penanaman adalah dibuat jajar legowo 4 : 1, dibuat jarak tanam 25 x 25 cm dan
sela 50 cm, bibit ditanam 5 bibit perlubang. Metode pengamatan dan
pemeliharaan adalah tinggi dan jumlah anakan tanaman diamati, dilakukan
penyiangan gulma dan pengendalian penyakit setiap satu minggu sekali. Metode
uji laboratorium adalah diambil 3 sampel tanaman, dihitung berat basah dan
bahan kering.
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
v
vi
LAMPIRAN ................................................................................................ 46
vi
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
vii
viii
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
viii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
ix
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Pembibitan
Penanaman padi merupakan suatu proses menanam bibit padi yang telah
siap untuk dipindahkan ke lahan sawah setelah dilakukan persemaian benih padi.
Pola yang digunakan untuk penanaman padi terdiri dari dua macam, yaitu pola
penanaman konvensional atau cara petani dan pola penanaman jajar legowo. Jarak
yang digunakan untuk pola penanaman padi yaitu antara 20 cm x 20 cm sampai
30 cm x 30 cm tergantung pada lahan penanaman (Bakrie dkk., 2010).
Penggunaan jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi tanaman
padi. Penanaman padi dengan jarak yang optimum memberikan pertumbuhan
tanaman yang baik karena mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari dan
penyerapan unsur hara (Sohel dkk., 2009).
Pemberian pupuk menambah unsur organik dan anorganik pada tanah dalam
mengubah unsur ataupun proses reaksi didalam tanah yang lebih baik, dengan
tujuan untuk penggemburan tanah dalam pertumbuhan tanaman (Duaja, 2012).
Pemupukan N pada tanaman leguminosa yang efisien dalam memberikan
pertumbuhan yang baik bagi tanaman dan mampu menghasilkan N sebanyak 40%
sampai 70 % (Setyanti dkk., 2013). Penggunaan pupuk organik akan memberikan
keuntungan yaitu penghematan tenaga kerja, karena pupuk buatan yang harus
dikerjakan biasanya lebih sedikit dan menaburkan zat makanan tanaman dapat
dilakukan dalam satu kali kerja (Tirta, 2006). Pemberian pupuk organik
memberikan zat makanan pada tanaman agar zat-zat dalam tanah yang hilang atau
dihisap dapat diganti, dan dapat memperbaiki struktur tanah (Setiadi dkk., 2011).
Perbandingan tanaman rumputan (graminae) dengan kacang-kacangan
(leguminosa), yang bersumber sebagai hijauan makanan ternak terlihat pada
intensitas pemotongannya, bahwa rumputan lebih besar memproduksi bagian
batang tanaman, sedangkan leguminosa lebih besar memproduksi daun pada
tanaman (Haryanti, 2008). Penanaman tanaman dipengaruhi oleh lingkungan,
faktor lingkungan meliputi ketersediaan air, kecukupan intensitas cahaya, dan
struktur media tumbuh tanaman (unsur tanah) (Marpaung dkk., 2013).
8
2.5.1. Konvensional
bulir per malai, dan hasil per hektar tanaman padi (Salahuddin dkk., 2009).
Jumlah anakan pada pola tanam padi jajar legowo memberikan peningkatan
sebanyak 30%, penyinaran matahari optimal, sirkulasi udara lebih lancar, akan
mengurangi resiko terserang penyakit, sehingga mendukung tanaman untuk lebih
mudah tumbuh dan berkembang (Barus, 2012). Pengaturan sistem penanaman
padi menentukan kuantitas dan kualitas rumpun tanaman padi. Penggunaan bibit
padi berumur kurang dari 15 hari setelah semai mempermudah bibit untuk lebih
cepat beradaptasi dan cepat pulih dari pengaruh cekaman (Anggraini dkk., 2013).
Jarak tanam pada sistem tanam legowo 2:1 adalah 25 cm (jarak antar
barisan) x 12,5 cm (jarak dalam barisan) x 50 cm (jarak lorong) (Hatta, 2012).
Jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan sistim tanam legowo (diantaranya
legowo 2:1 dan 4:1) (Barus, 2012). Pada jarak tanam yang rapat sistem perakaran
gulma akan lebih awal memanfaatkan pupuk N (Maya, 2007). Jarak tanam yang
terlalu rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman dengan gulma
dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman
terhambat dan hasil tanaman pada menjadi rendah (Hatta, 2011).
Sistem tanam jajar legowo 2 : 1 akan menghasilkan jumlah populasi
tanaman per ha sebanyak 213.300 rumpun, serta akan meningkatkan populasi
33,31 % dibanding pola penanaman tegel (25x25 cm) yang hanya mennghasilkan
160.000 rumpun/ha (BBPTP, 2012). Pola penanaman padi jajar legowo 4 : 1 dapat
menghasilkan populasi mencapai 256.000 rumpun/ha (BPS, 2016). Tingginya
populasi tanaman pada sistem jajar legowo 3 : 1 dapat meningkatkan produksi
padi sebesar 10 – 15 % (Abdulrachman dkk., 2013).
Jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Penggunaan jarak tanam legowo
(30x20x10) memberikan pertumbuhan tinggi tanaman berbeda nyata dengan
perlakuan jarak tanam tegel (25x25) dan tegel (20x20), namun tidak berbeda
nyata dibanding perlakuan dengan jarak tanam legowo (30x25x12,5), legowo
(30x25x larikan), dan legowo (30x20x larikan) (Putra, 2011). Padi tidak dapat
mengoptimalkan perolehan hara dan mengalami penurunan yang menonjol ketika
10
masa pertumbuhan padi pada jarak tanam rapat (Toha, 2007). Penanaman padi
dengan jarak tanam yang lebih rapat setiap tanaman menjadikan persaingan untuk
mendapatkan sinar matahari (Arafah, 2008).
Jarak tanam yang luas menjadi awal inisiasi pertumbuhan tinggi tanaman,
jumlah daun dan jumlah anakan dapat tumbuh normal, tinggi dan berkembang
baik (Masdar, 2007). Jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi,
jarak tanam lebar menjadikan tanaman tumbuh tinggi dan kokoh (Hatta, 2012).
Kerapatan jarak tanam mengakibatkan terjadinya perebutan air, cahaya matahari,
dan unsur hara yang sangat hebat antar tanaman (Yuniastuti dkk., 2009). Jarak
tanam yang optimum memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman yang baik
sehingga memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari dan pertumbuhan bagian
akar yang baik sehingga memanfaatkan lebih banyak unsur hara (Hatta, 2012).
Jarak tanam yang tepat menghasilkan pertumbuhan dan jumlah anakan yang
maksimum, juga memberikan hasil yang maksimum (Krismawati, 2007). Jarak
tanam yang lebar pada metode SRI menjadikan tanaman memiliki batang yang
sangat tinggi (Hatta, 2011). Penerapan cara tanam sistem legowo memiliki
beberapa kelebihan yaitu, sinar matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk
proses fotosintesis, pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman
menjadi lebih mudah dilakukan di dalam lorong-lorong (Anggraini dkk., 2013).
Pemberian jarak tanam menjadikan tanaman yang lebih efisien dalam
mendapatkan sinar matahari sehingga akan lebih baik terhadap pertumbuhannya.
Tanaman yang tumbuh tegak dan berumpun bisa di lakukan penanaman dangan
jarak 60-90cm dan 45-60 cm (Sutapradja, 2008). Tanaman dengan penyinaran
yang cukup besar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang
lebih baik. Daun tanaman menjadi lebih lebar dan panjang, batang besar dan
seimbang, pertumbuhan normal, dan kadar air cukup tinggi dibandingkan bahan
keringnya (Haryanti, 2008).
11
2.6. Pemupukan
Pupuk kandang sapi merupakan salah satu pupuk kandang yang umum
digunakan pada sistem pertanaman padi. Pupuk kandang sapi mengandung hara C
sekitar 24,57%, N sekitar 1,63%, P sekitar 0,26%, K sekitar 2,80% dan C/N rasio
sekitar 15,07% (Sudarsono dkk., 2013). Pupuk kandang sapi cocok untuk pupuk
dasar karena dapat menyediakan unsur hara melalui dekomposisi bahan organik,
sehingga ketersediaan maupun penguapan hara lebih lambat (Afif dkk., 2014).
Penggunaan pupuk kandang sapi dalam budidaya tanaman umumnya
sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan setelah pengolahan tanah. Pupuk kandang
sapi sebagai pupuk dasar dapat menyumbang hara bagi awal pertumbuhan
tanaman melalui dekomposisi (Susanti dkk., 2013). Pemupukan menggunakan
dosis yang tepat mampu memberikan efek positif bagi tanah, tanaman dan air.
Pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan hasil tanaman
padi dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik (Sari dkk., 2014).
Pupuk kandang sapi dapat diaplilasikan secara langsung maupun dengan
penambahan pupuk hijau melalui proses pengomposan. Pupuk kandang sapi yang
sudah matang siap digunakan untuk pemupukan dengan ciri berwarna kehitaman,
tidak berbau dan bertekstur remah (Chuaca dkk., 2017). Penggunaan pupuk
kandang sapi dapat dikombinasi dengan pupuk organik lain maupun pupuk hijau
hingga pupuk hayati. Aplikasi pupuk kandang sapi dengan pupuk organik cair
dapat meminimalisasi input pupuk anorganik dan mampu memenuhi kebutuhan
hara tanaman (Chaniago dkk., 2017).
2.7. Pengairan
Irigasi pada tanaman padi yang sesuai akan memberikan hasil yang optimal.
Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi sifat fisik dan fisiologis serta
menurunkan hasil produksi tanaman (Lamusa dkk., 2010). Apabila terjadi
kekeringan semua sumber air yang ada akan mengalami penurunan debit, bahkan
mengering. Kelebihan pasokan air juga akan mempengaruhi hasil produksi dan
pertumbuhan tanaman padi. Lahan sawah yang tergenang akan mengalami
perubahan kimia dan elektrokimia yang dapa merugikan pertumbuhan tanaman
padi (Nursyamsi dkk., 2010).
secara manual dalam proses pengendalian OPT tanaman padi dapat menghemat
biaya dan meningkatkan efisiensi pertumbuhan (Marpaung dkk., 2013).
Pemeliharaan dan pengamatan pertumbuhan tanaman padi dapat dipantau dengan
jarak seminggu sekali. Pertumbuhan tanaman padi dapat diukur dengan cara
melihat perkembangan dari perbedaan tinggi batang, jumlah anakan produktif,
bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar, panjang malai dan
jumlah gabah total malai (Bakrie dkk., 2010).
sering dapat menyebabkan resistensi pada gulma (Pane dan Jatmiko, 2009).
Bahan alami dapat diberikan pada lahan budidaya tanaman untuk memperbaiki
lingkungan dan ekosistem. Pengendalian hama dan gulma dengan cara
penambahan bahan alami memiliki konsep sesuai dengan pengendalian hama
terpadu. Pengendalian gulma dan hama secara hayati dapat dilakukan untuk
mengelola lingkungan agar populasi hama dan gulma menjadi rendah dengan
memperhatikan lingkungan (Kartohardjono, 2011).
Gulma yang tumbuh pada lahan budidaya padi salah satunya adalah
tanaman genjer (Limnocharis flava). Tanaman genjer termasuk ke dalam
golongan gulma berdaun lebar. Pertumbuhan genjer tidak mempengaruhi secara
langsung pertumbuhan tanaman padi selama masih dalam intensitas yang rendah
(Pane dan Jatmiko, 2009). Hama yang ditemukan pada lahan budidaya adalah
belalang. Belalang masuk ke dalam famili Oxya spp. yang memiliki ciri-ciri
bagian bawah tubuh berwarna hijau kekuningan dengan tibia belakang berwarna
biru keabuan. Belalang dapat merusak tanaman padi dengan menghabiskan
sebagian besar bagian tepi daun (Sianipar dkk., 2015).
Pengendalian gulma di sekitar tanaman yang dibudidayakan agar saat
pemberian pupuk tidak terbagi dengan tanaman pengganggu (Effendi, 2009).
Pembersihan lahan yaitu untuk membersihkan semua tanaman yang bisa
mengganggu pertumbuhan tanaman yang dibudidaya, karena pada pemanfaatan
unsur hara yang selalu diperoleh gulma dengan intensitas yang cukup banyak
pada setiap pengambilannya, sehingga pertumbuhan gulma tidak kalah bersaing
dengan pertumbuhan tanaman tersebut (Marpaung dkk., 2013).
18
BAB III
3.1. Materi
Materi yang digunakan terdiri dari alat dan bahan. Bahan yang digunakan
yaitu benih padi varietas Inpari sidenuk, pupuk kandang, PGPR, POC, kompos,
tanah dan air garam.Alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah tanah,
garu untuk meratakan tanah, ember sebagai wadah pupuk kandang, botol bekas
sebagai wadah POC dan PGPR, timbangan untuk menimbang pupuk, media
pembibitan untuk membibitkan benih padi, koran untuk alas media pembibitan,
meteran untuk mengukur tinggi tanaman, serta cutter untuk memotong padi.
3.2. Metode
3.2.1. Pembibitan
Benih padi diuji lebih dahulu dengan merendam dalam air garam pekat
untuk mengetahui benih yang berkualitas baik, yang ditandai dengan benih yang
tenggelam. Benih yang mengambang tidak digunakan atau disisihkan/dibuang.
Benih yang tenggelam dipilih untuk digunakan sebagai bibit, benih tersebut
kemudian dicuci bersih menggunakan air, apabila sudah bersih selanjutnya benih
ditakar menggunakan gelas plastik untuk selanjutnya dilakukan pembibitan.
Pembibitan dilakukan dengan media tanam berupa kompos dan tanah dengan
komposisi 4 : 1 yang diletakkan pada nampan ukuran 60 x 30 cm yang diberi alas
19
kertas koran. Benih disebar secara merata pada media tanam. Selanjutnya nampan
media tanam yang telah diberi air secukupnya dan ditaburi benih ditutup dengan
terpal selama 4 hari. Setelah 4 hari, terpal dibuka, dan nampan dipindah ke
ruangan agar terkena cahaya matahari tetapi tidak air hujan secara langsung.
Benih ditumbuhkan selama 7 hari dengan maksimal tumpukan sebanyak 15
tumpuk.
Metode penanaman padi yaitu benih padi yang telah dibibitkan di media
pembibitan yang berumur 7 hari dibawa ke lahan sawah. Lahan sawah diratakan
dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman. Bibit padi
dipilih yang pertumbuhannya paling baik. Pola penanaman padi yang digunakan
yaitu jajar legowo 4:1. Lubang dibuat dengan kedalaman 3 - 4 cm. Satu lubang
diberi 3-5 bibit padi. Bibit padi ditanam pada lubang tanam sampai empat baris
dengan jarak 25 x 25 cm antar tanaman, kemudian diberi sela-sela dengan jarak
50 cm, dilanjutkan bibit padi ditanam kembali sampai empat baris dan
seterusnya.
20
3.2.4. Pemupukan
3.2.6. Pengamatan
Metode yang digunakan adalah tanaman padi yang sudah ditanam pada
lahan budidaya diberikan stik kayu yang sudah diberikan nomor urut 1-10.
Tanaman yang sudah ditandai dihitung panjang malai dan jumlah anakan setiap
minggu pada hari yang sama. Pengukuran dilakukan dengan mengukur malai padi
yang terpanjang dalam satu rumpun. Pengukuran malai dimulai dari titik tumbuh
hingga ujung daun. Jumlah anakan dihitung setiap minggu. Hasil pengukuran
dicatat dan direkap. Tanaman padi dicabut pada minggu ke-8 setelah tanam dan
ditimbang serta dianalisis berat basah dan berat keringnya.
22
BAB IV
A B
Sumber: Data Primer praktikum Budidaya Tanaman Pangan, 2017.
Ilustrasi 1. Pengolahan Tanah
Keterangan :
a. Pengolahan Tanah Pertama
b. Pengolahan Tanah Kedua
tumbuh dengan baik dan tidak stres. Tujuan pengolahan lahan kedua yaitu untuk
mengoptimalkan kondisi perairan serta kesuburan tanah sehingga pada saat
pindah tanam, kebutuhan unsur hara dan air tanaman padi tercukupi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Zaini (2009) yang menyatakan bahwa pengolahan tanah
pada budidaya padi sawah bertujuan untuk menciptakan keadaan tanah yang
sesuai dengan pertumbuhan tanaman padi yaitu dengan penggenangan. Waktu
pengolahan tanah yang baik yaitu tidak kurang dari 4 minggu sebelum
penanaman. Zahrah (2011) menyatakan bahwa pengolahan lahan sawah dilakukan
pada lapisan top soil dengan kedalaman 15-20 cm yang terdiri dari bahan-bahan
organik tanah agar mudah diserap tanaman.
4.2. Pembibitan
Berdasarkan data yang diketahui pada (Tabel 1.), daya kecambah bibit
tanaman padi pada varietas Inpari sigenuk sangat tinggi yakni sebesar 95%.
Jumlah bibit yang tumbuh tidak sama dengan jumlah benih yang dibibitkan,
karena terjadi persaingan, sehingga jumlah bibit yang tumbuh biasanya lebih
sedikit dari jumlah awal benih yang dibibitkan. Menurut Santosa dkk., (2013) biji
padi yang terbentuk tidak sama ukurannya dan ada yang berwarna cokelat,
sehingga pada waktu dikecambahkan ada biji padi yang tidak dapat tumbuh
menjadi bibit tanaman padi. Pada saat sebelum disemai, benih direndam terlebih
dahulu pada air garam, untuk penyeleksian sehingga dapat memperoleh benih
yang benar-benar baik. Menurut Wartono dkk., (2015) perlakuan benih pra tanam
25
yang disemai pada pembibitan tidak semuanya tumbuh, dikarenakan suhu yang
cukup tinggi pada lokasi pembibitan, sehingga hanya yang tahan saja yang masih
mampu tumbuh. Menurut Santosa dkk., (2013) tidak semua benih yang dibibitkan
tumbuh, bibit yang mati dapat disebabkan oleh suhu yang tinggi, yaitu lebih dari
45°C. Menurut Basri dkk., (2016) pemberian pupuk pada awal pembibitan dapat
meningkatkan jumlah daun tanaman.
Pembibitan merupakan kegiatan menumbuhkan benih padi pada suatu
wadah sebelum ditanam dilahan sawah. Menurut Djamhari (2010) pentingnya
melakukan pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit tanaman padi yang siap
tanam di lahan persawahan. Pelaksanaan pembibitan membutuhkan air, untuk
membantu proses imbibisi pada benih agar lebih mudah berkecambah. Menurut
Hidayat dkk., (2010) pada saat pembibitan, pengairan haruslah cukup, apabila
lahan tidak mampu memenuhi kebutuhan air maka harus dilakukan sistem
pembibitan khusus (transplanting). Pada proses pembibitan, benih dikecambahkan
pada nampan dan diatur kondisi lingkungannya. Menurut Ningsih (2014)
penyebaran benih dalam suatu wadah untuk mempercepet pertumbuhan tanaman,
kondisi air harus pula diperhatikan dalam proses pembibitan.
Pemberian pupuk kompos saat proses pembibitan sangat perlu dilakukan,
untuk menyuplai hara bagi bibit agar dapat tumbuh dengan baik. Menurut
Djamhari (2010) bibit padi membutuhkan unsur hara makro N dan P yang cukup,
N untuk pertumbuhan vegetative, P untuk membantu proses fotosintesis,
pembentukan biji dan bunga. Pembibitan dilakukan selama kurang lebih 2
minggu, dan menghasilkan bibit dengan tinggi kurang lebih 9 cm. Menurut
Syahadat dan Aziz (2012) bibit dihasilkan dari proses penyemaian biji, dan
tingginya telah mencapai 5 – 10 cm, segar, sehat dan tidak terserang penyakit.
27
4.3. Penanaman
memiliki jarak lebih lebar, sehingga kompetisi unsur hara pada tanaman akan
berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sohel dkk. (2009) yang menyatakan
bahwa penanaman padi dengan jarak yang optimum memberikan pertumbuhan
tanaman yang baik karena mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari dan
penyerapan unsur hara. Menurut pendapat Salahuddin dkk. (2009) yang
menyatakan bahwa jarak tanam mempengaruhi panjang malai, jumlah bulir per
malai, dan hasil per hektar tanaman padi. Bibit yang digunakan pada penanaman
yaitu bibit padi yang telah berumur 7 hari setelah semai. Penggunaan bibit padi
yang baik yaitu memiliki umur kurang dari 15 hari setelah semai, hal ini bertujuan
untuk mempercepat adaptasi tanaman dengan lingkungan yang baru dan
mengurangi perubahan fisiologi karena adanya cekaman. Menurut pendapat
Anggraini dkk. (2013) yang menyatakan bahwa penggunaan bibit padi yang
berumur kurang dari 15 hari setelah semai mempermudah bibit untuk lebih cepat
beradaptasi dan cepat pulih dari cekaman.
4.4. Pemupukan
Pemupukan dasar dilakukan bertujuan untuk menambah bahan organik tanah dan
menyediakan hara bagi tanaman yang akan ditanam. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sahardi dkk. (2014) bahwa pemupukan dasar bertujuan membantu
memperbaiki sifat tanah dan mengisi kembali hara yang hilang sehingga hara
tersedia saat penanaman dilakukan. Pemupukan dasar pada tanah yang telah
selesai diolah bertujuan agar pupuk yang diaplikasikan tidak hilang maupun
terpendam didasar tanah akibat pengolahan tanah, serta tidak dimanfaatkan oleh
gulma. Pemupukan dasar yang dilakukan saat pagi hari supaya pupuk dan hara
yang terkandung tidak tercuci ketika hujan maupun menguap akibat panas.
Menurut Kasno dkk. (2016) bahwa pemupukan dilaksanakan pada waktu dengan
resiko penguapan pupuk dan pencucian pupuk yang minim, serta pada lahan yang
telah diolah agar tidak terjadi penyerapan pupuk oleh gulma. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rosadillah dkk. (2017) bahwa pemupukan berimbang dengan
tepat dosis, waktu dan jenis pupuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk.
Pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang sapi yang diaplikasikan
sebelum penanaman padi bertujuan agar pupuk mengalami dekomposisi terlebih
dahulu, sehingga ketika bibit ditanam hara sudah tersedia dan dapat diserap oleh
tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanti dkk. (2013) bahwa pupuk
kandang sapi sebagai pupuk dasar dapat menyumbang hara bagi awal
pertumbuhan tanaman melalui dekomposisi. Sifat pupuk kandang sapi yang
menyediakan hara melalui dekomposisi terlebih dahulu menguntungkan bila
diaplikasikan beberapa minggu sebelum penanaman dan pupuk tidak akan
mengalami pencucian secara mudah. Hal ini sesuai pendapat Afif dkk. (2014)
bahwa pupuk kandang sapi cocok untuk pupuk dasar karena dapat menyediakan
unsur hara melalui dekomposisi bahan organik, sehingga ketersediaan maupun
penguapan hara lebih lambat.
Pemupukan dasar dengan pupuk kandang sapi juga bermanfaat untuk
pemenuhan hara makro maupun mikro bagi tanaman padi meskipun prosentase
kandungan hara kecil. Menurut Ningtias and Suharjanto (2012) sistem pertanian
organik memanfaatkan pupuk kandang baik dari ternak ruminansia maupun
unggas sebagai pupuk dasar, karena mengandung unsur hara lengkap baik mikro
30
maupun makro. Pupuk kandang sapi yang digunakan pupuk dasar merupakan
kotoran yang telah matang dengan tekstur mudah hancur sehingga bersifat tidak
panas dan beracun bagi tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Chuaca dkk. (2017)
bahwa pupuk kandang sapi yang sudah matang siap digunakan untuk pemupukan
dengan ciri berwarna kehitaman, tidak berbau dan bertekstur remah.
Pemupukan lanjutan dilakukan untuk menyediakan hara yang dibutuhkan
tanaman padi dalam waktu yang relatif cepat dan mensubstitusi hara dari
pemupukan dasar yang telah berkurang. Menurut Susanto dkk. (2013) bahwa
pemupukan lanjutan dapat menambah cadangan hara pada tanah dan untuk
meningkatkan ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman dalam waktu cepat.
Pemupukan lanjutan menggunakan pupuk organik cair dilakukan dengan
penyiraman langsung pada tanaman padi meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk dan dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Penggunaan pupuk
organik cair juga dapat menghindarkan pemusatan pupuk pada blok-blok tertentu
saja, karena bentuknya yang cair lebih mudah menyebar dan diserap tanaman.
Menurut (Istiqomah dkk., 2016) bahwa pupuk organik cair menyediakan hara
mikro dan makro dengan cepat dan merata pada tanah tanpa melalui dekomposisi
serta hara tidak mudah tercuci.
Penggunaan pupuk organik cair untuk penyediaan hara secara cepat bagi
tanaman padi juga bertujuan untuk meningkatkan pertahanan tanaman padi.
Menurut Mujiono dkk. (2011) pupuk organik cair juga berperan sebagai
bioaktivator dan senyawa pengendali hama. Pupuk organik cair juga tidak bersifat
toksik bagi tanah dan tanaman karena bersumber dari bahan organik, sehingga
tidak mencemari lingkungan yang dapat mengundang timbulnya virus atau bakteri
merugikan penyebab penyakit. Menurut Rusli dkk. (2016) pupuk organik cair
yang diaplikasikan pada padi menurunkan infeksi penyakit kresek dan blas.
Pemupukan lanjutan tahap kedua menggunakan PGPR yang disiramkan
pada tanah diharapkan mampu mengurai bahan-bahan organik yang berasal dari
pupuk kandang sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Meena dkk. (2013) bahwa
PGPR mengurai bahan organik tanah untuk sumber energi dan mengeluarkan
asam organik sebagai hara yang dibutuhkan tanaman sehingga meningkatkan
31
produksi padi. Hasil dekomposisi bahan organik dari sisa-sisa kotoran sapi yang
belum terurai tersebut diharapkan mampu memberikan suplai hara bagi
pertumbuhan tanaman hingga masa generatif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sharma dkk. (2014) bahwa PGPR dapat melarutkan senyawa racun dalam tanah,
meningkatkan pH tanah dan hara tanah.
PGPR sebagai kumpulan bakteri heterogen bersifat multifungsi bagi
pertumbuhan tanaman karena tidak hanya membantu menyediakan hara melalui
proses dekomposisi. Menurut Wiyono dkk. (2014) bahwa PGPR berfungsi
sebagai biofertilizer, biostimulan, dan bioprotektif bagi tanaman. Aplikasi PGPR
juga terbukti meningkatkan sistem pertahanan tanaman karena sifatnya yang
dapat memacu pembentukan fitohormon dan sintesis enzim dalam tanaman. Hal
ini sesuai pendapat Aryanto dkk. (2015) bahwa PGPR memacu pembentukan
fitohormon dalam tanaman padi dan mampu meningkatkan kualitas tanah serta
efisiensi penggunaan pupuk. Mekanisme pertahanan tanaman dapat meningkat
akibat aplikasi PGPR adalah dengan meningkatkan proses lignifikasi. Hal ini
sesuai pendapat Sen dkk. (2015) bahwa PGPR meningkatkan aktivitas enzim
peroksidase dalam pembentukan lipid sehingga memperkuat dinding sel tanaman
dan meningkatkan resistensi tanaman dari serangan hama dan penyakit.
Jenis Organisme
Jumlah Spesies Nama Spesies
Pengganggu Tanaman
Gulma 1 Genjer
Penyakit - -
Hama 1 Belalang
Sumber : Data Primer Praktikum Budidaya Tanaman Pangan, 2017.
32
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan bahwa terdapat satu jenis gulma dan satu
jenis hama yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.
Keberadaan gulma dan hama yang relatif sedikit dapat dikendalikan secara
mekanik yaitu pengambilan langsung. Menurut Effendi (2009) pengendalian
organisme pengganggu tanaman yang sedikit dapat dilakukan dengan cara
pengambilan langsung karena lebih efisiensi dan ekonomis yang tepat.
Pengambilan gulma dan hama secara langsung dapat mengurangi jumlah populasi
dan dapat menjaga pertumbuhan tanaman tetap stabil. Hal ini didukung oleh
pendapat Utami dan Purdyaningrum (2012) yang menyatakan bahwa populasi
gulma dan hama yang sedikit tidak akan berdampak terlalu besar pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.
Organisme pengganggu tanaman dapat menjadi salah satu faktor pembatas
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Marpaung dkk. (2013) yang menyatakan bahwa gulma dan hama dapat menjadi
faktor pembatas pertumbuhan tanaman karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
morfologi dan fisiologi tanaman. Pemberantasan gulma dan hama dapat diberikan
agensi hayati dan bahan alami yang dapat mengganggu fisiologis organisme
pengganggu. Menurut Pane dan Jatmiko (2009) penambahan bahan kimia untuk
menanggulangi OPT dapat menyebabkan fenomena resistensi dimana hama dan
gulma tidak akan terpengaruh oleh zat pembasmi gulma dan hama.
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan hama yang terdapat pada lahan budidaya
padi adalah belalang. Hama belalang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
terganggu karena belalang merusak daun tanaman padi. Ciri fisik tanaman padi
yang terserang belalang adalah daunnya rusak dan berlubang. Hal ini didukung
oleh pendapat Sianipar dkk. (2015) yang menyatakan bahwa ciri-ciri adanya hama
belalang pada pertumbuhan tanaman padi adalah sebagian bagian tepi daun
bolong dan terdapat bekas gigitan yang tidak beraturan. Serangan hama belalang
pada intensitas serangan rendah dapat diatasi dengan pemungutan secara langsung
dan pengelolaan lingkungan agar hama tidak dapat berkembang biak lebih lanjut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kartohardjono (2011) yang menyatakan bahwa
pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara pengelolaan lingkungan yang
33
memungkinkan hama tidak dapat tumbuh pada lahan budidaya secara luas.
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan bahwa gulma tanaman padi yang
dibudidayakan terdiri dari satu jenis yaitu genjer (Limnocharis flava) yang tidak
akan mempengaruhi pertumbuhan padi secara langsung saat masih dalam
intensitas yang rendah. Menurut Pane dan Jatmiko (2009) bahwa pertumbuhan
genjer pada lahan budidaya padi tidak akan berpengaruh langsung pada
pertumbuhan padi selama masih dalam intensitas yang rendah. Pengendalian
genjer dalam intensitas rendah dapat diatasi dengan cara pencabutan secara
langsung gulma dan pemberian agensi hayati yang dapat mengurangi
pertumbuhan gulma. Menurut Kartohardjono (2011) gulma dapat diatasi dengan
cara mekanis dan pemberian agensi hayati agar pertumbuhan gulma terkendali.
120.0
Tinggi tanaman (cm)
100.0
80.0
60.0 Konvensional
40.0 Jajar Legowo 2:1
Jajar Legowo 3:1
20.0 Jajar Legowo 4:1
0.0
1 2 3 4 5 6
Minggu Setelah Tanam
pada Ilustrasi 4. Batang tertinggi diperoleh pada sistem tanam jajar legowo 4:1.
Minggu pertama hingga minggu kedua masa penanaman tanaman belum
menunjukkan pertumbuhan yang berarti. Pertumbuhan tanaman padi yang lambat
diawal penanaman mengalami peningkatan setelah minggu ke-4. Hal tersebut
dikarenakan penerapan sistem tanam legowo dengan jarak tanam 4:1 yang
digunakan dalam penanaman tanaman padi memberi ruang gerak paling bebas
untuk bertumbuh. Menurut pendapat Hatta (2012) jarak tanam mempengaruhi
pertumbuhan tanaman padi, jarak tanam yang lebar menjadikan tanaman tumbuh
tinggi dan kokoh. Menurut Barus (2012) bahwa jarak tanam mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan sistem tanam legowo (diantaranya legowo 2:1 dan 4:1).
Grafik tinggi tanaman menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi batang
tanaman padi terus meningkat. Pertambahan tinggi tanaman akan meningkat
seiring pertambahan umur tanaman, selain itu penambahan unsur hara juga
mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Duaja (2012) bahwa pemberian pupuk menambah unsur organik dan anorganik
pada tanah dalam mengubah unsur ataupun proses reaksi didalam tanah yang
lebih baik, dengan tujuan untuk penggemburan tanah dalam pertumbuhan
tanaman. Menurut Ginting (2017) unsur hara N dan P dibutuhkan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk pertumbuhan tinggi,
pembentukan daun dan memperbanyak jumlah tunas.
Pengaturan sistem tanam dengan penerapan pemberian jarak tanam
mempermudah tanaman padi dalam mendapatkan sinar matahari untuk melakukan
proses fotosintesis yang dapat menunjang pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut
Hatta (2012) jarak tanam yang optimum memberikan pertumbuhan bagian atas
tanaman yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari
dan pertumbuhan bagian akar yang juga baik sehingga dapat memanfaatkan lebih
banyak unsur hara. Menurut Anggraini dkk. (2013) penerapan cara tanam sistem
legowo memiliki beberapa kelebihan yaitu, sinar matahari dapat dimanfaatkan
lebih banyak untuk proses fotosintesis, pemupukan dan pengendalian organisme
pengganggu tanaman menjadi lebih mudah dilakukan di dalam lorong-lorong.
35
Pemberian jarak tanam menjadikan tanaman lebih kuat dan kokoh, serta
lebih efisien dalam memanfaatkan nutrisi, air dan hara. Hai ini sesuai dengan
Sutapradja (2008) bahwa tanaman yang tumbuh tegak dan berumpun bisa di
lakukan penanaman dangan jarak 60-90cm dan 45-60 cm. Haryanti (2008)
tanaman dengan penyinaran yang cukup besar memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Daun tanaman menjadi lebih lebar dan
panjang, batang besar dan seimbang, pertumbuhan normal, dan kadar air cukup
tinggi dibandingkan bahan keringnya.
Penanaman tanpa disertai jarak tanam akan menciptakan persaingan dalam
perebutan hara, air maupun hara antara tanaman padi dengan gulma yang
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan Maya (2007)
bahwa pada jarak tanam yang rapat sistem perakaran gulma akan lebih awal
memanfaatkan pupuk N. Pendapat tersebut didukung oleh Hatta (2011) bahwa
jarak tanam yang terlalu rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman
dengan gulma dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya,
pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman pada menjadi rendah.
25
Jumlah analan (buah)
20
15
Konvensional
10 Jajar Legowo 2:1
Jajar Legowo 3:1
5 Jajar Legowo 4:1
0
1 2 3 4 5 6
Minggu Setelah Tanam
36
4.7.1. Respon perbedaan sistem tanam terhadap berat basah dan berat
kering
tanaman padi pada lahan sawah dapat meningkatkan kompetisi intraspesifik antar
tanaman. Jarak antar tanaman juga akan mempersulit dalam pemeliharaan
meliputi pemupukan dan penyiangan gulma ataupun pembersihan hama penyakit
tanaman sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Menurut
Anggraini dkk. (2013) penerapan sistem tanam jajar legowo dapat mempermudah
dalam proses pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman, serta
meningkatkan populasi tanaman padi tersebut.
40
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F., A. Suryanto, dan N. Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) pada varietas padi inpari 3. J.
Produksi Tanaman, 1 (2) : 52 - 60.
Bakrie, M. M., I. Anas, Sugiyanta, dan K. Idris. 2010. Aplikasi pupuk anorganik
dan organik hayati pada budidaya padi SRI (System of Rice Intensification).
J. Tanah Lingkungan. 12 (2): 25-32
Barus, J. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan sistim tanam terhadap hasil
varietas unggul padi gogo pada lahan kering masam di Lampung. J. Lahan
Suboptimal. 1 (1) : 102 - 106.
Basri, A.B., Chairunnas, dan A. Azis. 2016. Pengaruh media tumbuh biochar
sekam padi terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit. Buletin Plasma. 16 (2)
: 195 – 202.
BBPTP. 2012. Tanam Jajar Legowo. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 4 hal.
Erythrina dan Z. Zaini. 2014. Budidaya padi sawah sistem tanam jajar legowo:
penggunaan metodologi untuk mendapatkan hasil optimal. J. Litbang
Pertanian. 33 (2): 79-86.
Hatta, M. 2011. Pengaruh tipe jarak tanam terhadap anakan komponen hasil, dan
hasil dua varietas padi pada metode SRI. J. Floratek, 6 (3) : 104 - 113.
Lamusa, A. 2010. Risiko usahatani padi sawah rumah tangga di daerah Impenso
Provinsi Sulawesi Tengah. J. Agroland, 17 (3) : 226 - 232.
Marpaung, I. S., Y. Parto dan E. Sodikin. 2013. Evaluasi kerapatan tanam dan
metode pengendalian gulma pada budidaya padi tanam benih langsung di
lahan sawah pasang surut. J. Lahan Suboptimal. 2 (1): 93-99.
Palembang, J. N., Jamilah, Sarifuddin. 2013. Kajian sifat kimia tanah sawah
dengan pola pertanaman padi semangka di Desa Air Hitam Kecamatan
Lima Puluh Kabupaten Batubara. J. Agroteknologi, 1 (4) : 1154-1162.
Purnamayani, R., E. Susilawati, dan A. Meilin. 2013. Sistem Tanam Padi Jajar
Legowo. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian Jambi. Jambi.
Putra, S. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap peningkatan hasil padi gogo
varietas Situpatenggang. J. Agrin. 15 (1) : 54 - 63.
Razie, F., I. Anas, A. Sutandi, Sugiyanta, dan L. Gunarto. 2013. Efisiensi serapan
hara dan hasil padi pada budidaya SRI di persawahan pasang surut dengan
menggunakan kompos diperkaya. J. Agronomi Indonesia, 41 (2) : 89-97.
Sa’adah, I. R., Supriyanta, dan Subejo. 2013. Keragaman warna gabah dan warna
beras varietas lokal Padi Beras Hitam (Oryza sativa L.) yang dibudidayakan
oleh petani Kabupaten Sleman, Bantul dan Magelang. J. Vegetalika. 2 (3) :
13 – 20.
44
Santika, A., dan G. Aliawati. 2007. Teknik pengujian tampilan beras untuk padi
sawah, padi gogo dan padi pasang surut. Buletin Teknik Pertanian. 12 (1) :
19.
Santosa, B., K. R. Trijatmiko, dan T. J. Santoso. 2013. Deteksi gen HPTII dan
keragaan agronomis pada populasi BC1F1tanaman padi transgenik. J. Agro
Biogen. 9 (3) : 117 – 124.
Syahadat, R. M., dan S. A. Aziz. 2012. Pengaruh komposisi media dan fertigasi
pupuk organik terhadap kandungan bioaktif daun tanaman kemuning
(Murraya paniculata (L.) Jack) di pembibitan. Bul. Littro. 23 (2) : 142 –
157.
Zahrah, S. 2011. Aplikasi pupuk bokashi dan NPK organik pada tanah ultisol
untuk tanaman padi sawah dengan sistem SRI (Systeam of Rice
Intensification). J. Ilmu Lingkungan, 5 (2) : 114-129.
Anggraini, F., A. Suryanto, dan N. Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah (oryza sativa l.) varietas inpari 13. Jurnal Produksi
Tanaman. 1 (2) : 52 – 60.
Arafah. 2008. Kajian berbagai sistim tanam pada dua varietas unggul baru padi
terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal Agrivigor. 6 (1) : 18 –
25.
Barus, J. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan sistim tanam terhadap hasil
varietas unggul padi gogo pada lahan kering masam di lampung. Jurnal
Lahan Suboptimal. 1 (1) : 102 – 106.
Duaja, W. 2012. Pengaruh pupuk urea, pupuk organik padat dan cair kotoran
ayam terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil selada keriting di tanah
inceptisol. 1 (4) : 236 – 246.
Haryanti, S., 2008. Respon pertumbuhan jumlah dan luas daun nilam
(pogostemon cablin benth) pada tingkat naungan yang berbeda. Anatomi
Fisiologi. 16 (2) : 20-26.
Hatta, M. 2011. Pengaruh tipe jarak tanam terhadap anakan, komponen hasil,
dan hasil dua varietas padi pada metode SRI. J. Floratek. 6 (2) : 104 – 113.
Hatta, M. 2012. Uji jarak tanam sistem legowo terhadap pertumbuhan dan hasil
beberapa varietas padi pada metode SRI. Jurnal Agrista. 16 (2) : 87 – 93.
Marpaung, I. S., Y. Parto dan E. Sodikin. 2013. Evaluasi kerapatan tanam dan
metode pengendalian gulma pada budidaya padi tanam benih langsung di
lahan sawah pasang surut. J. Lahan Suboptimal. 2 (1): 93-99.
46
Masdar. 2007. Interaksi jarak tanam dan jumlah bibit per titik tanaman pada
sistem intensifikasi padi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Jurnal
Akta Agrosia. (1) : 92 – 98.
Maya, D. N. N. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil jagung. Jurnal Agritrop 26 :153 – 159.
Putra S. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap peningkatan hasil padi gogo
varietas situpatenggang. Jurnal Agrin. 15 (1) : 54 – 63.
Setiadi, W., Kasno, dan N. F. Haneda. 2011. Penggunaan pupuk organik untuk
peningkatan produktivitas daun murbei (morus sp.) sebagai pakan ulat
sutera (Bombyx mori L.). Jurnal Silvikultur Tropika. 2 (3) : 165 – 170.
Sutapradja, H. 2008. Pengaruh jarak tanam dan ukuran umbi bibit terhadap
pertumbuhan dan hasil kentang varietas granola untuk bibit. J. Hort. 18 (2) :
155 – 159.
Tirta, I. G. 2006. Pengaruh beberapa jenis media tanam dan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif anggrek jamrud (Dendrobium macrophyllum A.
Rich.). Biodiversitas. 7 (1) : 81 – 84.
LAMPIRAN
Diketahui :
Benih yang dikecambahkan = 1000
Benih yang berkecambah = 950
Lampiran 2. (Lanjutan)
Lampiran 3. (Lanjutan)